DISUSUN OLEH :
FATHIAR RIZKI ANDIGA
Pantai Laguna merupakan obyek wisata pantai andalan yang berada di ujung
selatan Bengkulu. Pantai Laguna berlokasikan di Jalan Lintas Barat Sumatera ruas
Krui-Bintuhan Desa Merpas, Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur, Bengkulu.
Pantai ini memiliki daya tarik yang mengagumkan; berupa pemandangan pantai
yang indah, tempatnya yang landai dan pasir putih yang lembut. Pantai yang
merupakan objek wisata unggulan yang ada di Kaur ini telah menjadi tujuan
banyak wisatawan.
Pantai ini menyuguhkan kombinasi yang sempurna; kejernihan air laut dan
pantai berpasir putih lembut yang terhampar dengan landai, kumpulan pohon
pinusnya yang rimbun membawa suasana sejuk, deburan ombaknya yang lembut
serta terumbu karangnya yang indah. Jarak antara bibir pantai dengan pembatas
karang sekitar 100 sampai dengan 150 meter. Sehingga aman bagi pengunjung
yang ingin menikmati segarnya air laut dan bagi para wisatawan yang ingin
snorkeling.
Terumbu karang yang masih terjaga membuat banyak varietas hewan hidup
dan berkembang dengan lebih baik di pantai ini. Terumbu karang yang masih
alami juga menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi beberapa hewan sebagai
tezmpat perlindungan diri dari musuh ataupun predator. Hal ini pulalah yang
menjadikan pantai ini kaya akan hasil lautnya. Sehingga, banyak masyarakat
pesisirnya yang bermata pencaharian sebagai nelayan.
Dari masalah yang ada penulis menemukan solusi untuk mengatasinya, maka
timbullah pertanyaan yang berkaitan dengan penulisan ini. Pertanyaan tersebut
yaitu:
Tujuan
Manfaat
A.Wisata
Wisata merupakan sebuah perjalanan di mana seseorang dalam
perjalanannya singgah sementara di beberapa tempat dan akhirnya kembali lagi ke
tempat asal dimana dimulainya suatu perjalanan. Menurut Kodyat (1983:4),
wisata adalah perjalanan dari suatu tempat lain yang bersifat sementara, dilakukan
perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau
keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam demensi sosial,
budaya, alam, dan ilmu. Wisata adalah perjalanan atau sebagian dari kegiatan
tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek
dan daya tarik wisata. Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan mendefinisikan wisata sebagai kegiatan perjalanan yang
dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu
untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya
tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
B.Pariwisata Pantai
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah
dan pemerintah daerah. Menurut undang – undang Republik Indonesia Nomor 9
tahun 1990 tentang kepariwisataan, ada dua jenis obyek dan daya tarik wisata,
yaitu: (1) obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
berwujud keadaan alam, flora, dan fauna; dan (2) obyek dan daya tarik wisata
hasil arya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan
sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan
alam, taman rekreasi, dan taman hiburan. Meurut Karyono (1997), suatu daerah
tujuan wisata mempunyai daya tarik, obyek dan atraksi wisata. Mengenai daya
tarik, tujuan wisata harus mampu menunjukkan: 1) sesuatu yang bisa dilihat
(something to see); 2) sesuatu yang dapat dikerjakan (something to do); dan 3)
sesuatu yang dapat dibeli (something to buy).
Dengan demikian yang dimaksud wisata pantai dalam karya tulis ini
adalah sebuah kegiatan perjalanan yang dilakukan seseorang atau sekelompok
orang dengan mengunjungi obyek wisata berupa pantai untuk tujuan rekreasi,
mencari kesenangan dan kebahagiaan, atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara secara sukarela.
C.Model Community Based Tourism
Prospek pariwisata ke depan menurut World Tourism Organization
(WTO) sangat menjanjiikan. Industri pariwisata berkontribusi cukup signifikan
terhadap perekonomian global dan berpotensi untuk dikembangkan seluruh dunia
(Sirakaya dan Choi, 2001). Sektor pariwisata sangat diharapkan banyak negara
berkembang sebagai sumber invisible export (eksport yang tidak tampak) untuk
meraih devisa (ESCAP, 1996: 9). Oleh karena itu, mereka menetapkan
pariwisata sebagai sektor yang menjadi prioritas dalam kebijakan pembangunan.
Hal ini karena sektor pariwisata secara signifikan mampu dijadikan sebagai
penyeimbang neraca melalui pembayaran/sumber devisa, menciptakan lapangan
pekerjaan, eksternal dan efek berganda dari belanja wisata. Industri pariwisata
sering dianggap sebagai media pembangunan ekonomi yang tidak memerlukan
investasi terlalu besar (Antariksa, 2012:2).
Pengembangan pariwisata yang baik harus memberikan keuntungan
ekonomi, sosial dan budaya kepada komunitas di sekitar destinasi. Kemudian
lahirlah pemikiran untuk mengembangkan pariwisata yang lebih berpihak pada
masyarakat yang kemudian dikenal dengan istilah Community Based Tourism
(CBT) atau pariwisata berbasis komunitas. Sebutan lain CBT adalah community
tourism sebagai kependekan dari community based tourism. Melalui
pengembangan CBT diharapkan industri pariwisata dapat menjadi instrumen
pembangunan yang lebih menyejahterakan masyarakat. Secara global CBT
tidak sekedar pengembangan pariwisata melainkan juga dikembangkan sebagai
bagian dari program penanggulangan masalah kemiskinan.
Menurut Garrod (2001:4), terdapat dua pendekatan berkaitan dengan
penerapan prinsip-prinsip perencanaan dalam konteks pariwisata. Pendekatan
pertama yang cenderung dikaitkan dengan sistem perencanaan formal sangat
menekankan pada keuntungan potensial dari ekowisata. Pendekatan ke dua,
cenderung dikaitkan dengan istilah perencanaan yang partisipatif yang lebih
concern dengan ketentuan dan pengaturan yang lebih seimbang antara
pembangunanan dan perencanaan terkendali. Pendekatan ini lebih menekankan
pada kepekaan terhadap lingkungan dalam dampak pembangunan ekowisata.
Salah satu bentuk perencanaan yang partisipatif dalam pembangunan pariwisata
adalah dengan menerapkan CBT sebagai pendekatan pembangunan. Definisi CBT
yaitu: 1) bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat
lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan
pariwisata, 2) masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha
pariwisata juga mendapat keuntungan, 3) menuntut pemberdayaan secara politis
dan demokratisasi dan distribusi keuntungan kepada komunitas yang kurang
beruntung di pedesaan.
Suansri (2003:14) mendefinisikan CBT sebagai pariwisata yang
memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya. CBT
merupakan alat pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan. Atau dengan
kata lain community based tourism merupakan alat untuk mewujudkan
pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
Suansri (2003:21-22), mengembangkan 5 prinsip sebagai aspek utama
dalam pengembangan CBT. Pertama, prinsip ekonomi dengan indikator
timbulnya dana untuk pengembangan komunitas, terciptanya lapangan pekerjaan
di sektor priwisata dan timbulnya pendapatan masyarakat lokal. Kedua, prinsip
sosial dengan indikator terdapat peningkatan kualitas hidup, adanya peningkatan
kebanggaan komunitas, pembagian peran yng adil antara laki-laki dan perempuan,
generasi muda dan tua, dan terdapat mekanisme penguatan organisasi komunitas.
Ketiga, prinsip budaya dengan indikator: mendorong akulturasi di masyarakat,
mendorong berkembangnya pertukaran budaya, dan adanya budaya pembangunan
yang melekat erat dalam budaya lokal. Keempat, prinsip lingkunga dengan
indikator pengembangan carryng capacity area, terdapat sistem pembuangan
sampah yang ramah lingkungan dan adanya keperdulian tentang pentingnya
konservasi. Kelima, prinsip politik dengan indikator terdapat upaya peningkatan
partisipasi dari penduduk lokal, terdapat upaya untuk meningkatkan kekuasaan
komunitas yang lebih luas dan terdapat makanisme yang menjamin hak-hak
masyarakat lokal dalam pengelolaan SDA. Kelima prinsip tersebut menurut
Suansri merupakan wujud terlaksananya pariwisata yang berkelanjutan.
RANCANGAN PEMECAHAN MASALAH