Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

A. Konsep Penyakit PPOK


1. Definisi
Penyakit paru obstruksi kronik adalah istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok paru yang berlangsung lamma dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya (Price, 2009).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebaga gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu
kesatuan adalah bronkitis kronis, emfisiema paru-paru, asma
bronchitis. (Smeltzer 2010).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan
sekumpulan penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaraan
patofisiologi utamanya. Bronkitis kronis, emfisema paru, dan asma
bronkial membentuk satu kesatuan yang disebut Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD). Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah
sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke
luar paru. Gangguan yang penting adalah bronkitis obstruktif, efisema,
dan asma bronkial (Muttaqin, 2014).

1
2. Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi
kronik adalah sebagai berikut:
1) Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap
hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan
dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun
berturut-turut.
2) Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu
perubahan anatomic paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis, yang
disertai kerusakan dinding alveolus.
3) Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh
hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap berbagai
jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai
penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible
akibat bronkospasme.
4) Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan
mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru
dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau
benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap
tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus
limfe (Bruner, 2010).

2
3. Etiologi
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah
partikel gas dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel
gas ini termasuk :
1. Asap rokok
a. Perokok aktif
b. Perokok pasif
2. Polusi udara
a. Polusi di dalam ruangan-asap rokok-asap kompor
b. Polusi di luar ruangan-gas buang kendaraan bermotor
3. Polusi ditempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
a. Infeksi saluran nafas bawah berulang (Tjokroprawiro, 2010).

4. Manifestasi Klinis
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada
pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang
timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk
disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan
mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring
dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang
berlangsung lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan
tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi
jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya
membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan
memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami
eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1) Batuk bertambah berat
2) Produksi sputum bertambah
3) Sputum berubah warna

3
4) Sesak nafas bertambah berat
5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7) Penurunan kesadaran (De Jong, 2010)

5. Patofisiologi
Obstruksi jalan nafas menyebabkan reduksi aliran udara yang
beragam bergantung pada penyakit. pada bronkhitis kronis dan
bronkhiolitis, terjadi penumpukan lendir dan sekresi yang sangat
banyak sehingga menyumbat jalan nafas. pada emfisema, obstruksi
pada pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi akibat kerusakan
dinding alveoli yang di sebabkan overekstensi ruang udara dalam
paru. pada asma, jalan nafas bronkhial menyempit dan membatasi
jumlah udara yang mengalir kedalam paru. protokol pengobatan
tertentu di gunakan dalam semua kelainan ini, meski patofisiologi dari
masing-masing kelainan ini membutuhkan pendekatan spesifik
(Rendy, 2012).

4
6. Pathway

Pencetus
(Asthma, bronkitis kronis, emfisema)

PPOK Rokok dan polusi

Perubahan anatomis parenkim paru Inflamasi

Pembesaran alveoli Sputum meningkat

Hiperatropi kelenjar mukosa Ketidakefektifan


bersihan jalan napas
Penyempitan saluran udara
secara periodik Gangguan
pertukaran gas

Ekspansi paru menurun Suplay oksigen tidak adekuat


ke seluruh tubuh
Kompensasi tubuh untuk memenuhi
Kebutuhan oksigen dengan meningkatkan Hipoksia
Frekuensi pernapasan
Sesak
Kontraksi otot pernapasan penggunaan energi
Untuk pernapasan meningkat Gangguan pola
tidur
Intoleransi aktivitas

(Rendy, 2012)

5
7. Komplikasi
1) Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang
dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada
awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2) Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda
yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines,
tachipnea.
3) Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi
mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema
mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas
dan timbulnya dyspnea.
4) Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit
paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea
berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis
kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.
5) Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat
atau asidosis respiratory.
6) Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam
kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang
biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi
vena leher seringkali terlihat (Kumar, 2009).

6
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologi
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis
yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan
tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah
pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
c. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru
terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum
ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal.
Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada
stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena
permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
d. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun,
timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan
penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang
pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia.
Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu
penyebab payah jantung kanan.

7
e. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di
V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering
terdapat RBBB inkomplet.
f. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
g. Laboratorium darah lengkap (Sudoyo, 2009).

9. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah :
1) Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak
hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2) Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan
aktivitas harian.
3) Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1) Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera
menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
2) Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3) Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada
infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba
harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai
hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4) Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator.
Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi
(bronkospasme) masih controversial.
5) Pengobatan simtomatik.
6) Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

8
7) Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus
diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
8) Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran
secret bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa
melakukan pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap
penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian
diri penderita dengan penyakit yang dideritanya (Wijaya,
2013).

B. Asuhan Keperawatan Teori


1. Pengkajian
1) Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan
diagnosa medis.
2) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
b. Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
c. Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF,
AMI, ISPA, batuk.
d. Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat
kesehatan keluarga pasien

9
3) Pola kesehatan fungsional
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :
a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah
kesehatan, adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan
yang berkaitan dengan oksigen.
b. Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi
oksigenasi karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang
kurang gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan.
c. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat
devekasi), perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah,
ferkuensi)
d. Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang
mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas
berlebih dibutuhkan oksigen yang banyak. Orang yang biasa
olahraga, memiliki peningkatan aktivitas metabolisme tubuh
dan kebutuhan oksigen.
e. Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola
istirahat.
f. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera
pasien terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam
penginderaan pasien.
g. Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang
(pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian
terhadap diri sendiri (gemuk/ kurus).

10
h. Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang
memiliki kebiasaan merokok sehingga mengganggu
oksigenasi seseorang.
i. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
j. Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.
k. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi,
adanya pantangan atau larangan minuman tertentu dalam
agama pasien.
4) Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran: kesadaran menurun
b. TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c. Head to toe
a) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva
sianosis (karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie (
karena emboli atau endokarditis)
b) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
c) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
d) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris
antara dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.
e) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan
cepat (tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)

11
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
yang tertahan
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi
3) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan imobilisasi

3. Intervensi
Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
Ketidakefektifan Setelah dilakukan Airway management
bersihan jalan nafas tindakan keperawatan (5140)
(00031) selama 3x24 jam 1. Monitor status
berhubungan diharapkan bersihan respirasi dan
dengan sekresi yang jalan napas efektif oksigenasi bila
tertahan dengan criteria hasil : perlu.
Respiratory status : 2. Posisikan pasien
airway patency (0410) untuk
1. Frekuensi napas memaksimalkan
dalam rentang ventilasi.
normal (16-20 3. Berikan O2 2 liter/
x/menit) menit nasal kanul.
2. Saturasi O2 dalam 4. Lakukan
batas normal fisioterapi dada
3. Mampu bila perlu
mengeluarkan 5. Keluarkan secret
sputum dari jalan dengan batuk atau
napas suction.
4. Mendemonstrasikan 6. Auskultasi suara

12
batuk efektif dan napas, catat
suara napas yang adanya penurunan
bersih dan peningkatan
suara napas.
7. Anjurkan pasien
minum air hangat
8. Ajarkan cara
batuk efektif.
9. Kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
terapi.
Gangguan Setelah dilakukan Manajemen jalan
pertukaran gas tindakan keperawatan nafas (3140)
(00030) selama 3 x 24 jam 1. Monitor status
berhubungan diharapkan gangguan pernafasan dan
dengan pertukaran gas teratasi oksigenasi
ketidakseimbangan dengan kriteria hasil : 2. Lakukan
ventilasi perfusi Status pernafasan : auskultasi suara
pertukaran gas (0402) nafas, catat area
1. Frekuensi nafas yang
normal (16- ventilasinya
24x/menit) menurun
2. Tidak terdapat 3. Lakukan
disritmia fisioterapi dada
3. Melaporkan 4. Posisikan pasien
penurunan dispnea untuk
4. Menunjukkan memaksimalkan
perbaikan dalam ventilasi
laju aliran ekspirasi 5. Ajarkan
bagaimana agar

13
bisa melakukan
batuk efektif
6. Kolaborasi
dalam
pemberian
bronkodilator
menggunakan
nebulizer
Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan Manajemen
(00092) tindakan keperawatan energi (0180)
berhubungan selama 3 x 24 jam 1. Observasi
dengan diharapkan mampu adanya
ketidakseimbangan beraktivitas mandiri pembatasan
antara suplai dan dengan kriteria: klien dalam
kebutuhan oksigen Self care : ADLS (0300) melakukan
1. Berpartisipasi dalam aktivitas
aktivitas fisik tanpa 2. Kaji adanya
disertai peningkatan faktor yang
tekanan darah, nadi menyebabkan
dan RR. kelelahan
2. Mampu melakukan 3. Monitor
aktivitas sehari-hari nutrisi dan
(ADLS) secara sumber energi
mandiri. yang adekuat.
3. Tanda-tanda vital 4. Monitor klien
dalam rentang akan
normal kelelahan
Tekanan Darah : fisik dan
120/80 mmHg emosi secara
Nadi : 60-120 berlebihan
x/menit 5. Monitor pola

14
Pernafasan : 16-20 tidur dan
x/menit lamanya tidur
Suhu : 36 - 37,5oC atau istirahat
klien.
Terapi aktivitas
(4310)
1. Monitor
respon fisik,
emosi,
spiritual dan
sosial klien
2. Monitor
tanda-tanda
vital.
3. Bantu klien
untuk
mengidentifik
asi aktivitas
yang mampu
dilakukan.
4. Bantu untuk
memilih
aktivitas
konsisten
yang sesuai
dengan
kemampuan
fisik,
psikologi dan
sosial.
5. Kolaborasi

15
dengan tenaga
rehabilitasi
medik dalam
merencanakan
program
terapi yang
tepat.

Gangguan Setelah dilakukan Sleep enhancement


pola tidur tindakan keperawatan (1850)
(000198) selama 3 x 24 jam 1. Kaji pola
berhubungan diharapkan gangguan tidur klien
dengan pola tidur teratasi 2. Bantu klien
imobilisasi dengan kriteria: mendapatkan
Tidur (0004) posisi untuk
1. Jumlah jam tidur meningkatkan
dalam batas pola tidur
normal 3. Menciptakan
2. Pola tidur, lingkungan
kualitas dalam yang nyaman
batas normal 4. Anjurkan
3. Perasaan fresh kepada klien
sesudah tidur/ untuk
istirahat meningkatkan
4. Mampu pola tidur
mengidentifikasi 5. Kolaborasi
hal-hal yang pada dokter
meningkatkan untuk
tidur pemberian
terapi.

16
4. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan
oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
validasi, ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon
pasien. Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara
kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi
masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien
(Budianna, 2011).

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses
keperawatan, dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara
terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim
kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan
dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang (Price, 2009).

17
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A. (2009). Patofisiologi Klinis Proses- Proses Penyakit.


Jakarta :EGC
Arif Muttaqin, (2014). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer C Suzanne. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner
and Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.
De Jong, Sjamsuhidayat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Kumar, Vinay, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Robbins, Vol. 2, ed. 7. Jakarta:
EGC.
Rendy, M. C & Margareth, T.H. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah &
Penyakit Dalam. Jogyakarta: Nuha Medika.
Sudoyo, A. W, dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarta:Interna Publishing.
Wijaya, A & Yessie M Putri. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah.
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
Herdman, T.H. (2015). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions &
classification, Oxford: Wiley-Blackwell 2011. Saputra, Lyndon.
Maas et all. (2016). Nursing Out Comes (NOC). Edisi Kelima. Elsevier Singapore
Pte Ltd Academic.
Docterman et all. (2016). Nursing Invention Classifications (NIC). Edisi keenam.
Elsevier Singapore Pte Ltd Academic.

18

Anda mungkin juga menyukai