Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN BEDAH JURNAL

SIRUP PARACETAMOL

DISUSUN OLEH

SHAYFULL WIJAYANTO (16.0567)

IDA SARI DEWI (16.0576)

ALMIRA ROKHANA (16.0580)

NURHAFNI AUDI LIANA (16.0632)

AKADEMI FARMASI THERESIANA

SEMARANG

2017
PREFORMULASI SIRUP PARACETAMOL

1. DASAR TEORI SIRUP


A. Definisi

Menurut Farmakope Indonesia III, Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang
mengandung sakarosa. Kadar sakarosa (C12 H22 O11) tidak kurang dari 64% dan tidak lebih
dari 66%. Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar
tinggi (Depkes RI, 1979). Secara umum sirup merupakan larutan pekat dari gula yang
ditambah obat atau zat pewangi dan merupakan larutan jernih berasa manis (Anief, 2007).
Dalam perkembangannya, banyak sekali pengertian mengenai sirup. Sirup adalah sediaan
cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Sirup adalah sediaan cairan kental untuk
pemakaian dalam, yang minimal mengandung 90% sakarosa.
Berbagai macam obat analgetik, antireumatik dan antiinflamasi dewasa ini banyak sekali
digunakan oleh masyarakat. Untuk obat-obat golongan ini dikehendaki adanya efek terapi
yang cepat.Efek ini dapat dipenuhi apabila obat tersebut dapat diabsorbsi dengan cepat dan
disertai dengan dosis yang cukup. Banyak bahan obat yang mempunyai kelarutan dalam air
yang rendah atau dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut dalam cairan organik.
Senyawa-senyawa yang tidak larut seringkali menunjukkan absorbsi yang tidak sempurna
atau tidak menentu.
Kenyataan tersebut mengakibatkan perlu dilakukan beberapa usaha untuk meningkatkan
kecepatan pelarutan bagi obat-obat yang mempunyai sifat seperti diatas. Ada beberapa cara
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu bahan obat, antara lain:
pembentukan kompleks, penambahan kosolven, penambahan surfaktan, manipulasi keadaan
padat, dan pembentukan prodrug.
Paracetamol merupakan salah satu obat yang larut dalam 70 bagian air, larut dalam 7
bagian etanol (95%)P, larut dalam 13 bagian aseton, larut dalam 40 bagian gliserol, larut
dalam sebagian propilenglikol, larut dalam alkali hidroksida (Depker RI, 1979).
Penambahan pelarut atau kosolven merupakan salah satu upaya peningkatan kelarutan
suatu obat yang mempunyai kelarutan kecil atau praktis tidak larut dalam air.Pada kasus ini
digunakan propilenglikol sebagai konsolven dari paracetamol.
Selain itu pada sediaan sirup paracetamol ini juga ditambah dengan surfaktan Ryoto® yang
dikombinasi dengan konsolven propilen glikol agar diharapkan akan menambah kelarutan
dari paracetamol.

B. KomponenSirup
 Pemanis

Pemanis berungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari kalori yang dihasilkan
dibagi menjadi pemanis berkalori tinggi dan pemanis berkalori rendah. Adapun pemanis
berkalori tinggi misalnya sorbitol, sakarin dan sukrosa sedangkan yang berkalori rendah
seperti laktosa.
 Pengawet antimikroba

Digunakan untuk menjaga kestabilan obat dalam penyimpanan agar dapat bertahan lebih
lama dan tidak ditumbuhi oleh mikroba atau jamur.
 Perasa dan Pengaroma

Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahan-bahan yang
berasal dari alam untuk membuat sirup yang mempunyai rasa yang enak. Karena sirup adalah
sediaan cair, pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup. Pengaroma
ditambahkan ke dalam sirup untuk memberikan aroma yang enak dan wangi. Pemberian
pengaroma ini harus sesuai dengan rasa sediaan sirup, misalkan sirup dengan rasa jeruk diberi
aroma citrus.
 Pewarna

Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak bereaksi dengan komponen
lain dalam sirup dan warnanya stabil dalam kisaran pH selama penyimpanan. Penampilan
keseluruhan dari sediaan cair terutama tergantung pada warna dan kejernihan. Pemilihan
warna biasanya dibuat konsisen dengan rasa.Juga banyak sediaan sirup, terutama yang dibuat
dalam perdagangan mengandung pelarut-pelarut khusus, pembantu kelarutan, pengental dan
stabilisator.
 Sugar ester
Merupakan surfaktan non-ionik yang terdiri dari sukrosa sebagai gugus hidrofilik dan
asam lemak sebagai gugus lipofilik (Baker, et al., 2000). Sugar ester tidak berasa, tidak
berbau, non-toksik, dan dapat digunakan sebagai eksipien dalam obat-obatan dan kosmetik
karena tidak mengiritasi mata dan kulit (Mitsubishi Kagaku, 1982). Berdasarkan variasi dari
tipe atau jumlah gugus asam lemaknya sugar ester mempunyai rentang HLB yang luas yaitu
1-16, sehingga penggunaannya luas antara lain sebagai pensolubilisasi (Garti, Aseri, &
Faunn, 2000).

Struktur kimia dari Sugar Ester


 Ester asam lemak sukrosa adalah surfaktan nonionik terdiri dari sukrosa sebagai
kelompok hidrofilik dan asam lemak sebagai kelompok lipofilik, dan umumnya
disebut Sugar Ester.
 Sukrosa memiliki total 8 kelompok hidroksil, senyawa mulai dari mono sukrosa
ester asam lemak octa dapat diproduksi.

Fitur Sugar Ester


 Menjadi berasa, tidak berbau dan tidak beracun, mereka adalah emulsifier paling
cocok untuk makanan.
 Menjadi non-iritasi pada mata dan kulit, mereka cocok tidak hanya untuk makanan
tetapi juga untuk obat-obatan dan kosmetik.
 Karena biodegradabilitasnya baik dan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan.
 Sugar Ester menawarkan berbagai nilai HLB dari 1 sampai 16, dan digunakan semua
nilai menampilkan fungsi surfaktan sangat baik.

 Kosolven adalah pelarut yang ditambahkan dalam suatu sistem untuk membantu
melarutkan atau meningkatkan stabilitas dari suatu zat. Dimana penggunaan kosolven dapat
mempengaruhi polaritas sistem yang dapat ditunjukkan dengan pengubahan tetapan
dielektriknya (Swarbrick & Boylan, 1996).
2. SIFAT FISIKA KIMIA SIRUP
 Viskositas

Viskositas atau kekentalan adalah suatusi zat cairan yang berhubungan erat dengan
hambatan untuk mengalir. Kekentalan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk
menggerakkan secara berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan datar
lainnya dalam kondisi mapan tertentu bila ruang diantara permukaan tersebut diisi dengan
cairan yang akan ditentukan kekentalannya. Untuk menentukan kekentalan, suhu zat uji yang
diukur harus dikendalikan dengan tepat, karena perubahan suhu yang kecil dapat
menyebabkan perubahan kekentalan yang berarti untuk pengukuran sediaan farmasi.

 Uji mudah tidaknya dituang

Uji mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter kualitas sirup. Uji ini berkaitan
erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah menjadikan cairan akan semakin mudah
dituang dan sebaliknya. Sifat fisik ini digunakan untuk melihat stabilitas sediaan cair selama
penyimpanan. Kadar zat penstabil yang terlalu besar dapat menyebabkan sirup kental dan
sukar dituang.

 Uji Intensitas Warna

Uji intensitas warna dilakukan dengan melakukan pengamatan pada warna sirup mulai
minggu 0-4. Warna yang terjadi selama penyimpanan dibandingkan dengan warna pada
minggu 0. Uji ini bertujuan untuk mengetahui perubahan warna sediaan cair yang disimpan
selama waktu tertentu.
3. URAIAN BAHAN
 Zat Aktif : parasetamol (Sumber FI Edisi III/1979, Halaman 37)

Ø Warna : Putih
Ø Rasa : Pahit
Ø Bau : Tidakberbau
Ø Pemerian : serbuk hablur
Ø Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, larut dalam 7 bagian etanol (95%) P, larut
dalam 13 bagian aseton, larut dalam 40 bagian gliserol, larut dalam
sebagian propilen glikol, larut dalam alkali hidroksida.
Ø Suhu lebur : 169o - 172o C
Ø Masa molekular : 272,4 g/mol
Ø PH larutan : 3,8 – 6,1
Ø Stabilitas : Pada suhu > 40oC akan lebih mudah terdegradasi,
Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar dan adanya cahaya,
pH jauh dari rentang pH optimum akan menyebabkan zat terdegradasi
karena terjadi hidrolisis.
Ø Khasiat dan Penggunaan : Anelgetikum, Antipiretikum

 Zat tambahan: propilenglikol (kosolven) Sumber : FI Edisi III/1979


Ø Warna : tidak berwarna / jernih
Ø Rasa : agak manis
Ø Bau : tidak berbau
Ø Pemerian : cairan kental
Ø Kelarutan :Propilen glikol dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan
dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter minyak
tanah P dan dengan minyak lemak
Ø Suhu lebur : lebih kurang 176° C
Ø Struktur propilen glikol :
CH3 – CH (OH) – CH2OH
Gambar 5. Struktur Propana-1, 2-diol (Depkes RI, 1979)
Ø Khasiat dan Penggunaan : zat tambahan, pelarut, konsolven
 Zat tambahan: sugar ester (surfaktan) Sumber : FI Edisi III/1979
Ø Rasa : tidak berasa
Ø Bau : tidak berbau
Ø Pemerian :emulsifier
Ø Kelarutan : sebagai sukrosa hidrofilik dan sebagai asam lemak bersifat lipofilik
Ø Nilai HLB 1-16
Ø Khasiat dan penggunaan : surfaktan non ionik

 Aquadest Sumber : FI Edisi III/1979

Ø Warna : jernih / tidak berwarna

Ø Rasa : tidak berasa


Ø Bau : tidak berbau
Ø Pemerian : cairan
Ø Khasiat dan penggunaan : zat tambahan / pelarut
4. CARA KERJA SIRUP
 Secara Umum
 Larutan dapat dibuat dengan cara melarutkan secara cepat, dengan menambahkan
solut ke dalam solven dan diaduk sampai larut.
 Untuk zat yang tidak mudah larut atau kadar tinggi, diperlukan air paans sebagai
pelarutnya (jika larut dalam air), dan butuh pemanasan secara tidak langsung (jika zat
dan pelarut termasuk bahan yang tahan terhadap pemanasan).
 Solut dengan kadar kecil, harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum dicampurkan
 Solut yang mudah menguap atau pelarut mudah menguap, adanya pemanasan dapat
mendorong hilangnya bahan ke udara
 Flavor ditambah dalam bentuk larutan, dan dilakukan terakhir
 Pemanasan yang tidak melebihi suhu stabilitasnya dapat mempercepat kelarutan suatu
zat, jika melebihi dapat merusak zat.

 Berdasarkan Jurnal

1. Penentuan waktu larut parasetamol dalam campuran air-propilenglikol dengan


perbandingan 90:10

Parasetamol 2 g, dilarutkan dalam 100 ml pelarut dari campuran 90% air dan 10 %
propilenglikol, diaduk menggunakan magnetic stirrer. (selama 5 menit)

Setelah 5 menit, dipipet larutan sebanyak 5ml, lalu diganti dengan air suling 5 ml.

Larutan 5ml tadi disaring dan diambil 1 ml, lalu diencerkan dalam labu ukur 25 ml
hingga diperoleh larutan 0,8 mg/ml.

larutan dipipet 0,1 ml diencerkan dalam labu takar ukur 25 ml sehingga konsentrasinya
menjadi 3,2 µg/ml.


Diukur panjang gelombang serapan dengan spektrofotometer UV-Vis

Diaduk dengan lama 10, 15, 20, 25 dan 30 menit

2. Penentuan nilai CMC Ryoto® Sugar Ester dalam air (metode tegangan permukaan)

 Diukur dengan alat Du-nuoy tensiometer.

3. Solubilisasi parasetamol

 Foemula 1: parasetamol sebanyak 2 gram dilarutan dalam 100 ml campuran air-


propilenglikol.
 Formula 2, 3, 4: 2 gram parasetamol dilarutkan dalam 100 ml campuran ryoto sugar
ester dan air.
 Formula 5, 6, 7: 2 gram parasetamol dilarutkan dalam campuran campuran ryoto
sugar ester, propilenglikol, dan air.
 Masing-masing formula diaduk dengan magnetic stirrer sesuai waktu yang telah
ditentukan.

4. Penentuan kelarutan parasetamol


 Formula 1, 5, 6, 7: sebanyak 1 ml larutan dipipet dan diencerkan dengan pelarut
campuran air-propilenglikol.
 Formula 2, 3, 4: sebanyak 1 ml larutan dipipet dan diencerkan dengan air.
 Masing-masing dalam labu ukur 50 ml.
 Dari larutan tersebut, dipipet 0,5 ml dan diencerkan dengan pelarut campuran air-
propilenglikol (formula 1,5,6,7) dan dengan pelarut air (formula 2,3,4) dalam labu
ukur 25 ml.
 Diukur panjang gelombang serapan maksimumnya.

5. Evaluasi sediaan solubilisasi selama 1 bulan pada temperatur kamar sebelum dan setelah
penyimpanan, meliputi organoleptis, kejernihan, pH, BJ, viskositas.
4. KESIMPULAN
 Penambahan kosolven akan lebih mempermudah kelarutan bahan ( zat aktif
paracetamol tidak hanya dilarutkan dalam air tetapi sebagiannya dilarutkan dalam
propilen glikol ), sehingga bisa didapatkan hasil akhir sediaan sirup yang terlarut
sempurna ( tanpa endapan ).
 Sirup dengan penambahan kosolven propilen glikol lebih stabil dari pada yang tidak
menggunakan propilen glikol.
 Efek peningkatan kelarutan ini terutama disebabkan oleh polaritas obat terhadap
solven (air) dan kosolven. Pemilihan sistem kosolven yang tepat dapat menjamin
kelarutan semua komponen dalam formulasi dan meminimalkanresiko pengendapan
(presipitasi) karena pendinginan atau pengenceran oleh cairan darah. Akibatnya, hal
ini akan mengurangi iritasi jaringan pada tempat administrasi obat.
 Jika zat aktif memiliki sifat tahan terhadap pemanasan, maka boleh dilarutkan dalam
air mendidih untuk lebih mempercepat proses pelarutannya ( lebih efektif dan
efisien).
 Jika zat aktif memiliki sifat tahan terhadap pemanasan ( dengan derajat suhu
maksimal tertentu ), maka sebaiknya dilakukan pemanasan di atas penangas air
denganmemperhatikansuhunya agar tidakmelebihibatasambangderajat yang telah
ditentukan.
 Paracetamol merupakan salah satu obat yang kelarutanya dengan air kecil, sehingga
perlu dilakukan penambahan pelarut atau konsolven untuk meningkatkan kelarutan
paracetamol. Pada kasus ini digunakan konsolven propilen glikol.
 Perhatikan juga faktor inkompatibilitas antara satu bahan dengan bahan lainnya ( zat
aktif – zat aktif, zat aktif – zat tambahan, dan zat tambahan – zat tambahan).
 Penggunaan surfaktan Royto® sugar ester akan membuat turun tegangan permukaan
secara konstan.
 Penggunaan surfaktan Royto® sugar ester dan propilen glikol dapat meningkatkan
kelarutan dari sediaan.
 Meningkatnya stabilitas terhadap formula pada sediaan yang mengandung konsolven
propilenglikol dibanding dengan yang tidak mengandung propilenglikol
 Stabilitas sempurna terhadap formula sediaan yang mengandung konsolven
propilenglikol dan surfaktan Royto® sugar ester.
 Sangatlah penting untuk memperhatikan monografi tiap – tiap bahan ( baik itu zat
aktif maupun zat tambahan ), agar hasil akhir sediaan kualitasnya baik dan sesuai
dengan syarat / ketentuan umum dari sediaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 2007, Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Ansel, H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Edisi IV), Penerjemah: F. Ibrahim,
Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Baker, I. J. A., Matthews, B., Suares, H., Krodkiewska, I., Furlong, N., Franz, G. Drummond, C.
J., 2000, Sugar fatty acid ester surfactant: Structure and ultimate aerobic biodegradability. J.
Surfactants Detergents, 3, 1-13.

Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Garti N., Aseri A., Faunn M., 2000, Nonionic Sucroce Ester Microemulsions for Food
Applications. Part 1. Colloids Surf. A., 164, 27-38. Solubilisasi Parasetamol dengan Ryoto®
Sugar Ester dan Propilen glikol | Noviza, dkk.

http://www.mfc.co.jp/english/.

Martin, A. N., J. Swarbick dan A. Cammarata, 1993, Farmasi Fisik 2 (Edisi III). Penerjemah:
Yoshita, Unversitas Indonesia Press, Jakarta.

Mitsubishi-Kagaku Food Corporation, 1982, Ryoto Sugar Ester Technical Information, Nonionic
Surfactant/ Sucrose Fatty Acid Ester/Food Additive. .

Swarbrick, J. & Boylan, J. C., 1996, Encyclopedia of Pharmaceutical Technology Volume 14,
Marcel Dekker, New York.

Anda mungkin juga menyukai