Pertama, warna tembok yang dipilih untuk ruang kelas 4 ini adalah warna krem
sehingga kelas terkesan lebih terang. Menariknya, tembok kelas terutama dipenuhi dengan
karya-karya siswa. Tembok bagian belakang digunakan sebagai mading untuk menempelkan
mozaik, kolase, dan montase berbentuk hewan, tumbuhan dan pemandangan alam yang
terdiri dari dua gunung. Hal tersebut bisa jadi menjadi salah satu bentuk apresiasi terhadap
usaha yang telah dilakukan oleh siswa yang diharapkan akan mendorong munculnya
motivasi untuk belajar lebih. Selain itu, tertempel pula tulisan-tulisan motivasi belajar, foto
KH. Ahmad Dahlan; lambang Muhammadiyah dan foto Siti Walidah istri Ahmad Dahlan di
atas tembok bagian belakang kelas, foto Presiden; lambang Garuda dan Pancasila serta foto
wakil presiden di atas tembok bagian depan kelas. Dibagian depan kelas juga terdapat papan
tulis (whiteboard) yang diatasnya diberi hiasan berupa tulisan “Tiada Hari Tanpa Belajar”.
Disamping kanan papan tulis, terdapat kotak P3K dan struktur organisasi kelas, sedangkan
disamping kiri papan tulis terdapat meja guru. Terdapat pula perpustakaan mini atau “Pojok
Baca” yang digunakan untuk meletakkan buku-buku bacaan, baik buku penunjang
pembelajaran maupun buku-buku cerita.
Selanjutnya, bel masuk berbunyi pukul 06.00 WIB. Menariknya, sebelum bel masuk,
melalui pengeras suara diputarkan murotal surat-surat pendek Al-Qur’an yang terdengar di
seluruh bagian sekolah. Hal tersebut terlihat sebagai upaya untuk menumbuhkan nilai-nilai
islami dalam diri siswa mengingat sekolah tersebut dibawah yayasan Muhammadiyah yang
kental akan pengaruh agama Islam. Kemudian aktivitas yang dilakukan siswa setiap pagi
adalah membaca doa sebelum belajar dan membaca lima surat pendek secara bersama-sama
STUDI ETNOGRAFI KRITIS PADA KONDISI KELAS SD MUHAMMADIYAH PARAKAN TEMANGGUNG | Aprilia Ghifari F.N.
dengan pendampingan guru kelas, kemudian siswa diminta untuk membaca buku (kelas
literasi). Rutinitas tersebut tampaknya memberikan dampak positif bagi siswa, hal tersebut
terlihat dimana mayoritas siswa melafalkan surat-surat pendek tanpa membaca juz amma.
Siswa diberi kesempatan untuk memilih dan menentukan buku bacaanya sendiri dimana
siswa boleh menggunakan buku yang tersedia di “Pojok Baca” atau membawa buku bacaan
sendiri dari rumah. Setelah itu, pembelajaran dimulai pada pukul 07.30 WIB. Guru mata
pelajaran masuk dan mengawali pembelajaran dengan salam dilanjutkan dengan presensi.
Lebih lanjut lagi, posisi duduk siswa berubah sesuai dengan metode belajar yang
digunakan. Secara umum, siswa duduk bersebelahan dalam satu meja, dimana laki-laki
dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan. Namun, saat pembelajaran dilakukan
secara berkelompok, maka posisi bangku akan berubah dan anggota kelompok dibagi secara
acak oleh guru. Menariknya, saat pembelajaran secara berkelompok, antara siswa laki-laki
dan perempuan dicampur, tidak lagi dipisahkan berdasarkan jenis kelamin. Jumlah total
siswa kelas 4 adalah 26 siswa terdiri dari 18 laki-laki dan 8 perempuan. Regulasi tersebut
dapat dimaknai bahwa sekolah masih membedakan perbedaan gender dalam proses
pembelajaran dengan latar belakang aturan agama yang menjadi dasar regulasi di SD
Muhammadiyah Parakan Temanggung.
Selain itu, peneliti menemukan hal menarik dalam kelas yang diamati, yaitu dibagian
belajang kelas terdapat kantong-kantong palstik map dengan nama siswa yang berisi hasil-
hasil ulangan harian (UH), penilaian tengah semester (PTS) dan juga penilaian akhir
STUDI ETNOGRAFI KRITIS PADA KONDISI KELAS SD MUHAMMADIYAH PARAKAN TEMANGGUNG | Aprilia Ghifari F.N.
semester (PAS). Setiap setelah menerima hasil belajar, masing-masing siswa akan
memasukkannya ke kantong plastik map masing-masing yang kemudian akan dibagikan
kepada wali murid pada saat penerimaan rapor diakhir semester.
Selanjutnya, bel istirahat berbunyi pukul 09.50 WIB. Mayoritas siswa tidak langsung
keluar kelas. Saat jam istirahat ini, siswa mendapatkan makan catering berupa nasi, lauk,
dan potongan buah yang telah disediakan oleh sekolah, sedangkan untuk minum semua
siswa membawa minum sendiri-sendiri dari rumah. Uniknya, semua siswa membawa botol
minum dengan merek yang sama, yaitu Tupperware. Selain itu, tidak ada siswa yang
membeli makan keluar lingkungan sekolah. Perilaku siswa seakan-akan telah menjadi
budaya sehingga tidak ada siswa yang melanggar peraturan tersebut. Setelah makan
bersama, siswa berebut untuk mengambil peralatan gosok gigi mereka yang terletak di
belakang kelas dekat dengan “Pojok Baca”. Namun ada ketua kelas yang berusaha untuk
menertibkan siswa yang lain agar mau berbaris dan bergantian mengambil peralatan gosok
gigi masing-masing. Mayoritas siswi perempuan langsung membuat barisan, namun banyak
siswa laki-laki yang cenderung mengabaikan instruksi ketua kelas. Disisi lain, peneliti
melihat bahwa ada beberapa siswa laki-laki yang tidak ikut berebut untuk mengambil
peralatan gosok gigi. Dalam hal ini, guru tidak mengambil peran untuk mengatur siswa.
Setelah itu, siswa-siswa mulai keluar kelas untuk menghabiskan waktu istirahat, kebanyakan
siswa laki-laki keluar untuk bermain sepak bola, sedangkan siswa perempuan terlihat saling
mengobrol dengan teman sebangkunya.
Lebih lanjut lagi, mengacu pada hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan
wali kelas. Terdapat budaya untuk melakukan salat dzuhur berjamaah yang dilakukan secara
bergantian. Dalam hal ini, mayoritas siswa sudah memiliki kesadaran untuk melakukan
kegiatan tersebut tanpa disuruh oleh guru dan diberi waktu mulai pukul 12.25 WIB sampai
12.55 WIB. Bel pulang sekolah berbunyi pada pukul 13.30 WIB.
STUDI ETNOGRAFI KRITIS PADA KONDISI KELAS SD MUHAMMADIYAH PARAKAN TEMANGGUNG | Aprilia Ghifari F.N.