Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS PSIKIATRI

Nama : Ny. M

Umur : 39 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat :

Pekerjaan : Wirausaha

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah

Pendidikan : D1

Tanggal masuk RS : 26 Juni 2019

Tanggal Pemeriksaan : 28 Juni 2019

Tempat Pemeriksaan : Ruang Cendrawasih lt.2 B.2 RSU Anutapura Palu

LAPORAN PSIKIATRIK

I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Gelisah
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Seorang perempuan berusia 39 tahun belum menikah, dibawa ke
RSU Anutapura pada 26 Juni 2019 oleh keluarganya karena keluhan
dispepsia, pasien di konsul ke bagian kesehatan jiwa dengan keluhan
gelisah. Keluhan gelisah pasien dialami sejak 5 tahun yang lalu.
Pasien tidak mengetahui penyebab dari keluhan gelisah tersebut.
Setelah ditelusuri, pasien merupakan anak ke 7 dari 8 bersaudara.
Pasien merupakan anak yang paling dekat dengan kedua orang tuanya.
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan 2 saudaranya yang

1
juga belum belum menikah. Sepuluh tahun yang lalu, ibu pasien
meninggal dunia karena sakit liver, setahun kemudian, ayah pasien
juga meninggal karena sakit. Saat menceritakan hal tersebut, pasien
terlihat menangis. Semenjak kejadian itu, pasien sering mimpi buruk,
jantung berdebar-debar, kesulitan untuk memulai tidur, dan lebih suka
meneyndiri seperti kebiasaannya waktu masih kecil. Pasien
menceritakan bahwa pasien tidak ingin membebani keluarga untuk
membiayai kuliah pasien, sehingga sepulang kuliah, pasien bekerja
sebagai penjual beras, memetik kelapa, dan yang lainnya yang bisa ia
kerja. Setelah menyelesaikan kuliah D1, pasien merasa sudah terbiasa
dengan pekerjaannya saat kuliah tersebut dan sampai saat ini pasien
masih menggeluti pekerjaan yang sama saat kuliah tersebut.
Sepeninggal kedua orang tua pasien, pasien terkadang merantau untuk
menghilangkan rasa sedihnya.
Hendaya Disfungsi
Hendaya Sosial (+)
Hendaya Pekerjaan (+)
Hendaya Penggunaan Waktu Senggang (+)
 Faktor Stressor Psikososial
Pasien kehilangan kedua orang tuanya.
 Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan
psikis sebelumnya.
Pasien sebelumnya pernah dirawat dan menjalani pengobatan
di RSU Anutapura sebanyak 2 kali dengan keluhan dispepsia.
Pasien pernah berobat di poli jiwa RSU Anutapura 2 pekan yang
lalu dengan keluhan gelisah dan sulit tidur.
 Riwayat penyakit fisik pasien
Pasien memiliki riwayat dispepsia.

2
 Riwayat penyakit psikis pasien
Pasien baru pertama kali di rawat dengan gangguan psikis.
Namun pernah kontrol ke poli jiwa 2 pekan yang lalu karena
keluhan gelisah dan sulit tidur.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
Tidak ada riwayat penyakit jantung, infeksi berat dan trauma
capitis, namun ada riwayat kejang sejak kecil dan sering berulang
sampai saat ini jika pasien merasa sakit kepala yang berat. Pasien juga
pernah kontrol ke poli jiwa dengan keluhan gelisah dan sulit tidur.
D. Riwayat Kehidupan Peribadi
 Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien tidak dapat mengingat riwayat ini dengan jelas.
 Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)
Pasien merupakan anak yang aktif bermain dan diajarkan toilet
training.
 Riwayat Masa Pertengahan (4-11 tahun)
Pasien bersekolah SD sampai SMP dan tidak suka dengan
keramaian.
 Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)
Pasien melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutya ke SMA
dan D1, sambil kuliah pasien bekerja membiayai uang kuliahnya.
 Riwayat Perkerjaan
Pasien bekerja sebagai penjual beras, pemetik kelapa, dan
semua hal yang bisa ia kerja untuk membiayai diri sendiri.
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
Pasien merupakan anak ke 7 dari 8 bersaudara. Pasien merupakan
anak yang paling dekat dengan kedua orang tuanya. Hubungan dengan
orang tua, saudara dan tetangga baik.
F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama saudaranya yang ke 5.

3
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupan.
Pasien menyadari dirinya sakit secara psikis, dan mau diobati.
II. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT
Pemeriksaan Fisik:
 Tekanan Darah : 130/90 mmHg,
 Denyut Nadi : 86 x/menit
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,7°C.
 Kepala : Normocepal
 Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-),
 Leher : Pembesaran KGB (-/-)
 Dada : Jantung : Bunyi Jantung I dan II regular, murmur
(-).Paru : Bunyi paru vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),
whizing (-/-),
 Perut : Kesan datar, ikut gerakan nafas, bising usus (+)
 Anggota Gerak : Akral hangat, oedem pretibialis (-)

Status Lokalis
 GCS : E4V5M6

Status Neurologis
 Meningeal Sign : (-)
 Refleks Patologis : (-/-)
 Hasil Pemeriksaan nervus cranial : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Pemeriksaan sistem motorik : Normal
 Kordinasi gait keseimbangan : Normal
 Gerakan-gerakan abnormal : (-)

4
III. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
 Penampilan:
Tampak seorang perempuan memakai baju dan celana
pendek berwarna hitam. Postur tinggi badan pasien sekitar 150 cm,
rambut berwarna hitam, tampakan wajah pasien sesuai dengan
umurnya. Perawakan biasa. Perawatan diri cukup.
 Kesadaran: Compos Mentis
 Perilaku dan aktivitas psikomotor: tampak depresi
a. Pembicaraan : Spontan, intonasi jelas, artikulasi baik. jawaban
sesuai dengan pertanyaan.
 Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
B. Keadaan afektif
 Mood : depresif
 Afek : depresif
 Keserasian : serasi
 Empati : dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
 Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
Pengetahuan dan kecerdasan sesuai taraf pendidikannya.
 Daya konsentrasi: cukup
 Orientasi : Baik
 Daya ingat
Jangka Pendek : Baik
Jangka sedang : Baik
Jangka Panjang : Baik
 Pikiran abstrak : Baik
 Bakat kreatif : tidak ada
 Kemampuan menolong diri sendiri: Baik
D. Gangguan persepsi
 Halusinasi : Tidak ada

5
 Ilusi : Tidak ada
 Depersonalisasi : Tidak ada
 Derealisasi : Tidak ada
E. Proses berpikir
 Arus pikiran:
A. Produktivitas : pasien menjawab bila diberi
pertanyaan
B. Kontinuitas : relevan
C. Hendaya berbahasa : tidak ada
 Isi Pikiran
A. preokupasi : pasien kehilangan orangtuanya
B. Gangguan isi pikiran : tidak ada

F. Pengendalian impuls
Baik
G. Daya nilai
 Norma sosial : baik
 Uji daya nilai : baik
 Penilaian Realitas : baik
H. Tilikan (insight)
Derajat 4: Pasien menyadari dirinya sakit dan butuh pengobatan
namun tidak memahami penyebab sakitnya.
I. Taraf dapat dipercaya
Dapat dipercaya

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


 Pasien di konsul ke bagian kesehatan jiwa karena mersa gelisah,
dengan mood dan afek depresif.
 Pasien merasakan gelisah sejak ± 5 tahun lalu.
 Pasien memiliki riwayat dispepsia.
 Pasien merasa gelisah disebabkan oleh kehilangan orang tuanya.

6
 Saat pemeriksaan status mental, pasien terlihat tenang, dapat
berkomunikasi dan kooperatif. Namun saat meceritakan penyebab
gelisahnya, pasien menangis. Pasien tidak memiliki halusinasi baik
auditorik maupun visual. Pasien tidak memiliki gangguan isi pikir
maupun gangguan menilai realita. Pasien memiliki pre okupasi yaitu
merasa sedih kehilangan orang tuanya.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL
 Aksis I :
 Berdasarkan autoanamnesis didapatkan ada gejala klinik bermakna
dan menimbulkan penderitaan (distress) berupa gelisah, sulit tidur
dan menimbulkan (disabilitas) berupa hendaya yaitu hendaya
sosial dan pekerjaan dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
Gangguan Jiwa
 Pada pasien tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai realita,
serta daya nila norma sosial tidak terganggu, sehingga pasien
didiagnosa Sebagai Gangguan Jiwa non Psikotik.
 Berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status
internus, tidak terdapat adanya kelainan yang mengindikasi
gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan fungsi otak
serta dapat mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien ini,
sehingga pasien didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa non Psikotik
non Organik
 Berdasarkan gambaran kasus dan pemeriksaan status mental
didapatkan gejala anxietas yaitu gelisah dan kesulitan tidur, selain
itu ditemukan afek depresif dan berkurangnya energi yang manuju
meningkatnya keadaan mudah lelah sehingga memenuhi kriteria
Gangguan Anxietas Lainnya (F41).
 Berdasarkan kriteria diagnostic PPDGJ III, pasien memiliki gejala
anxietas dan depresi yang ringan yaitu gejala dirasakan tidak setiap
hari, dan pasien memiliki gejala otonomik berupa jantung

7
berdebar-debar, sehingga pasien didiagnosis Gangguan
Campuran Anxietas dan Depresif (F41.2)
 Aksis II
Tidak ada diagnosis Aksis II
 Aksis III
Dispepsia.
 Aksis IV
Masalah berkaitan dengan keluarga yaitu kehilangan kedua orang
tuanya.
 Aksis V
GAF scale 60-51 (gejala sedang (moderate), disabilitas sedang).

VI. DAFTAR MASALAH


 Organobiologik
Tidak ditemukan adanya gangguan namun ada ketidakseimbangan
neurotransmitter sehingga pasien ini membutuhkan psikofarmaka.
 Psikologi
Ditemukan adanya masalah/stressor psikososial sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.
 Sosiologi
Ditemukan adanya hendaya sosial, pekerjaan, dan waktu senggang
sehingga pasien memerlukan sosioterapi.
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan Penyesuaian (F43.2)
2. Gangguan Afektif Episode Depreif ringan (F30.0)

VII. PROGNOSIS

Dubia ad malam
 Faktor yang mempengaruhi :
Tidak ada kelainan organobiologik
Ada support keluarga

8
Faktor yang memperburuk :
Belum menikah
Onset kronik

VIII. RENCANA TERAPI


 Farmakoterapi :
- Fluoxetin 1 x 10 mg selama 6 hari dan selanjutnya akan dinaikkan
bertahap sesuai kondisi pasien.
- Alprazolam 2 x 0,25 mg selama 6 hari dan selanjutnya dosis akan
diatur (tappering off) sesuai kondisi pasien.

 Psikoterapi suportif
 Ventilasi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati
dan keinginannya sehingga pasien merasa lega
 Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu kontrol
dan minum obat dengan rutin.
 Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri dan kemauan pasien untuk
dia sembuh (penyakit terkontrol).

 Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya
sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk
membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan
berkala.

IX. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta
menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan
munculnya efek samping obat yang diberikan.

9
X. PEMBAHASAN/ TINJAUAN PUSTAKA
Kelainan fundamental dari kelompok gangguan afektif/mood adalah
perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi
(dengan atau tanpa ansietas yang menyertai), atau kearah elasi (suasana
perasaan meningkat). Perubahan ini biasanya disertai dengan suatu
perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas dan kebanyakan gejala
lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu atau mudah dipahami
hubungan dengan dengan perubahan tersebut. 1
Sindrom depresi disebabkan oleh defisiensi relative salah satu atau
beberapa aminergik neurotransmitter (Noradrenaline, serotonin, dopamine)
pada celah sinaps neuron di system saraf pusat khususnya system limbic
sehingga aktivitas serotonin menurun.2
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat):1
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiaraan
- Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja) dan menurunnya aktivitas.

Gejala lainnya:1

- Konsentrasi dan perhatian berkurang


- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
- Gagasan tentang merasa bersalah dan tidak berguna
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
- Tidur terganggu
- Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut


diperlukan sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis,
akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat.1

10
Episode depresi ringan

- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 dari gejala utama depresi seperti


disebut diatas
- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
- Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
- Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang biasa
dilakukannya.

Episode depresi sedang

- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 dari gejala utama depresi seperti


pada episode ringan
- Ditambah sekurang-kurangnya 3 dan sebaiknya 4 dari gejala lainnya
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social ,
pekerjaan dan urusan rumah tangga

Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

- Semua 3 gejala utama depresi harus ada


- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci
- Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu.

11
- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan social,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas

Episode depresif berat dengan gejala psikotik

- Episode depresif yang memenuhi kriteria menurut Episode depresif


berat tanpa gejala psikotik
- Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara menghina
atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi
psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent). 1

Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada


sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin.
Kedua, pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan.
Ketiga,suatu rencana pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan
hanya gejala sementara tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya. Dokter
harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi psikoterapeutik. Jika
dokter memandang gangguan mood pada dasarnya berkembang dari masalah
psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat dapat menyebabkan
respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis yang tidak
adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter
mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi
mungkin terganggu.

1. Terapi Farmakologis

12
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam
efek farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar
untuk pengamatan bahwa pasien individual mungkin berespons
terhadap antidepresan lainnya. Variasi tersebut juga merupakan dasar
untuk membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan.
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah
pada proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang
memiliki efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat
ambilan kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim
monoamine oksidasi bekerja untuk menormalkan
neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin dan norepinefrin.
Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan
etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas
dari sistem neurotransmitter di otak . Obat antidepresan yang akan
dibahas adalah antidepresi generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs),
tetrasiklik, (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs) .
a. Trisiklik
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum
digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan
depresif berat . Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat
reuptake neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin
sekunder diduga bekerja sebagai penghambat reuptake
norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat reuptake
serotonin pada sinaps neuron. Hal ini mempunyai implikasi bahwa
depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsif terhadap
amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin
akan lebih responsif terhadap amin tersier.
b. Tetrasiklik
Terdapat tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline,
desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne).
Yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder

13
karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat
golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi
dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari obat
ini tersedia dalam formulasi generik .
c. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)
MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun
yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan
deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria, akibatnya
kadar epinefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik . Obat ini
sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam pengobatan
depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena
dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi
dengan tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu
seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat menghambat
enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan
mengganggu metabolisme obat di hati.
d. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan
lini pertama pada gangguan depresif berat selain golongan
trisiklik. Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline.
SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung
data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan
jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek
samping yang cukup minimal karena kurang
memperlihatkan pengaruh terhadap sistem
kolinergik, adrenergic dan histaminergik. Interaksi
farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs
dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan
efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin
dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular dan
gangguan tanda vital.

14
e. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors)
Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme
yang hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs
juga menghambat dari reuptake norepinefrin. Selain dari golongan
obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada beberapa alternatif
yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien depresi
dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas pada
gambar di bawah ini .

Gambar 1.1 Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama


f. Terapi Non Farmakologis
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan
dalam pengobatan depresif berat adalah terapi kognitif, terapi
interpersonal dan terapi perilaku. Telah ditemukan prediktor
respons terhadap berbagai pengobatan sebagai berikut ini : (1)
disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik
terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah
menyatakan respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku
dan farmakoterapi, (3) disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan
respons yang baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang

15
tinggi menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal dan
farmakoterapi. Terapi kognitif dikembangkan oleh Aaron
Beck yang memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada
pada gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk
menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya dengan
membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif. Terapi
interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman,memusatkan
pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang
dialami sekarang, dengan menggunakan dua anggapan: pertama,
masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki akar pada
hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal
sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau
memperberat gejala depresif sekarang .

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R, 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas


dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya,
Jakarta.
2. Maslim R, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya, Jakarta.
3. Elvira S, Hadisukanto G, 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
4. Gunawan S, Setiabudy R, Nafrialdi, 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi
5. Departemen Farmakologi dan Terapetik. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai