PENDAHULUAN
Kata Bell’s Palsy itu sendiri diambil dari nama seorang dokter dari abad 19, Sir
Charles Bell, orang pertama yang menjelaskan kondisi ini dan menghubungkan dengan
kelainan pada saraf wajah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
ISI
1. Definisi
Bell’s Palsy adalah paralisis wajah akut akibat inflamasi dari nervus fasialis(Saputra, 2009).
Gangguan ini merupakan paralisis fasialis lower motor neuron (LMN) unilateral
idiopatik (Ginsberg, 2008). Bell’s Palsy biasanya terjadi secara mendadak. Penderita setelah
bangun pagi mendapati salah satu sisi wajahnya asimetris. Gejala awal yang ringan seperti
kesemutan di sekitar bibir atau mata kering biasanya cepat menjadi berat dalam waktu 48 jam
atau kurang (Dewanto, dkk, 2009).
2. Anatomi Fungsional
a. Otot-otot wajah
b. Nervus Facialis
Secara anatomis, bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensasi dan
serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius atau pars intermedius
wisberg. Ada pakar yang menganggap sebagai saraf terpisah, namun pada umumnya saraf
intermedius ini di anggap sebagai bagian dari saraf fasialis. Sel sensoriknya terletak di ganglion
genikulatum, pada lekukan saraf facialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian
depan lidah di hantar melalui saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion
genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi eksteroseptif mempunyai badan sel nya di
2
ganglion genikulatum dan berakhir pada desendens dan inti akar desendens dari saraf
trigeminus (nV). Hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus.
3. Etiologi
Teori ini menjelaskan bahwa telah terjadi gangguan sirkulasi darah ke saraf fasialis. Kondisi
Lingkungan dingin, sering terkena angin malam, terpapar kipas angin dan AC, diperkirakan
membuat pembuluh darah ke saraf fasialis tersebut menyempit atau vasospasme. Penyempitan
itu mengakibatkan iskemia atau berkurangnya suplai oksigen, sehingga terjadi kelumpuhan.
Beberapa ahli menyatakan penyebab Bell’s palsy berupa virus herpes yang membuat saraf
menjadi bengkak akibat infeksi (Wikipedia, 2012).
c. Teori Herediter
Teori ini menjelaskan bahwa Bell’s palsy bisa disebabkan karena keturunan, dimana
kelainannya berupa kanalis fasialis yang sempit dan system enzim.
4. Patologi
Para ahli menyebutkan bahwa Bell’s palsy terjadinya di akibatkan dari proses inflamasi akut
pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus pada nervus
fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari
saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang
temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada
pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya
inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi.
Pada pasien Bell’s palsy, tanda dan gejala klinisnya yang timbul pada sisi wajah ipsilateral
seperti kelemahan otot wajah, kerutan dahi mengilang ipsilateral, tampak seperti orang letih,
tidak mampu atau sulit mengedipkan mata, hidung terasa kaku, sulit bicara, sulit makan dan
minum, sensitif terhadap suara (hiperakusis, salivasi yang berlebihan atau berkurang,
pembengkakan wajah, berkurang atau hilanganya rasa kecap, nyeri didalam atau disekitar
telinga, dan air liur sering keluar. Adapun gejala pada mata ipsilateral yaitu: sulit atau tidak
3
mampu menutup mata ipsilateral, air mata berkurang, alis mata jatuh, kelopak mata bawah
jatuh, sensitif terhadap cahaya (Dewanto, dkk, 2009).
6. Komplikasi
Sindroma air mata buaya merupakan gejala tersebut pertama timbul karena konyungtiva bulbi
tidak dapat penuh di tutupi kelopak mata yang lumpuh, sehingga mudah mendapat iritasi angin,
debu.
Dalam hal ini otot-otot wajah tidak dapat digerakan satu persatu atau tersendiri, selalu timbul
gerakan bersama. Bila pasien disuruh memejamkan mata, maka otot obicularis oris pun ikut
berkontraksi dan sudut mulut terangkat. Bila disuruh mengembungkan pipi, kelopak mata ikut
merapat (Lumbantobing, 2012).
c. Spasme spontan
Dalam hal ini otot-otot wajah bergerak secara spontan, tidak terkendali. Hal ini disebut juga tic
fasialis. Akan tetapi, tidak semua tic fasialis merupakan gejala sisa dari bell’s palsy
(Lumbantobing, 2012).
7. Proses fisioterapi
7.1. Assessment
4
Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
Anamnesis
1. Data diri :
a) Nama
b) Umur
c) Jenis kelamin
d) Agama
e) Pekerjaan
f) Alamat
g) No. CM
h) Data data medis Rumah sakit
2. Diagnosis medis
1. Catatan klinis
2. Medika mentosa
3. Hasil lab
4. Foto rontgen
3. Pemeriksaan Subjektif
a) Keluhan utama pasien
Adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien mengenai penyakit tersebut, meliputi :
(2) Penyebab
Adalah proses perjalanan penyakit dari awal hingga saat ini, proses pengobatan
yang telah dilakukan.
5
c) Status sosial
d) Riwayat keluarga
4. Pemeriksaan objektif
(3) Pernafasan
(4) Temperatur
b) Inspeksi
Adalah pemeriksaan meneliti pasien dengan indra penglihatan, bisa disaat pasien statis maupun
dinamis.
