MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Pendidikan Agama semester IV
OLEH:
FIA SISILIA NTOBUO (17014)
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
NYA kepada kita semua sehingga kita masih diberi kesempatan dan kesehatan untuk
menyelesaikan makalah yang berjudul “Manusia Dalam Perspektif Al-qur’an”. Selawat serta
salam kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
gelap gulita menuju alam terang benderang seperti saat ini. Tak lupa kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini. Seperti kata pepatah “tiada gading yang tak retak”. Demikianlah keadaan makalah ini.
Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………….. 1
C. Tujuan................................................................................................. 1
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang misterius dan sangat menarik.
Dikatakan misterius karena semakin dikaji semakin terungkap betapa banyak hal-hal
mengenai manusia yang belum terungkapkan. Dan dikatakan menarik karena manusia
sebagai subjek sekaligus sebagai objek kajian yang tiada henti-hentinya terus
dilakukan manusia khusunya para ilmuwan. Oleh karena itu manusia telah menjadi
sasaran studi sejak dulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan
tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya
sendiri,masyarakat dan lingkungan hidupnya.
Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing, tetapi
sampai sekarang para ahli belum mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti
dari banyaknya penamaan manusia, misalnya homo sapien ( manusia berakal ), homo
economicus ( manusia ekonomi ), yang kadang kala disebut economic animal
( binatang economi ), dan sebagainya.
Al-Quran tidak menggolongkan manusia kedalam kelompok binatan (animal )
selama manusia mempergunakan akal dan karunia Tuhan lainnya. Namun, kalau
manusia tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Tuhan yang
sangat tinggi nilainya yakni pemikiran (rasio),kalbu,jiwa,raga, serta panca indra
secara baik dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri seperti hewan.
B. Rumusan Masalah
A. TUJUAN
A. Pengertian Manusia
Pengertian manusia dapat dilihat dari berbagai segi. Secara bahasa manusia
berasal dari kata “manu”(Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal
budi atau makhluk yang mampu menguasai makhluk lain. Secara istilah manusia
dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah
kelompok (genus) atau seorang individu. Secara biologi, manusia diartikan sebagai
sebuah spesies primata dari golongan mamaliayang dilengkapi otak berkemampuan
tinggi.
Pengertian manusia menurut para ahli :
1. OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY
Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir,
dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh),
manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.
2. ERBE SENTANU
Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dikatakan
bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan
mahluk yang lain.
3. NICOLAUS D. & A. SUDIARJA
Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan
rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang.
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-insaan, al-
naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang, jinak, ramah,
atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama’). Al-abd berarti manusia
sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan nabi
Adam.
Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah
makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk
kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Manusia merupakan makhluk yang paling mulia di sisi Allah SWT. Manusia
memiliki keunikan yang menyebabkannya berbeda dengan makhluk lain. Manusia
memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkap dengan panca indera
yang berbeda dengan makhluk lain karena pada manusia terdapat daya berfikir, akal,
nafsu, kalbu,dan sebagainya.
A. Hakekat dan Martabat Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an
Ada tiga kata yang digunakan Al-Qur‟an untuk menunjuk kepada manusia,4 yaitu:
a. Menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin semacam
insan, ins, nas atau unas.
Walaupun ketiga kata di atas menunjukkan arti pada manusia, tetapi secara khusus
memiliki pengertian yang berbeda:
1) Al-Insân
Nilai psikis manusia sebagai al-insân yang dipadu wahyu Ilahiyah akan membantu
manusia dalam membentuk dirinya sesuai dengan nilai-nilai insaniah yang terwujud
dalam perpaduan iman dan amalnya. Sebagaimana firman Allah SWT Artinya:
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka
pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At-Thiin: 6)
Kata al-insân juga menunjukkan pada proses kejadian manusia, baik proses
penciptaan Adam maupun proses manusia pasca Adam di alam rahim yang
berlangsung secara utuh dan berproses. Firman Allah:
Artinya:
71. (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: “Sesungguhnya aku akan
menciptakan manusia dari tanah”.
72. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh
(ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya”.
Artinya:
12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)
dari tanah.
13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim) (QS. Al-Mukminûn: 12-13)
2) Al-Basyar
Al-Basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan
sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang
berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda
dengan kulit binatang yang lain.
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku… (QS. Al-Kahfi 110)
3) Al-nâs
Kata al-nâs menunjukkan pada hakikat manusia sebagai makhluk social dan
ditunjukkan kepada seluruh manusia secara umum tanpa melihat statusnya apakah
beriman atau kafir.11 Penggunaan kata al-nâs lebih bersifat umum dalam
mendefinisikan hakikat manusia dibanding dengan kata al-insân.
