Anda di halaman 1dari 12

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Yogyakarta

POTENSI GEOWISATA BUKIT INTRUSI SAMPANG, KECAMATAN


GEDANGSARI, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Arif Tri Widodo


Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Jalan SWK 104 Condongcatur Yogyakarta
ariftriwidodo7@gmail.com

Abstrak

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan keindahan alam
yang terbentuk akibat proses tektonik yang kompleks. Keanekaragaman bentangalam ini mampu
menarik minat wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Salah satu objek bentangalam yang
dapat dijadikan potensi wisata adalah Bukit Intrusi daerah Sampang, Kecamatan Gedangsari
dengan topografi terjal hingga landai. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan berupa analisis
geomorfologi, analisis litologi, dan analisis struktural bahwa Bukit Intrusi berada pada daerah
perbukitan dengan kelerengan agak curam hingga curam. Bukit Intrusi ini tersusun dari litologi
berupa mikrodiorit. Perubahan kedudukan lapisan batuan pada zona pensesaran sesar Kragilan
yang tidak beraturan dapat menjadi bukti adanya intrusi mikrodiorit. Lokasi ini dapat menjadi
wadah dalam sisi keilmuan geologi. Pada bagian puncak terdapat terdapat pemandangan yang
indah yang dapat menjadi daya tarik wisata tersendiri pada daerah ini.
Kata kunci : Sampang, Kecamatan Gedangsari, Bukit Intrusi, Sesar Kragilan

1. PENDAHULUAN
• Latar Belakang
Geowisata merupakan suatu pendekatan
holistik untuk wisata berkelanjutan yang
memfokuskan keseluruhan definisi poin tentang
menjadikan keaslian sebagai pengalaman
berwisata (Budi dan Bachtiar, 2009).
Indonesia terdiri dari beberapa provinsi
dengan ikon bentangalam yang beraneka ragam
di setiap daerah. Sejalan dengan berbagai
perkembangan salah satunya dunia pariwisata di
Indonesia, maka perlu dilakukan usaha-usaha
menampilkan hal-hal yang menarik yaitu dengan
mendatangkan wisatawan domestik dan Gambar 1.Kavling Lokasi Penelitian
mancanegara (R.S. Darmadjati,1995;2).
• Lokasi • Metodologi
Lokasi penelitian secara geografis Koleksi data awal dari studi
terletak di antara koordinat X:450100-455100 literatur antara lain: hasil penelitian
dan Y:9134700-9139700. Lokasi penelitian tentang geologi dan geomorfologi
secara administratif terletak pada daerah daerah tersebut, serta pengumpulan
Sampang dan sekitarnya, Kecamatan Gedangsari, data mengenai daerah Sampang dan
Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah sekitarnya.
Istimewa Yogykarta dengan luas daerah 25 km2 1) Survei lapangan untuk
(5x5 km). memperoleh data kasaran
tentang litologi, struktur, dan
medan daerah telitian.

Kelompok 1
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Yogyakarta
2) Penyelidikan lapangan untuk
mengetahui litologi, batas kontak
satuan, serta penyebaran dari
satuan batuan tersebut.
3) Metode kuantitatif berupa
pengambilan data langsung di
lapangan dengan mengambil
sampel pada daerah telitian
kemudian dilakukan analisa
laboratorium. Gambar 2. Peta Fisiografi Sebagian Pulau Jawa
Dan Madura (Modifikasi Dari Van Bemmelen,
1949)
2. DASAR TEORI
• Fisiografi Regional Pegunungan Selatan • Geomorfologi Regional Pegunungan
Secara umum, Van Bemmelen (1949) Selatan-DIY
membagi fisiografi Jawa Tengah menjadi 7 zona Geomorfologi suatu daerah
berturut–turut mulai dari utara ke selatan sebagai merupakan ekspresi permukaan hasil proses
berikut: eksogenik yang dikendalikan oleh iklim
- Gunungapi Kuarter (faktor luar), litologi dan struktur geologi
(faktor dalam), yang bekerja dalam suatu
- Dataran Alluvial Jawa Utara kurun waktu tertentu (Thornbury, 1969).
Pembahasan mengenai Pegunungan Selatan
- Antiklinorium Rembang – Madura
tidak lengkap bila tidak menyertakan
- Antiklinorium Kendeng – Serayu Utara – Perbukitan Jiwo. Hal ini sangat beralasan
Bogor karena perbukitan terisolasi yang terletak
sekitar 2 km di sebelah utara Pegunungan
- Kubah dan Punggungan pada Zona Selatan dan muncul dari dataran rendah
Depresi Tengah Klaten tersebut disusun oleh batuan dasar
- Zona Depresi Tengah Jawa dan Zona Pegunungan Selatan, yaitu batuan malihan
Randublatung berumur Pra-Tersier dan berbagai intrusi
batuan beku menengah-basa berumur Eosen.
- Pegunungan Selatan Perbukitan Jiwo terbagi menjadi dua oleh
Sungai Dengkeng yang berorientasi UTL-
SBD menjadi Perbukitan Jiwo Barat dengan
Mengacu pada zonasi fisiografis van orientasi UTL-SBD dan Perbukitan Jiwo
Bemmelen (1949) daerah pemetaan masuk dalam Timur dengan orientasi TTL-BBD. Sungai
zona Pegunungan Selatan. Zona Pegunungan Dengkeng diduga mengalir pada sesar tua di
Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta- batuan dasar (Permana, 2007). Batuan
Surakarta di sebelah barat dan utara, sedangkan di sedimen silisiklastik laut dangkal dari
sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Formasi Wungkal-Gamping yang berumur
Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan Eosen juga muncul setempat-setempat di
India. Di sebelah barat, antara Pegunungan Perbukitan Jiwo dengan kontak struktural
Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh terhadap batuan dasar. Batuan dasar tersebut
aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara berupa juga ditutupi secara tidak selaras oleh batuan
gawir Baturagung. Bentuk Pegunungan Selatan karbonat Formasi Oyo berumur Miosen
ini hampir membujur barat-timur sepanjang 50 Tengah, dimana sebagian membentuk
km dan ke arah utara-selatan mempunyai lebar 40 beberapa perbukitan terisolasi di sekitar
km (Bronto dan Hartono, 2001). Perbukitan Jiwo, seperti G. Jeto, G. Kampak
dan G. Lanang. Adanya hiatus yang
sedemikian panjang tersebut membawa
implikasi bahwa Perbukitan Jiwo telah
mengalami pengangkatan ke permukaan dan
proses peneplainisasi semenjak akhir Eosen
sebelum batuan karbonat Miosen Tengah
diendapkan (Pannekoek, 1949).

Kelompok 1
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Yogyakarta
Morfologi daerah penelitian merupakan Formasi Kebo atau Formasi Butak. Fosil
suatu perbukitan struktural dimana bukit – bukit nanno tersebut terdiri atas Sphenolithus
terbentuk akibat dari faktor tektonik. Disisi lain moriformis, S. heteromorphus, S. conicus, S.
gawir – gawir banyak hadir yang menunjukan belemnos, Coccolithus miopelagicus,
kontrol struktur berkembang pada daerah ini. Helicosphaera carteri dan H. euphratis.
Bagian utara daerah penelitian merupakan Himpunan spesies nanno tersebut
dataran aluvial yang dikontrol oleh Sungai menunjukkan umur Miosen Awal (NN3).
Dengkeng dan alur liar. Lembah dan punggungan Penarikhan umur mutlak Formasi Kebo telah
muncul berulang ulang yang mengindikasikan dilakukan oleh beberapa penulis, di antaranya
kontrol struktur yang hadir pada daerah Soeria-Atmadja drr. (1994), Sutanto drr.
penelitian. (1994), Susilo (2003), Sutanto (2003), dan
Smyth drr. (2005). Hasil penarikhan
menunjukkan bahwa Formasi Kebo dan
Formasi Butak berumur 33,5 – 21,0 juta
tahun lalu atau Oligosen Akhir – Miosen
Awal. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa umur Kelompok Kebo- Butak adalah
Oligosen Akhir – Miosen Awal. Kelompok
ini diendapkan di laut yang dipengaruhi oleh
kegiatan gunung api. Ketebalan Formasi
Kebo sekitar 550 m, sedangkan Formasi Butak
sekitar 334 m (Surono, 2008a).
Kelompok Kebo-Butak ditindih selaras
oleh Formasi Semilir, yang berupa batuan
hasil erupsi letusan gunung api asam, yang
didominasi oleh tuf lapili dan tuf, serta
Gambar 3. Kenampakan topografi Satuan
setempat terutama bagian bawah bercampur
Perbukitan Jiwo
sedimen klastika. Bagian bawah formasi ini
(Formasi Semilir bawah) didominasi oleh tuf
• Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan-
lapili dengan sisipan tuf dan lempung tufan,
DIY
batupasir tufan dan breksi batuapung. Batuan
Stratigrafi yang ditemui pada daerah
pembentuk bagian atas (Formasi Semilir atas)
pemetaan adalah batuan dari Kelompok Kebo-
didominasi oleh tuf dengan sisipan tuf lapili,
Butak dan Semilir. Kelompok Kebo butak
batupasir tufan dan batupasir kerikilan.
,terdiri atas Formasi Kebo dan Formasi Butak,
Surono (2008a) melakukan analisis
melampar luas di lereng utara Pegunungan
nannofosil dari dua percontoh di bagian
Baturagung. Formasi Kebo terdiri atas
bawah Formasi Semilir. Satu percontoh
perselingan antara batupasir dan batupasir
mengandung Discoaster deflandrei, D.
kerikilan, dengan sisipan batulanau,
druggii, D. variabilis, Cyclicargolithus
batulempung, tuf, dan serpih. Formasi Butak
floridanus, Calcidiscus macintyrei,
disusun oleh breksi polimik dengan selingan
Helicosphaera ampliaperta, H. euphratis, H.
batupasir, batupasir kerikilan, batulempung, dan
carteri, Sphenolithus conicus,
batulanau (1929) menduga Formasi Kebo dan
Coccolithus miopelagicus, Sphenolithus
Formasi Butak berumur Miosen Awal (?) –
moriformis,
Miosen Tengah. Sumarso dan Ismoyowati
Sedangkan percontoh lain menunjukkan
(1975) menganalisis foraminifera dalam
adanya Sphenolithus moriformis, S.
Formasi Kebo dan Butak dan mendapatkan
heteromorphus, S. belemnos,
umur N2 – N5 atau Oligosen Akhir – Miosen
Cyclicargolithus floridanus, Calcidiscus
Awal. Kemudian Rahardjo (2007) mengulangi
macintyrei, Helicosphaera euphratis, H.
melakukan analisis foraminifera pada tiga
ampliaperta, H. carteri, H. mediterranea,
percontoh dari Gunung Pegat, Watugajah dan
Coccolithus miopelagicus, dan
Pututputri, dan menemukan Globigerina
Discoaster deflandrei. Kumpulan nanofosil
ciperoensis, Catapsydrax dissimilis dan
kedua percontoh batuan tersebut masing-
Globigerinoides primordius, yang menunjukkan
masing menunjukkan umur Miosen Awal
umur P22-N4 (Oligosen Akhir – Miosen Awal).
bagian akhir atau Zona NN3. Surono (2008a)
Surono drr. (2006) menganalisis kandungan
juga melaporkan hasil penarikhan umur
fosil nanno dalam percontoh dari Perbukitan
mutlak Formasi Semilir dengan metode jejak
Jiwo Timur, yang diduga merupakan bagian dari
belah (fission track) zirkon pada dua
Kelompok 1
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Yogyakarta
percontoh tuf, yang menghasilkan umur 17,0 +
1,1 dan 16,0 + 1,0 juta tahun lalu atau akhir • Tektonik dan Struktur Geologi
Miosen Awal. Berdasarkan uraian di atas, umur Regional Pegunungan Selatan-DIY
Formasi Semilir adalah 20 – 16 juta tahun atau
Miosen Awal (Burdigalian). Umumnya Kompleks Pegunungan Selatan berupa
Formasi Semilir bawah ini diendapkan pada laut sebuah blok yang miring ke arah
yang kemudian berubah menjadi darat pada Samudera Indonesia (selatan), dimana
pengendapan Formasi Semilir atas (Surono, pada bagian utaranya terdapat gawir-
2008a). Ketebalan seluruh Formasi Semilir gawir yang memanjang relatif barat-timur.
bawah dan atas diduga 460 m (Surono drr., 1992). Hal ini terjadi karena adanya evolusi
Formasi Semilir ditindih selaras oleh satuan tektonik yang terjadi di Pulau Jawa pada
yang didominasi oleh breksi gunung api dan zaman Kapur hingga sekarang
aglomerat, yang dikenal dengan Formasi sedangkan adanya trend dengan arah
Nglanggeran. Formasi Nglanggeran terdiri atas relative barat laut – tenggara dikarenakan
breksi gunung api dan aglomerat, dengan sisipan adanya imbas tektonik dari pola meratus.
tuf dan lava andesit. Fosil jarang ditemukan Pembentukan struktur geologi daerah
dalam formasi ini, Rahardjo (2007) penelitian dimulai pada Miosen (periode
menentukan umurnya berdasarkan Neogen Compressional wrenching .Dally,
penemuan foraminifera yakni N5-N6 atau dkk,1991) struktur yang terbentuk adalah
Miosen Awal. sesar mendatar .
Bronto drr. (2008b) mengusulkan suatu Struktur geologi yang
nama Formasi Wonolelo untuk satuan batuan berkembang di daerah penelitian
yang tersingkap di Desa Wonolelo, Pleret, diidentifikasi berdasarkan bukti langsung
Bantul, terdiri atas lava, breksi dan di lapangan berupa adanya beberapa sesar
konglomerat. Penulis mendapatkan satuan minor dan dikombinasikan dengan
batuan ini juga tersingkap di Desa Candisari (di interpretasi topografi apabila struktur
utara Piyungan) yang kedudukan stratigrafinya yang ditunjukkan oleh adanya kelurusan
berada di bawah Formasi Semilir. Umur satuan morfologi, kemudian ditemukan indikasi
ini belum diketahui dengan pasti, diduga – indikasi adanya lapisan tegak, kelurusan
seumur dengan Formasi Semilir bawah atau kedudukan batuan yang berbeda diantara
bagian atas Kelompok Kebo-Butak, yakni sekitarnya, hal tersebut mengindikasikan
Oligosen Akhir. Formasi ini diduga terbentuk di bahwa adanya pengaruh struktur geologi
laut dan mempunyai ketebalan sekitar 60m yang mengontrol daerah tersebut.
Struktur geologi di pegunugan selatan
didominasi oleh sesar yang berarah timur laut
– barat daya (pola meratus), dan utara-
selatan (pola sunda). Sedangkan sebagaian
kecil berarah barat laut – tenggara dan barat –
timur ( pola jawa). Kelompok sesar berarah
timur laut barat daya merupakan sesar tertua
yang dibentuk oleh penunjaman kapur.
Kelompok sesar berarah barat laut – tenggara
dan sesar berarah utara selatan Terbentuk
pada Pliosen Akhir, sedangkan kelompok
sesar berarah timur- barat merupakan sesar
termuda yang mungkin berhubungan dengan
pengangkatan daerah penelitian. Sebagian
besar sesar dari kelompak sesar berarah timur
laut - baratdaya dan kelompok sesar berarah
utara - selatan merupakan sesar geser
mengiri, sebagiai kecil teraktifkan kembali
menjadi sesar turun. Sedangkan sesar dari
kelompok sesar barat Iaut tenggara umumnya
Gambar 4. Kolom Stratigrafi merupakan sesar naik dan kelompok sesar
Pegunungan Selatan menurut Wartono dan berarah barat timur merupakan sesar geser
Surono (1994) (sebagian menganan) dan sesar turun.
(Sudarno, 1997). Penelitian secara umum
telah dipublikasikan oleh Pusat Survei

