Anda di halaman 1dari 17

PANDUAN PELAYANAN

TB DOTS

RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH


DUREN SAWIT JAKARTA
2019
RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DUREN SAWIT
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DUREN SAWIT


PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

NOMOR TAHUN 2019

TENTANG
PANDUAN PELAYANAN TB DOTS
RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DUREN SAWIT
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
TAHUN 2019

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DUREN SAWIT


PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Menimbang : a. bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah


Sakit Khusus Daerah Duren Sawit, maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi;

b. bahwa agar pelayanan di pelayanan Rumah Sakit Khusus


Daerah Duren Sawit dapat terlaksana dengan baik, perlu
adanya Keputusan Direktur tentang Panduan Pelayanan TB
DOTS pelayanan Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit
sebagai landasan bagi penyelenggaran seluruh pelayanan
pada pasien di pelayanan Rumah Sakit Khusus Daerah
Duren Sawit;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan dengan
Keputusan Direktur tentang Panduan Pelayanan TB DOTS
pelayanan Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit
Provinsi DKI Jakarta;

Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009


tentang Rumah Sakit;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran;
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004
tentang Kesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 13 tahun 2013
tentang Pengendalian Penyakit TB dan HIV;
5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah;
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 21 tahun 2013
tentang Penanggulangan HIV dan AIDS;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364 tahun 2009
tentang Pedoman Penanggulanagn Tuberkulosis;
9. Peraturan Gubernur Nomor 215 tahun 2014 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Khusus Daerah
Duren Sawit;
10. Keputusan Gubernur Nomor 2091/2006 tentang Penetapan
Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit sebagai Unit
Kerja Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang
menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah Secara Penuh;
11. Pedoman Pelaksanaan DOTS di Rumah Sakit, Depkes,2007;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH


DUREN SAWIT TENTANG PANDUAN PELAKSANAANTB DOTS
RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DUREN SAWIT
KESATU Keputusan Direktur Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit
tentang Panduan Pelayanan TB DOTS Rumah Sakit Khusus
Daerah Duren Sawit;
KEDUA Memberlakukan Panduan Pelaksanaan TB DOTS Rumah Sakit
Khusus Daerah Duren Sawit sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini.

KETIGA Panduan PelaksanaanTB DOTS Rumah Sakit Khusus Daerah


Duren Sawit sebagaimana maksud dalam Diktum Kedua harus
dijadikan acuan dalam memberikan pelayanan di Rumah Sakit
Khusus Daerah Duren Sawit.

KEEMPAT Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 2 September 2019
Direktur,

dr.Theryoto, M.Kes
NIP.196204231988121003
PANDUAN TB DOTS

I. LATAR BELAKANG

Penyakit TB sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di dunia. Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana
1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif. Sejalan dengan
meningkatnya kasus TB, WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai
strategi dalam pengendalian TB sejak tahun 1995.Bank Dunia menyatakan strategi
DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif
(cost-effective).Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien,
prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutus rantai
penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat.

II. DEFINISI

DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse ) adalah suatu strategi


penanggulangan tuberculosis melalui pengobatan jangka pendek dan pengawasan
langsung.Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas
diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB
dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan
menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan
TB.

III. RUANG LINGKUP

1. Dokter spesialis jiwa


2. Dokter spesialis neurologi
3. Dokter spesialis penyakit dalam
4. DokterspesialisParu
5. Dokter spesialis anak
6. Dokter umum
7. Keperawatan
8. Laboratorium
9. Radiologi
10. Rekam medis

IV. DIAGNOSIS

1. PENEMUAN TB PARU
 Setiap orang yang di rawat atau yang berkunjung ke rumah sakit dengan gejala
batuk berdahak 2 – 3 minggu atau lebih, tanpa penyebab yang jelas harus
diperlakukan sebagai suspek TB
 Semua kontak dengan pasien TB paru positif yang mempunyai gejala TB harus
diperiksa dahaknya.
2. DIAGNOSIS TB PARU DEWASA
 Semua suspek TB paru di periksa 3 spesimen dahak dalam waktu minimal 2 hari
berturut turut yaitu sewaktu – pagi – sewaktu
 Diagnosa TB paru dewasa ditegakkan dengan penemuan kuman TB / BTA (basil
tahan asam).
 Indikasi pemeriksaan foto thoraks
 Penjaringan pertama suspek TB dilakukan melalui pemeriksaan dahak
mikroskopik. Pada sebagian besar pasien TB paru diagnosis ditegakkan hanya
dengan pemeriksaan dahak dan tidak memerlukan foto thorak, namun pada
kondisi tertentu pemeriksaan foto thoraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi
sebagai berikut :
 Hanya satu dari 3 spesimen dahak SPS yang hasilnya BTA positif, pada
kasus ini foto thoraks diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA
positif
 Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS pertama hasilnya negatif, setelah
pemberian antibiotik non OAT selama 2 minggu tidak ada perbaikan dan
hasil pemeriksaan dahak ulang tetap negatif
 Pasien yang mengalami komplikasi antara lain : sesak nafas berat dan
pasien yang mengalami hemoptisis berat
Alur Diagnosis TB