Dari uraian di atas, bahwa pendefinisian manusia yang diungkap dalam Al-
Qur‟an dengan istilah Al-Insân, Al-Basyar dan al-nâs menggambarkan tentang
keunikan dan kesempurnaan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Hal ini
memperlihatkan bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang utuh, antara aspek
material (fisik/jasmani), dan immaterial (psikis/ruhani) yang dipandu oleh ruh Ilahiah.
Kedua aspek tersebut saling berhubungan.
Dengan kelengkapan dua aspek material dan immaterial di atas, manusia dapat
melaksanakan tugas-tugasnya. Disini manusia memerlukan bimbingan,binaan dan
pendidikan yang seimbang, harmonis dan integral, agar kedua aspek tersebut dapat
berfungsi dengan baik dan produktif.
Manusia adalah makhluk Allah. Ia bukan terjadi dengan sendirinya, tetapi dijadikan
oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur‟an Surat Ar-Rum ayat 40,
yang berbunyi:
Artinya:
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang unsur penciptaannya terdapat ruh Illahi
sedang manusia tidak diberi pengetahuan tentang ruh kecuali sedikit.
Artinya:
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu Termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (QS. Al-Israa :
85)
Proses penciptaan manusia seperti yang dimuat pada Al-Qur‟an Surat Ash-Shaad ayat
71-72 dan Al-Mukminûn ayat 12-13 di atas, penggunaan kata al-insân mengandung
dua dimensi, Pertama; dimensi tubuh/materiil (dengan berbagai unsurnya). Kedua;
dimensi spiritual (ditiupkan-Nya ruh-Nya kepada manusia).
Artinya:
Artinya:
Allah berfirman: “Hai iblis, Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah
Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah
kamu (merasa) Termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?”. (QS. Shâd: 75)
Tetapi ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum, Yang Maha
Pencipta ditunjuk dengan menggunakan bentuk jamak.
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku
akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk, Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan
telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya
dengan bersujud.(QS. Al-Hijr: 28-29)
Seperti telah disebutkan di atas bahwa Al-Qur‟an juga menggunakan kata ath-thin
untuk unsur materiil asal manusia. Salah satunya menggunakan kata sulâlatin min
thîn, dalam konteks kejadian manusia pada umumnya. Di bagian lain diungkap
menggunakan kata thînin lâzib seperti yang termuat dalam Al-Qur‟an Surat Ash-
Shâffât ayat 11:
Maka Tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): “Apakah mereka yang lebih
kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu?” Sesungguhnya Kami
telah menciptakan mereka dari tanah liat. (QS. Ash-Shâffât : 11)
Selain menggunakan kedua kata di atas (sulâlatin min thîn dan thînin lâzib), dalam Al-
Qur‟an juga terdapat kata shalshâl yang dirangkai dengan ungkapan min hama‟in
masnûn seperti yang disebut dalam Surat Al-Hijr ayat 26:
Artinya:
Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Artinya:
Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar (QS. Ar-Rahmân ; 14)
Dari uraian di atas, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan unsur materiil asal-
usul manusia adalah
Sulâlah artinya bagian yang ditarik dari sesuatu dengan pelan dan tersembunyi.
Bagian yang ditarik tersebut menurut Ath-thabarsyi disebut sebagai sari sesuatu yang
dikeluarkan darinya (shafwatusy-syay‟I al-latî yakhruju minhâ).16
Shalshâl yang berarti tanah lempung, berasal dari kata shalshalah yang artinya
berbunyi, tanah lempung disebut dengan shalshalah karena ia mengeluarkan bunyi
bila sudah kering seperti tembikar (al-fakhkhâr) yang mengeluarkan bunyi seperti
suara besi bila berantukan.
Lâzib, para mufassir sering mengartikan thînun lâzib dengan thînun lâshiq yang
maksudnya tanah yang lengket.
Hama‟un masnûn, kata hama‟ adalah kata lain yang menunjuk pada jenis tanah asal
manusia. Kata hama‟un pada dasarnya berarti tanah hitam yang berbau busuk. Arti
tersebut tidak jauh berbeda dengan arti yang dikemukakan ath-Thabary sebagai tanah
yang berubah menjadi hitam.18
Kata turâb disebutkan sebagai unsur materiil asal manusia yang berarti juga „tanah‟
atau „debu‟. Semua kata tersebut menjelaskan unsur materiil dari ciptaan manusia
yang terdiri dari bermacam-macam jenis tanah yang boleh jadi melambangkan
komponen-komponen kimiawi pembentuk fisik manusia, dan inti tanah yang berupa
tanah lempung dan berbau, menggambarkan suatu unsur materiil yang amat sederhana
dan rendah. Unsur inilah yang digabungkan dengan unsur yang amat sempurna dan
mulia yakni ruh Tuhan.
Ruh Tuhan yang ditiupkan ke dalam unsur materi manusia itu merupakan ruh
kehidupan yang suci. Ungkapan yang digunakan Al-Qur‟an adalah rûhiy (ruh-Ku)
dan rûhih (ruh-Nya).
Artinya:
Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan
kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud.19(QS. Al-Hijr : 29)
Artinya:
Perpaduan antara dua unsur di atas (unsur materiil dan unsur ruh) menunjukkan suatu
perpaduan unsur yang bersih dan baik, namun mempunyai karakter yang berlawanan,
yaitu unsur yang rendah dan hina dengan unsur yang suci dan mulia.20
Disamping dua unsur di atas, akal adalah salah satu aspek penting dalam hakikat
manusia. Banyak ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan tentang akal. Akal adalah alat
untuk berpikir. Jadi salah satu hakikat manusia ialah ia ingin, ia mampu dan ia
berpikir.
Ahmad Tafsir dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam mengatakan bahwa menurut
Harun Nasution ada tujuh kata yang digunakan al-Qur‟an untuk mewakili konsep
akal; yaitu
Artinya:
Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana
Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak
sedikitpun ? (QS. Qaaf: 6)
Artinya:
Keempat; kata faqiha. Kelima; kata tadzakkara. Keenam; kata fahima. dan Ketujuh;
kataaqala.
Kata aqala dalam Al-Qur‟an kebanyakan digunakan dalam bentuk fi‟il (kata kerja),
hanya sedikit dalam bentuk ism (kata benda).
Ini menunjukkan bahwa pada akal yang penting ialah berpikir bukan akal sebagai otak
yang berupa benda.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat manusia adalah terdiri
atas unsur jasmani, ruhani dan akal.
Martabat saling berkaitan dengan maqam, maksud nya adalah secara dasarnya
maqam merupakan tingkatan martabat seseorang hamba terhadap khalikNya, yang
juga merupakan sesuatu keadaan tingkatannya seseorang sufi di hadapan tuhannya
pada saat dalam perjalanan spritual dalam beribadah kepada Allah Swt.
Martabat manusia adalah sebagai berikut :
a. Marabat dan derajat manusia dibanding makhluk lainnya ialah yang
paling tinggi karena dibekali akal untuk berpikir, hati untuk merasakan, serta
nafsu atau keinginan sebagai pendorong. Bahkan manusia diberi kemampuan
untuk berbicara sesuai bahasa masing - masing.
b. Tinggi dan rendahnya martabat dan derajat manusia tergantung masing -
masing mereka dalam menggunakan akal , hati atau perasaan serta nafsunya
untuk hal - hal baik atau buruk.
c. Dengan kelebihan - kelebihan sebagai makhluk paling sempurna tersebut
maka manusia dijadikan khalifah di muka bumi (mengelola dan memelihara
alam)
A......................................................................................................Kesimpulan
Sebagai makhluk yang dibekali dengan berbagai kelebihan jika dibandingan denagn
makhluk lain, sudah sepatutnya manusia mensyukuri anugrah tersebut dengan berbagai
cara, diantaranya dengan memaksimalkan semua potensi yang ada pada diri kita. Kita
juga dituntut untuk terus mengembangkan potensi tersebut dalam rangka mewujudkan
tugas dan tanggung jawab manusia sebagai makhluk dan khalifah di bumi.
B..................................................................................................................Saran
Pembahasan mengenai Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an sangat panjang sehingga
tidak memungkinkan bagi kami menulis secara mendalam atau keseluruhan. Olehnya itu,
kami mengharap masukan baik berupa saran maupun kritik yang bersifat membangun
dari pembaca maupun dari dosen yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan terjemahan Al-Quran dan terjemahan surah al-muminun’. Diperoleh dari
http://alqurandanterjemahan.wordpress.com/2019/03/24/surah-al-mukminun-dan-terjemaha
Ilmu dari UG open Courseware manusia dalam perspektif. Diperoleh 19 maret 2019, dari
http://ocw.gunadarma.ac.id/course/economics/management-s1/pendidikan-agama-
islam/manusia dalam perspektif
Al-Quran dan terjemahan ( 2019, maret 21)Al-Quran dan terjemahan surah Al-Isra. Diperoleh
21 maret 2019, dari http://alqurandanterjemahan.wordpress.com/2010/08/24/surah-al-isra-
dan-terjemahan/
Ilmu dari Tugasku4u ( 2011,11 Oktober) Contoh Makalah Hakekat Manusia. Diperoleh 1
Oktober 2016, dari http://www.tugasku4u.com/2013/05/makalah-hakikat-manusia-menurut-
islam.html
Departemen Agama RI, Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta :
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001
Hamdan Mansoer, dkk, Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Direktorat
Perguruan Tinggi Agama Islam, 200