Anda di halaman 1dari 11

Filsafat Pendidikan

Aliran-Aliran filsafat

Dosen Pengajar:
Prof.Dr.H.Suratno,M.Pd.
Disusun Oleh:
Mega Wati
A1A515206 ( B )

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2017
Aliran Idealisme
A. Filsafat Idealisme
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. ​Aliran
idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa​.
Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa
terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh
panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu
dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah
idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran,
yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.

B. Prinsip-Prinsip Aliran Idealisme


a. Menurut idealisme bahwa realitas tersusun atas substansi sebagaimana
gagasan-gagasan atau ide (spirit). Menurut penganut idealisme, dunia beserta
bagian-bagianya harus dipandang sebagai suatu sistem yang masing-masing
unsurnya saling berhubungan.Dunia adalah suatu totalitas, suatu kesatuan yang
logis dan bersifat spiritual.
b. Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini bukanlah kebenaran yang hakiki,
melainkan hanya gambaran atau dari ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
c. Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh atau sukma lebih
berharga dan lebih tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusia. Roh pada
dasarnya dianggap sebagai suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau
materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma.Demikian pula terhadap
alam adalah ekspresi dari jiwa.
d. Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang ​theo sentris​ (berpusat kepada Tuhan),
kepada jiwa, spiritualitas, hal-hal yang ideal (serba cita) dan kepada norma-norma
yang mengandung kebenaran mutlak. Oleh karena nilai-nilai idealisme bercorak
spiritual, maka kebanyaakan kaum idealisme mempercayai adanya Tuhan sebagai
ide tertinggi atau ​Prima Causa​ dari kejadian alam semesta ini.
C. Implikasi terhadap Dunia Pendidikan
a. Pendidikan bukan hanya mengembangkan dan menumbuhkan, tetapi juga harus
menuju pada tujuan yaitu dimana nilai telah direalisasikan ke dalam bentuk yang
kekal dan tak terbatas.
b. Pendidikan adalah proses melatih pikiran, ingatan, perasaan. Baik untuk
memahami realita, nilai-nilai, kebenaran, maupun sebagai warisan sosial.
c. Tujuan pendidikan adalah menjaga keunggulan kultural, sosial dan
spiritual.Memperkenalkan suatu spirit intelektual guna membangun masyarakat
yang ideal.
d. Pendidikan idealisme berusaha agar seseorang dapat mencapai nilai-nilai dan
ide-ide yang diperlukan oleh semua manusia secara bersama-sama.
e. Tujuan pendidikan idealisme adalah ketepatan mutlak. Untuk itu, kurikulum
seyogyanya bersifat tetap dan tidak menerima perkembangan.
f. Peranan pendidik menurut aliran ini adalah memenuhi akal peserta didik dengan
hakekat-hakekat dan pengetahuan yang tepat.

Aliran Materialisme

A. Definisi Aliran Materialisme


Materialisme sudah kita temukan dalam filsafat purba. Menurut Demokritos
(460-370 SM), kenyataan itu terdiri atas atom, yakni benda kecil yang tidak dapat
dibagi, tidak dapat diamati, serta bersifat menetap. Atom-atom itu saling berbeda
dalam besar, bentuk, berat, susunan, dan senantiasa bergerak tanpa tujuan. Namun,
kenyataan itu berdasarkan hukum yang bersifat mutlak. Terdapat perbedaan antara
Demokritos dan Aristoteles. Menurut Demokritos, benda-benda itu tunduk pada
hukum alam. Sedangkan menurut Aristoteles, benda-benda itu bergerak menurut
causa finalis, digerakan oleh intellechie. Meskipun demikian, Aristoteles kerap
disebut sebagai tokoh materialisme pada zaman Yunani kuno, sedangkan plato
dikenal sebagai peletak dasar idealisme.
B. Prinsip-Prinsip Aliran Materialisme
a. Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi
b. Tidak meyakini adanya alam ghaib
c. Menjadikan panca-indera sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu
d. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakkan hukum
e. Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlaq
C. Implikasi Aliran Filsafat Materialisme untuk Pendidikan
Materialisme maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusun konsep
pendidikan secara eksplisit. Bahkan menurut Waini Rasyidin dalam (1992) dalam
Sadulloh (2003:116) filsafat positivisme sebagai cabang dari materialisme lebih
cenderung menganalisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi upaa dan hasil
pendidikan secara faktual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat
pendidikan dan mengutamakan sains pendidikan. Sains pendidikan yang
dipergunakan dalam mempelajari pendidikan, khususnya proses belajar mengajar,
ialah berdasarkan pada hasil temuan dan kajian ilmiah dalam psikologi, yaitu
psikologi aliran behaviorisme.

Aliran Eksistensisme

A. Definisi Aliran Eksistensisme


Karl Jaspers mengemukakan bahwa Eksistensialismenya ditandai dengan
pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengatasi
pengetahuan obyektif sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri dan memandang
filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada jatidirinya kembali. Ada dua fokus
pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.
B. Prinsip-Prinsip Aliran ​Eksistensisme
Ada beberapa prinsip dari aliran eksistensialisme, yakni sebagai berikut:
a. Aliran ini tidak mementingkan metafisika (Tuhan). Aliran ini memandang
bahwa manusia tidak diarahkan. Manusia yang menciptakan kehidupannya
sendiri dan oleh sebab itu manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas
pilihan-pilihan yang dibuat. Aliran ini memberikan pemahaman kepada
individual, kebebasan dan penanggung jawabannya.
b. Pengetahuan lebih merupakan suatu keadaan dan kecenderungan seseorang.
Karena manusia tidak tunduk terhadap apa yang ada di luar dirinya, maka
nilai-nilai tidak dicari dari luar diri melainkan dicari dalam diri manusia itu
sendiri. Hal ini disebabkan karena nilai itu hidup dalam dirinya. Oleh karena
itu, apa yang disebut baik atau buruk tergantung atas keyakinan pribadinya.
c. Aliran ini memandang individu dalam keadaan tunggal selama hidupnya dan
individu hanya mengenal dirinya dalam interaksi dirinya sendiri dengan
kehidupan.
Menurut analisis pemakalah prinsip-prinsip aliran eksistensialisme ini adalah
mengutamakan kebebasan dan tidak mengikuti norma-norma yang dapat
mengekang kebebasan, norma-norma yang dijadikan patokan dalam alliran ini
ialah kehendak diri itu sendiri yang dapat memberikan kebebasan dalam
perbuatan. serta bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilaksanakan.
C. Implikasi Aliran Filsafat Eksistensisme untuk Pendidikan
Ada beberapa implementasi eksistensialisme dalam pendidikan, diantaranya ialah:
a. Aliran ini mengutamakan perorangan atau individu. Dalam dataran
pendidikan, aliran ini menuntut adanya sistem pendidikan yang beraneka
warna dan berbeda-beda, baik metode pengajarannya maupun penusunan
keahlian-keahlian.
b. Aliran filsafat ini memandang individu dalam keadaan tunggal selama
hidupnya. Dalam hal ini, individu hanya mengenal dirinya dalam
interaksinya sendiri dengan kehidupan.
c. Aliran filsafat ini percaya akan kemampuan ilmu untuk memecahkan semua
persoalan. Karena itu, murid berkewajiban untuk melakukan eksperimen
dan pembahasan untuk memungkinnya ikut secara nyata dalam setiap
kedudukan yang dihadapinya, atau dalam setiap masalah yang hendak
dipecahkan.
d. Aliran ini tidak membatasi murid dengan buku-buku yang ditetapkan saja.
Sebab, hal ini membatasi kemampuan murid untuk mengenal pandangan
lain yang bermacam-macam dan berbeda-beda. Aliran ini mengutamakan
pelajaran yang memungkinkan seseorang mempunyai kemampuan yang
besar, seperti ilmu musik, gambar, pahat/ukir, syair, menulis dan berpidato,
drama, cerita dan filsafat. Semua ilmu harus dipelajari karena ia adalah
bagian dari diri si murid. Aliran ini cenderung kepada penggunaan metode
Socrates dalam pengajaran, yaitu metode induksi sebagai proses
pemahaman manusia atas dirinya. Fungsi ilmu adalah untuk
membangkitkan minat pelajar dan kecerdasannya dan usaha menumbuhkan
diri pribadinya. Adapun sasaran pendidikan menurut aliran ini adalah untuk
membiasakan murid atas tradisi rasional yang wajib dimantapkan oleh guru,
yaitu: keterlibatan, kemampuan kritik dan kemampuan memproduksi.
e. Pandangan aliran eksistensialisme tentang pendidikan, disimpulkan oleh
Van Cleve Morris dalam ​Existentialism and Education, b​ ahwa
eksistensialisme tidak menghendaki adanya aturan-aturan pendidikan dalam
segala bentuk. Oleh sebab itu eksistensialisme dalam hal ini menolak
bentuk-bentuk pendidikan sebagaimana yang ada sekarang. Di sini agaknya
mengapa aliran eksistensialisme tidak banyak dibicarakan dalam filsafat
pendidikan.
Aliran Humanisme
A. Definisi Aliran Humanisme
Humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda
yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau
isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Humanisme telah menjadi sejenis
doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas
manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisonal yang hanya berlaku
bagi kelompok-kelompok etnis tertentu. Humanisme modern dibagi kepada dua
aliran. Humanisme keagamaan/religi berakar dari tradisi Renaisans-Pencerahan
dan diikuti banyak seniman, umat Kristen garis tengah, dan para cendekiawan
dalam kesenian bebas.
Pandangan mereka biasanya terfokus pada martabat dan kebudiluhuran dari
keberhasilan serta kemungkinan yang dihasilkan umat manusia. Humanisme
sekular mencerminkan bangkitnya globalisme, teknologi, dan jatuhnya kekuasaan
agama. Humanisme sekular juga percaya pada martabat dan nilai seseorang dan
kemampuan untuk memperoleh kesadaran diri melalui logika. Orang-orang yang
masuk dalam kategori ini menganggap bahwa mereka merupakan jawaban atas
perlunya sebuah filsafat umum yang tidak dibatasi perbedaan kebudayaan yang
diakibatkan adat-istiadat dan agama.
B. Prinsip-Prinsip Aliran Humanisme
a. Manusia mempunyai belajar alami
b. Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud tertentu.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
d. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman
itu kecil.
e. Bila ancaman itu rendah terdapat pengalaman siswa dalam memperoleh cara.
f. Belajar yang bermakna diperoleh jika siswa melakukannya.
g. Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar.
h. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang
mendalam.
i. Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk
mawas diri.

