Anda di halaman 1dari 41

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu wadah atau tempat pelayanan

kesehatan. Di rumah sakit terdapat berbagai upaya yang ditujukan guna pemulihan

penderita. Upaya-upaya yang dilakukan meliputi upaya kuratif, promotif,

preventif dan rehabilitatif, dengan bentuk pelayanan yang diberikan antara lain

pelayanan rawat jalan, rawat inap dan emergency unit. Tahun 2003 kita telah

memasuki AFTA (Asia Freedom Trade Association) sehingga kompetisi antar

rumah sakit semakin global karena tidak hanya kompetisi dengan rumah sakit

dalam negeri tapi juga luar negeri, yang pada umumnya berorientasi mencari

keuntungan, dimana efisiensi akan dilakukan disegala bidang termasuk dalam

pemberian pelayanan medis maupun penunjang medis.

Adanya kebijakan pemerintah dalam bidang kesehatan dengan visi

Indonesia Sehat tahun 2010 dan perubahan pola pelayanan rumah sakit yang

cenderung menjadi pelayanan yang bersifat spesialistik dan subspesialistik,

tuntutan masyarakat akan pelayanan publik yang berkualitas serta kewajiban

setiap instansi yang memberikan pelayanan publik untuk merespon tuntutan

masyarakat mengharuskan semua rumah sakit melakukan evaluasi terhadap

pelayanan yang diberikan selama ini.

Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini dipandang masih

banyak kelemahannya, sehingga belum memenuhi kualitas yang diharapkan

masyarakat. Kelemahan ini ditunjukkan dengan masih adanya berbagai keluhan

1
masyarakat yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung melalui

media massa atau media lainnya, yang dapat memberikan citra kurang baik bagi

pelayanan publik terutama institusi pemerintah. Citra pelayanan publik terutama

pemberi pelayanan langsung seperti rumah sakit akan sangat berpengaruh

terhadap pemanfaatan pelayanan yang ada di rumah sakit tersebut.

Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi adalah salah satu institusi pemerintah

yang berdasarkan Perda No.8/2008 menjadi Lembaga Teknis Daerah (LTD)

Pemerintah Provinsi NTB, mempunyai tupoksi memberikan pelayanan langsung

kepada masyarakat khususnya bidang kesehatan jiwa. Fasilitas pelayanan yang

disediakan meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap, instalasi gawat darurat 24

jam, poli gigi, laboratorium, radiologi, psikometri, pelayanan penunjang dan

administrasi, dengan jumlah tenaga 212 orang. Sebagai satu-satunya institusi

Pemerintah Provinsi NTB yang khusus bergerak dibidang kesehatan jiwa,

diharapkan pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada di RSJ Provinsi NTB bisa

optimal. Hasil analisis data pemanfataan pelayanan RSJ provinsi diketahui bahwa

angka utilisasi masyarakat (visite rate) terhadap pelayanan yang ada masih sangat

rendah jika dibandingkan dengan standar nasional, yakni hanya 0,32% dari 1,5%

standar yang ditetapkan. Akan tetapi dibandingkan tahun sebelumnya (2009) yang

hanya mencapai 0,26%, visite rate tahun 2010 mengalami sedikit peningkatan,

yakni sebesar 0,06%. Jumlah kunjungan ke pelayanan kesehatan yang disediakan

akan mempengaruhi angka visite rate.

Berdasarkan laporan tahunan diketahui bahwa jumlah kunjungan dalam 3

(tiga) tahun terakhir mengalami peningkatan, terutama kunjungan rawat jalan.

2
Tahun 2008 jumlah kunjungan rawat jalan adalah 9893 orang, menurun menjadi

9447 orang tahun 2009, dan meningkat kembali pada tahun 2010 menjadi 12395

orang atau meningkat 31,2% dibanding tahun 2009. Berikut gambaran kunjungan

pasien 3 tahun terakhir (2008 s.d. 2010) di instalasi rawat jalan

Tabel 1.1. Kunjungan pasien rawat jalan RSJ Provinsi NTB


tahun 2008 s.d. 2010

2008 2009 2010


No Uraian
Jumlah Jumlah Jumlah
% % %
(org) (org) (org)
1 Jenis Kelamin :
a. Laki-Laki 5514 55,74 5105 54,04 6814 54,97
b. Perempuan 4379 44,26 4342 45,96 5581 45,03
2 Jenis Kunjungan :
a. Pasien Baru 945 9,55 937 9,92 1173 9,46
b. Pasien 8948 90,45 8513 90,08 11222 90,54
Lama
3 Jenis Pembayaran
: 1932 19,53 2537 26,86 2990 24,12
a. Umum 1634 16,52 1758 18,61 1876 15,14
b. Askes PNS 6323 63,91 5152 54,53 7529 60,74
c. Jamkesmas 4 0,04 0 0 0 0
d. Gratis

Dari tabel diatas terlihat jelas bahwa sebagian besar atau diatas 80% pasien

RSJ Provinsi adalah pasien lama yang memerlukan pelayanan berkualitas sesuai

harapannya. Akan tetapi, adanya perbedaan perspektif dimensi mutu sering

menimbulkan kekecewaan terutama pada pengguna layanan walaupun pemberi

pelayanan sudah menerapkan standar kerja/operasional prosedur dengan baik. Hal

ini didukung oleh hasil penelitian oleh Robert dan Prevost dalam Azhar yang

membuktikan bahwa ada perbedaan dimensi antara pemakai jasa pelayanan,

3
pemberi pelayanan dan penyandang dana pelayanan kesehatan, yakni 1) bagi

penerima/pengguna pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait

pada dimensi ketanggapan petugas dalam memenuhi kebutuhan pasien, empati

serta keramahtamahan petugas dalam melayani pasien, 2) bagi penyelenggara

pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi

kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan Iptek dan

otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan

pasien, 3) bagi penyandang dana pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan

lebih terkait pada dimensi efisiensi pemakaian dana, kewajaran pembiayaan dan

kemampuan pelayanan kesehatan mengurangi tingkat kerugian penyandang dana.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diketahui bahwa kepuasan

pelanggan/pasien/konsumen terhadap pelayanan yang diterima akan menentukan

atau mempengaruhi masyarakat dalam memilih sarana pelayanan yang digunakan.

Pendapat masyarakat terhadap pelayanan yang diterima menjadi prioritas,

terutama tingkat kepuasan pelanggan/pasien/konsumen karena merupakan

cerminan kualitas pelayanan yang mereka terima. Makin sempurna kepuasan

tersebut maka semakin baik mutu pelayanan yang diberikan. Untuk itu studi

tentang tingkat kepuasan pelanggan perlu dilakukan oleh RSJ Provinsi, untuk

mengetahui harapan dan keinginan masyarakat, sehingga pelayanan yang

diberikan bisa memberikan kepuasan optimal dan akhirnya konsumen memiliki

loyalitas yang tinggi pada pemberi layanan.

