Anda di halaman 1dari 18

MANUSIA DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Pendidikan Agama semester IV

OLEH:
FIA SISILIA NTOBUO (17014)

AKADEMI KEBIDANAN YAPMA MAKASSAR


YAYASAN PENDIDIKAN MAKASSAR
T/P:2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
NYA kepada kita semua sehingga kita masih diberi kesempatan dan kesehatan untuk
menyelesaikan makalah yang berjudul “Manusia Dalam Perspektif Al-qur’an”. Selawat serta
salam kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
gelap gulita menuju alam terang benderang seperti saat ini. Tak lupa kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini. Seperti kata pepatah “tiada gading yang tak retak”. Demikianlah keadaan makalah ini.
Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca.

Makassar, 15 April 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………….. 1
C. Tujuan................................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Pengertian Manusia............................................................................ 2
B. Hakekat dan Martabat manusia.......................................................... 3
C. kelebihan ........................................................................................... 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan........................................................................................ 13
B. Saran................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang misterius dan sangat menarik.
Dikatakan misterius karena semakin dikaji semakin terungkap betapa banyak hal-hal
mengenai manusia yang belum terungkapkan. Dan dikatakan menarik karena manusia
sebagai subjek sekaligus sebagai objek kajian yang tiada henti-hentinya terus
dilakukan manusia khusunya para ilmuwan. Oleh karena itu manusia telah menjadi
sasaran studi sejak dulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan
tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya
sendiri,masyarakat dan lingkungan hidupnya.
Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing, tetapi
sampai sekarang para ahli belum mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti
dari banyaknya penamaan manusia, misalnya homo sapien ( manusia berakal ), homo
economicus ( manusia ekonomi ), yang kadang kala disebut economic animal
( binatang economi ), dan sebagainya.
Al-Quran tidak menggolongkan manusia kedalam kelompok binatan (animal )
selama manusia mempergunakan akal dan karunia Tuhan lainnya. Namun, kalau
manusia tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Tuhan yang
sangat tinggi nilainya yakni pemikiran (rasio),kalbu,jiwa,raga, serta panca indra
secara baik dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri seperti hewan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan manusia?

2. Apa saja hakekat dan martabat manusia dalam perspektif al-qur’an?

3. Apa saja kelebihannya?

A. TUJUAN

1. Mengetahui pengertian Manusia

2. Mengetahui hakekat dan martabat manusia dalam perspektif al-qur’an


3. Mengetahui kelebihan hakekat dan martabat manusia dalam perspektif al-qur’an
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manusia

Pengertian manusia dapat dilihat dari berbagai segi. Secara bahasa manusia
berasal dari kata “manu”(Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal
budi atau makhluk yang mampu menguasai makhluk lain. Secara istilah manusia
dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah
kelompok (genus) atau seorang individu. Secara biologi, manusia diartikan sebagai
sebuah spesies primata dari golongan mamaliayang dilengkapi otak berkemampuan
tinggi.
Pengertian manusia menurut para ahli :
1. OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY
Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir,
dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh),
manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.
2. ERBE SENTANU
Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dikatakan
bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan
mahluk yang lain.
3. NICOLAUS D. & A. SUDIARJA
Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan
rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang.
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-insaan, al-
naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang, jinak, ramah,
atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama’). Al-abd berarti manusia
sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan nabi
Adam.
Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah
makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk
kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Manusia merupakan makhluk yang paling mulia di sisi Allah SWT. Manusia
memiliki keunikan yang menyebabkannya berbeda dengan makhluk lain. Manusia
memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkap dengan panca indera
yang berbeda dengan makhluk lain karena pada manusia terdapat daya berfikir, akal,
nafsu, kalbu,dan sebagainya.
A. Hakekat dan Martabat Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an

1. Hakikat Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an

Apa Hakikat manusia dalam perspektif Al-Qur‟an? Di dalam Al-Qur‟an,


manusia merupakan salah satu subjek yang dibicarakan, terutama yang menyangkut
asal-usul dengan konsep penciptaannya, kedudukan manusia dan tujuan hidupnya.
Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar karena al-Qur‟an memang diyakini oleh
kaum muslimin sebagai firman Allah SWT yang ditujukan kepada dan untuk manusia.

Ada tiga kata yang digunakan Al-Qur‟an untuk menunjuk kepada manusia,4 yaitu:

a. Menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin semacam
insan, ins, nas atau unas.

b. Menggunakan kata basyar.

c. Menggunakan kata Bani adam dan Dzuriyat Adam.

Sementara Ramayulis dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam mengatakan bahwa


istilah manusia dalam Al-Qur‟an dikenal tiga kata, yakni kata al-insân, al-basyâr dan
al-nâs.

Walaupun ketiga kata di atas menunjukkan arti pada manusia, tetapi secara khusus
memiliki pengertian yang berbeda:

1) Al-Insân

Al-Insân terbentuk dari kata ‫س‬


‫ نسنني – يننن س‬yang berarti lupa. Kata al-insân
dinyatakan dalam al-Qur‟an sebanyak 73 kali yang disebut dalam 43 surat.
Penggunaan kata al-insân pada umumnya digunakan pada keistimewaan manusia
penyandang predikat khalifah di muka bumi, sekaligus dihubungkan dengan proses
penciptaannya. Keistimewaan tersebut karena manusia merupakan makhluk psikis
disamping makhluk pisik yang memiliki potensi dasar, yaitu fitrah akal dan kalbu.
Potensi ini menempatkan manusia sebagai makhluk Allah SWT yang mulia dan
tertinggi dibandingkan makhluk-Nya yang lain.

Nilai psikis manusia sebagai al-insân yang dipadu wahyu Ilahiyah akan membantu
manusia dalam membentuk dirinya sesuai dengan nilai-nilai insaniah yang terwujud
dalam perpaduan iman dan amalnya. Sebagaimana firman Allah SWT Artinya:

“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka
pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At-Thiin: 6)

Dengan pengembangan nilai-nilai tersebut, akhirnya manusia mampu mengemban


amanah Allah SWT di muka bumi. Quraish Syihab dalam bukunya Wawasan Al-
Qur‟an mengatakan bahwa kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak,
harmonis dan tampak. Menurutnya pendapat ini jika ditinjau dari sudut pandang Al-
Qur‟an lebih tepat dari yang berpendapat bahwa ia terambil dari kata nasiya (lupa),
atau nasa-yanusu yang berarti (berguncang). Kata insan, digunakan Al-Qur‟an untuk
menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang
berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental dan
kecerdasan.7

Kata al-insân juga menunjukkan pada proses kejadian manusia, baik proses
penciptaan Adam maupun proses manusia pasca Adam di alam rahim yang
berlangsung secara utuh dan berproses. Firman Allah:

Artinya:

71. (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: “Sesungguhnya aku akan
menciptakan manusia dari tanah”.

72. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh
(ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya”.

(QS. Shaad: 71-72)

Artinya:

12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)
dari tanah.

13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim) (QS. Al-Mukminûn: 12-13)

2) Al-Basyar
Al-Basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan
sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang
berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda
dengan kulit binatang yang lain.

Kata Al-Basyar dinyatakan dalam al-Qur‟an sebanyak 36 kali yang tersebut


dalam 26 surat.Kata-kata tersebut diungkap dalam bentuk tunggal dan sekali dalam
bentuk mutsanna (dual) untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriahnya serta
persamaannya dengan manusia seluruhnya

Pemaknaan manusia dengan Al-Basyar memberikan pengertian bahwa


manusia adalah makhluk biologis serta memiliki sifat-sifat yang ada di dalamnya,
seperti makan, minum, perlu hiburan, seks dan lain sebagainya. Karena kata Al-
Basyar ditunjukkan kepada seluruh manusia tanpa terkecuali, ini berarti nabi dan rasul
pun memiliki dimensi Al-Basyar seperti yang diungkapkan firman Allah SWT dalam
Al-Qur‟an Surat Al-Kahfi ayat 110: Artinya:

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku… (QS. Al-Kahfi 110)

Dengan demikian penggunaan kata al-basyar pada manusia menunjukkan persamaan


dengan makhluk Allah SWT lainnya pada aspek material atau dimensi jasmaniahnya.

3) Al-nâs

Kata al-nâs menunjukkan pada hakikat manusia sebagai makhluk social dan
ditunjukkan kepada seluruh manusia secara umum tanpa melihat statusnya apakah
beriman atau kafir.11 Penggunaan kata al-nâs lebih bersifat umum dalam
mendefinisikan hakikat manusia dibanding dengan kata al-insân.

Kata al-nâs juga dipakai dalam Al-Qur‟an untuk menunjukkan bahwa


karakteristik manusia senantiasa berada dalam keadaan labil. Meskipun telah
dianugerahkan Allah SWT dengan berbagai potensi yang bisa digunakan manusia
untuk mengenal Tuhannya, namun hanya sebagian manusia saja yang mau
mempergunakannya, sementara sebagian yang lain tidak, justru mempergunakan
potensi tersebut untuk menentang ke-Mahakuasa-an Tuhan. Dari sini terlihat bahwa
manusia mempunya dimensi ganda, yaitu sebagai makhluk yang mulia dam yang
tercela.

Dari uraian di atas, bahwa pendefinisian manusia yang diungkap dalam Al-
Qur‟an dengan istilah Al-Insân, Al-Basyar dan al-nâs menggambarkan tentang
keunikan dan kesempurnaan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Hal ini
memperlihatkan bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang utuh, antara aspek
material (fisik/jasmani), dan immaterial (psikis/ruhani) yang dipandu oleh ruh Ilahiah.
Kedua aspek tersebut saling berhubungan.
Dengan kelengkapan dua aspek material dan immaterial di atas, manusia dapat
melaksanakan tugas-tugasnya. Disini manusia memerlukan bimbingan,binaan dan
pendidikan yang seimbang, harmonis dan integral, agar kedua aspek tersebut dapat
berfungsi dengan baik dan produktif.

Produksi dan Reproduksi Manusia

Manusia adalah makhluk Allah. Ia bukan terjadi dengan sendirinya, tetapi dijadikan
oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur‟an Surat Ar-Rum ayat 40,
yang berbunyi:

Artinya:

“Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki, kemudian


mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali)” (QS. Ar-Rum : 40)

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang unsur penciptaannya terdapat ruh Illahi
sedang manusia tidak diberi pengetahuan tentang ruh kecuali sedikit.

Artinya:

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu Termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (QS. Al-Israa :
85)

Proses penciptaan manusia seperti yang dimuat pada Al-Qur‟an Surat Ash-Shaad ayat
71-72 dan Al-Mukminûn ayat 12-13 di atas, penggunaan kata al-insân mengandung
dua dimensi, Pertama; dimensi tubuh/materiil (dengan berbagai unsurnya). Kedua;
dimensi spiritual (ditiupkan-Nya ruh-Nya kepada manusia).

Quraish Syihab dalam Wawasan Al-Qur‟an menjelaskan bahwa Al-Qur‟an ketika


berbicara tentang penciptaan manusia pertama, menunjuk kepada sang Pencipta
dengan menggunakan pengganti nama berbentuk tunggal :

Artinya:

(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: “Sesungguhnya aku akan


menciptakan manusia dari tanah”.

(QS. Shâd: 71)

Artinya:

Allah berfirman: “Hai iblis, Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah
Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah
kamu (merasa) Termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?”. (QS. Shâd: 75)

Tetapi ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum, Yang Maha
Pencipta ditunjuk dengan menggunakan bentuk jamak.
Artinya:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku
akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk, Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan
telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya
dengan bersujud.(QS. Al-Hijr: 28-29)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa Al-Qur‟an juga menggunakan kata ath-thin
untuk unsur materiil asal manusia. Salah satunya menggunakan kata sulâlatin min
thîn, dalam konteks kejadian manusia pada umumnya. Di bagian lain diungkap
menggunakan kata thînin lâzib seperti yang termuat dalam Al-Qur‟an Surat Ash-
Shâffât ayat 11:

Maka Tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): “Apakah mereka yang lebih
kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu?” Sesungguhnya Kami
telah menciptakan mereka dari tanah liat. (QS. Ash-Shâffât : 11)

Selain menggunakan kedua kata di atas (sulâlatin min thîn dan thînin lâzib), dalam Al-
Qur‟an juga terdapat kata shalshâl yang dirangkai dengan ungkapan min hama‟in
masnûn seperti yang disebut dalam Surat Al-Hijr ayat 26:

Artinya:

Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.

Artinya:

Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar (QS. Ar-Rahmân ; 14)

Dari uraian di atas, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan unsur materiil asal-
usul manusia adalah

Sulâlah artinya bagian yang ditarik dari sesuatu dengan pelan dan tersembunyi.
Bagian yang ditarik tersebut menurut Ath-thabarsyi disebut sebagai sari sesuatu yang
dikeluarkan darinya (shafwatusy-syay‟I al-latî yakhruju minhâ).16

Shalshâl yang berarti tanah lempung, berasal dari kata shalshalah yang artinya
berbunyi, tanah lempung disebut dengan shalshalah karena ia mengeluarkan bunyi
bila sudah kering seperti tembikar (al-fakhkhâr) yang mengeluarkan bunyi seperti
suara besi bila berantukan.

Lâzib, para mufassir sering mengartikan thînun lâzib dengan thînun lâshiq yang
maksudnya tanah yang lengket.

Hama‟un masnûn, kata hama‟ adalah kata lain yang menunjuk pada jenis tanah asal
manusia. Kata hama‟un pada dasarnya berarti tanah hitam yang berbau busuk. Arti
tersebut tidak jauh berbeda dengan arti yang dikemukakan ath-Thabary sebagai tanah
yang berubah menjadi hitam.18

Kata turâb disebutkan sebagai unsur materiil asal manusia yang berarti juga „tanah‟
atau „debu‟. Semua kata tersebut menjelaskan unsur materiil dari ciptaan manusia
yang terdiri dari bermacam-macam jenis tanah yang boleh jadi melambangkan
komponen-komponen kimiawi pembentuk fisik manusia, dan inti tanah yang berupa
tanah lempung dan berbau, menggambarkan suatu unsur materiil yang amat sederhana
dan rendah. Unsur inilah yang digabungkan dengan unsur yang amat sempurna dan
mulia yakni ruh Tuhan.

Ruh Tuhan yang ditiupkan ke dalam unsur materi manusia itu merupakan ruh
kehidupan yang suci. Ungkapan yang digunakan Al-Qur‟an adalah rûhiy (ruh-Ku)
dan rûhih (ruh-Nya).

Artinya:

Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan
kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud.19(QS. Al-Hijr : 29)

Artinya:

Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya dan


Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur.(QS. As-Sajdah: 9)

Perpaduan antara dua unsur di atas (unsur materiil dan unsur ruh) menunjukkan suatu
perpaduan unsur yang bersih dan baik, namun mempunyai karakter yang berlawanan,
yaitu unsur yang rendah dan hina dengan unsur yang suci dan mulia.20

Disamping dua unsur di atas, akal adalah salah satu aspek penting dalam hakikat
manusia. Banyak ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan tentang akal. Akal adalah alat
untuk berpikir. Jadi salah satu hakikat manusia ialah ia ingin, ia mampu dan ia
berpikir.

Ahmad Tafsir dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam mengatakan bahwa menurut
Harun Nasution ada tujuh kata yang digunakan al-Qur‟an untuk mewakili konsep
akal; yaitu

Pertama; kata nazara.

Artinya:
Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana
Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak
sedikitpun ? (QS. Qaaf: 6)

Kedua; kata tadabbara

Artinya:

Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan


Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. Al-Nahl :
29)

Keempat; kata faqiha. Kelima; kata tadzakkara. Keenam; kata fahima. dan Ketujuh;
kataaqala.

Kata aqala dalam Al-Qur‟an kebanyakan digunakan dalam bentuk fi‟il (kata kerja),
hanya sedikit dalam bentuk ism (kata benda).

Ini menunjukkan bahwa pada akal yang penting ialah berpikir bukan akal sebagai otak
yang berupa benda.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat manusia adalah terdiri
atas unsur jasmani, ruhani dan akal.

Martabat saling berkaitan dengan maqam, maksud nya adalah secara dasarnya
maqam merupakan tingkatan martabat seseorang hamba terhadap khalikNya, yang
juga merupakan sesuatu keadaan tingkatannya seseorang sufi di hadapan tuhannya
pada saat dalam perjalanan spritual dalam beribadah kepada Allah Swt.
Martabat manusia adalah sebagai berikut :
a. Marabat dan derajat manusia dibanding makhluk lainnya ialah yang
paling tinggi karena dibekali akal untuk berpikir, hati untuk merasakan, serta
nafsu atau keinginan sebagai pendorong. Bahkan manusia diberi kemampuan
untuk berbicara sesuai bahasa masing - masing.
b. Tinggi dan rendahnya martabat dan derajat manusia tergantung masing -
masing mereka dalam menggunakan akal , hati atau perasaan serta nafsunya
untuk hal - hal baik atau buruk.
c. Dengan kelebihan - kelebihan sebagai makhluk paling sempurna tersebut
maka manusia dijadikan khalifah di muka bumi (mengelola dan memelihara
alam)

A. Kelebihan Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an


1. Mahluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang paling baik,
ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Firman Allah :
Artinya : "sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentukyang
sebaik-baikya, (QS.At-Tin:4).
2. Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin
dikembangkan) beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah
dipertemukan dengan jasad di rahim ibunya, ruh yang berada di alam ghaib itu
ditanyai Allah, sebagaimana tertera dalam Al-Qur'an:
Artinya:" apakah kalian mengakui Aku sebagai Tuhan kalian? (para ruh itu
menjawab) "ya, kami akui (kami saksikan) Engkau adalah Tuhan kami"). (Q.S.
Al-A 'raf: 172).
Dengan pengakuan itu, sesungguhnya sejak awal dari tempat
asalnya manusia telah mengakui Tuhan, telah ber-Tuhan, berke-Tuhanan.
Pengakuan dan penyaksian bahwa Allah adalah Tuhan ruh yang ditiupkan
kedalam rahim wanita yang sedang mengandung manusia itu berarti bahwa
manusia mengakui (pula) kekuasaan Tuhan, termasuk kekuasaan Tuhan
menciptakan agama untuk pedoman hidup manusia di dunia ini.
3. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya dalam Al-Qur'an
surat az-Zariyat :
Artinya: "Tidaklah Akujadikanjin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-
Ku. " (QS. Az-Zariyat: 56)
Mengabdi kepada Allah dapat dilakukan manusia melalui dua
jalur, jalur khusus dan jalur umum. Pengabdian melaluijalur khusus dilaksanakan
dengan melakukan ibadah khusus yaitu segala upacara pengabdian langsung
kepada Allah yang syarat-syaratnya, cara-caranya (mungkin waktu dan
tempatnya) telah ditentukan oleh Allah sendiri sedang rinciannya dijelaskan oleh
RasulNya, seperti ibadah salat, zakat, saum dan haji. Pengabdian melaluijalur
umum dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang
disebut amal saleh yaitu segala perbuatan positip yang bermanfaat bagi diri
sendiri dan masyarakat, dilandasi dengan niat ikhlas dan bertujuan utuk mencari
keridaan Allah.
4. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Hal itu
dinyatakan Allah dalam firrnan-Nya. Di dalam surat al-Baqarah: 30 dinyatakan
bahwa Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah-Nya di bumi.
Perkataan "menjadi khalifah" dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa
Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia
denganjalan melaksanakan segala yang diridhai-Nya di muka bumi ini (H.M.
Rasjidi, 1972 :7 1
5. Disamping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau
kehendak. Dengan akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh kepada
Allah, menjadi muslim. Tetapi dengan akal dan kehendaknyajuga manusia dapat
tidak percaya, tidak tunduk dan tidak patuh kepada kehendak Allah, bahkan
mengingkari-Nya, menjadi kafir.

