ضححىى
١:ضححىى ﴿الَضحى
حوالَ ض
wadhdhuhaa
4. dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan.[2]
٥:ض ىى ﴿الَضحى
ك فحتحير ح حولَححسيو ح
ف يةيعلطيي ح
ك حرضب ح
5. Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu sehingga engkau menjadi
puas.
أحلَحيم يحلجيد ح
٦:ك يحتلييمماَ فحـحـاَحوىى ﴿الَضحى
7. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung[3], lalu Dia memberikan petunjuk.
8. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.
٩:فحأ حلماَ ايلَيحتلييحم فححل تحيقهحير ﴿الَضحى
11. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).
الَشرح
Al Insyirah:
صيدحر ح
١:ك ﴿الَشرح أحلَحيم نحيشحريح لَح ح
ك ح
ى حأنقح ح
ض ح
ظيهحر ح
٣:ك ﴿الَشرح الَللذ ى
ك لذيكحر ح
٤:ك ﴿الَشرح حوحرفحيعحناَ لَح ح
ص ي
٧:ب ﴿الَشرح فحإ لحذا فححريغ ح
ت حفاَن ح
7. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang
lain), [3]
حوإللَحىى حربب ح
٨:ك حفاَيرحغب ﴿الَشرح
حالَللييل
Al Lail: Malam
ق الَلذحكحر حوا ي ة
٣:لنثح ىى ﴿الَليل حوحماَ حخلح ح
fasanuyassiruhuu lilyusroo
8. Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah)
11. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa.
للخحرةح حوا ي ة
١٣:لولَحىى ﴿الَليل حوإللن لَححناَ للَ ي ى
wasayujannabuhal atqoo
17. Dan akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertakwa
18. yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya),
19. dan tidak ada seorangpun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya,
20. tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Mahatinggi
حولَححسيو ح
ف يحير ح
٢١:ضىى ﴿الَليل
walasaufa yardhoo
21. Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan (yang sempurna).
ْاحلَلشيمس
wasysyamsi wadhuhaahaa
حوايلحير ل
ض حوحماَ ح
٦:ْطححىىحهاَ ﴿الَشمس
wal-ardhi wamaa thohaahaa
حونحيف د
٧:ْسْ حوحماَ حسلوىىحهاَ ﴿الَشمس
حوقحيد حخاَ ح
١۰:ْب حمين حدلسىىحهاَ ﴿الَشمس
11. (Kaum) Samud telah mendustakan (rasul-Nya) karena mereka melampaui batas (zalim),
13. lalu Rasul Allah (Salih) berkata kepada mereka, “(biarkanlah) unta betina dari Allah ini dengan
minumannya”.
Asbabun Nuzul Surah Ad-Duha bahasa Arab: اسباَب الَلنزل الَسوراة الَضحىmerupakan sebab-sebab penurunan
surat Adl-Dluha
Sesuai namanya, surah ini turun pada waktu dluha (pagi hari) sebagai jawaban atas pertanyaan dan
hinaan yang dilontarkan oleh kaum kafir Mekah yang menganggap bahwa Rasulullah S.A.W. sudah tidak
dipedulikan lagi oleh Tuhan, sebab Nabi Muhammad sudah lama tidak menerima wahyu kenabian.
Hingga akhirnya turunlah surah ini untuk mempertegas bahwasannya Allah memberitahukan bahwa
dugaan kaum kafir Mekah adalah suatu kesalahan yang besar. Allah juga memberi tahu Nabi Muhammad
bahwasannya Allah tidak pernah membenci atau melupakannya.[1]
Ada beberapa riwayat yang memberitakan Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya) surah al-Lail,
diantaranya dari Ibnu Hatim, Al-Hakim, dan Al-Bazzar. Dalam riwayat Ibnu Hatim dikatakan bahwa surah
al-Lail turun berkenaan pemilik pohon kurma yang bakhil. Diceritakan bahwa pemilik pohon kurma
tersebut memiliki pohon yang mayangnya menjulur hingga ke rumah tetangganya yang fakir dan
memiliki banyak anak. Tiap kali berbuah, ia memetik hasilnya dari rumah tetangganya, namun bila kurma
tersebut jatuh dan dipungut oleh anak-anak tetangganya yang fakir, ia segera merampasnya. Bahkan
yang sudah masuk ke mulut anak-anak itu juga dipaksa dikeluarkannya. Kemudian, orang fakir itu
mengadukan hal itu kepada Nabi Muhammad yang berjanji akan menyelesaikan masalahnya. Nabi
kemudian bertemu dengan pemilik kurma dan bersabda, "Berikanlah kepadaku pohon kurma yang
mayangnya menjulur ke rumah si Anu, dan bagianmu sebagai gantinya pohon kurma di surga." Pemilik
pohon kurma itu berkata, "Hanya sekian tawaran tuan? Aku mempunyai banyak pohon kurma dan
pohon kurma yang diminta itu paling baik buahnya." Kemudian pemilik pohon kurma itu pergi.
Pembicaraan itu didengar oleh seorang dermawan yang langsung datang kepada Nabi dan berkata,
"Apakah tawaran tuan itu berlaku juga bagiku, jika pohon kurma itu telah menjadai milikku?" Nabi
menjawab "Ya." Orang itu kemudian menemui pemilik pohon kurma. Pemilik pohon kurma itu berkata,
"Apakah engkau tahu bahwa Muhammad SAW menjanjikan pohon kurma di surga sebagai ganti pohon
kurma yang mayangnya menjulur ke rumah tetanggaku? Dan bahwa aku telah mencatat tawarannya,
akan tetapi buahnya sangat mengagumkan, padahal aku banyak mempunyai pohon kurma, dan tidak ada
satupun pohon yang selebat itu." Orang dermawan itu bberkata, "Apakah kau mau menjualnya." Ia
menjawab, "Tidak, kecuali apabila ada orang yang sanggup memnuhi keinginanku, akan tetapi pasti tidak
akan ada yang sanggup." Dermawan itu berkata lagi, "Berapa yang engkau inginkan?" Ia berkata, "Aku
inginkan empat puluh pohon kurma." Ia pun terdiam kemudian berkata lagi, "Engkau minta yang bukan-
bukan, baik aku berikan 40 pohon kurma kepadamu, dan aku minta saksi jika engkau benar mau
menukarnya." Ia memanggil sahabat-sahabatnya untuk menyaksikan penukaran itu. Dermawan itu pun
menghadap kepada Nabi dan berkata, "Ya Rasulullah! Pohon kurma itu telah menjadi milikku dan akan
aku serahkan kepada tuan." Nabi Muhammad kemudian menemui fakir itu, "Ambillah pohon kurma ini
untukmu dan keluargamu." Kemudian turun seluruh surah al-Lail yang membedakan kedudukan dan
akibat orang yang bakhil dengan orang dermawan.[1]
Riwayat-riwayat lain menyebutkan, bahwa sebagian besar isi surah Al-Lail turun berkenaan
kedermawanan Abu Bakar. Al-Hakim menyebutkan bahwa ayat 5 hingga ayat terakhir surah ini turun
berkenaan dengan kedermawaan Abu Bakar yang memerdekakan hamba-hamba yang lemah.[2]
Sementara riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Urwah menyebutkan Abu Bakar telah
memerdekakan 7 hamba-hamba yang disiksa majikannya karena beriman kepada Allah sehingga turun
ayat 17 hingga 21 surah ini berkenaan kedermawaannya.[3] Riwayat lain juga menyebutkan bahwa ayat
19 hingga 21 surah ini turun berkenaan dengan kedermawaan Abu Bakar.[4]
ASBABUN NUZUL
Tujuan utama surah ini diturunkan adalah anjuran untuk melakukan aneka kebajikan dan menghindari
keburukan-keburukan. Itu ditekankan dengan aneka sumpah yang menyebut sekian macam hal agar
manusia memerhatikannya, yang digunakan untuk mencapai matlamat tersebut. jika mereka ingkar,
nescaya bencana akan menimpa mereka sebagaimana yang dialami oleh generasi yang terdahulu.
Sebagaimana keingkaran kaum Tsamud yang menyembelih unta yang mereka minta supaya keluar dari
batu. Padahal Nabi Shalih A.S berpesan agar mereka menjaganya dan memberinya minum.
Thabathaba'i menulis bahawa surah ini mengingatkan bahawa kebahagiaan manusia yang mengenal erti
taqwa dan kedurhakaan berdasarkan pengenalan yang dilakukan Allah kepada Nya adalah dengan
menyucikan dan mengembangkan dirinya dengan pengembangan yang baik serta menghiasinya dengan
ketaqwaan dan menghindarkannya dari segala kedurhakaan. Sebaliknya ketidakberhasilan meraih sukses
adalah dengan memendam potensi positif itu. Ini dibuktikan oleh surah ini dengan pengalaman pahit
generasi terdahulu.
Sayyid Quthub secara singkatnya melukiskan surah ini sebagai uraian menyangkut hakikat jiwa manusia
serta potensi naluriahnya yang suci, peranan manusia terhadap dirinya dan tanggungjawabnya
bersangkutan dengan kesudahan hidupnya. Hakikat tersebut dikaitkan oleh surah ini dengan hakikat-
hakikat yang terdapat di alam raya serta kenyataan-kenyataannya, sambil mengemukakan contoh dari
kekecewaan yang menimpa mereka yang tidak menyucikan jiwanya.
Al- Biqa'i memahami tema surah ini sebagai bukti tentang kekuasaan Allah mengendalikan jiwa manusia
yang merupakan matahari jasmaninya munuju kearah kebahagiaan atau kesengsaraan, sebagaimana
kuasa Nya mengendalikan matahari bahkan seantero alam raya ini. Namanya Asy-Syams (Matahari),
menunjuk tujuan tersebut. Demikian kurang Al-Biqa'i.
Surah ini dinilai sebagai surah ke 26 dari segi urutan turunnya surah kepada baginda Rasulullah SAW.
Ianya turun sesudah Al-Qadr dan sebelum surah Al-Buruj. Jumlah ayat-ayatnya menurut perhitungan
banyak ulama sebayak 15 ayat.