C. Tujuan

4
Untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen/masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan yang ada di Instalasi Rawat Jalan RSJ Provinsi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi semua pihak yang

berkepentingan terutama bagi pihak manajemen RSJ Provinsi dan policy

makers dalam mengambil kebijakan dan pengembangan RSJ Provinsi ke depan

terutama dalam pengembangan pelayanan serta sebagai evaluasi terhadap

pelayanan yang diberikan selama ini untuk mencapai pelayanan berkualitas dan

memuaskan pelanggan/konsumen.

E. Ruang Lingkup

1. Lingkup Waktu

Penelitian ini direncanakan mulai bulan Desember 2011 - Januari 2012

2. Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rawat Jalan RSJ Provinsi, dengan

alasan jumlah kunjungan paling banyak, pasien cenderung lebih kooperatif

dan komunikatif serta mendapat pendampingan keluarga.

3. Lingkup Materi

Materi dibatasi pada indeks kepuasan pasien dan pelayanan kesehatan yang

ada di Instalasi Rawat Jalan RSJ Provinsi

5
TINJAUAN TEORI

A. Mutu Pelayanan Kesehatan

1. Pengertian mutu pelayanan kesehatan

Mutu adalah faktor keputusan mendasar dari pelanggan, berdasarkan

atas pengalaman nyata pelanggan terhadap produk atau jasa pelayanan. Mutu

pelayanan kesehatan atau pemeliharaan kesehatan diterima dan didefinisikan

dalam banyak pengertian atau berbeda-beda karena bersifat subyektif,

disamping karena selera dan harapan pengguna pelayanan selalu berubah-

ubah. Donabedian dalam wijono menilai mutu adalah suatu keputusan yang

berhubungan dengan proses pelayanan, yang berdasarkan tingkat dan dianggap

pelayanan memberikan kontribusi terhadap nilai outcomes.

Anwar, mendefinisikan mutu pelayanan kesehatan sebagai pelayanan

kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa kesehatan yang sesuai

dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaranya sesuai

dengan standar dan kode etik profesi. Makin sempurna kepuasan tersebut

maka makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Selain itu, Zimmerman

(2000) juga mengemukakan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah

memenuhi dan melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan melalui

peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi

pasien, keluarga dan yang lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan

atau lainnya. Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah

derajat kesempurnaan pelayanan akan pelayanan kesehatan yang sesuai

dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi

6
sumber daya yang tersedia di Rumah Sakit atau Puskesmas secara wajar,

efesien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan norma, etika,

hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan

kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen.

2. Faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi mutu

Mutu produk dan jasa pelayanan secara langsung dipengaruhi oleh 9 area

fundamental (9M), yakni markets, money, management, men, motivation,

materials, machines and mechanization, modern information methods, dan

mounting product requirement.2

a. Markets: tuntutan pasar yang semakin tinggi dan luas.

b. Money: meningkatnya kompetisi disegala bidang memerlukan

penyesesuaian biaya.

c. Management: tanggung jawab manajemen mutu oleh perusahaan.

d. Men: kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan

memerlukan SDM dengan keahlian spesialis yang semakin banyak.

e. Motivation: meningkatnya mutu yang kompleks memerlukan kesadaran

mutu dari pemberi layanan.

f. Materials: bahan-bahan yang semakin terbatas dan kebutuhan yang

semakin meningkat.

g. Machine and mechanization: selalu perlu penyesesuaian seiring dengan

kebutuhan pelanggan.

h. Modern information methods: kecepatan kemajuan teknologi harus selalu

diikuti.

7
i. Mounting product reiqurement: persyaratan produk yang diminta

pelanggan memerlukan penyesesuaian mutu terus menerus.

3. Ukuran mutu pelayanan

Dalam pelayanan kesehatan dibagi menjadi tiga elemen dasar mutu yaitu:

a. Layanan tehnik (technical care) yaitu penerapan ilmu dan teknis bagi

kedokteran atau ilmu kesehatan lainnya dalam penanganan masalah

kesehatan.

b. Layanan interpersonal (interpersonal care) yaitu manajemen interaksi

sosial dan psikososial antara pasien dan praktisi kesehatan lainnya seperti

dokter dan perawat.

c. Kenyamanan (amenitis) yaitu menggambarkan berbagai kondisi seperti

ruang tunggu yang menyenangkan, ruang periksa yang nyaman dan lain-

lain.

Sebagai indikatornya dikelompokkan kedalam:

a. Indikator derajat kesehatan yang merupakan hasil akhir yaitu terdiri atas

indikator-indikator mortalitas, morbiditas dan status gizi.

b. Indikator hasil antara yang terdiri atas indikator-indikator keadaan

lingkungan, perilaku hidup masyarakat, serta akses dan mutu pelayanan

kesehatan. Contoh persentasi penduduk yang memanfaatkan Puskesmas

15%.

c. Indikator proses dan masukan yang terdiri atas indikator-indikator

pelayanan, sumber daya kesehatan, manajemen kesehatan, dan kontribusi

sektor terkait.

8
Kualitas total suatu layanan terdiri atas 3 (tiga) komponen utama (Grounroos

dalam Hutt dan Speh, 1992), yaitu:

1. Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output

(keluaran jasa yang diterima pelanggan).

2. Fungtional Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara

penyampaian suatu jasa.

3. Corporate Image, yaitu profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus

suatu perusahaan.

Berdasarkan komponen-komponen yang tersebut diatas, dapat ditarik

suatu kesimpulan bahwa output jasa dan cara penyampaiannya merupakan

faktor-faktor yang dipergunakan dalam menilai kualitas jasa.

4. Dimensi Mutu Layanan.

Garvin dalam Wijono2 menekankan 8 (delapan) dimensi mutu yang

dibutuhkan, yakni:

a. Performance, penampilan merupakan karakter utama hasil produk

b. Features, gambaran atau keistimewaan produk

c. Realiability, ketahanan produk

d. Conformance, kesesuaian produk yang dihasilkan

e. Durability, lama bertahan suatu produk

f. Serviceability, kemampuan pelayanan

g. Aesthetics, estetika

h. Perceived quality, mutu yang dirasakan

9
Menurut Parasuraman ada 10 (sepuluh) faktor utama yang menentukan

mutu pelayanan jasa, yakni :

1. Releability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsisten kerja (performance)

dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti

perusahaan memberikan jasanya secara tepat sejak saat pertama (right the

fisrt time). Selain itu berarti perusahaan yang bersangkutan memenuhi

janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang

disepakati.

2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk

memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.

3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki

keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberi jasa

tertentu.

4. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti

lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu menunggu tidak terlalu lama,

saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi, dan lain-lain.

5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan yang

dimiliki para contact personnel (seperti resepsionis, operator telepon, dan lain-

lain).

6. Comunication, artinya memberi informasi kepada pelanggan dalam bahasa

yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan

pelanggan.

10
7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama

perusahaan, karakteristik pribadi, contact personnel, dan interaksi dengan

pelanggan.

8. Security, yaitu aman dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Aspek ini

mempengaruhi keamanan secara fisik, keamanan finansial dan kerahasiaan.

9. Understanding/Knowing the Customer, yaitu usaha untuk memenuhi

kebutuhan pelanggan

10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang

dipergunakan, repersentasi fisik dari jasa (misalnya kartu kredit plastik).

Dalam perkembangan selanjutnya Parasuraman dan kawan-kawan (dalam

Fitzsimmons dan Fitzsimmons, 1994; Zeithaml dan Bitner, 1996) menemukan

bahwa sepuluh dimensi yang ada dapat dirangkum dalam lima dimensi pokok

yaitu :

1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fisik, perlengkapan pegawai, dan

sarana komunikasi.

2. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk

membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

4. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, pengetahuan, kesopanan

dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf; bebas dari

bahaya, resiko atau keragu-raguan.

11
5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi

yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan.

B. Kepuasan Pelanggan

1. Konsep Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan merupakan cerminan kualitas atau mutu

pelayanan kesehatan yang mereka terima. Pembeli atau pengguna jasa

memutuskan memberikan suatu penilaian terhadap produk atau jasa dan

bertindak atas dasar itu. Apakah pengguna layanan puas tergantung kepada

penampilan yang ditawarkan dalam hubungannya dengan harapan

pengguna layanan. Harapan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor

diantaranya pendidikan, kepercayaan dan budaya, pengalaman dimasa

lampau, opini teman dan kerabat, serta informasi dari janji-janji pemberi

layanan. Faktor-faktor tersebutlah yang membuat harapan seseorang biasa-

biasa saja atau sangat kompleks.

Kotler mendefinisikan kepuasan pelanggan (customer satisfaction)

sebagai tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil

dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan

dengan harapan-harapannya. Dengan demikian, tingkat kepuasan adalah

suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan harapan.

Ada 3 (tiga) tingkat kepuasan, yakni pelanggan tidak dipuaskan apabila

penampilan kurang dari harapan, pelanggan puas apabila penampilan

sebanding dengan harapan, dan pelanggan sangat puas apabila penampilan

12
melebihi harapan. Kepuasan juga didefinisikan sebagai hasil pendapat dan

penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh

aparatur penyelenggara pelayanan publik.10

Kepuasan pelanggan rumah sakit atau organisasi pelayanan

kesehatan lain dipengaruhi banyak faktor, antara lain menyangkut dengan:

a. Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama

kali datang

b. Mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang

diharapkan

c. Prosedur perjanjian

d. Waktu tunggu

e. Fasilitas umum yang tersedia

f. Fasilitas perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, privacy dan

pengaturan kunjungan

g. Outcome terapi dan perawatan yang diterima

2. Manfaat Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan/pasien harus diperhatikan atau menjadi

prioritas oleh pemasar/pelaku bisnis atau pemberi pelayanan, mengingat

bahwa konsumen yang puas merupakan aset yang sangat bermakna bagi

penyelenggara sebagai penyampai informasi tentang pelayanan/produk

kepada orang lain melalui mouth to mouth atau cara lainnya. Berikut

manfaat kepuasan pelanggan/pasien (Tjiptono, 1999) :

13
 Hubungan antara pemberi pelayanan dan pelanggan menjadi

harmonis

 Memberi dasar yang baik bagi kunjungan ulang pasien

 Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan/pasien

 Membentuk suatu rekomendasi yang menguntungkan pemberi

pelayanan

 Reputasi pemberi pelayanan menjadi baik di mata pelanggan/pasien

 Dapat meningkatkan jumlah pendapatan

Kepuasan pasien penting sebagai dasar menyusun strategi

pemasaran, secara empiris menunjukkan bahwa pasien yang tidak puas akan

bercerita kepada keluarga, teman-teman atau tetangganya, sehingga

mempengaruhi sikap dan keyakinan orang lain untuk tidak berkunjung ke

sarana kesehatan tersebut atau membuat citra penyedia layanan kurang baik.

Rumah Sakit sebagai pemberi pelayanan harus selalu berupaya untuk

mengantisipasi ketidakpuasan sekecil apapun dan sedini mungkin, sehingga

mutu pelayanan dapat terjaga, diperbaiki dan ditingkatkan secara

berkelanjutan (Soeprapto, 1997; cit RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan

BUN, 2008).

3. Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan.

14
Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk mengukur

dan memantau kepuasan pelanggan. Kotler mengemukakan 4 metode

untuk mengukur kepuasan pelanggan yaitu:

a. Sistem keluhan dan saran.

Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu

memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi para pelanggannya

untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. Media

yang biasa digunakan meliputi kotak saran yang diletakan ditempat-

tempat strategis, menyediakan kartu komentar, menyediakan saluran

telepon khusus (customer hot lines) dan lain-lain. Informasi yang

diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan

masukan berharga kepada perusahaan sehingga memungkinkannya

untuk memberikan respon secara cepat dan tanggap terhadap setiap

masalah yang timbul. Meskipun demikian karena metode ini bersifat

pasif maka sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan

ataupun ketidakpuasan pelanggan.

b. Survei kepuasan pelanggan

Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan

menggunakan metode survei, baik melalui pos, telepon, maupun

wawancara pribadi (McNeal dan Lamb dalam Peterson dan Wilson,

1992). Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan

umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga

memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh

15
perhatian terhadap para pelanggannya. Pengukuran kepuasan

pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara,

diantaranya:

 Directly reported satisfaction

Pengukuran secara langsung melalui pertanyaan seperti “

Ungkapan seberapa puas saudara terhadap pelayanan. Jawaban

pada skala berikut: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas,

sangat puas.”

 Derived dissatisfaction

Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni

besarnya harapan pelanggan pada atribut tertentu dan besarnya

kinerja yang mereka rasakan.

 Problem analysis

Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk

mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, masalah-masalah yang

mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan.

Kedua, saran-saran untuk melakukan perbaikan.