6. Secara individual manusia bertanggungjawab atas segala perbuatannya.


Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur'an :
Artinya: "Setiap orang terikat (bertanggungjawab atas apa yang
dilakukannya."(QS. At-Thur : 21)
7. Berakhlaq. Berakhlaq adalah ciri utama manusia dibandingkan makhluk
lain. Artinya manusia adalah makhluk yang diberikan Allah kemampuan untuk
membedakan yang baik dengan yang buruk. Dalam Islam kedudukan akhlak
sangat penting, ia menjadi komponen ketiga dalam Islam. Kedudukan ini dapat
dilihat di dalam sunnah Nabi yang mengatakan bahwa beliau diutus hanyalah
untuk menyempumakan akhlak manusia yang mulia.
Tanggung jawab Manusia dalam Islam :
1. Tanggung jawab terhadap dirinya sendiri
Manusia dalam hidupnya mempunyai “harga”, sebagai mana kehidupan manusia
mempunyai beban dan tanggung jawab masing-masing.
2. Tanggung jawab terhadap keluarga
Keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota
keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya.
3. Tanggung jawab terhadap masyarakat
Pada hakikatnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, sesuai dengan
kedudukanya sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain, maka ia
harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan demikian
manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung
jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsunggkan hidupnya
dalam masyarakat tersebut.
4. Tanggung jawab terhadap Bangsa / Negara
Suatu kenyataan bahwa setiap manusia, setiap individu adalah warga negara suatu
negara. Dalam berfikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh
norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak bisa
berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus
bertanggung jawab kan kepada negara.
5. Tanggung jawab terhadap Tuhan
Manusia mempunyai tanggung jawab langsung kepada Tuhan. Sehingga tindakan
manusia tidak bisa lepas dari hukum-hukum Tuhan yang dituangkan dalam berbagai
kitab suci melalui berbagai macam agama.
BAB IV
PENUTUP

A......................................................................................................Kesimpulan
Sebagai makhluk yang dibekali dengan berbagai kelebihan jika dibandingan denagn
makhluk lain, sudah sepatutnya manusia mensyukuri anugrah tersebut dengan berbagai
cara, diantaranya dengan memaksimalkan semua potensi yang ada pada diri kita. Kita
juga dituntut untuk terus mengembangkan potensi tersebut dalam rangka mewujudkan
tugas dan tanggung jawab manusia sebagai makhluk dan khalifah di bumi.

B..................................................................................................................Saran
Pembahasan mengenai Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an sangat panjang sehingga
tidak memungkinkan bagi kami menulis secara mendalam atau keseluruhan. Olehnya itu,
kami mengharap masukan baik berupa saran maupun kritik yang bersifat membangun
dari pembaca maupun dari dosen yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan terjemahan Al-Quran dan terjemahan surah al-muminun’. Diperoleh dari
http://alqurandanterjemahan.wordpress.com/2019/03/24/surah-al-mukminun-dan-terjemaha

Ilmu dari UG open Courseware manusia dalam perspektif. Diperoleh 19 maret 2019, dari
http://ocw.gunadarma.ac.id/course/economics/management-s1/pendidikan-agama-
islam/manusia dalam perspektif

Al-Quran dan terjemahan ( 2019, maret 21)Al-Quran dan terjemahan surah Al-Isra. Diperoleh
21 maret 2019, dari http://alqurandanterjemahan.wordpress.com/2010/08/24/surah-al-isra-
dan-terjemahan/

Ilmu dari Tugasku4u ( 2011,11 Oktober) Contoh Makalah Hakekat Manusia. Diperoleh 1
Oktober 2016, dari http://www.tugasku4u.com/2013/05/makalah-hakikat-manusia-menurut-
islam.html

Departemen Agama RI, Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta :
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001
Hamdan Mansoer, dkk, Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Direktorat
Perguruan Tinggi Agama Islam, 200

Anda mungkin juga menyukai