Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

Luka bakar merupakan bentuk trauma yang terjadi sebagai akibat dari

aktifitas manusia dalam rumah tangga, industri, trafic accident, maupun

bencana alam. Luka bakar ialah luka yang terjadi akibat sentuhan

permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, air

panas, listrik)

atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat) (Paula,K.,dkk,

2009). Anak-anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko

tinggi untuk mengalami luka bakar. Kaum remaja laki-laki dan pria dalam

usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar dari pada yang

diperkirakan lewat representasinya dalam total populasi. Sebagian besar

luka bakar terjadi di rumah. Memasak, memanaskan dan menggunakan

alat-alat listrik merupakan pekerjaan yang lazimnya terlihat dalam kejadian

ini.

Kecelakaan industry juga menyebabkan banyak kejadian luka bakar

(Brunner&Suddarth, 2001).

Sehingga sangat perlu adanya penanganan atau pertolongan pertama

pada luka bakar yang benar. Pertolongan pertama adalah penanganan yang
diberikan saat kejadian atau bencana terjadi di tempat kejadian, sedangkan

tujuan dari pertolongan pertama adalah menyelamatkan kehidupan,

mencegah kesakitan makin parah, dan meningkatkan pemulihan

(Paula,K.,dkk,2009). Namun ada kebiasaan masyarakat yang kurang tepat,

jika terjadi luka bakar banyak orang yang memberikan pertolongan

pertama pada kasus luka bakar.

Indonesia kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar setiap

tahunya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan

rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat dirumah sakit. Bila ditinjau Rumah

Sakit Pertamina sebagai salah satu rumah sakit yang memiliki fasilitas

perawatan khusus Unit Luka Bakar, menerima antara 33 sampai dengan 53

penderita (rata-rata 40 penderita /tahun). Dari jumlah tersebut yang

termasuk dalam kategori Luka Bakar Berat adalah berkisar 21%

(Rivai T, 2010). Data Prevalensi kasus luka bakar di Jawa Timur sekitar

0,7% (Riskesdes, 2013: 102). Sedangan di Ponorogo pada bulan Januari

sampai bulan November 2014 terdapat 22 kasus kebakaran namun tidak

ada korban jiwa ataupun korban yang luka, penyebab kebakaran berasal

dari kebocoran gas LPG, konsleting listrik, dan minyak tanah yang tersulut

korek api (Unit Pemadam Kebakaran Ponorogo, 2014).


Perlu diketahui bahwa penyebab angka kematian dan kecacatan akibat

kegawat daruratan adalah tingkat keparahan akibat kecelakaan, kurang

memadainya peralatan, sistem pertolongan dan pengetahuan penanganan

korban yang tidak tepat dan prinsip pertolongan awal yang tidak sesuai.

Pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat memegang posisi

besar dalam menentukan keberhasilan pertolongan. Banyak kejadian

penderita pertolongan pertama yang justru meninggal dunia atau

mengalami kecacatan akibat kesalahan dalam pemberian pertolongan awal.

Apabila penanganan luka bakar tidak benar berdapak timbulnya beberapa

macam komplikasi. Luka bakar tidak hanya menimbulkan kerusakan kulit,

tetapi juga mempengaruhi seluruh system tubuh pasien. Pada pasien

dengan luka bakar luas (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk

mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi yang

memerlukan penanganan khusus (Moenadjat, 2009).

Dalam meminimalisir angka kejadian kecacatan dan kematian yang

ditimbulkan akibat luka bakar, Dibutuhkan peran aktif perawat, mahasiswa

keperawatan, dan petugas Kesehatan lainya termasuk Dinas Kesehatan

dalam pencegahan kebakaran dan penanganan luka bakar dengan

mengajarkan konsep-konsep pencegahan dan pertolongan pertama

kegawatdaruratan pada (PPGD) pada luka bakar. Selain itu perlu merubah
keyakinan masyarakat yang masih menggunakan odol dalam penanganan

luka bakar dan mengajarkan cara penanganan luka bakar yang benar.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari luka bakar?

2. Apa saja klasifikasi luka bakar?

3. Apa penyebab terjadinya luka bakar?

4. Apa manifestasi klinis dari luka bakar?

5. Bagaimana patofisiologi dari luka bakar?

6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari luka bakar?

7. Bagaimana penatalaksanaan dari luka bakar?

8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien luka bakar?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan


pengetahuan lebih dalam terkait konsep luka bakar serta tindakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan luka bakar sehingga dapat melakukan
asuhan keperawatan secara tepat.

Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Luka bakar merupakan kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh


berbagai sumber non-mekanik seperti zat kimia, listrik, panas, sinar
matahari atau radiasi nuklir (Murray & Hospenthal, 2008).

2.2 Klasifikasi

2. 1. Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme dan Penyebab

 Luka bakar termal

Luka bakar yang biasanya mengenai kulit. Luka bakar


ini bisa disebabkan oleh cairan panas, berkontak dengan
benda padat panas, terkena lilin atau rokok, terkena zat
kimia, dan terkena aliran listrik (WHO, 2008).
 Luka bakar inhalasi

Luka bakar yang disebabkan oleh terhirupnya gas yang


panas, cairan panas atau produk berbahaya dari proses
pembakaran yang tidak sempurna. Luka bakar ini
penyebab kematian terbesar pada pasien luka bakar
(WHO, 2008).

3. 2. Klasifikasi Berdasarkan Derajat dan Kedalaman Luka Bakar

 Derajat I (superficial) hanya terjadi di permukaan kulit


(epidermis). Manifestasinya berupa kulit tampak
kemerahan, nyeri, dan mungkin dapat ditemukan bulla.
Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 3 hingga 6
hari dan tidak menimbulkan jaringan parut saat
remodeling (Barbara et al., 2013).
 Derajat II (partial thickness) melibatkan semua lapisan
epidermis dan sebagian dermis. Kulit akan ditemukan
bulla, warna kemerahan, sedikit edem dan nyeri berat.
Bila ditangani dengan baik, luka bakar derajat II dapat
sembuh dalam 7 hingga 20 hari dan akan meninggalkan
jaringan parut (Barbara et al.,
2013).
 Derajat III (full thickness) melibatkan kerusakan semua
lapisan kulit, termasuk tulang, tendon, saraf dan jaringan
otot. Kulit akan tampak kering dan mungkin ditemukan
bulla berdinding tipis, dengan tampilan luka yang
beragam dari warna putih, merah terang hingga tampak
seperti arang. Nyeri yang dirasakan biasanya terbatas
akibat hancurnya ujung saraf pada dermis. Penyembuhan
luka yang terjadi sangat lambat dan biasanya
membutuhkan donor kulit (Barbara et al., 2013).

2.3 Etiologi

Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah

a. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan


padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas
(scald) ,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam),
dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas
lainnya(logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).

b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)

Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau


alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri militer
ataupu bahan pembersih yang sering digunakan untuk
keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).

c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)

Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus,


api, dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian
tubuh yang memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan
terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima,
sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering
kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak
dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat,
2001).

d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber


radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan
radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran
dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama
juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001).

4. TANDA DAN GEJALA

Menurut Wong and Whaley’s 2003, tanda dan gejala pada luka bakar
adalah :
1. Grade I

Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar), kulit kering kemerahan,


nyeri sekali, sembuh dalam 3 - 7 hari dan tidak ada jaringan parut.
2. Grade II

Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar) dan dermis (kulit bagian
dalam), terdapat vesikel (benjolan berupa cairan atau nanah) dan oedem
sub kutan (adanya penimbunan dibawah kulit), luka merah dan basah,
mengkilap, sangat nyeri, sembuh dalam 21 - 28 hari tergantung
komplikasi infeksi.
3. Grade III

Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah
keputih-putihan (seperti merah yang terdapat serat putih dan
merupakan jaringan mati) atau hitam keabu-abuan (seperti luka yang
kering dan gosong juga termasuk jaringan mati), tampak kering, lapisan
yang rusak tidak sembuh sendiri (perlu skin graf).
Metode Rule of Nines untuk menentukan daerah permukaan tubuh total
(Body surface Area : BSA) untuk orang dewasa adalah :
1. Kepala dan leher : 9%
2. Ekstremitas atas kanan : 9%

3. Ekstremitas atas kiri : 9%

4. Ekstremitas bawah kanan : 18%,


5. Ekstremitas bawah kiri : 18%

6. Badan bagian depan : 18%

7. Badan bagian belakang : 18%

8. Genetalia : 1%

100%
Kartu Penilaian Luka Bakar menurut Nelson, 1992
Tubuh Bagian Usia (tahun)

1-4 5-9 10-14 Dewasa.

Kepala 19 % 15 % 13% 10 %
Lengan Kanan 9 '/2 % 9'/2 % 9'/2 % 9%

Lengan Kiri 9 '/2 % 9'/2 % 9'/2 % 9%

Badan Depan Dan Belakang 32 % 32 % 32 % 36 %

Kaki Kanan 15 % 17 % 18 % 18 %

Kaki Kiri 15 % 17 % 18 % 18 %

5. D. PATOFISIOLOGI

Luka bakar (combustio) pada tubuh dapat terjadi karena konduksi


panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Setelah terjadi luka bakar
yang parah, dapat mengakibatkan gangguan hemodinamika, jantung, paru,
ginjal serta metabolik akan berkembang lebih cepat. Dalam beberapa detik
saja setelah terjadi jejas yang bersangkutan, isi curah jantung akan
menurun, mungkin sebagai akibat dari refleks yang berlebihan serta
pengembalian vena yang menurun. Kontaktibilitas miokardium tidak
mengalami gangguan.
Segera setelah terjadi jejas, permeabilitas seluruhh pembuluh darah
meningkat, sebagai akibatnya air, elektrolit, serta protein akan hilang dari
ruang pembuluh darah masuk ke dalam jarigan interstisial, baik dalam
tempat yang luka maupun yang tidak mengalami luka. Kehilangan ini
terjadi secara berlebihan dalam 12 jam pertama setelah terjadinya luka dan
dapat mencapai sepertiga dari volume darah. Selama 4 hari yang pertama
sebanyak 2 pool albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian
kekurangan albumin serta beberapa macam protein plasma lainnya
merupakan masalah yang sering didapatkan.
Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar,
pengaliran plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan,
sehingga timbul oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan aldosteron
meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan penurunan pembentukan
kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang, ekskresi kalium
diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara maksimal.
Albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian kekurangan
albumin serta beberapa macam protein plasma lainnya merupakan
masalah yang sering didapatkan.
Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar,
pengaliran plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan,
sehingga timbul oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan aldosteron
meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan penurunan pembentukan
kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang, ekskresi kalium
diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara maksimal.

6. E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka


bakar yaitu :
1. Laboratorium
Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan

adanya pengeluaran darah yang banyak


sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht
(Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.

Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan


dengan adanya infeksi atau inflamasi.

GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan


cedera inhalasi. Penurunan tekanan
oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon
dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada
retensi karbon monoksida.
Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal
sehubungan dengan cedera jaringan dan
penurunan fungsi ginjal, natrium pada
awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat
terjadi saat konservasi ginjal dan
hipokalemi dapat terjadi bila mulai
diuresis.

Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L


mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga
ketidakadekuatan cairan.

Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan


dengan perpindahan cairan interstisial
atau gangguan pompa, natrium.

Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan


respon stress.

Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan


protein pada edema cairan.

BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan


perfusi
atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat
meningkat karena cedera jaringan.
Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-
invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.

F. Penatalaksanaan

7. Non-operatif

Pada 6 jam pertama luka bakar merupakan fase kritis. Rujuk segera
pasien yang mengalami luka bakar parah ke rumah sakit. Berikut
langkah – langkah yang dilakukan untuk pertolongan pertama pada
luka bakar, antara lain (WHO, 2003) :
- Jika pasien belum mendapatkan pertolongan pertama, alirkan
air dingin pada luka bakar pasien untuk mencegah kerusakan
lebih jauh dan melepaskan pakaian yang terbakar.
- Jika luka bakar terbatas, kompres dengan air dingin selama
30 menit untuk mengurangi nyeri, edema dan
meminimalisasi kerusakan
jaringan.

- Jika luka bakar luas, setelah dialirkan air dingin, pasang


pembalut yang bersih pada daerah luka untuk mencegah
hipotermia.

1. Initial Treatment Wound Care :

• Luka bakar harus steril.


• Pemberian profilaksis tetanus.

• Bersihkan semua bulla, kecuali pada luka bakar yang sangat


kecil.

• Eksisi dan lakukan debridement pada jaringan nekrosis


yang menempel.
• Setelah di-debridement, bersihkan luka bakar dengan
larutan chlorhexidine 0.25% (2.5g/liter), 0.1% (1g/liter)
larutan cetrimide, atau antiseptik lain yang berbahan dasar
air (CEPDR, 2013).
• Jangan menggunakan larutan berbahan dasar alkohol.

• Gosok dengan hati – hati jaringan nekrotik yang longgar.


Berikan lapisan tipis krim antibiotik (silver sulfadiazine) .
• Balutkan kain kasa pada luka. Gunakan kasa kering yang
tebal untuk mencegah terjadinya kebocoran pada lapisan
luar.

2. Daily Treatment Wound Care

• Ganti balutan kasa setiap hari (dua kali sehari jika


memungkinkan) atau sesering mungkin untuk mencegah
terjadinya kebocoran
cairan.

• Inspeksi luka, ada perubahan warna atau


tidak yang

mengindikasikan adanya infeksi.


• Demam dapat muncul hingga luka tertutup

• Adanya selulitis mengindikasikan adanya infeksi

• Berikan antibiotik sistemik jika mengalami infeksi


Streptococcus hemolyticus.
• Infeksi Pseudomonas aeruginosa sering menimbulkan
septicemia dan kematian. Berikan aminoglikosida sistemik.
• Pemberian antibiotik topikal setiap hari. Jenis antibiotik
topikal yang dapat diberikan antara lain :
- Nitrat silver (0.5% aqueous), paling murah,
diaplikasikan pada balutan kassa oklusif namun tidak
dapat penetrasi ke dalam jaringan parut. Obat ini dapat
menyebabkan deplesi elektrolit dan menyebabkan noda.
- Silver sulfadiazine (1% ointment), diaplikasikan pada
selapis balutan kasa, memiliki kemampuan penetrasi ke
dalam jaringan parut yang terbatas, dan dapat
menyebabkan neutropenia.
- Mafenide acetate (11% ointment), diaplikasikan tanpa
balutan kasa, memiliki kemampuan penetrasi ke dalam
jaringan parut yang lebih baik, dapat menyebabkan
asidosis (WHO, 2003).
Trauma luka bakar kurang dari 20% LPTT hanya mengalami sedikit

kehilangan cairan, sehingga secara umum dapat diresusitasi dengan


hidrasi oral kecuali pada kasus luka bakar pada wajah, tangan, area
genital atau luka bakar yang terjadi pada anak-anak dan lanjut usia.
Saat ini rekomendasi untuk memberikan cairan resusitasi secara
intravaskular yaitu ketika area luka lebih besar dari 20%. Salah satu
rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah cairan yang
diberikan pada trauma luka bakar adalah rumus Brooke yang
termodifikasi yaitu dalam 24 jam pertama cairan Ringer Laktat 2
ml/kg BB/% area luka bagi pasien dewasa dan 3 ml/kg BB/% area
luka bagi pasien anak-anak. Selanjutnya, untuk 24 jam berikutnya
diberikan cairan koloid dengan dosis 0,3 – 0,5 ml/kg/BB/% area
luka (Haberal et al., 2010).

8.  Operatif

Luka bakar sirkumferensial derajat III pada ekstremitas dapat


menyebabkan gangguan vaskular. Hilangnya sinyal ultrasound
Doppler pada arteri ulnar dan radialis merupakan indikasi
dilakukannya eskaratomi pada ekstremitas atas. Hilangnya sinyal
arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior mengindikasikan
dilakukannya eskaratomi pada ekstremitas bawah (Edlich, 2015).
F. PATHWAYS Panas, kimia radiasi, listrik

Luka bakar

Kerusakan jaringan

(epidermis,dermis)
Port
de entry
Gangguan Merangsang Kerusakan Kapiler Takut Bergerak Mikroorganisme
Integritas Kulit Gangguan Syaraf perifer Integritas kulit
Permeabilitas
Alarm Nyeri Meningkat Pergerakan Terbatas Resti Infeksi Resti
Infeksi

Aman Nyaman Nyen Gangguan rasa Gangguan Rasa Cairan merembes Cairan
merembes

Aman Nyaman : nyeri Ke Interstisial jaringan sub kutan Vesikulasi Mibilitas Fisik

Gangguan Fisik
Oedema
Penurunan Volume Vesikel pecah dalam
Darah yang Bersirkulasi keadaan luas

Penurunan Curah Luka Terbuka, Kulit


Jantung Terkelupas Kebutuhan 02
meningkat

Penguapan yang berlebihan

:Perfusi jaringann Gangguan Perfusi Gangguan Jaringan Dehidrasi


dan Katabolisme Peningkatan metabolisme

(Huddak &Gallo, 1996) (Nelson, 1992)


GangGangguan Nutrisi uan Nutris
Defisit volume cDefisit Voleme Cairan Kurang dari
KebutKurang Dari Kebutuhanhan
9. H. FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan

(Wong, 2003)
Tujuan : pasien menunjukkan penyembuhan luka.
Intervensi :
a. Cukur rambut 2 inchi dari daerah luka segera setelah terjadi luka bakar.

b. Bersihkan luka dan daerah sekitar

c. Jaga pasien agar tidak menggaruk dan memegang luka

d. Berikan tehnik distraksi pada pasien

e. Pertahankan perawatan luka untuk mencegah kerusakan epitel dan


granulasi
f. Berikan kalori tinggi, protein tinggi dan makanan kecil

g. Berikan vitamin tambahan dan mineral-mineral

h. Tutup daerah terbakar untuk mencegah nekrosis jaringan

i. Monitor vital sign untuk mengetahui tanda infeksi

2. Nyeri berhubungan dengan trauma luka bakar (Wong, 2003).

Tujuan : Pasien menunjukkan pengurangan nyeri sampai tingkat yang


diterima pasien.
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri untuk pengobatan

b. Posisikan ekstensi untuk mengurangi nyeri karena gerakan

c. Laksanakan latihan aktif, pasif

d. Kurangi iritasi untuk mencegah nyeri.


21

e. Sentuh daerah yang tidak terjadi luka bakar untuk memberikan kontak
fisik dan kenyamanan.
f. Berikan tehnik-tehnik pengurangan nyeri non pengobatan yang sesuai

g. Antisipasi kebutuhan medikasi pengobatan nyeri dan berikan sebelum


nyeri tersebut terjadi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan
respon imun, prosedur invasif. (Effendi. C, 1999).
Tujuan : Menunjukkan tidak ada infeksi

Intervensi :
a. Laksanakan dan pertahankan kontrol infeksi sesuai kebijakan ruang

b. Pertahankan tehnik cuci tangan yang hati-hati bagi perawatan dan


pengunjung
c. Pakai sarung tangan ketika merawat luka untuk meminimalkan terhadap
agen infeksi.
d. Ambil eksudat, krusta untuk mengurangi sumber infeksi

e. Cegah kontak pasien dengan orang yang mengalami ISPA / infeksi kulit
f. Berikan obat antimikrobial dan penggantian. balutan pada luka

g. Monitor vital sign untuk mencegah sepsis

4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan


metabolisme, katabolisme, kehilangan nafsu makan (Wong, 2003)
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh Intervensi :
a. Berikan perawatan oral

b. Berikan tinggi kalori, tinggi protein dan makanan kecil untuk mencegah
kekurangan protein dan memenuhi kebutuhan kalori.
c. Timbang BB tiap minggu untuk melengkapi status nutrisi

d. Catat intake dan output

e. Monitor diare dan konstipasi untuk mencegah intoleransi terhadap


makanan
22

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan pergerakan (ROM)


(Smith, 1998)
Tujuan : Pasien akan terbebas dari komplikasi : gangguan gerak, akan
berpartisipasi dalam latihan aktivitas yang tepat.
Intervensi :
a. Bantu pasien mendapatkan posisi yang tepat dan mobilitas bagi luka
bakar : konsultasikan dengan bagian ocupasi
terapi untuk merencanakan latihan pergerakan
b. Lihat keluarga dalam perberian tindakan keperawatan.

c. Ajarkan latihan ROM aktif dan pasif setiap 4 jam, berikan pujian setiap
kali pasien melakukan latihan ROM
d. Ambulasi pasien secara dini jika memungkinkan.

e. Ubah posisi tiap 2 jam sekali pada area yang tertekan.

f. Beri antibiotic sebelum aktivitas karena nyeri.

6. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan cairan elektrolit dan
protein masuk ke ruang interstisiel (Wahidi, 1996).
Tujuan : gangguan keseimbangan cairan dapat teratasi Intervensi :
a. Observasi inteke dan output setiap jam.

b. Observasi tanda-tanda vital

c. Timbang berat badan

d. Ukur lingkar ektremitas yang terbakar tiap sesuai indikasi

e. Kolaborasi dengan tim medis dalam. pemberian cairan lewat infus

f. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, Elektrolit, Natrium urine


random)
7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penuruan curah jantung

(Carpenito, 2000)
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan tidak terjadi.
23

Intervensi :
a. Kaji warna, sensasi, gerakan.

b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat.

c. Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang sakit

d. Selidiki nadi secara teratur.

e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan.

Anda mungkin juga menyukai