Suspek TB

Pemeriksaan BTA ( sewaktu, pagi, sewaktu)

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA

+++ +-- ---

++-
Antibiotika Non OAT

Tidak ada Ada

perbaikan Perbaikan

Foto thorak Pemeriksaan BTA


dan klinik

Hasil BTA Hasil BTA

+++ ---

++-

+--
Foto Thorax dan klinis

TB Bukan TB

3. KLASIFIKASI PENYAKIT TB
A. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
a. TB paru BTA positif bila :
 Sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen pemeriksaan dahak SPS hasilnya
BTA positif
 Satu dari hasil pemeriksaan dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto
thorak menunjukkan gambaran proses spesifik
 Satu pemeriksaan dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif
 Satu atau lebih pemeriksaan dahak SPS ulang hasilnya positif setelah 3
pemeriksaan dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT
b. TB BTA negatif
 Pada 3 pemeriksaan SPS hasilnya BTA negatif
 Foto thorak menunjukkan gambaran proses spesifik
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT
 Untuk kasus seperti ini perlu pertimbangan dokter untuk dilakukan
pengobatan
B. Berdasarkan tingkat keparahan penyakit
TB paru BTA negatif foto thorak menunjukkan gambaran proses spesifik dibagi
berdasarkan tinkat keparahan penyakitnya yaitu berat dan ringan.
Bentuk berat bila gambaran foto thorak menunjukkan gambaran kerusakan paru
yang luas dan atau keadaan umum pasien buruk

C. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)
b. Kambuh (relaps)
Pasien TB yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan TB dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan
BTA positif atau biakan positif
c. Kasus lalai berobat (default)
Pasien yang telah berobat lebih dari sebulan dan putus berobat dua bulan
atau lebih, datang lagi dengan BTA positif
d. Kasus gagal
 Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada 1 bulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir
pengobatan (AP)
 Pasien dengan BTA negatif dan foto thoraks menunjukkan gambaran
proses spesifik setelah diobati pada akhir tahap awal menjadi BTA positif
e. Kasus pindah (transfer in)
Pasien yang pindah berobat dari RS / UPK atau kabupaten / kota lain yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatan
f. Lain lain
Semua kasus TB yang tidak memenuhi diatas, dalam kelompok ini termasuk
TB kronik yaitu pasien dengan pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulang (kategori 2)

V. TATALAKSANA TB
A. Prinsip pengobatan TB
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien dalam menelan obat dilakukan
pengawasan langsung oleh PMO (pengawas minum obat)
c. Pengobatan TB diberikan dalan 2 tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan
Tahap awal :
 Pada tahap awal pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat
 Bila pengobatan tahap awal tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurum waktu 2 minggu
 Sebagian besar pasien BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam waktu 2 bulan
Tahap lanjutan :
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan

B. Jenis obat anti tuberkulosis


Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg / kg
BB)
Harian 3 X seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampisin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pirazinamid (Z) Bakterisid 24 (20–30) 35 (30-40)
Streptomisin (S) Bakterisid 15 (12-18)
Etambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)

a. Penulisan kode paduan obat anti tuberkulosis


Masing masing obat mempunyai singkatan seperti yang sudah disebutkan
dalam tabel diatas. Paduan pengobatan TB terdiri dari 2 tahapan yaitu tahap
awal dan tahap lanjutan.
Paduan pengobatan TB mempunyai kode standart yang menunjukkan :
 Tahap pengobatan
 Lama pengobatan
 Jenis obat anti tuberkulosis
 Cara pemberian (harian atau 3X seminggu)
 Paduan OAT, misalnya : kategori 1 KDT : 2 (HRZE) / 4 (HR)3 artinya :
- Garis miring menunjukkan pemisahan tahapan pengobatan
- Angka 2 dan 4 menunjukkan lama tahap dalam bulan
- Huruf dalam tanda kurung menunjukkan OAT – kombinasi dosis tetap
(KDT)
- Jika tanpa tanda kurung berarti OAT lepas atau kombipak
- Angka setelah huruf atau tanda kurung menunjukkan jumlah dosis obat
perminggu
- Jika tidak ada angka setelah huruf atau tanda kurung menunjukkan
pengobatan dilakukan setiap hari
- Contoh :
Paduan pengobatan TB kategori 1 dengan OAT KDT 2(HRZE)/4(HR)3
Tahap awal adalah 2(HRZE) lama pengobatan 2 bulan. Pengobatan
diberikan harian. Isoniazid (H), rifampicin (R), pirazinamid (Z) dan
etambutol (E) diberikan dalam bentuk KDT
Tahap lanjutan adalah 4(HR)3 , lama pengobatan 4 bulan,
pengobatan diberikan 3 kali seminggu, isoniazid dan rifampicin dalam
bentuk KDT
b. OAT KDT
OAT KDT adalah obat dalam bentuk kaplet dan tablet yang isinya terdiri dari
kombinasi beberapa jenis obat dengan dosis tertentu. Jenis OAT KDT :
 Kaplet 4KDT, kaplet yang mengandung 4 macam obat, setiap kaplet
mengandung : 75 mg isoniasid, 150 mg rifampisin, 400 mg pirazinamid,
275 mg etambutol. Kaplet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari
dalam tahap awal dan untuk sisipan. Jumlah kaplet yang digunakan
disesuaikan dengan berat badan pasien
 Tablet 2KDT, tablet yang mengandung 2 macam obat, setiap tablet
mengandung 150 mg rifampisin, 150 mg isoniasid, tablet ini digunakan
untuk pengobatan tahap lanjutan yang diberikan 3 kali seminggu (tidak
sesuai untuk digunakan sebagai dosis harian). Jumlah tablet yang
digunakan disesuaikan dengan berat badan pasien pada awal
pengobatan.
 Untuk pengobatan OAT kategori 2, dilengkapi dengan tablet etambutol
400 mg, streptomosin injeksi vial 1 g dan aquabidestilata.

c. Paduan OAT dan peruntukannya


1. Kategori 1 KDT : 2(HRZE)/4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk :
 Pasien baru TB paru BTA positif
 Pasien TB paru BTA negatif disertai foto thoraks dengan gambaran
proses spesifik dan
 Pasien TB ekstraparu
Berat badan Tahap awal setiap Tahap lanjutan
hari 3 x seminggu selama
(56 dosis) 16 minggu (48 dosis)
30 – 37 kg 2 kaplet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 kaplet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 kaplet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 5 kaplet 4KDT 5 tablet 2KDT

2. Kategori 2, KDT : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya :
 Pasien kambuh
 Pasien gagal
 Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)
Berat badan Tahap awal setiap hari Tahap lanjutan
3X seminggu
56 dosis 28 dosis
selama 20
minggu (60
dosis)
30 – 37 kg 2 kaplet 4KDT 2 kaplet KDT 2 tab 2KDT + 2
+ 500 mg tab etambutol
streptomisin inj
38 – 54 kg 3 kaplet 4KDT 3 kaplet KDT 3 tab 2KDT + 3
+ 750 mg tab etambutol
streptomisin inj
55 – 70 kg 4 kaplet 4KDT 4 kaplet KDT 4 tab 2KDT + 4
+ 1000 mg tab etambutol
streptomisin inj
≥ 71 kg 5 kaplet 4KDT 5 kaplet KDT 5 tab 2KDT + 5
+ 1000 mg tab etambutol
streptomisin inj

Catatan :
Untuk pasien yang berumur 60 tahun keatas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidestilata sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml (1ml = 250mg)
3. OAT sisipan KDT (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap awal
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari)
Berat badan Pemberian setiap hari selama 28 hari (28 dosis)
30 – 37 kg 2 kaplet KDT
38 – 54 kg 3 kaplet KDT
55 – 70 kg 4 kaplet KDT
≥ 71 kg 5 kaplet KDT

C. PEMANTAUAN HASIL PENGOBATAN TB PARU


Pemantauan hasil pengobatan dilakukan pada :
1. Pada akhir tahap awal
Dilakukan akhir bulan ke 2 pengobatan pasien baru BTA positif dengan
kategori 1 atau akhir bulan ke 3 pengobatan ulang pasien BTA positif dengan
kategori 2
Pemeriksaan dahak pada akhir tahap awal dilakukan untuk mengetahui
apakah telah terjadi konversi dahak, yaitu perubahan dari BTA positif menjadi
negatif
2. Sebulan sebelum akhir pengobatan
Dilakukan akhir bulan ke 5/6 (pada pasien dengan sisipan) pengobatan pasien
baru BTA positif dengan kategori 1 atau akhir bulan 7/8 (pada pasien dengan
sisipan) pengobatan ulang pasien BTA positif kategori 2
3. Akhir pengobatan (AP)
Dilakukan pada akhir pengobatan pada pasien baru BTA positif dengan
kategori 1 atau pada akhir pengobatan ulang BTA positif kategori 2.
Pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum akhir pengobatan dan akhir
pengobatan (AP) bertujuan untuk menilai hasil pengobatan (sembuh atau
gagal)
 Pasien dinyatakan sembuh
Bila pasien telah menyelesaikan seluruh dosis pengobatannya dan
pemeriksaan ulang dahak paling sedikit 2 kali hasil negatif, yaitu AP dan
salah satu pemeriksaan dahak ulang sebelumnya hasilnya negatif
 Pasien dinyatakan pengobatan lengkap
Bila pasien menyelesaikan pengobatannya tapi tidak ada hasilnya 2 kali
negatif yaitu pada AP dan salah satu pemeriksaan sebelumnya
 Pasien dinyatakan gagal
Bila pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada sebulan sebelum AP atau lebih selama pengobatan

Tindak lanjut hasil pemeriksaan dahak ulang


Tipe pasien TB Uraian Hasil BTA Tindak lanjut
Pasien baru BTA Akhir tahap negatif Tahap lanjutan dimulai
positif dengan awal positif Dilanjutkan dengan OAT
pengobatan sisipan selama 1 bulan, jika
kategori 1 setelah sisipan masih positif
tahap lanjutan tetap di
berikan
Sebulan negatif OAT dilanjutkan
sebelum akhir positif Gagal, ganti dengan OAT
pengobatan kategori 2 mulai dari awal
Akhir Negatif dan Sembuh
pengobatan minimal satu
pemeriksaan
sebelumnya
negatif
positif Gagal, ganti dengan OAT
kategori 2 mulai dari awal
Pasien baru BTA Akhir tahap negatif Berikan pengobatan tahap
negatif dan foto awal lanjutan sampai selesai,
thoraks kemudian pasien dinyatakan
menunjukkan pengobatan lengkap
gambaran positif Ganti dengan kategori 2 mulai
proses spesifik dari awal
dengan
pengobatan
kategori 1
Pasien BTA Akhir tahap negatif Teruskan pengobatan dengan
positif dengan awal tahap lanjutan
pengobatan positif Beri sisipan 1 bulan, jika
kategori 2 setelah sisipan masih tetap
positif, teruskan pengobatan
tahap lanjutan, jika ada
fasilitas rujuk untuk uji
kepekaan obat
Sebulan negatif Lanjutkan pengobatan hingga
sebelum akhir selesai
pengobatan positif Pengobatan gagal, disebut
kasus kronis bila mungkin
lakukan uji kepekaan obat,
bila tidak rujuk ke unit
pelayanan spesialistik
Akhir negatif Sembuh
pengobatan Pengobatan gagal disebut
kasus kronis, jika mungkin
lakukan uji kepekaan obat,
bila tidak rujuk ke unit
pelayanan spesialistik

Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur


Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan :
 Lacak pasien
 Diskusikan dengan pasien untuk mencari masalah berobat tidak teratur
 Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1 – 2 bulan
Tindakan 1 Tindakan 2
 Lacak pasien Bila hasil BTA Lanjutkan pengobatan sampai seluruh
 Diskusikan dan negatif atau TB dosis selesai
cari masalah ekstra paru
 Periksa 3X Bila satu atau Lama pengobatan Lanjutkan
dahak SPS dan lebih hasil BTA sebelumnya pengobatan
lanjutkan positif kurang dari 5 sampai seluruh
pengobatan bulan dosis selesai
sementara Lama pengobatan  Kategori 1
menunggu sebelumnya lebih mulai kategori
hasilnya dari 5 bulan 2
 Kategori 2 :
rujuk mungkin
kasus kronis
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih dari 2 bulan (default)
 Periksa 3X Bila hasil BTA Pengobatan dihentikan, pasien
dahak SPS negatif atau TB diobservasi, bila klinis memburuk
 Diskusikan dan ekstra paru perlu dilakukan pemeriksaan
cari masalah kembali SPS, foto thorak atau
 Hentikan biakan
pengobatan Bila satu atau Kategori 1 Mulai kategori
sambil lebih hasil BTA 2
menunggu hasil positif Kategori 2 Rujuk mungkin
pemeriksaan kasus kronis
dahak

D. PENJARINGAN SUSPEK TB MDR


Pasien suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan
salah satu atau lebih kriteria suspek dibawah ini;
a) Kasus kronik
b) Pasien TB tidak konversi pengobatan ulang (kategori2)
c) Pasien TB yang pernah diobati, termasuk pemakaian OAT lini kedua seperti
kuinolon dan kanamisin (pengobatan non DOTS)
d) Pasien TB gagal Pengobatan dengan kategori 1
e) Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah pemberian
OAT sisipan (OAT kategori 1)
f) Pasien TB kambuh
g) Pasien TB yang kembali setelah lalai/default (setelah pengobatan kategori 1
dan atau kategori 2)
h) Suspek TB yang kontak erat dengan pasien TB-MDR, termasuk petugas
kesehatan yang merawat pasien TB-MDR
i) Koinfeksi TB-HIV yang tidak respon secara klinis terhadap pengobatan TB.

Pelaksanaan pelayanan kesehatan (staf medis dokter/staf perawat), apabila


menemukan pasien dengan gejala sebagai mana tersebut diatas di rawat jalan dan
rawat inap :
a) pasien dirujuk ke RS Persahabatan untuk pemeriksaan laboratorium spesimen
dahak dengan Gen Expert
b) Apabila hasil positif TB MDR, maka pasien melanjutkan pengobatan MDR di RS
Persahabatan.
c) Apabila hasil negatif TB MDR, maka pasien akan ditatalaksana di RSKD Duren
Sawit.

Alur rujukan pasien suspek TB-MDR RS Rujukan TB MDR

Rawat jalan dan rawat inap RSKD


Duren Sawit

(+) MDR

pengobatan
RSP Persahabatan

(-) MDR
Tatalaksana/pengobatan
VI. DOKUMENTASI

A. Dalam pencatatan TB menggunakan formulir :


1. Daftar tersangka (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06)
2. Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05)
3. Register laboratorium TB (formulir TB. 04)
4. Kartu pengobatan pasien TB (TB.01)
5. Kartu identitas pasien (TB.02)
6. Register TB.03 UPK
7. Formulir rujukan / pindah pasien TB (TB.09)
8. Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10)
B. Analisa data
1. Proporsi pasien BTA positif diantara suspek
Data diambil dari form TB.06
Jumlah pasien BTA positif (baru + kambuh) yang ditemukan X 100 %
Jumlah seluruh suspek yang diperiksa
2. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara semua pasien TB paru tercatat
Data diambil dari form TB.01, TB.03
Jumlah pasien TB BTA positif (baru + kambuh) X 100 %
Jumlah pasien TB paru
3. Angka konversi
Jumlah pasien baru TB BTA positif yang konversi X 100%
Jumlah pasien baru TB BTA positif yang diobati
4. Angka putus berobat
Jumlah pasien TB yang default dalam satu triwulan X 100 %
Jumlah pasien TB diobati dalam satu triwulan yang sama
5. Angka keberhasilan rujukan
Jumlah pasien yang dirujuk yang sampai ke tempat rujukan dalam 1 triwulan
X 100 %
Jumlah pasien TB dirujuk dalam satu triwulan yang sama
6. Angka kesembuhan
Jumlah pasien baru BTA positif yang sembuh X 100 %
Jumlah pasien baru TB BTA positif yang diobati

Pelaporan dilakukan setiap triwulan kepada suku dinas Kesehatan Jakarta Timur
melalui aplikasi SITT online dan SITT offline, pelaporan kepda Direktur RSKD Duren
Sawit juga dilakukan per triwulan melaui laporan tertulis.

Anda mungkin juga menyukai