Anda di halaman 1dari 5

RESUME KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULER

“Prinsip-prinsip Kegawatdaruratan Kardiovaskuler”

Oleh :
Fauzyiah Adilhah

173110164

III A

Dosen Pembimbing :

Ns. Hendri Budi, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG

D-III KEPERAWATAN PADANG

TA 2019/2020
PRINSIP KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULER

1. Safety (Aman diri, aman pasien dan aman lingkungan)


Prinsip yang pertama ini tidak boleh dilewatkan oleh seorang penolong.
Contoh, ketika menemukan korban dijalan dan tidak ada handschoon maka jangan
langsung menyentuh pasien, anda bisa mengganti handschoon tersebut dengan
kantong plastik atau alas lain untuk melindungi tangan anda supaya tidak kontak
langsung dengan pasien (aman diri). Contoh yang kedua adalah, ketika
menemukan korban henti napas dan henti jantung dan akan menolongnya maka
letakkan pasien tsbt di atas alas yang keras dan datar (jangan lakukan diatas kasur
yang empuk) dan jangan pula letakkan pasien diatas aspal yang penuh kerikil
(aman pasien), dan yang contoh yang ketiga, apabila anda menemukan korban
ditengah-tengah jalan maka hal yang dilakukan adalah memindahkan pasien ke
pinggir jalan

2. Jangan Mencederai Pasien Lebih Lanjut


Salah satu startegi dalam merancang sistem keselamatan pasien adalah
bagaimana mengenali kesalahan sehingga dapat dilihat dan segera diambil
tindakan guna memperaiki efek yang terjadi. Upaya untuk mengenali dan
melaporkan kesalahan ini dilakukan melalui sistem pelaporan. Kegagalan aktif
(petugas yang melakukan kesalahan) atau yang berkombinasi dengan konsisi laten
akan menyebabkan terjadinya suatu kesalahan berupa kejadian nyaris cedera
(KNC), KTD, atau bahkan kejadian yang menyebabkan kematian atau cedera
serius (sentinel). Berhenti sampai tahap melaporkan saja tentu tidak akan
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien,

3. Cek Respon Pasien


Periksa respon dilakukan dengan cara menepuk-nepuk pasien secara
gentle (secara tegas) pada pundak pasien sambil memanggil pasoen. Saat
menepuk pundak pasien periksalah pernafasan pasien dengan melihat pergerakan
dada (naik turunnya dada paien). Memeriksa respon dan pernafasan dilakukan
dalam waktu 5-10 menit.

4. Minta Bantuan
Langkah selanjutnya ketika pasien sudah tidak ada respon setelah
diperiksa respon adalah dengan meminta bantuan (berteriak minta bantuan ke
orang lain ketika anda sendiri) atau menelpon RS terdekat atau bisa menelpon ke
Ambulance Gawat Darurat ,. Saat menelpon yang pertama kali disebutkan adalah
no.tlp/ no hp anda, hal ini dimaksudkn untuk mengantisipasi ketika pulsa anda
habis, selanjutnya adalah sebutkan nama Anda, lokasi, keadaan korban/pasien,
jumlah korban serta alat-alat yang dibutuhkan. Ketika panik, hal yang paling
penting diucapkan saat menelpon adalah sebutkan no tlp dan nama.