 Imfortance-performance analysis

Dalam tehnik ini responden diminta meranking berbagai elemen

(atribut) dari penawaran berdasarkan pentingnya setiap elemen

tersebut. Selain itu responden diminta merangking seberapa baik

kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut tersebut.

c. Ghost shoping

16
Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang

(ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai

pelanggan/pembeli potensial prodak pelanggan dan pesaing. Lalu

ghost shopper melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan

kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman

mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para

ghost shopper juga dapat mengamati atau menilai cara perusahaan

dan pesaingnya menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani

setiap keluhan.

d. Lost customer analysis

Metode ini sedikit unik. Perusahaan berusaha menghubungi para

pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih

pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperoleh informasi penyebab

terjadinya hal tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi

perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka

meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.

4. Strategi Kepuasan Pelanggan

Upaya mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal

yang mudah. Bahkan Mudie dan Cottam (1993) menyatakan bahwa

kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya

untuk sementara waktu. Namun upaya perbaikan atau penyempurnaan

kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Pada prinsipnya

strategi kepuasan pelanggan akan menyebabkan para pesaing harus

17
bekerja keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut

pelanggan suatu perusahaan. Satu hal yang perlu diperhatikan disini

adalah bahwa kepuasan pelanggan merupakan strategi panjang yang

membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya

manusia (Schnaars,1991). Ada beberapa strategi yang dapat dipadukan

untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, di antaranya:

a. Relationship Marketing

Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyediaan

jasa dan pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan

selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan jangka panjang

dengan pelanggan secara terus-menerus sehingga diharapkan dapat

terjadi bisnis ulang (repeat business).

Salah satu faktor yang dibutuhkan untuk mengembangkan

relationship marketing adalah dibentuknya customer database, yaitu

daftar nama pelanggan yang perlu dibina hubungan jangka panjang.

Database itu tidak sekedar berisi nama pelanggan, tetapi juga

mencakup hal-hal penting lainnya, misalnya frekuensi dan jumlah

pembelian, preferensi dan lain sebagainya. Dengan tersediannya

informasi seperti itu, maka diharapkan perusahaan dapat memuaskan

para pelanggannya secara lebih baik, yang pada gilirannya dapat

menumbuhkan loyalitas pelanggan sehingga terjadi pembelian ulang.

Selain itu perusahaan dapat merancang jasa khusus yang disesuaikan

dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan tertentu. Agar dapat

18
memberikan hasil yang lebih efektif, hubungan yang baik tidak

hanya perlu dibina dengan pelanggan akhir, tetapi juga dengan pihak

lain, seperti pemasok, bahkan dengan pesaing.

Frequency marketing merupakan salah satu variasi dari

relationship marketing, yang pada dasarnya merupakan usaha untuk

mengidentifikasi, memelihara, dan meningkatkan hasil dari

pelanggan terbaik (best customer), melalui hubungan jangka panjang

yang interaktif dan bernilai tambah. Konsep strategi ini didasarka

pada prinsip Pareto, yaitu “ 20% of a companys customers might

account for 80% of its business.”

b. Strategi superior service

Strategi ini berusaha menawarkan pelayanan yang lebih

unggul dari pada pesaingnya. Untuk mewujudkannya dibutuhkan

dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia, dan usaha

gigih. Meskipun demikian, melalui pelayanan yang lebih unggul,

perusahaan tersebut dapat membebankan harga yang lebih tinggi

pada jasanya. Akan ada kelompok konsumen yang keberatan dengan

harga mahal tersebut, selain itu perusahaan dengan pelayanan yang

superior akan meraih laba dan tingkat pertumbuhan yang lebih besar

dari pada pesaing yang memberikan pelayanan inferior.

c. Strategi Unconditional Guarantees

Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan perusahaan jasa

dapat mengembangkan augmented service terhadap car service-nya,

19
misalnya dengan merancang garansi tertentu atau memberikan

pelayanan purna jual yang baik. Pelayanan purna jual harus pula

menyediakan media yang efisien dan efektif untuk menangani

keluhan. Meskipun hanya membiarkan konsumen melepaskan

emosinya, itu sudah cukup baik. Minimal persepsi terhadap

kepuasaan dan kewajaran akan meningkat jika perusahaan mengakui

kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf, serta

memberikan semacam ganti rugi yang berharga bagi konsumen.

Strategi ini berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan

kepada pelangan yang pada giliranya akan menjadi sumber

dinamisme penyempurnaan kualitas jasa dan kinerja perusahaan.

Selain itu juga akan meningkatkan motivasi para karyawan untuk

mencapai tingkat kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya.

d. Strategi penanganan keluhan yang efektif.

Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk

mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan

yang puas atau bahkan pelanggan abadi (Mudie dan Cottam, 1993).

Proses penanganan keluhan yang efektif terdiri dari beberapa

langkah. Langkah pertamanya adalah identifikasi dan penentuan

sumber masalah yang menyebabkan pelanggan tidak puas dan

mengeluh. Sumber masalah ini perlu diatasi, ditindaklanjuti, dan

diupayakan agar dimasa yang akan datang tidak timbul masalah yang

sama. Dalam langkah ini kecepatan dan ketepatan penanganan

20
merupakan hal yang krusial. Ketidakpuasan bisa semakin besar

apabila pelanggan yang mengeluh merasa keluhannya tidak

diselesaikan dengan baik. Disamping itu, keterlibatan managemen

puncak dalam mengatasi keluhan pelanggan juga memberikan

dampak positif. Hal ini dikarenakan pelanggan lebih suka berurusan

dengan orang-orang yang memiliki wewenang untuk mengambil

keputusan dan tindakan untuk memecahkan masalah mereka.

Langkah yang tidak kalah pentingnya adalah pengembangan sistem

imformasi menajemen, di mana perusahaan bisa mendata setiap

keluhan yang disampaikan dan belajar dari kesalahan yang pernah

dilakukan.

Ada 4 (empat) aspek penting dalam penanganan keluhan

(Schnaars, 1991). Yaitu :

1. Empati terhadap pelanggan yang marah.

Dalam menghadapi pelanggan yang emosi dan marah, perusahaan

perlu bersikap empati, karena bila tidak situasi akan bertambah

runyam. Untuk itu perlu diluangkan waktu untuk mendengarkan

keluhan mereka dan berusaha memahami situasi yang dirasakan

oleh pelanggan tersebut. Dengan demikian permasalahan yang

dihadapi dapat menjadi jelas sehingga pemecahan yang optimal

dapat diupayakan bersama.

2. Kecepatan dalam penanganan keluhan

21
Kecepatan merupakan hal yang sangat penting dalam penanganan

keluhan. Apabila keluhan pelanggan tidak segera ditanggapi,

maka rasa tidak puas pada perusahaan akan menjadi permanen

dan tidak dapat diubah lagi. Sedangkan apabila keluhan dapat

ditangani dengan cepat, maka ada kemungkinan pelanggan

tersebut menjadi puas. Apabila pelanggan puas dengan cara

penanganan keluhannya, maka besar kemungkinannya ia aka

menjadi pelanggan perusahaan kembali. Hasil penelitian

Technical Assistance Research Programs (Naumann dan Giel,

1995) menunjukan bahwa : 70-90% pelanggan yang

menyampaikan keluhannya akan melakukan bisnis lagi dengan

perusahan yang sama apabila ia puas dengan cara penanganan

keluhannya dan 20-70% pelanggan yang tidak puas dengan

penanganan keluhan yang akan melakukan bisnis lagi dengan

perusahaan yang sama, serta hanya 10-30% pelanggan yang

memiliki masalah (tetapi tidak menyampaikan keluhan atau minta

bantuan) akan melakukan bisnis lagi dengan perusahaan yang

sama.

3. Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalahan/

keluhan.

Perusahaan harus memperhatikan aspek kewajaran dalam

permasalahan/keluhan biaya dan kinerja dalam jangka panjang.

Hasil yang diharapkan tentunya adalah situasi “win–win“ (

22
realistis, fair, dan proporsional ), dimana pelanggan dan perusahan

jasa sama-sama diuntungkan.

4. Kemudahaan bagi pelanggan untuk menghubungi perusahaan

Hal ini sangat penting bagi pelanggan untuk meyampaikan

komentar, saran, kritik, pertanyaan, dan keluhannya. Disini sangat

dibutuhkan adanya metode yang mudah dan relatif tidak mahal,

dimana pelanggan dapat meyampaikan keluh kesahnya. Bila perlu

dan memungkinkan, suatu perusahaan meyediakan jalur saluran

telepon. Hal ini sangat penting bagi pelanggan untuk meyampaikan

komentar, saran, kritik, pertanyaan, dan keluhannya. Disini sangat

dibutuhkan adanya metode yang mudah dan relatif tidak mahal,

dimana pelanggan dapat meyampaikan keluh kesahnya. Bila perlu

dan memungkinkan, suatu perusahaan meyediakan jalur saluran

telepon khusus (hot line servis) untuk menampung keluhan

pelanggan atau memanfaatkan E-mail di jaringan internet ( dengan

membuka site atau homepage di world wide web ).

Beberapa penelitian membuktikan bahwa kualitas pelayanan akan

berpengaruh pada tingkat kepuasaan pelanggan. Penelitian yang dilakukan di

RSUD Sultan Imanunuddin Pangkalan BUN tahun 2008 ditemukan bahwa

sebagian besar responden menyatakan puas dengan pelayanan yang diberikan

RSUD Sultan Imanunuddin Pangkalan BUN, yakni 70,2%, dan 28,5%

menyatakan sangat puas, hanya 1,3% menyatakan kurang puas. Hasil

perhitungan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) diperoleh angka sebesar

23
80,71 artinya pelayanan yang diberikan RSUD Sultan Imanunuddin Pangkalan

BUN dinilai sudah baik oleh responden.11

Penelitian oleh Santoso, terhadap pasien yang pernah dirawat di

ruang bedah kecelakaan Rumah Sakit Umum Daerah Blambangan

Banyuwangi tentang pengaruh kepuasan pasien atas asuhan keperawatan

terhadap kesetiaan pasien menunjukan bahwa sebagian besar responden yaitu

47,5 % mengatakan setia dan 42,5 % sangat setia terhadap pelayanan rawat

inap ruang penyakit dalam dan ruang bedah kecelakaan Rumah Sakit Umum

Daerah Blambangan Banyuwangi. Kepuasan atas kemampuan hubungan antar

manusia dan kepuasan atas kemampuan askep berpengaruh terhadap kesetiaan

pasien rawat inap. Hasil uji statistik lebih lanjut diketahui bahwa kepuasan

pasien atas asuhan keperawatan berpengaruh secara signifikan terhadap

kesetiaan pasien rawat inap di ruang penyakit dalam dan ruang bedah

kecelakaan RSUD Blambangan Banyuwangi.

Hasil penelitian oleh Hendrajana, tentang pengaruh kualitas

pelayanan medis, paramedis dan penunjang medis terhadap kepuasan

pelanggan rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh signifikan antara berbagai variabel kualitas pelayanan

terhadap kepuasan pelanggan rawat jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Kajian tentang persepsi pasien terhadap dimensi kualitas pelayanan

Puskesmas di Kabupaten Sumbawa Barat oleh Kamaluddin menunjukkan

bahwa kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas di

Kabupaten Sumbawa Barat secara keseluruhan dinilai baik oleh responden.

24
Diantara sepuluh dimensi kualitas yang digunakan dalam penelitian ini, yang

nilainya tinggi adalah dimensi akses, sedangkan yang nilainya rendah adalah

dimensi tangibles, serta dimensi yang seluruh responden menyatakan baik

dan sangat baik adalah dimensi credibility.

C. Persepsi

Persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan oleh seseorang untuk

menafsir dan memahami sekitarnya. Persepsi berkaitan dengan cara mendapatkan

pengetahuan khusus tentang obyek atau kejadian pada saat tertentu, maka persepsi

terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera.

Menurut Kotler, persepsi adalah proses yang digunakan seseorang untuk

mengorganisasi dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi guna

menciptakan gambaran yang memiliki arti. Orang dapat memiliki persepsi yang

berbeda atas obyek yang sama karena adanya proses persepsi, yakni perhatian

selektif, distorsi selektif dan ingatan selektif.

Menurut Sigit, persepsi adalah proses kognitif (di dalam pikiran)

seseorang untuk memberi arti terhadap stimulus lingkungan yang dapat ditangkap

melalui inderanya. Setiap orang mempunyai persepsi sendiri tentang suatu obyek

karena kemampuan indera dalam menangkap stimulus berbeda dan kemampuan

dalam menafsir atau memberi arti pada stimulus yang berbeda.

D. Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan (health services) menurut Levey dan Lomba dalam

Azwar adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-

25
sama dalam organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah

penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok ataupun

masyarakat. Pelayanan kesehatan dikelompokkan menjadi tiga macam yakni

1) pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services) adalah

pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), biasanya

merupakan pelayanan rawat jalan, 2) pelayanan kesehatan tingkat kedua

(secondary health services) merupakan pelayanan tingkat lanjut, telah bersifat

rawat inap (in patient services) dan untuk penyelenggaraannya dibutuhkan

ketersediaan tenaga-tenaga spesialis, dan 3) pelayanan tingkat ketiga (tertiary

health services) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih komplek dan

umumnya diselenggarakan oleh tenaga subspesialis.

Pelayanan kesehatan merupakan suatu produk jasa yang unik jika

dibandingkan dengan produk jasa lainnya. Hal ini disebabkan karena pelayanan

kesehatan memiliki ciri utama yaitu 1) uncertainty, artinya pelayanan kesehatan

bersifat tidak bisa dipastikan baik waktu, tempat, besar biaya yang dibutuhkan

maupun tingkat urgensi dari pelayanan tersebut, 2) externality menunjukkan

bahwa pengguna dan bukan pengguna jasa pelayanan kesehatan dapat bersama-

sama menikmati hasilnya, 3) asymmetry of information adalah suatu keadaan tidak

seimbang antara pemberi pelayanan kesehatan (PPK, dokter, paramedik lain)

dengan pengguna atau pembeli jasa pelayanan.

Menurut Azwar, syarat pokok pelayanan kesehatan meliputi 1) ketersediaan

dan berkesinambungan, artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan

masyarakat tidak sulit ditemukan pada saat dibutuhkan, 2) dapat diterima dan

26
wajar, artinya pelayanan kesehatan tidak bertentangan dengan keyakinan dan

kepercayaan masyarakat, 3) mudah dicapai, dipandang dari sudut lokasinya, 4)

mudah dijangkau, dipandang dari sudut biaya, 5) bermutu, artinya

penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kode etik serta standar yang telah

ditetapkan dan memuaskan pemakai pelayanan.

Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan menurut

Notoatmodjo sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking

behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada

saat menderita penyakit atau kecelakaan. Perilaku ini dimulai dengan pengobatan

diri sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri. Hal ini

dapat dilihat dari berbagai usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari

pengobatan ke fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan modern, misalnya ke

puskesmas, rumah sakit, dokter praktek dan lain-lainnya, maupun pengobatan

tradisional (dukun, sinshe dan lain-lain).

Menurut Ilyas pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses

pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Andersen

mengembangkan suatu model perilaku dan akses terhadap pemanfaatan pelayanan

kesehatan. Perilaku seseorang terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan

dipengaruhi oleh tiga hal yaitu predisposing factors, enabling factors dan need,

seperti terlihat pada gambar.

Predisposing Enabling Need Health


factor factors service
use

27
Demografi Sumber daya keluarga/ penilaian
Personal individu

Struktur sosial Sumber daya masyarakat Evaluasi

Keyakinan kesehatan

Gambar 2.2. Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Andersen (cit:


Notoatmodjo, 2007)

Model tersebut di atas menggambarkan pengaruh multipel pada penggunaan

layanan kesehatan. Predisposing factor (faktor pemudah) merupakan kumpulan

faktor-faktor yang menggambarkan karakteristik individu sebelum menggunakan

fasilitas kesehatan. Faktor ini terdiri dari tiga komponen yaitu demografi, struktur

sosial dan keyakinan terhadap kesehatan. Demografi meliputi umur, jenis

kelamin, status perkawinan dan jumlah keluarga. Struktur sosial meliputi jenis

pekerjaan, tingkat pendidikan, suku/ras, dan status sosial. Sedangkan keyakinan

terhadap pelayanan kesehatan merupakan sikap, nilai dan pengetahuan yang

dimiliki seseorang tentang kesehatan dan layanan kesehatan yang mungkin

mempengaruhi dalam penggunaan layanan kesehatan meliputi pelayanan dokter

dan penyakitnya.

Enabling factor (faktor pendukung) merupakan keadaan yang membuat

seseorang mampu melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya akan

pelayanan kesehatan, terdiri dari sumber daya keluarga dan sumber daya

masyarakat. Sumber daya keluarga meliputi pendapatan keluarga, keikutsertaan

dalam asuransi kesehatan dan kemampuan membeli jasa pelayanan. Sedangkan

sumber daya masyarakat meliputi jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah

tenaga kesehatan dan ketercapaian sumber pelayanan kesehatan yang ada.

28
Faktor need merupakan faktor yang langsung berhubungan dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Faktor need menitikberatkan pada masalah

apakah individu atau keluarga merasakan adanya penyakit atau kemungkinan

terjadinya penyakit. Kebutuhan ini diukur dengan gejala yang dialaminya dan

penilaian individu tentang status kesehatannya.

Selanjutnya dalam the health belief model (model kepercayaan kesehatan)

yang dikembangkan oleh Becker dari teori lapangan (Fieldtheory, Lewin, 1954),

mengemukakan bahwa perilaku seseorang dalam pemanfaatan pelayanan

kesehatan ditentukan oleh empat variabel kunci, yakni kerentanan yang dirasakan

terhadap suatu penyakit (perceived susceptibility), keseriusan yang dirasakan

(perceived seriousness), manfaat yang diterima dan rintangan yang dirasakan

(perceived benefits and barriers), dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut

(cues).

Individual Modifying factors Likelihood of


Perceptions action

Demographics Perceived benefits


Socio psycological of preventive action
minus
to Preventive action

Perceived susceptibility Perceived Likelihood of taking


Perceived seriousness threat Preventive health
action

Cues to action
Media, advice

Gambar 2.3. Health belief model by Becker (cit: Notoatmodjo, 2007)

29
Menurut Lawrence Green, ada tiga hal yang memberi kontribusi atas

perilaku seseorang, yaitu:

a. Predisposing factor (faktor pemudah) merupakan faktor dasar atau motivasi

yang memudahkan untuk bertindak, meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan,

nilai persepsi dan faktor demografis seperti status sosial ekonomi, umur, jenis

kelamin dan ukuran keluarga.

b. Enabling factor (faktor pemungkin/pendukung) merupakan faktor yang

memungkinkan suatu motivasi atau minat terlaksana, meliputi potensi dan

sumber daya yang ada, antara lain ketersediaan fasilitas kesehatan dan

keterjangkauannya.

c. Reinforcing faktor (faktor penguat/pendorong) merupakan faktor yang

terwujud dalam sikap dan perilku petugas kesehatan, teman sebaya, orang tua,

dan orang panutan yang merupakan referensi.

Gibson, et al. menyatakan bahwa ada tiga variabel yang mempengaruhi

perilaku seseorang yaitu variabel individu, organisasi dan psikologis. Variabel

individu meliputi: kemampuan dan keterampilan, latar belakang (keluarga, tingkat

sosial dan pengalaman), demografi (umur, asal usul dan jenis kelamin). Variabel

organisasi meliputi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain

pekerjaan. Sedangkan variabel psikologi meliputi: belajar, persepsi, sikap,

kepribadian, dan motivasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Pepper and Ager tentang pola utilisasi

ditinjau dari persepsi kebutuhan dan pelayanan pada pedalaman Orissa

30
menunjukkan bahwa pola utilisasi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

bervariasi, tetapi pemanfaatan pelayanan yang paling utama adalah pemanfaatan

rumah sakit, dan yang paling rendah pemanfaatannya adalah Primary Health Care

centre (PHCs). Hasil studi juga menunjukkan bahwa dokter praktek/privat,

pemanfaaatannya dua kali lebih tinggi dari PHCs. Faktor penting yang

mempengaruhi pola utilisasi ini adalah besar biaya layanan dan ketersedian akses

(jarak layanan, waktu dan lokasi layanan).

Studi literatur yang dilakukan oleh Shaikh and Hatcher tentang perilaku

mencari pelayanan dan tingkat utilisasinya di negara berkembang, khususnya

Pakistan menunjukkan bahwa faktor yang menentukan perilaku mencari

pelayanan kesehatan (health seeking behavior) sangat bervariasi, yaitu sosial

ekonomi, kultur dan sistem politik di negara tersebut. Sedangkan tingkat utilisasi

terhadap pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh pola penyakit, sistem ekonomi

dan politik, gender, sistem pelayanan kesehatan, sosio-demografi, struktur sosial,

kultur kepercayaan, tingkat pendidikan dan kondisi lingkungan.

Studi yang dilakukan oleh Kuo and Torres-Gil tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan dan Home and Community-

Based Care (HCBC) program di California dengan menggunakan model

pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut Andersen, diketahui bahwa faktor

need, keyakinan terhadap pelayanan kesehatan dan sosio-ekonomi signifikan

terhadap utilisasi pelayanan kesehatan. Menurut Kirby, et al., banyak orang

Amerika tidak memiliki akses yang adekuat terhadap medical care. Penduduk

dengan kelas sosial tinggi memiliki akses yang lebih kuat terhadap pelayanan

31
kesehatan daripada penduduk lainnya. Hal ini berhubungan dengan angka

kemiskinan, ketersediaan pelayanan kesehatan dan karakteristik individu.

32
METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian non eksperimental

(observasional), bersifat kuantitatif yakni menghitung indeks kepuasan

masyarakat dan mendapatkan informasi tentang kepuasan masyarakat

terhadap pelayanan kesehatan yang ada di instalasi rawat jalan RSJ

Provinsi.24

2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data

Pendekatan waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah belah

lintang (cross sectional) yaitu penelitian yang pengukuran dilakukan pada

suatu saat atau dalam suatu rentang waktu tertentu (point time approach).24

3. Metode Pengumpulan Data

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.

Data primer diperoleh melalui survei, yakni pengumpulan informasi

dilakukan secara sistematik pada responden dengan maksud untuk

memahami dan/atau meramalkan beberapa aspek perilaku dari populasi

yang diamati atau mendeskripsikan beberapa aspek atau karakteristik dari

suatu populasi yang diwakili oleh kelompoknya melalui pengajuan

pertanyaan dan jawaban atas pertanyaan dari para anggota kelompok itu

merupakan data dari studinya.

Sedangkan data sekunder diperoleh dengan telaah dokumen atau bersumber

dari publikasi dan kepustakaan yang dikeluarkan RSJ Provinsi .

33
4. Teknik Sampling

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien atau keluarga pasien yang

menggunakan pelayanan kesehatan di Instalasi Rawat Jalan RSJ Provinsi.

Akan tetapi sulitnya mengidentifikasi jumlah populasi, maka sampel

ditentukan secara consecutive sampling,24 yakni teknik pemilihan sampel

dengan cara semua pasien atau keluarga pasien yang memenuhi kriteria

pemilihan dimasukkan dalam penelitian sebagai responden sampai jumlah

subyek yang diperlukan terpenuhi. Pada penelitian ini, jumlah sampel yang

diperlukan adalah 165 orang dengan dasar perhitungan adalah : (jumlah

faktor +1)x10 = (14+1)x10=150 responden, ditambah 10% menjadi 165

responden.

Kriteria inklusi :

a. Bersedia menjadi responden

b. Pasien atau keluarga pasien pernah menggunakan pelayanan kesehatan

di RSJ Provinsi, dengan jarak kunjungan terakhir tidak lebih dari 6 bln

c. Berusia 15-65 tahun

d. Pasien dalam kondisi stabil dan mampu berkomunikasi (khusus

responden yang berstatus pasien)

Kriteria ekslusi :

a. Tidak pikun

b. Bukan pasien narkoba dan HIV/AIDS

34
5. Definisi Operasional

a. Indeks Kepuasan Masyarakat, yaitu hasil penilaian atau pendapat

masyarakat terhadap kinerja pelayanan kesehatan Instalasi Rawat Jalan

RSJ Provinsi yang diukur dengan 14 indeks kepuasan masyarakat

berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Pemerintah

No. KEP/25/M.PAN/2/2004.

b. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang

diberikan kepada masyarakat dilihat dari kesederhanaan alur pelayanan.

c. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif

yang diperlukan untuk mendapat pelayanan sesuai dengan jenis

pelayanannya.

d. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas

yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewewenangan dan

tanggung jawabnya).

e. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam

memberikan pelayanan terutama terhadap konsitensi waktu kerja sesuai

ketentuan yang berlaku.

f. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan

tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian

pelayanan.

g. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan

keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan

pelayanan kepada masyarakat.

35
h. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan

dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.

i. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan

dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.

j. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah

serta saling menghargai dan menghormati.

k. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat

terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.

l. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang

dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.

m. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan

sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

n. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan parasarana

pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa

nyaman kepada penerima pelayanan.

o. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan

unit penyelenggaran pelayanan ataupun sarana yang digunakan,

sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan

terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

6. Instrumen Penelitian dan Cara Penelitian

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara menggunakan

kuesioner atau pedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan

36
sebelumnya. Selain itu, digunakan pula teknik observasi/pengamatan untuk

data yang menyangkut kondisi riil pelayanan kesehatan yang dinilai.

Sedangkan data sekunder dengan mengadakan pengamatan langsung untuk

mencatat data yang dibutuhkan, meliputi: jumlah kunjungan, jumlah

tenaga, sarana dan prasarana.