Kelompok 1
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Yogyakarta
Geologi (dahulu Pusat Penelitian dan Setelah dilakukan pengamatan baik
Pengembangan Geologi) di dalam peta geologi secara langsung maupun tidak langsung, data
Lembar Yogyakarta (Rahardjo drr., 1995), yang telah didapatkan kemudian
Lembar Surakarta dan Giritontro (Surono drr., dihubungkan dengan peta geologi untuk
1992), Lembar Klaten (Samodra dan Sutisna, melakukan penarikan batas-batas satuan
1997), dan Lembar Pacitan (Samodra drr., geomorfologi. Selain langkah di atas,
1992). Penelitian struktur secara lebih rinci pembagian satuan geomorfologi dilakukan
telah dilakukan oleh Santoso (1995), Sudarno sesuai dengan bentuk, derajat kemiringan,
(1997) dan Setiawan (2000) di daerah Bayat dan tenaga yang menghasilkan bentuk lahan,
sekitarnya. serta resistensi dari bentuk lahan tersebut.
Penamaan dari satuan gomorfologi yang
terdapat pada wilayah kavling dilakukan
dengan menggunakan modifikasi dari
klasifikasi Van Zuidam (1983).

3.1.1. Satuan Perbukitan Homoklin (S1)


Satuan bentuk lahan ini merupakan
satuan bentuk lahan yang memiliki luasan 55
% dari kavling. Pada peta, satuan ini
memiliki warna ungu kemerahan dengan
tanda S1. Bentuk lahan ini berada di tengah
kavling dari barat hingga ke tenggara
kavling. Satuan bentuk lahan ini memiliki
Gambar 5. Arah pola struktur Jawa bagian timur bentuk perbukitan dengan kelerengan agak
(modifikasi dari Sribudiyani dkk., 2003). Kontur (garis curam hingga curam. Pemebntukan bentukan
tipis putus-putus) adalah kedalaman batuan alas dan satuan bentuk lahan ini dikontrol oleh tenaga
garis –titik-garis tebal adalah batas Propinsi Jawa dari dalam bumi. Satuan bentuk lahan ini
Tengah dan Jawa Timur memiliki resistensi yang kuat, terlihat pada
peta topografi memiliki kontur yangr rapat.
Satuan perbukitan homoklin ini memiliki
pola pengaliran subdendritik hingga paralel.
Perbukitan ini dinamakan sebagai perbukitan
homoklin karena memiliki perlapisan batuan
yang memiliki arah penunjaman yang relatif
sama.

3.1.2 Satuan Gawir Sesar (S2)


Satuan bentuk lahan ini memiliki
Gambar 6. Arah struktur sesar di cekungan luasan 5 % dari kavling. Pada peta, satuan ini
pegunungan selatan bagian barat berwarna ungu gelap dengan simbol S2.
Bentuk lahan ini berada pada bagian barat
daya kavling. Satuan bentuk lahan ini
3. HASIL DAN PEMBAHASAN memiliki bentuk yaitu lereng dengan nilai
kelerengan yang curam. Satuan gawir sesar
3.1. Satuan Geomorfologi ini dikontrol oleh adanya sesar dan memiliki
Pembagian satuan geomorfologi pada resistensi yang kuat. Selain itu, pada gawir
kavling menggunakan pengamatan secara garis sesar ini terjadi proses eksogen berupa
langsung dan tidak langsung di lapangan. erosi oleh air maupun angin. Pada satuan
Pengamatan tidak langsung yang dilakukan bentuk lahan ini pola pengaliran yang
yaitu melakukan interpretasi peta topografi, berkembang yaitu pola paralel.
citra dan pemahaman tentang fisiografi regional
wilayah kavling. Pengamatan secara langsung
di lapangan yaitu pengambilan data-data yang 3.1.3. Satuan Dataran Aluvial (F1)
digunakan untuk membagi satuan geomorfologi Satuan bentuk lahan ini memiliki
antara lain berupa data litologi, struktur berupa luasan 25 % dari kavling. Satuan ini dicirikan
kedudukan batuan, kekar, maupun sesar. dengan warna hijau dan simbol F1 pada peta.

Kelompok 1
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Yogyakarta
Bentuk lahan ini memiliki bentuk yaitu dataran
dengan kelerengan datar. Bentuk lahan ini
tersusun atas material lepas. Proses sedimentasi
lebih berkembang dibandingkan proses erosi
pada satuan bentuk lahan ini. Satuan ini
dihasilkan dari pengendapan yang dihasilkan
oleh proses fluviatil.

3.1.4. Stadia Erosi


Pada kavling, stadia erosi yang
berkembang merupakan stadia erosi muda.
Stadia erosi muda ditandai dengan bentukan Gambar 7. Kolom stratigrafi daerah penelitian
sungai yang belum teratur. Selain itu, sungai
yang dijumpai biasanya berukuran kecil dan • Satuan Batupasir Serut
mengalir dari lereng-lereng yang sangat curam. Litologi penyusun Satuan batupasir
Pada stadia ini, erosi bekerja secara vertikal. Serut terdiri atas :
Hasil dari erosi yang tersebut terlihat dari 1. Batupasir
tebing-tebing yang curam dan memiliki lembah
seperti huruf V atau “v shaped valley”. Hal ini Secara megaskopis batupasir pada
dapat terlihat pada bentuk satuan perbukitan daerah ini memiliki karakteristik warna
homoklin di mana terdapat banyak alur liar coklat – abu-abu, memiliki ukuran pasir
yang berkembang sehingga menghasilkan halus-sedang, terpilah baik, memiliki
lembah-lembah yang memiliki bentuk V. Selain bentuk butir menyudut tanggung. Batuan
memiliki bentuk yang kecil, tenaga yang ini memiliki kemas tertutup. Tersusun atas
dihasilkan sungai bernilai kecil. Sehingga aliran fragmen berupa litik; matriks berupa
sungai ini tidak dapat memotong suatu batuan kuarsa, hornblende, piroksen. Batuan ini
dengan resistensi tinggi. Sehingga aliran ini memiliki semen silika. Struktur yang
akan berusaha mencari atau melewati bagian terdapat pada batuan ini yaitu masif.
yang memiliki resistensi yang lebih rendah. 2. Tuff
Perbedaan resistensi dari batuan yang dilalui Secara megaskopis tuff memiliki
oleh sungai pada stadia erosi muda juga dapat karakteristik warna putih – abu-abu,
menghasilkan suatu perbedaan topografi. Hal memiliki ukuran butir debu/tufa (<2mm)
ini menyebabkan pada beberapa tempat di (Fisher), terpilah baik, memiliki bentuk
wilayah kavling didapatkan dinding-dinding air butir menyudut tanggung. Batuan ini
terjun. memiliki kemas tertutup. Struktur yang
terdapat pada batuan ini yaitu masif.
3. Batulanau
3.2. Stratigrafi Secara megaskopis batulanau pada
3.2.1. Pembagian Satuan Litostratigrafi daerah ini berwarna putih (segar) coklat
Pembagian litostratigrafi dimaksud untuk (lapuk). Memiliki ukuran butir lanau (0,004
menggolongkan batuan di bumi secara – 0,0625 mm) (Wenworth), terpilah baik,
bersistem menjadi satuan-satuan bernama yang memiliki bentuk butir membundar. Struktur
bersendi pada ciri-ciri litologi. Pada Satuan sedimen yang berkembang adalah masif.
Litostratigrafi penentuan satuan didasarkan Satuan batupasir Serut memiliki
pada ciri-ciri batuan yang dapat diamati di kontak dengan satuan breksi polimik
lapangan. Penentuan batas penyebaran tidak Sampang di sisi selatan kavling dan
tergantung kepada batas waktu. diatasnya menumpang endapan aluvial.
Ciri-ciri litologi meliputi jenis batuan, Untuk hubungan stratigrafi antara
kombinasi jenis batuan, keseragaman gejala satuan batupasir Serut dan satuan breksi
litologi batuan dan gejala-gejala lain tubuh polimik Sampang, keduanya diendapkan
batuan di lapangan. Satuan Litostratigrafi dapat secara selaras.
terdiri dari batuan sedimen, metasedimen,
batuan asal gunungapi (pre-resen) dan batuan
hasil proses tertentu serta kombinasi
daripadanya.

Kelompok 1
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Yogyakarta

3. Sisipan Lanau
Selain batupasir kerikilan dan breksi,
hadir juga batulanau yang hadir sebagai sisipan
saja yang memiliki kenampakan warna abu-
abu dengan struktur masif.
Satuan breksi polimik Sampang
memiliki kontak dengan satuan batupasir Serut
di sisi utara kavling dan di sisi selatan terdapat
kontak dengan satuan batupasir vulkanik
Terbah dan satuan breksi vulkanik
Hargomulyo, diendapkan secara selaras
dengan satuan batupasir Serut dibawahnya dan
Gambar 8. Batupasir Serut satuan batupasir vulkanik Terbah dengan
satuan breksi vulkanik Hargomulyo diatasnya.

• Satuan Breksi Sampang

Satuan breksi polimik Sampang


merupakan satuan yang lebih muda dibandingkan
satuan batupasir Serut, dimana satuan ini
memiliki pola persebaran yang sama yaitu barat-
timur dan memiliki kontak selaras dengan satuan
batupasir Serut di sisi utara kemudian di sisi
selatan kontak dengan satuan batupasir vulkanik
Terbah dan satuan breksi vulkanik Hargomulyo.
Gambar 9. Blok Breksi Sampang berstruktur
Satuan breksi polimik Sampang tersusun masif
atas breksi dengan fragmen andesit dan basalt,
kemudian diselingi dengan hadirnya batupasir
kerikilan dan adanya sisipan lanau.

1. Breksi
Secara megaskopis breksi Sampang
memiliki warna fresh abu-abu, warna lapuk
coklat, dengan ukuran kerikil-brangkal, dengan
derajat pembundaran agak menyudut, pemilahan
buruk, didukung butiran, dengan kemas terbuka.
Dan komposisi fragmen: andesit, basalt,
batupasir, lanau, matriks: pyroxene, batupasir,
andesit, basalt, batupasir, batulanau kuarsa, dan Gambar 10. Blok lanau berstruktur masif
semen: silikat dengan struktur masif dan reverse
graded bedding.
2. Batupasir kerikilan
Batupasir Sampang meiliki kenampakan
warna fresh abu-abu, warna lapuk coklat, dengan
ukuran butir pasir sedang-kerikil(4-0,25mm),
memiliki pemilahan buruk, didukung butiran
dengan kemas terbuka. Komposisi batupasir
kerikilan ini berupa fragmen:
litik,pyroxene,kuarsa, dan matriks: litik,
pyroxene,kuarsa, semen: silikat, dengan struktur
perlapisan bergradasi dan masif.
Gambar 11. Blok sisispan lempung

Kelompok 1
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Yogyakarta
bentuk membundar. Batuan ini memiliki
kemas didukung butiran. Batuan ini
tersusun atas fragmen berupa zeolit dan
batupasir; tersusun atas matriks berupa
batupasir, zeolit, kuarsa, piroksen. Batuan
ini memiliki semen silika. Batuan ini
memiliki struktur masif.
Penamaan batuan sebagai breksi zeolit
berdasarkan fragmen penyusun dari breksi
tersebut. Breksi yang dijumpai umumnya
memiliki warna kehijauan dikarenakan
adanya pengaruh dari fragmen. Selain itu,
Gambar 12. Blok Batupasir Kerikilan pada breksi ini secara dominan tersusun
atas zeolit sehingga penamaan batuan
• Satuan Batupasir Vulkanik Terbah menjadi breksi zeolit.
2. Batupasir Tuffan
1. Batupasir
Kenampakan megaskopis batupasir Secara megaskopis batupasir tuffan
berwarna abu-abu putih, ukuran butir pasir memiliki karakteristik warna coklat – abu-
halus-sedang, subangular, terpilah buruk, abu, memiliki ukuran pasir halus-sedang,
kemas terbuka, fragmen: litik, andesit, terpilah baik, memiliki bentuk butir
matriks: litik, andesit, semen:silika, memiliki menyudut tanggung. Batuan ini memiliki
struktur sedimen berupa massif dan perlapisan kemas tertutup. Tersusun atas fragmen
bergradasi. berupa litik; matriks berupa kuarsa,
2. Tuff hornblende, piroksen. Batuan ini memiliki
Kenampakan megaskopis dari litologi tuff semen silika. Struktur yang terdapat pada
berwarna putih keabuan, ukuran butirnya debu batuan ini yaitu masif.
halus (<0,04 mm), memiliki struktur sedimen Satuan batuan breksi Hargomulyo
berupa masif. memiliki kontak dengan 2 satuan batuan
Hubungan stratigrafi antara satuan pada kavling. Kontak tersebut dengan
batupasir Terbah dan satuan breksi satuan breksi sampang dan satuan batupasir
Hargomulyo adalah beda fasies, untuk satuan terbah. Satuan ini memiliki kontak selaras
batupasri Terbah dengan satuan breksi dengan satuan breksi sampang yang
Sampang adalah selaras. Untuk umur memang terendapkan lebih dulu. Kemudian
tidak didapatkan data fosil pada kedua satuan hubungan antara satuan breksi Hargomulyo
batuan. dan satuan batupasir Terbah memiliki
hubungan beda fasies yang memiliki
• Satuan Breksi Hargomulyo kemungkinan yaitu menjari maupun
Litologi penyusun Satuan breksi melensa.
Hargomulyo terdirii atas breksi zeolit dan
batupasir tuffan.
1. Breksi Zeolit
Secara megaskopis, breksi zeolit
memiliki karakteristik warna segar abu-abu
kehijauan; tersusun atas butiran dengan
ukuran butir 2-8 cm. Butiran pada batuan ini
memiliki pemilahan yang buruk dengan

Kelompok 1
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Yogyakarta
lipatan antiklin yang ditunjukan dengan
kimiringan dip yang berlawanan yaitu pada
Formasi Semilir dan Formasi Wonosari.

Struktur geologi yang berkembang di


daerah penelitian diidentifikasi
berdasarkan bukti langsung di lapangan
berupa adanya beberapa sesar minor dan
dikombinasikan dengan interpretasi
topografi apabila struktur yang ditunjukkan
oleh adanya kelurusan morfologi,
kemudian ditemukan indikasi – indikasi
adanya lapisan tegak, kelurusan kedudukan
batuan yang berbeda diantara sekitarnya,
hal tersebut mengindikasikan bahwa
adanya pengaruh struktur geologi yang
mengontrol daerah tersebut. Berdasarkan
metode ini, ada beberapa daerah yang
menjadi lokasi sebaran dari sesar tersebut
yang kemudian dilakukan penamaan sesar
menurut klasifikasi Rickard, 1972.

Gambar 13. Blok Breksi Hargomulyo

• Satuan Endapan Aluvial

Secara megaskopis, satuan aluvial ini


Gambar 14. Diagram klasifikasi sesar menurut
memiliki karakteristik warna abu-abu dan
Rickard, 1972.
disusun oleh endapan hasil lapukan batuan.
Memiliki hubungan stratigrafi tidak
selaras menumpang di atas bagian dari satuan
batupasir Serut. 3.3.1. Sesar Kragilan
Pada pengamatan kelurusan topografi,
3.3. Struktur Geologi memperlihatkan kelurusan relatif TL-BD
Kompleks Pegunungan Selatan dan dijumpai pada satuan batupasir Serut.
berupa sebuah blok yang miring ke arah Sesar ini merupakan sesar mendatar kiri
Samudera Indonesia (selatan), dimana pada dengan arah N019E. Analisa sesar ini
bagian utaranya terdapat gawir- gawir yang berdasarkan data dilapangan berupa kekar
memanjang relatif barat-timur. Hal ini terjadi shear fracture dan gash fracture yang
karena adanya evolusi tektonik yang terjadi di mencacah litologi berupa batuan beku diorit
Pulau Jawa pada zaman Kapur hingga dan juga adanya breksiasi. Berdasarkan
sekarang sedangkan adanya trend dengan analisa, arah umum shear fracture:
arah relative barat laut – tenggara N026E/78 dan gash fracture: N290E/82,
dikarenakan adanya imbas tektonik dari pola dan breksiasi N019E dengan dip mengikuti
meratus. perpotongan shear fracture dan gash
Pembentukan struktur geologi fracture, lalu dapat ditentukan rake dan
daerah penelitian dimulai pada Miosen pergerakan sesar dengan hasil rake 8 dan
(periode Neogen Compressional wrenching nama Left Slip Fault, (Rickard, 1972).
.Dally, dkk,1991) struktur yang terbentuk Di lokasi pengambilan data,
adalah sesar mendatar.Akibat gaya kedudukan lapisan batuan di sekitar zona
extensional ini juga menghasilkan bentukan pensesaran memperlihatkan perubahan

Kelompok 1
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Yogyakarta
secara tidak beraturan. Perubahan tersebut analisa didapatkan arah umum Shear
mungkin disebabkan oleh adanya intrusi fracture: N036E/78, Gash Fracture:
mikrodiorit di lokasi atau oleh adanya Sesar N314E/73 Dan Rake : 9 dan dinamakan
Kragilan ini. Left Slip Fault, (Rickard, 1972).

Keterangan Keterangan
Bidang Sesar : N019E/81 Bidang Sesar : N028E/76
Shear Fracture: N026E/78 Shear fracture: N036E/78
Gash Fracture: N290E/82 Gash Fracture: N314E/73
Rake : 8 Rake : 9
Netslip : 9, N200E Netslip: 12, N204E
T1 : 11, N230E T1 : 19,N238E
T1’ : 8, N204E T1’ : 15, N226E
T2/T2’ : 78, N070E T2/T2’ : 72, N074E
T3 : 60, N320E T3 : 8, N314E
T3’ : 8’, N292E T3’ : 3, N170E
Left Slip Fault, (Rickard, 1972) Left Slip Fault, (Rickard, 1972)

Gambar 16. Kenampakan breksiasi dan kekar (Sesar


Kragilan). Berdasakan analisa stereonet didapatkan
hasil left Slip Fault (Rickard, 1972).

Gambar 15. Kenampakan SF dan GF (Sesar Kragilan).


Berdasakan analisa stereonet didapatkan hasil left Slip
Fault (Rickard, 1972).

Sesar ini merupakan sesar mendatar


dengan arah relatif TL-BD. Sesar ini masih Gambar 17. Sayatan Tipis Diorit
berhubungan dengan sear yang di atas
sebelumnya, sesar dijumpai pada satuan
batupasir Serut dengan data yang dijumpai
dijumpai di lapangan berupa Shear fracture,
gash fracture, dan breksiasi. Berdasarkan

Kelompok 1
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Yogyakarta
3.3.2. Kekar 3.3.3. Potensi Geowisata
Analisa kekar dilakukan untuk Selain dari sisi keilmuan, pada lokasi
mengetahui tegasan yang mengontrol ini memiliki beberapa tempat geowisata
perkembangan kekar di daerah penelitian. yang cukup menarik. Daerah ini pada
Pengambilan data kekar berupa shear joint elevasi tinggi memiliki tempat dengan
dilakukan di sekitar daerah Watugajah pada pemandangan yang indah. Bentuk
litologi batuan beku. Berdasarkan hasil analisa pemandangan ini terjadi akibat proses
stereografis, didapatkan arah umum dari shear geologi yang terjadi pada daerah ini. Untuk
joint dan tegasan T1,T2,T3. Analisa pemanfaatan sendiri, warga sekitar belum
menunjukkan arah umum Shear joint 1: memaksimalkan potensi geowisata pada
N342E/82 lalu Shear joint 2 : N040E/74, dari daerah ini. Salah satunya yaitu bukit intrusi
perpotongan shear joint didapatkan T2 mikrodiorit yang pada puncaknya
N130E, selanjutnya T1 N010E diantara sudut menawarkan pemandangan alam yang
lancip shear dan T3 N010E, 90 derajat dari indah.
T1. Kekar yang lain berupa Release joint:
N104E/80 dan Extension Joint: N006E/80.

Keterangan
Shear Joint 1: N342E/82
Shear Joint 2: N040E/74
T1: N010E
T2: N130E
T3: c
Release Joint: N104E/80
Extension Joint: N006E/80

Gambar 19. Pemandangan pada puncak Bukit


Intrusi

Pemandangan pada daerah ini sangat


indah. Hanya saja untuk pemaksimalan
geowisata masih sangat minim.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dari
penelitian ini, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Daerah penelitian dapat dibagi menjadi
empat satuan bentuk lahan yaitu
Satuan Perbukitan Homoklin, Satuan
Perbukitan Plato Homoklin, Satuan
Gawir Sesar, dan Satuan Dataran
Aluvial.
2. Daerah penelitian terdapat empat
satuan batuan dari yang tertua adalah
Gambar 18. Kenampakan kekar dan hasil analisa satuan batupasir Serut, satuan breksi
stereonet Sampang, dan dua satuan yang
diperkirakan beda fasies adalah satuan
breksi vulkanik Hargomulyo dan

Kelompok 1
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”Yogyakarta
satuan batupasir vulkanik Terbah. Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya
Kemudian terdapat endapan aluvial di Paramitha.
bagian utara peta.
3. Satuan batupasir Serut memiliki litologi Husein, S & Srijono. 2010. Peta
batupasir, tuf, dan batulanau. Dimana Geomorfologi Daerah Istimewa
batupasir pada satuan ini dominan. Yogyakarta. Simposium Geologi
Ketebalan yang sering muncul berkisar 2- Yogyakarta, hal. 1-11.
5m dengan warna cream hingga coklat. Husein, S & Srijon. 2007. Tinjauan
4. Satuan breksi Sampang memiliki litologi Geomorfologi Pegunungan Selatan
batupasir dan breksi. Pada satuan ini DIY/Jawa Tengah: telaah peran faktor
terdapat kontak erosi pada batupasir endogenik dan eksogenik dalam proses
dengan breksi. Dalam hal ini pembentukan pegunungan. Seminar
diperkirakan breksi ini diendapkan secara Potensi Geologi Pegunungan Selatan
turbidit dan menggerus lapisan batupasir dalam Pengembangan Wilayah di
sehingga tampak bidang erosi. Yogyakarta.
5. Satuan batupasir vulkanik Terbah Prasetyadi, C, Ign. Sudarno, VB Indranadi,
memiliki litologi batupasir vulkanik, dan Surono. Pola dan Genesa
batulanau, dan tuf. Dalam hal ini aktivitas Struktur Geologi Pegunungan
vulkanisme meningkat sehingga material Selatan, Provinsi Daerah Istimewa
vulkanik dalam batuan sedimen terekam Yogyakarta dan Provinsi Jawa
sangat baik. Tengah. Jurnal Sumber Daya
6. Satuan breksi vulkanik Hargomulyo Geologi, vol. 21, no. 2, hal. 91 – 107.
memiliki litologi berupa batupasir Prasetyadi, C. 2007. Evolusi Tektonik
vulkanik, tuf, dan breksi vulkanik. Breksi Paleogen Jawa Bagian Timur.
vulkanik ini memiliki fragmen dan Disertasi Doktor, Teknik Geologi
matrik zeolit dimana hal ini menunjukan ITB, tidak dipublikasikan.
bahwa aktivitas vulkanisme juga intens IAGI. 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia.
pada daerah ini. Surono. 2009. Litostratigrafi Pegunungan
7. Struktur geologi yang berkembang pada Selatan Bagian Timur Daerah
daerah penelitian ini dikontrol oleh Istimewa Yogyakarta dan Jawa
subduksi dari selatan jawa. Hal ini Tengah. Jurnal Sumber Daya
dikarenakan tegasan utama dari arah Geologi, vol. 19, no. 3, hal. 209 –
selatan-utara. Struktur mayor yang 221.
berkembang adalah sesar mendatar kiri Surono. 2008. Litostratigrafi dan
dengan strike bidang sesar ke arah timur sedimentasi Formasi Kebo dan
laut. Formasi Butak di Pegunungan
8. Dari hasil analisa sesar di lokasi Baturagung, Jawa Tengah Bagian
pengambilan data, kedudukan lapisan Selatan. Jurnal Geologi Indonesia,
batuan di sekitar zona pensesaran vol. 3, no. 4, hal. 183 – 193.
memperlihatkan perubahan secara tidak Tim Penyusun. 2018. Buku Panduan Kuliah
beraturan. Perubahan tersebut mungkin Lapangan Pemetaan Geologi.
disebabkan oleh adanya intrusi Sleman: Jurusan Teknik Geologi,
mikrodiorit di lokasi atau oleh adanya UPNVY.
Sesar Kragilan ini. Tim Penyusun. 2017. Buku Panduan
9. Terdapat beberapa potensi geowisata Geologi Lapangan Bayat. Sleman:
yang hadir, salah satunya yaitu bukit Jurusan Teknik Geologi, UPNVY.
intrusi mikrodiorit yang menawarkan Zuidam,R.A,van, 1985, Aerial Photo
pemandangan alam yang indah. Interpretation in Terrain
Analysis and Geomorphological
Mapping, Netherland :
DAFTAR PUSTAKA
SmitsPublishers, The Hague.

Brahmantyo, Budi & Bachtiar, T. (2009).


Wisata Bumi Cekungan Bandung.
Bandung: Truedee Pustaka Sejati.

Darmadji, R.S. 1995. Istilah-istilah Dunia

Kelompok 1

Anda mungkin juga menyukai