5. Survey Primer
Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control,
breathing, circulation and hemorrhage control, disability, exposure/environment).
A (Airway) atau Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara
menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera
langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan kesadaran. Tindakan bisa
hanya membersihkan jalan nafas hingga intubasi atau krikotiroidotomi atau
trakheostomi.
B ( Breathing), nilai pernafasan atas kemampuan pasien akan ventilasi dan
oksigenasi. Temuan kritis bisa tiadanya ventilasi spontan, tiadanya atau
asimetriknya bunyi nafas, dispnea, perkusi dada yang hipperresonans atau pekak,
dan tampaknya instabilitas dinding dada atau adanya defek yang mengganggu
pernafasan. Tindakan bisa mulai pemberian oksigen hingga pemasangan
torakostomi pipa dan ventilasi mekanik.
C (Circulation), nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade
kardiak, sumber perdarahan eksternal. Lihat vena leher apakah terbendung atau
kolaps, apakah bunyi jantung terdengar, pastikan sumber perdarahan eksternal
sudah diatasi. Tindakan pertama atas hipovolemia adalah memberikan RL secara
cepat melalui 2 kateter IV besar secara perifer di ekstremitas atas. Kontrol
perdarahan eksternal dengan penekanan langsung atau pembedahan, dan tindakan
bedah lain sesuai indikasi.
D (Disability), tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan
pemeriksaan motorik. Tentukan adakah cedera kepala atau kord spinal serius.
Periksa ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya, kesimetrisannya. Cedera spinal bisa
diperiksa dengan mengamati gerak ekstremitas spontan dan usaha bernafas
spontan. Pupil yang tidak simetris dengan refleks cahaya terganggu atau hilang
serta adanya hemiparesis memerlukan tindakan atas herniasi otak dan hipertensi
intrakranial yang memerlukan konsultasi bedah saraf segera.Tidak adanya
gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau kuadriplegia menunjukkan cedera
kord spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal dan pemberian
metilprednisolon bila masih 8 jam sejak cedera (kontroversial). Bila usaha
inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi kord leher, lakukan intubasi
endotrakheal.
E (Eksposur) mengontrol lingkungan segera. Buka seluruh pakaian untuk
pemeriksaan lengkap. Pada saat yang sama mulai tindakan pencegahan
hipotermia yang iatrogenik biasa terjadi diruang ber AC, dengan memberikan
infus hangat, selimut, lampu pemanas, bila perlu selimut dengan pemanas.
Prosedur lain adalah tindakan monitoring dan diagnostik yang dilakukan bersama
survei primer. Pasang lead ECG dan monitor ventilator, segera pasang oksimeter
denyut. Monitor memberi data penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman,
pasang pipa nasogastrik untuk dekompresi lambung serta mengurangi
kemungkinan aspirasi cairan lambung. Katater Foley kontraindikasi bila urethra
cedera (darah pada meatus, ekimosis skrotum / labia major, prostat terdorong
keatas). Lakukan urethrogram untuk menyingkirkan cedera urethral sebelum
kateterisasi.
6. Stabilkan Kondisi Pasien
Pada tahap rumah sakit, triage dapat juga dilakukan walaupun agak
berbeda dengan triage lapangan. Dengan tenaga dan peralatan yang lebih
memadai, tenaga medis dapat melakukan tindakan sesuai dengan kedaruratan
penderita dan berdasarkan etika profesi. Saat menilai pasien, secara bersamaan
juga dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai
dan menstabilkan pasien berkurang.

7. Segera Rujuk Dengan Transportasi Terbaik


Membawa korban kecelakaan ke rumah sakit yang memiliki sarana
memadai merupakan hal penting. Salah satu sarana yang memadai adalah adanya
fasilitas ambulans. Selain membawa dokter dan perawat yang terlatih serta obat-
obatan, ambulans rumah sakit tersebut dilengkapi dengan ventilator dan
defibrillator dengan Automated External Defibrillator (AED). Tak cuma itu,
ambulans juga dilengkapi peralatan vital lainnya untuk menstabilkan kondisi
pasien selama perjalanan menuju ke rumah sakit. Selama perjalanan, tim medis
juga akan terus melakukan komunikasi dengan pihak rumah sakit. Hal itu
dilakukan untuk memastikan tindakan medis yang sesuai ketika pasien tiba di
rumah sakit. Tak hanya itu, kecepatan dan keakuratan tenaga medis yang bekerja
di IGD juga berperan dalam menentukan outcome dari pasien gawat darurat
medis.

Anda mungkin juga menyukai