7. Teknik Pengolahan dan analisis Data

Pengolahan data dimulai dengan memberikan kode dan bobot sesuai

dengan tingkat kepentingan masing-masing faktor yang diteliti dengan

berpedoman pada SK Menpan No.25/2004. Pemberian skor masing-

masing faktor menggunakan skala Likert empat ketuk (1-4) sesuai dengan

pilihan jawaban responden. Nilai Indek Kepuasan Masyarakat (IKM)

dihitung dengan menggunakan “nilai rata-rata tertimbang” masing-masing

unsur pelayanan. Dalam penghitungan IKM terhadap 14 unsur pelayanan

yang dikaji, setiap unsur memiliki penimbang (jumlah bobot) yang sama

yakni 1, sehingga bobot nilai rata-rata tertimbang adalah:

Jumlah bobot 1

Bobot nilai rata-rata = _________________ = ____ = 0,071

Tertimbang Jumlah unsur14

Nilai IKM dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

37
Total dari nilai per unsur

IKM = ___________________________ X Nilai penimbang

Total unsur yang terisi

Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian IKM yaitu antara 25-

100 maka hasil penilaian tersebut di atas dikonversikan dengan nilai dasar

25, dengan rumus sebagai berikut:

IKM unit pelayanan x 25

Tabel : Nilai persepsi,Interval IKM, interval konversi IKM, Mutu dan


Kinerja Unit Pelayanan
Interval
Nilai Interval IKM Mutu Kinerja
Konversi IKM

1 1,00 - 1,75 25 – 43,75 D Tidak baik

2 1,76 – 2,50 43,76 – 62,50 C Kurang baik

3 2,51 – 3,25 62,51 – 81,25 B Baik

4 3,26 – 4,00 81,26 – 100,00 A Sangat baik

38
Pengujian Kualitas Data:

Data pendapat masyarakat yang telah dimasukkan dalam masing-masing

kuesioner, disusun dengan mengkompilasikan data responden yang

dihimpun berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir,

pekerjaan utama dan jenis pembayaran. Data ini digunakan untuk

mengetahui profil responden dan kecenderungan jawaban yang diberikan,

sebagai bahan analisis obyektivitas.

8. Jadwal Penelitian

1. Tahap persiapan, penyusunan proposal, 6 hari kerja (minggu ke-1

September 2010)

2. Rencana pelaksanaan penelitian, melakukan pengumpulan data, 6 hari

kerja (minggu ke-4 bulan Desember 2011 s.d. minggu ke-3 Januari 2012)

3. Tahap pengolahan data indeks, melakukan koding dan pemberian bobot

dan menghitung nilai IKM serta analisa hasil penghitungan indeks, 6 hari

kerja (minggu ke-4 bulan Januari 2012)

4. Tahap akhir, penyusunan dan pelaporan hasil penelitian, 6 hari kerja

(minggu ke-1 Februari 2012).

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Yaslis. Perencanaan SDM Rumah Sakit: Teori, Metoda dan


Formula, Universitas Indonesia Press, Jakarta,2000.
2. Wijono Djoko. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan: Teori, Strategi
dan Aplikasi , Airlangga University Press, Volume 1, 2000.
3. Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB Tahun 2008.
4. Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB Tahun 2009.
5. Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB Tahun 2010.
6. Azwar Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara,
Jakarta, 1996.
7. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
KEP/25/M.PAN/2/2004, Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks
Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, Jakarta, 2004.
8. Depkes. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1202/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010 dan
Pedoman Penetapan Indikator Provinsi sehat dan Kabupaten/Kota Sehat.
Departemen Kesehatan R.I, Jakarta, 2003.
9. Parasurahman, A. Reassessment of Expectations as A Coparison Standard
in Measuring Sevice Quality; Implication for Further Research, Jurnal of
Marketing, Vol. 58, January, 1994.
10. Kotler, P. K. Marketing Management. 9th, Edition. Pretice Hall: New
Jersey, 1997.
11. Kotler, P. K. Manajemen Pemasaran, alih bahasa, Hendra Teguh, Ronny
A, Rusli dan Bejamin Molani. Jakarta. Pt. Indeks, 2004.
12. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Pemerintah No.
KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks
Kepuasan Masyarakat terhadap Unit Pelayanan Instansi Pemerintah,
Jakarta, 2000.
13. RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun. Survey Kepuasan Pelanggan
RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan BUN, Kalimantan Timur, 2008.
14. Santoso . Pengaruh Kepuasan Pasien atas Asuhan Keperawatan Terhadap
kesetiaan pasien. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya; Universitas Airlangga,
2003.
15. Hendrajana. Pengaruh kualitas pelayanan medis, paramedis dan
penunjang medis terhadap kepuasan pelanggan rawat jalan di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Tesis, Surakarta, 2005.
16. Kamaluddin. Kajian Persepsi Pasien Terhadap Dimensi Kualitas
Pelayanan Puskesmas di Kabupaten Sumbawa Barat, Tesis, Malang,
2006.

40
17. Gibson, et al. Organisasi: perilaku, struktur, proses, Erlangga, Jakarta,
2003
18. Kotler, P. Manajemen Pemasaran, Edisi Millennium, Jilid , Prenhallindo,
Jakarta, 2002.
19. Sigit, R. Perilaku Organisasi, Fakultas Ekonomi Universitas sarjanawiyata
tamansiswa, Yogyakarta, 2003.
20. Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta,
Jakarta, 2007.
21. Ilyas, Y. Mengenal asuransi kesehatan: review utilisasi, manajemen kalim
dan fraud (kecurangan asuransi kesehatan), FKM UI, Jakarta, 2003.
22. Pepper, K. and Ager, A. Pattern of Health service Utilization and
Perseption of Needs and Service in Rural Orissa. Journal Health Policy
and Planning, 2005;20(3):176-184.
23. Shaikh, B.T. and Hatcher Juanita. Health Seeking Behavior and Health
Service Utilization in Pakistan: Challenging the Policy Makers. Journal of
Public Health. 2005; 27(1):49-54.
24. Kuo, T. and Torres-Gil, F.M. Factors affecting utilization of health
Services and Home and Community-Based Care Program by Older
Taiwanese in the United States. Journal Research on Going, 2001;
23(1):14-36.
25. Kirby, James, Kaneda, Toshiko. Access to Health Care: Does
Neighborhood Residential Instability Matter? Journal of Health and
Social Behavior, 2006; 47 (2):142-155.
26. Sastroasmoro Sudigdo dan Ismael Sofyan. Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian Klinis, Edisi Ke-2. Sagung Seto, Jakarta, 2002.

41

Anda mungkin juga menyukai