C. Implikasi Aliran Filsafat Eksistensisme untuk Pendidikan


Dalam konteks pendidikan, pendekatan humanisme dewasa ini semakin
banyak digagas oleh beberapa pakar sebagai pendidikan alternatif. Maraknya
praktik-praktik dehumanisasi dalam pendidikan menjadikan pendekatan
humanisme ini banyak diadopsi kedalam dunia pendidikan, baik secara paradigma
maupun aplikasinya. Pendidikan saat ini tidak lagi menganggap peserta didik
sebagai objek, akan tetapi sebaliknya. Pelaksanaan pendidikan sudah saatnyalah
memfokuskan pada optimalisasi potensi yang dimiliki peserta didik.

Aliran Rekonstruksionisme

A. Definisi Aliran Rekonstruksionisme


Aliran filsafat Rekonstruksionisme dipelopori oleh Goerge Count dan Harold
Rugg pada 1930. Mereka bermaksud membangun masyarakat baru, masyarakat
yang dipandang pantas dan adil.Ide gagasan mereka secara meluas dipengaruhi
oleh pemikiran progresif Dewey; dan ini menjelaskan mengapa aliran
Rekonstruksionisme memiliki landasan filsafat pragmatism. Meskipun
mereka banyak terinspirasi pemikiran Theodore Brameld, khususnya dengan
beberapa karya filsafat pendidikannya, mulai dari ‘Pattern of Educational
Philosophy (1950), Toward recunstucted Philosophy of Education (1956), dan
Education of power (1965).
B. Prinsip-Prinsip Aliran Rekonstruksionisme
1. Masyarakat dunia sedang dalam kondisi Krisis , jika praktik- praktik yang
ada sekarang tidak dibalik,maka peradaban yang kita kenal ini akan
mengalami kehancuran.
2. Solusi efektif satu-satunya bagi pesoalan- pesoalan dunia kita adalah
penciptaan social yang menjagat.
3. Pendidikan formal dapat menjadi agen utama dalam rekonstruksi tatanan
sosial.
4. Metode-metode pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip
demokratis yang bertumpu pada kecerdasan ‘ asali’ jumlah mayoritas untuk
merenungkan dan menewarkan solusi yang paling valid bagi persoalan
–persoalan umat manusia.

C. Implementasi Aliran Rekonstruksionisme


Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia
merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan
kembali daya inetelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali
manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi
generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru
dalam pengawasan umat manusia.
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa
merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan
bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang
sungguh bukan hanya leori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat
diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan
kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat
tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan)
dan masyarakat bersangkutan.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika
merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua
macam bakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan bakikat rohani.
Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna azali
dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam.
Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak
sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan
lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, semen tara itu kenyataan
bathin segera diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup.

Aliran positivisme
A. Definisi Aliran Positivisme
a. Auguste Comte dan Positivisme
Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis
percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode
penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial
kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan
mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon
yang menjadi guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk
memahami sejarah orang harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum
yang menguasai proses perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot,
Simon juga merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis,
(periode feodalisme), tahap metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang
mendasari masyarakat industri.
Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya ​the Course of
Positivie Philosoph, y​ ang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi
filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang
semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini
diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud
adalah kaitan organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan
dinamika adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).
B. Prinsip-Prinsip Aliran Positivisme
a. Hanya apa yang tampil dalam pengalaman dapat disebut benar. Prinsip ini diambil
dari filsafat empirisme Locke dan Hume.
b. Hanya apa yang sungguh-sungguh dapat dipastikan sebagai kenyataan dapat
dipastikan sebagai kenyataan dapat disebut benar. Itu berarti tidak semua
pengalaman dapat disebut benar, tetapi hanya pengalaman yang mendapati
kenyataan.
c. Hanya melalui ilmu-ilmu pengetahuan dapat ditentukan apakah sesuatu yang
dialami merupakan sungguh-sungguh suatu kenyataan.
C. Implementasi Aliran Positivisme terhadap Dunia Pendidikan
Para ilmuwan dalam bidang eksakta (kimia, fisika, biologi dan sebagainya)
cenderung menggunakan posisi ontologi, yang memandang dunia secara obyektif.
Sehingga epistimologi untuk memperoleh kebenaran adalahmenggunakan metode
obyektif dengan hasil yang dapat digeneralisasikan. Sedangkan para ilmuwan di
bidang non-eksakta (Pendidikan agama, kewarganegaraan, ilmu pengetahuan sosial,
dan sebagainya) mengikuti pemikiran para ilmuwan bidang eksakta. Hal ini
dikarenakan pendapat para ilmuwan eksakta telah mengakar dan sangat popular.
Hal yang seperti itulah yang pada akhirnya membawa implikasi yang kurang
baik terhadap pendidikan diIndonesia. Aliran positivisme telah menjadikan ilmu
pengetahuan lain seperti ilmu pengetahuan sosial menjadi ilmu pengetahuan yang
dinomor duakan bahkan sering dipandang sebelah mata. Sekarang dapat kita lihat,
institusi pendidikan pun melakukan hal yang sama. Seorang siswa akan bebas
memilih jurusan apapun di perguruan tinggi apabila ia berlatar belakang pendidikan
sains, sebaliknya bagi mereka yang berlatar belakang ilmu-ilmu sosial tidak dapat
memilih jurusan diluar latar belakang keilmuannya. Para ilmuwan sosial yang peduli,
seyogyanya berbeda dengan mereka yang ada dalam posisi logical positivism, yaitu
dengan mengambil posisi ontologi hermeneutik (hermeneutics) atau fenomenologi
(phenomenology) dengan titik tolak bahwa dunia itu bersifat subyektif, dan karena itu
diperlukan usaha epistemology dengan menafsirkan dunia yang subyektif tersebut.
Menurut penganut aliran ini, dunia tidak terorganisasikan secara obyektif
sesuai dengan prakonsepsi sebagian orang. Jika dikaitkan dengan pendidikan maka
salah satu tujuan pendidikan bangsa Indonesia yaitu membentuk manusia seutuhnya,
dan yang dimaksud dengan manusia yang utuh adalah tidak hanya cerdas dari segi
kognitif saja melainkan juga cerdas secara emosi dan cerdas spiritual. Manusia yang
diharapkan dalam sistem pendidikan Indonesia ialah yang mampu berolah pikir,
berolah raga, dan berolah rasa. Jika dikaji lebih lanjut aliran Filsafat Positivisme
mengarahkan agar pendidikan ini berkembang menuju kepada hal yang baik, baik dari
segi intelektual dan memiliki daya analisis dari sesuatu. Contoh ketika dalam sebuah
materi pelajaran menjelaskan terjadinya hujan maka akan menuntut siswa untuk
berpikir kenapa hujan itu terjadi?. Siswa mampu mengembangkan pikirannya, mereka
sampai pada pemikiran pasti ada sebab atau bukti kenapa hujan itu terjadi, sehingga
dari hal ini akan mewujudkan generasi kritis-kreatif.

Anda mungkin juga menyukai