Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang ditemukan di seluruh dunia
dengan prevalensi penduduk yang bervariasi dari 1 – 6 % (John MF Adam).
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi
sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau
kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner dan Sudarta, 1999).
Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh
faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik
hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi
yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau
keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, dan neuropati (Yuliana elin,
2009 dalam NANDA NIC-NOC, 2013)
B. Etiologi

Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti
dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa Diabetes Mellitus adalah
merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih
satu penyebab yang mendasarinya.

Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :

1. Dibetes melitus tipe I

Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas yang
merupakan kombinasi dari beberapa faktor:

 Faktor genetic : Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi
suatu predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan ditmukannya tipe
antigen HLA (Human Leucolyte antoge) teertentu pada individu tertentu
 Faktor imunologi : Pada diabetae tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga
antibody terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan tersebut
seolah-olah sebagai jeringan abnormal
 Faktor lingkungan : Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor
ekternal yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil penyelidikan yang
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

2. Diabetas Melitus Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin dan juga terspat beberap
faktor resiko teetentu yang berhubngan dengan proses terjadinya diabetea tipe II yaitu:

 Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun


 Obesitas
 Riwayat keluarga
 Kelopok etnik tertentu

3. Faktor non genetik

a. Infeksi : Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai
predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus.

b. Nutrisi

 Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.


 Malnutrisi protein
 Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.

c. Stres : Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya
menyebabkan hyperglikemia sementara.

d.Hormonal : Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah


tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena
konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar
katekolamin meningkat

C. Tanda dan Gejala


Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing) : Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah
meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi
osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
penderita mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum) : Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan
kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita
lebih banyak minum.

c. Polipagi (banyak makan) : Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-
sel mengalami starvasi (lapar).

d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat
peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein.
e. Mata kabur : Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol
fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

D. Pathofisologis
Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga
efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh
sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai
1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan
lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada
dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam
jaringan tubuh.
Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada Diabetes Mellitus
yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine penderita Diabetes Mellitus.
Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira
diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika
jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila
kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme
telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar
asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1
Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter.

E. Patway
Diabetes Mellitus

Kerusakan sel Beta pancreas

Produksi Insulin Inadekua

Peningkatan Kadar Gula Glukosa dalam Darah

Resiko terjadi infeksi starvasi sel

Tonus otot menurun

Sulit bergerak

Kurang terpapar informasi Kelelahan

Sering Bertanya

Kurang pengetahuan
F. Pemeriksaan penunjang

Glukosa darah sewaktu

a. Kadar glukosa darah puasa


b. Tes toleransi glukosa

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:

a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni : penatalaksanaan
secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan. Penatalaksanaan secara medis
adalah sebagai berikut:
a. Obat Hipoglikemik oral
1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat golongan lain,
yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek
utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan
utama para penderita DM tipe II dengan berat badan yang berlebihan. Obat – obat yang
beredar dari kelompok ini adalah:
a. Glibenklamida (5mg/tablet).
b. Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
c. Glikasida (80 mg/tablet).
d. Glikuidon (30 mg/tablet).
2) Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki ambilan glukosa
dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien dengan
kelebihan berat badan.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan, sehingga
dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula
puasa yang masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar adalah Actrapid.
Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II yang kehilangan berat badan
secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat – obatan anti DM dengan dosis
maksimal, atau mengalami kontraindikasi dengan obat – obatan tersebut, bila mengalami
ketoasidosis, hiperosmolar, dana sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien
operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat dikontrol
dengan pengendalian diet.
2) Jenis Insulin
a. Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan semilente.
b. Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon)
c. Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
d. Sedangkan untuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai berikut:
1) Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan. Walaupun telah
mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien tidak
melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu diet seimbang,
dengan komposisi idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 % protein.
Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar berat badan
tidak menjadi berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi
karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak konsumsi serat.
2) Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin bekerja
lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan, memperkuat
jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur
akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang berat – berat.
H. Fokus Pengkajian
a. Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan
pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut
(Rumahorbo, 1999)
 Pemeriksaan Diagnostik
Gula Darah sewaktu (GDS) :

I. Diagnose Keperawatan yang mungkin muncul


 Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi.
 Resiko Infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah
J. Intervensi Keperawatan
 Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi
informasi.
Intervensi :
1.) Ciptakan lingkungan saling percaya
Rasional : Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien
bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2.) Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
3.) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien
dalam merencanakan makan/mentaati program.
4.) Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab
pertanyaan pasien/orang terdekat.
Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat.
 Resiko Infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah

1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.


Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat
membantu menentukan tindakan selanjutnya.

2. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri
selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah
infeksi kuman.

3. Lakukan perawatan luka secara aseptik.


Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.

4. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang
ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya
tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga
memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.

5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.


Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, (1998), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.

Doenges, E. Marylinn, dkk, (1994), Rencana Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Endokrin, EGC Jakarta.

Doenges, E. Marylin, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan (edisi 3), EGC, Jakarta.

Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Guyton and Hall, (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC. Jakarta.

Long, C. Barbara, (1996), Perawatan Medikal Bedah , Ikatan Alumni Pendidikan Padjajaran
Bandung.

Purmoharjo, Hotma, SKp, (1994), Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Endokrin,
EGC, Jakarta.

Price, A. Sylvia dan Lorraine M. Wilson, (1995), Patofisiologi, Edisi IV, EGC. Jakarta.

Tjokronegoro, Arjatmo, Prof. dr. Ph.D, Hendra Utama,(1999), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Edisi III, EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai