Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL

PENGEMBANGAN WISATA PANTAI LAGUNA BERBASIS


COMMUNITY BASED TOURISM UNTUK MEWUJUDKAN
KESEJAHTERAAN EKONOMI MASYARAKAT KAUR

DISUSUN OLEH :
FATHIAR RIZKI ANDIGA

SMA NEGERI 10 PENTAGON KAUR


2018
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pantai Laguna merupakan obyek wisata pantai andalan yang berada di ujung
selatan Bengkulu. Pantai Laguna berlokasikan di Jalan Lintas Barat Sumatera ruas
Krui-Bintuhan Desa Merpas, Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur, Bengkulu.
Pantai ini memiliki daya tarik yang mengagumkan; berupa pemandangan pantai
yang indah, tempatnya yang landai dan pasir putih yang lembut. Pantai yang
merupakan objek wisata unggulan yang ada di Kaur ini telah menjadi tujuan
banyak wisatawan.

Pantai ini menyuguhkan kombinasi yang sempurna; kejernihan air laut dan
pantai berpasir putih lembut yang terhampar dengan landai, kumpulan pohon
pinusnya yang rimbun membawa suasana sejuk, deburan ombaknya yang lembut
serta terumbu karangnya yang indah. Jarak antara bibir pantai dengan pembatas
karang sekitar 100 sampai dengan 150 meter. Sehingga aman bagi pengunjung
yang ingin menikmati segarnya air laut dan bagi para wisatawan yang ingin
snorkeling.

Terumbu karang yang masih terjaga membuat banyak varietas hewan hidup
dan berkembang dengan lebih baik di pantai ini. Terumbu karang yang masih
alami juga menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi beberapa hewan sebagai
tezmpat perlindungan diri dari musuh ataupun predator. Hal ini pulalah yang
menjadikan pantai ini kaya akan hasil lautnya. Sehingga, banyak masyarakat
pesisirnya yang bermata pencaharian sebagai nelayan.

Berburu gurita menjadi pencarian utama bagi para nelayan, dikarenakan


melimpahnya gurita di pantai ini dan harganya yang jika dijual cukup tinggi
sehingga dapat menambah penghasilan bagi masyarakat setempat. Selain itu,
gurita juga telah lama menjadi maskot kebanggaan Kabupaten Kaur. Hal ini
pulalah yang membuat Kaur terkenal akan hasil guritanya. Banyak olahan
makanan yang berbahan dasar gurita, seperti ka’ite, sate gurita, dan gurita kering
yang menjadi buah tangan khas daerah Kaur.
Banyak sekali keunggulan yang tersaji di Pantai Laguna . Ditambah lagi,
pantai ini tentunya akan menjadi objek wisata unggulan jika saja benar-benar
dikelola dengan baik oleh pemerintah maupun masyarakat setempat. Namun
sayangnya, objek pariwisata ini masih dikelola oleh masyarakat lokal. Kurangnya
mendapatkan perhatian dari masyarakat setempat menjadikan masyarakatnya
mandiri dalam mengelola pantai. Sehingga fasilitas-fasilitas yang tersedia masih
bersifat apa adanya. Terlebih dikarenakan kurangnya pengetahuan bagi
masyarakat setempat untuk mengelola pantai ini dengan baik dan memanfaatkan
potensi yang ada di pantai ini. Pada dasarnya, masyarakat masih sangat mampu
untuk mengembangkan pariwisata Pantai Laguna agar menjadi obyek wisata
unggulan dengan mengelolanya secara mandiri dengan sebaik mungkin. Melalui
pengelolaan ini masyarakat juga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial
ekonomi bersama secara merata, dan mampu mengurangi perbedaaan kelas antara
individu dalam masyarakat.

Apabila pariwisata Pantai Laguna dikembangkan lagi secara bijak oleh


pemeritah, tentunya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
membangun perekonomian daerah, karena pariwisata itu sendiri sebagai sumber
pendapatan daerah dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih
menguntungkan bagi masyarakat setempat. Oleh karena itu, pariwisata dapat
menjadi cara ampuh untuk pengembangan perekonomian daerah. Pengembangan
wisata yang baik haruslah memberikan keuntungan kepada masyarakat sekitar
objek wisata. Bukannya memberikan keuntungan hanya kepeda pemerintah yang
berjabat ataupun kepada komunitas masyarakat tertentu secara individu, dengan
kata lain keuntungan tersebut tidak merata ke seluruh masyarakat yang ada sekitar
pesisir.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penulis akan memecahkan


persoalan wisata Pantai Laguna dengan membuat rancangan proposal dengan
judul Pengembangan Wisata Pantai Laguna Berbasis Community Based Tourism
dalam Mewujudkan Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kaur.
B.Rumusan Masalah

Dari masalah yang ada penulis menemukan solusi untuk mengatasinya, maka
timbullah pertanyaan yang berkaitan dengan penulisan ini. Pertanyaan tersebut
yaitu:

1) Bagaimana pengembangan wisata Pantai Laguna berbasis Community


Based Tourism dalam mewujudkan kesejahteraan ekonomi masyarakat
Kaur ?

Tujuan

Dalam Pengajuan proposal ini penulis memiliki tujuan, yaitu:

1) Mengembangkan wisata pantai laguna berbasis community based tourism


dalam mewujudkan kesejahteraan ekonomi ke masyarakat Kaur.

Manfaat

Manfaat penulisan proposal ini adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam hal sosial ekonomi dan


budaya
2) Memberikan saran kepada pemerintah agar dapat mengelola dan
mengembangkan periwisata yang ada di Bengkulu menjadi lebih baik
3) Dapat membangun perkonomian daerah
TINJAUAN PUSTAKA

A.Wisata
Wisata merupakan sebuah perjalanan di mana seseorang dalam
perjalanannya singgah sementara di beberapa tempat dan akhirnya kembali lagi ke
tempat asal dimana dimulainya suatu perjalanan. Menurut Kodyat (1983:4),
wisata adalah perjalanan dari suatu tempat lain yang bersifat sementara, dilakukan
perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau
keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam demensi sosial,
budaya, alam, dan ilmu. Wisata adalah perjalanan atau sebagian dari kegiatan
tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek
dan daya tarik wisata. Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan mendefinisikan wisata sebagai kegiatan perjalanan yang
dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu
untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya
tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
B.Pariwisata Pantai
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah
dan pemerintah daerah. Menurut undang – undang Republik Indonesia Nomor 9
tahun 1990 tentang kepariwisataan, ada dua jenis obyek dan daya tarik wisata,
yaitu: (1) obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
berwujud keadaan alam, flora, dan fauna; dan (2) obyek dan daya tarik wisata
hasil arya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan
sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan
alam, taman rekreasi, dan taman hiburan. Meurut Karyono (1997), suatu daerah
tujuan wisata mempunyai daya tarik, obyek dan atraksi wisata. Mengenai daya
tarik, tujuan wisata harus mampu menunjukkan: 1) sesuatu yang bisa dilihat
(something to see); 2) sesuatu yang dapat dikerjakan (something to do); dan 3)
sesuatu yang dapat dibeli (something to buy).
Dengan demikian yang dimaksud wisata pantai dalam karya tulis ini
adalah sebuah kegiatan perjalanan yang dilakukan seseorang atau sekelompok
orang dengan mengunjungi obyek wisata berupa pantai untuk tujuan rekreasi,
mencari kesenangan dan kebahagiaan, atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara secara sukarela.
C.Model Community Based Tourism
Prospek pariwisata ke depan menurut World Tourism Organization
(WTO) sangat menjanjiikan. Industri pariwisata berkontribusi cukup signifikan
terhadap perekonomian global dan berpotensi untuk dikembangkan seluruh dunia
(Sirakaya dan Choi, 2001). Sektor pariwisata sangat diharapkan banyak negara
berkembang sebagai sumber invisible export (eksport yang tidak tampak) untuk
meraih devisa (ESCAP, 1996: 9). Oleh karena itu, mereka menetapkan
pariwisata sebagai sektor yang menjadi prioritas dalam kebijakan pembangunan.
Hal ini karena sektor pariwisata secara signifikan mampu dijadikan sebagai
penyeimbang neraca melalui pembayaran/sumber devisa, menciptakan lapangan
pekerjaan, eksternal dan efek berganda dari belanja wisata. Industri pariwisata
sering dianggap sebagai media pembangunan ekonomi yang tidak memerlukan
investasi terlalu besar (Antariksa, 2012:2).
Pengembangan pariwisata yang baik harus memberikan keuntungan
ekonomi, sosial dan budaya kepada komunitas di sekitar destinasi. Kemudian
lahirlah pemikiran untuk mengembangkan pariwisata yang lebih berpihak pada
masyarakat yang kemudian dikenal dengan istilah Community Based Tourism
(CBT) atau pariwisata berbasis komunitas. Sebutan lain CBT adalah community
tourism sebagai kependekan dari community based tourism. Melalui
pengembangan CBT diharapkan industri pariwisata dapat menjadi instrumen
pembangunan yang lebih menyejahterakan masyarakat. Secara global CBT
tidak sekedar pengembangan pariwisata melainkan juga dikembangkan sebagai
bagian dari program penanggulangan masalah kemiskinan.
Menurut Garrod (2001:4), terdapat dua pendekatan berkaitan dengan
penerapan prinsip-prinsip perencanaan dalam konteks pariwisata. Pendekatan
pertama yang cenderung dikaitkan dengan sistem perencanaan formal sangat
menekankan pada keuntungan potensial dari ekowisata. Pendekatan ke dua,
cenderung dikaitkan dengan istilah perencanaan yang partisipatif yang lebih
concern dengan ketentuan dan pengaturan yang lebih seimbang antara
pembangunanan dan perencanaan terkendali. Pendekatan ini lebih menekankan
pada kepekaan terhadap lingkungan dalam dampak pembangunan ekowisata.
Salah satu bentuk perencanaan yang partisipatif dalam pembangunan pariwisata
adalah dengan menerapkan CBT sebagai pendekatan pembangunan. Definisi CBT
yaitu: 1) bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat
lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan
pariwisata, 2) masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha
pariwisata juga mendapat keuntungan, 3) menuntut pemberdayaan secara politis
dan demokratisasi dan distribusi keuntungan kepada komunitas yang kurang
beruntung di pedesaan.
Suansri (2003:14) mendefinisikan CBT sebagai pariwisata yang
memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya. CBT
merupakan alat pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan. Atau dengan
kata lain community based tourism merupakan alat untuk mewujudkan
pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
Suansri (2003:21-22), mengembangkan 5 prinsip sebagai aspek utama
dalam pengembangan CBT. Pertama, prinsip ekonomi dengan indikator
timbulnya dana untuk pengembangan komunitas, terciptanya lapangan pekerjaan
di sektor priwisata dan timbulnya pendapatan masyarakat lokal. Kedua, prinsip
sosial dengan indikator terdapat peningkatan kualitas hidup, adanya peningkatan
kebanggaan komunitas, pembagian peran yng adil antara laki-laki dan perempuan,
generasi muda dan tua, dan terdapat mekanisme penguatan organisasi komunitas.
Ketiga, prinsip budaya dengan indikator: mendorong akulturasi di masyarakat,
mendorong berkembangnya pertukaran budaya, dan adanya budaya pembangunan
yang melekat erat dalam budaya lokal. Keempat, prinsip lingkunga dengan
indikator pengembangan carryng capacity area, terdapat sistem pembuangan
sampah yang ramah lingkungan dan adanya keperdulian tentang pentingnya
konservasi. Kelima, prinsip politik dengan indikator terdapat upaya peningkatan
partisipasi dari penduduk lokal, terdapat upaya untuk meningkatkan kekuasaan
komunitas yang lebih luas dan terdapat makanisme yang menjamin hak-hak
masyarakat lokal dalam pengelolaan SDA. Kelima prinsip tersebut menurut
Suansri merupakan wujud terlaksananya pariwisata yang berkelanjutan.
RANCANGAN PEMECAHAN MASALAH

A.Deskripsi Objek Pantai Laguna

Provinsi Bengkulu merupakan provinsi yang terletak di Barat Daya pulau


Sumatera. Berhadapan langsung dengan Samudera Hindia membuat provinsi
Bengkulu dikelilingi banyak pantai. Sehingga menimbulkan potensi besar bagi
Provinsi Bengkulu dalam bidang pariwisatanya, terutama potensi wisata
pantainya. Banyak sekali wisata pantai yang ada di Bengkulu; mulai dari yang
paling utara, hingga ke ujung selatan provinsi. Salah satunya adalah Pantai
Laguna yang menjadi andalan bagi para wisatawan.
Pantai Laguna sendiri merupakan salah satu titik pariwisata yang ada di
Provinsi Bengkulu. Pantai ini berlokasikan di ujung selatan Provinsi Bengkulu.
Tepatnya di Jalan Lintas Barat Sumatera ruas Krui-Bintuhan, Desa Merpas,
Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur, Bengkulu. Banyak hal yang disajikan di
pantai ini, seperti pasirnya yang putih dan lembut, air laut yang biru, juga bunga
karang yang indah dan masih terjaga akan keasliannya, hal inilah yang menjadi
daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Kebanyakan pantai identik dengan
hawa yang panas. Namun, tidak demikian dengan pantai ini, karena banyaknya
pohon pinus yang berjejer dengan rapi membawa suasana sejuk dan damai.
Ombaknya yang tenang membuat pantai ini aman untuk berenang atau hanya
sekadar bermain air di bibir pantai. Selain itu kita juga dapat menkmati indahnya
matahari terbenam di sore hari.
Hasil laut yang melimpah membuat masyarakat di sekitarnya berprofesi
sebagai nelayan. Terumbu karang yang masih terjaga dengan baik membuat ikan-
ikan dan hewan lainnya betah untuk hidup dan berkembang di sana. Hewan yang
mendominasi pantai ini selain ikan adalah gurita, sehingga gurita menjadi hasil
utama bagi para nelayan di pantai ini. Gurita menjadi khasnya daerah kaur,
bahkan telah lama menjadi maskotnya kabupaten kaur. Banyak makanan khas
kaur yang berbahan dasarkan gurita, seperti ka’ite, sate gurita, dan gurita kering.
B.Strategi Pemecahan Masalah
Pantai Laguna memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan
pariwisata unggulan di Provinsi Bengkulu. Kurangnya perhatian dari pemerintah
setempat membuat pemanfaatan potensi yang besar ini kurang maksimal.
Pengelolaan pantai masih dilakukan secara sederhana oleh masyarakat setempat,
yang dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat. Fasilitas-fasilitas yang
tersedia pun masih apa adanya. Belum adanya gerakan pemerintah untuk
membantu mengembangkan wisata Pantai Laguna ini.
Pengembangan wisata Pantai Laguna dapat dilakukan oleh masyarakat itu
sendiri secara mandiri ataupun dengan adanya tambahan bantuan dari pemerintah
setempat. Pengembangan wisata ini nantinya akan meningkatkan perekonomian
daerah setempat dan sebagai sumber pendapatan daerah jika memang masyarakat
ataupun pemerintahnya dapat mengelolanya dengan baik. Hal ini pun dapat
berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan meningkatnya
perekonomian masyarakat setempat, dengan terciptanya lapangan pekerjaan yang
baru, yang dirasa lebih menguntugkan bagi masyarakat banyak.
Pengembangan wisata yang baik haruslah memberikan keuntungan bagi
masyarakat yang ada di sekitar tempat destinasi, bukannya mendatangkan
kerugian bagi mereka. Hal inilah yang sesuai dengan sebuah konsep yang
bernama Community Based Tourism (CBT), yakni ketika masyarakat menjadi
peran utama dalam pengembangan pariwisata yang ada di daerahnya. Maka untuk
memecahkan masalah di atas adalah dengan membentuk suatu komunitas CBT
yang diberi nama kaur CBT.
Dalam menjalankan program CBT ini perlu adanya mekanisme yang di
sesuaikan dengan kondisi masyarakat dan lingkungan daerahnya. Mekanisme ini
ikut berperan penting, karena akan menentukan keberhasilan progam CBT yang
akan dijalankan. Mekanisme tersebut meliputi beberapa tahap, di antaranya :
Tahap pertama adalah perencanaan CBT, meliputi pengenalan program CBT
kepada masyarakat serta penilaian terhadap pariwisata dan sikap masyarakat.
Program studi banding ke daerah lain juga dapat dilakukan agar masyarakat dapat
belajar untuk menjalankan program CBT dengan lebih baik. Pengenalan ini
dilakukan dengan mensosialisasikannya kepada masyarakat yang bertujuan agar
masyarakat dapat memahami progaram CBT dan dapat menjalankannya dengan
sebaik mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi mereka.
Dalam penyuluhan/sosialisasi tersebut akan ada pemberdayaan di mana
pengetahuan adalah yang utama. Penyuluhan tersebut harus dilakukan dengan
sebaik mungkin agar pengetahuan yang diberikan bisa tersampaikan dengan baik
dan dapat diterima dengan baik pula oleh masyarakat.
Selanjutnya adalah penilaian terhadap obyek pariwisata yang akan
dikembangakan. Penilaian ini berdasarkan pada suatu indikator; yakni potensi
alam yang dimilikinya dan tentunya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Pemanfaatan berbagai potensi alam inilah yang dapat membantu membangun
program CBT.
Penilaian terhadap sikap masyarakat menjadi poin penting juga di mana
sikap masyarakat akan menentukan ketertarikan para wisatawan untuk
berkunjung. Sikap masyarakat yang ramah dan juga sopan santun akan membuat
para wisatawan merasa nyaman dan senang untuk berada di lingkungan tersebut.
Keaktifan yang baik sehingga akan terjadinya interaksi yang baik terhadap para
wisatawan juga menjadi indikator penilaian sikap masyarakat ini.
Tahap kedua adalah pemberian panduan terhadap program CBT. Layaknya
suatu organisasi dalam melaksanakan program kerja, organisasi tersebut akan
memerlukan struktur agar program yang dijalankan dapat berjalan dengan lancar
dan teratur. Begitu pula halnya dengan CBT; agar CBT dapat berjalan dengan
sukses perlu ditetapkannya tim manajemen. Tim manajemen ini berperan untuk
menetapkan standar kualitas pelayanan, membantu mengelola sumber daya yang
ada, dan menjaga kekonsistenan dalam pemasaran produk (tempat
penginapan/home stay, souvenir/oleh-oleh dan lainnnya). Tim manajemen terdiri
dari organisasi karang taruna daerah setempat sebagai tim pelaksana, aktivis
lingkungan sebagai tim pelatih, dan pemeritah sebagai tim pengawas. Tim
manajemen membutuhkan staf yang berkualitas dalam hal pelayanan. Staf
tersebut harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang
memadai mengenai manajemen, sejarah, dan kompleks permasalahan di sekitar
Pantai Laguna.
Tahap ketiga menyoroti pertimbangan utama untuk sumber dana operasi
CBT, pemilihan yang tepat dari strategi pembiayaan untuk operasi yaitu
memastikan bahwa manfaat yang merata dibagi untuk seluruh masyarakat. Dalam
menjalankan program ini diperlukannya dana agar dapat berjalan dengan baik,
dana tersebut bisa berasal dari pemerintah setempat.
Tahap keempat menyoroti pertimbangan utama untuk mengembangkan
masyarakat setempat dan lainnya. Ini menyoroti keterampilan daerah yang
diperlukan penyampaian CBT yang tepat dalam konteks yang berbeda. CBT
sangat tergantung pada masyarakat. Pengalaman turis tergantung pada kualitas
layanan diberikan oleh pegawai yang dilatih dalam keterampilan dan kapasitas
yang tepat untuk menyampaikan produk pariwisata.
Tahap kelima menjelaskan bahwa produk utama pariwisata bukanlah
sesuatu yang diproduksi oleh industri. Produk kekayaan, warisan budaya dan
alam, yang berfungsi sebagai tujuan turis. Kegiatan usaha industri pariwisata
untuk mempromosikan atau aspek menarik masyarakat, transportasi penduduk
yang tidak bertempat tinggal berpindah menjadi komunitas, mengelola keramahan
dan membimbing kegiatan pengunjung tersebut, dan menyediakan mereka dengan
barang dan jasa untuk pembelian mereka selama mereka tinggal.
Tahap keenam menjelaskan cara mempertahankan CBT dalam jangka
panjang. Masyarakat dapat mengembangkan kemitraan dan jaringan dengan
organisasi terkait untuk memperpanjang jangkauan, membangun ketahanan dan
menciptakan lingkungan yang mendukung. Kemitraan dan jaringan yang baik
dapat menjaga CBT dalam jangka waktu yang panjang.
Itulah keenam mekanisme dalam menjalankan CBT agar dapat berjalan
dengan baik dan teratur. Tanpa adanya mekenisme, maka CBT tidak akan berhasil
terlaksana. Program CBT ini akan terlaksana lebih sukses lagi dengan adanya
dukungan dan bantuan dari pemerintah daerah setempat.
Program CBT ini tentunya dapat diterapkan di Pantai Laguna untuk
mengembangkan pariwisata ini. Dengan program pengembangan pariwisata ini,
maka akan meningkatkan daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Pantai
Laguna. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan pariwisata
Pantai Laguna, dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang tersedia di
alam.
C.Peningkatan Ekonomi Masyarakat
Banyak masyarakat pesisir Pantai Laguna yang menyatakan bahwa
perekonomian masyarakat sekitar Pantai Laguna masih kurang, karena kawasan
wisata Pantai Laguna ini masih dikelola oleh pihak ketiga yang menguntungkan
diri sendiri. Sehingga keutungannya tidaklah terbagi secara merata ke seluruh
masyarakat di pesisir pantai ini.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut komunitas Kaur CBT akan
memberdayakan masyarakat, agar masyarakat sekitar wisata Pantai Laguna bisa
memperoleh keuntungan dari pariwisata ini. Pemberdayaan ini dilakukan dengan
penyuluhan dan berbagi pengetahuan sehingga masyarakat nantinya akan
memiliki keterampilan dan kemampuan untuk mengolah sumber daya yang ada.
Masyarakat akan dibimbing agar mereka dapat menciptakan usaha mandiri yang
menjanjikan, yakni ketika usaha – usaha tersebut dapat menghasilkan jasa ataupun
barang yang dibutuhkan oleh para wisatawan. Masyarakat akan dibina untuk
menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan menguntungkan. Dengan
terciptanya lapangan pekerjaan, maka dapat meningkatkan kesejahteraan bagi
masyarakat.
Melalui CBT, peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat
beriringan dengan berkembangnya pariwisata daerah setempat, karena ikut
berkembangnya usaha perekonomian masyarakat. Banyaknya pengunjung juga
mempengaruhi besarnya keuntungan yang akan didapat. Jika jumlah
pengunjugnya banyak maka keuntungan yang akan diperoleh masyarakat pun juga
akan banyak. Banyak wisatawan yang akan membeli barang yang dihasilkan
masyarakat atau menyewa layanan jasa yang disediakan masyarakat. Sebaliknya,
jika jumlah pengunjung yang berwisata ke pantai laguna sedikit maka keuntungan
yang akan diraih pun akan sedikit. Sedikit ataupun tidak akan ada yang membeli
dan menyawa barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat.
Pengembangan pariwisata Pantai Laguna dapat dilakukan dengan berbagai
hal, seperti peningkatan SDM, pengolahan sumber daya alam, memperbaiki
fasilitas yang ada, menyediakan pelayanan yang baik dan bersikap ramah kepada
para pengunjung, memperbaiki dan mempermudah akses menuju Pantai Laguna,
mengembangkan usaha rakyat, dan mengadakan festival budaya setiap tahunnya
untuk memperkenalkan wisata Pantai Laguna kepada Indonesia. Diharapkan
melalui program CBT ini, pariwisata Pantai Laguna dapat berkembang menjadi
wisata unggulan, menjadi wisata yang menarik, dan dapat ikut mensejahterakan
masyarakat sekitarnya.
Lampiran

Pasir putih yang landai

Ujung Lancang Pantai Laguna


DAFTAR PUSTAKA
Kasali, Rhenald. Et al 2017. Disruption. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
eprints.ums.ac.id/47635/29/BAB%20II.pdf
Jurnal Jejaring Administrasi Publik. Th IV. Nomor 1, Januari-Juni 2001

Anda mungkin juga menyukai