6
c) Palpasi
Adalah pemeriksaan pasien dengan cara meraba atau menyetuh pasien dengan indra peraba,
meliputi :
(2) Spasme
d) Pemeriksaan mmt
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui kekuatan otot dengan tujuan membantu
menegakan diagnose, dengan menggunakan Scala Daniels & Worthingham’s Muscle Testing.
Nilai
Keterangan
7
8. m.zygomatikum minor untuk Tersenyum
9. m. obicularis oris untuk Gerakan bersiul atau mencucu
10. m. buncinator untuk Merapatkan bibir dengan pipi dikempiskan seperti mengunyah
11. m. mentalis untuk Menarik ke atas ujung dagu
12. m. risorius untuk Menarik sedut bibir kelateral dan menbentuk lesung pipi
Saat ini penanganan fisioterapi lebih menekankan kepada pasien. Salah satu metode yang
popular untuk mengkategorikan problem pasien dengan gangguan neurologi adalaha
klasifikasi dari WHO. Klasifikasi ini mulai dikembangkan pada tahun 1980-an dipakai secara
luas di dunia sebagai kesamaan istilah yang dipakai dalam dunia klinis, pengumpulan data dan
penelitian.
a. Impairtment
b. Activity limitation
Merupakan kesulitan pasien melangsungkan suatu aktivitas dengan cara atau dengan
dikategorikan dalam batas normal. Biasanya dalam membicarakan activity limitation
ini focus ada dalam hal fungsi atau aktivitas fungsional. Contoh adalah
ketidakmampuan menutup mata,megerutkan dahi,tersenyum dan bersiul.
c. Participation restriction
Merupakan problem yang lebih kompleks yang melibatkan lingkungan pasien, baik
lingkungan fisik, non fisik. Biasanya fisioterapi tidak sampai sejauh ini dalam
menegakkan problematika/diagnose fisioterapi.
8
7.3. Intervensi Fisioterapi
Pemilihan teknologi interverensi yang digunakan hendaknya didasari oleh informasi tentang
efektivitas dari terapi tersebut. Yang bisa didapat dari teori yang valid. Terbukti efektif dalam
clinical trial, atau terbukti efektif dalam penelitian. Dalam pemberiannya harus disertai dengan
teknik dan ketrampilan dari fisioterapinya setinggi mungkin. Seperti ( IR , Massage , terpi
latihan , dll ).
Massage
1. Procedure :
1. Prinsip umum massage
2. penampilan terapis
3. lingkungan ( tempat nyaman )
4. jari terapis ( kuku tidak boleh panjang )
5. pelicin (tidak menimbulkan alergi )
6. posisi terapis
7. tempat tidur
8. posisi pasien
9. kain penutup
10. umpan balik
11. durasi
12. tekanan dan irama
13. istirahat
2. indikasi
1. kram
2. kelelahan
3. spasme
4. sembelit
5. sakit kepala
9
3. kontra indikasi
1. daerah yang mengalami peradangan
2. peradangan akut
3. penyakit kulit , dll .
4. pelaksanaan :
“Massage diberikan pada wajah yang lesi. Sebelumnya tuangkan media pelicin ditangan
terapis. Usapkan pada wajah pasien dengan gerakan stroking menggunakan seluruh
permukaan tangan dengan arah gerakannya tidak tentu. Lakukan gerakan efflurage secara
gentle, arah gerakan dari dagu kearah pelipis dan dari tengah dahi turun ke bawah menuju
ke telinga. Dilanjutkan dengan finger kneading dengan jari-jari dengan cara memberikan
tekanan dan gerakan melingkar, diberikan ke seluruh otot wajah yang terkena lesi dari dagu,
pipi, pelipis dan tengah dahi menuju ke telinga. Kemudian lakukan tapping dengan jari-jari
dari tengah dahi menuju ke arah telinga, dari dekat mata menuju ke arah telinga, dari hidung
ke arah telinga, dari sudut bibir ke arah telinga dan dari dagu menuju kearah telinga. Khusus
pada bibir, lakukan stretching kearah yang lesi.
Indikasi dari massage yaitu headaches(sakit kepala), neck stiffnes, carpal tunnel syndrome,
upper and mid back pain, whiplash injuries atau neck pain, sciatica, TMJ dysfunction dan
pain, arm and hand pain, leg and foot pain.
Kontra indikasi massage therapy keadaan patologis yang dapat menyebar lewat aliran darah
atu limpre, daerah mengalami pendarahan, radang acut, gangguan sirkulasi sistem,
gangguan sensasibilitas dan AIDS
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut diketahui akan adanya kemajuan yang sangat signifikan dalam proses
penyembuhan dibandingkan sebelum dilakukan tindakan fisioterapi,yaitu keinginan dan
semangat pasien untuk sembuh serta didukung oleh modalitas fisioterapi yang diberikan
yaitu berupa Massage serta didukung dengan latihan-latihan untuk home program.
B. Saran
1. Sebaiknya tim rehabilitasi saling bekerja sama untuk mencapai tujuan baik jangka
panjang maupun jangka pendek.
3. Untuk fisioterapi
11
DAFTAR PUSTAKA
https://lizafisioterapi.blogspot.com/2016/07/makalah-penatalaksanaan-
fisioterapi.html
http://samuelpenuhperjuanganhidup.blogspot.com/2012/07/penatalaksanaan-bells-
palsy-kiri-dengan.html
12