Anda di halaman 1dari 68

SKRIPSI

SIMULASI MODEL DINAMIK PADA SISTEM DETEKSI DINI


UNTUK MANAJEMEN KRISIS PANGAN

Oleh :
INDRA FEBRIAN BUNTUAN
F14060283

2010
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SIMULASI MODEL DINAMIK PADA SISTEM DETEKSI DINI
UNTUK MANAJEMEN KRISIS PANGAN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
INDRA FEBRIAN BUNTUAN
F 14060283

2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Simulasi Model Dinamik Pada Sistem Deteksi Dini Untuk
Manajemen Krisis Pangan
Nama : Indra Febrian Buntuan
NIM : F14060283

Menyetujui,
Dosen Pembimbing Akademik

Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc


NIP. 19591118 198503 1 004

Mengetahui,
Ketua Departemen Teknik Pertanian

Dr. Ir. Desrial, M.Eng


NIP. 19661201 199103 1 004

Tanggal lulus : ………………


Indra Febrian Buntuan. F14060283. Simulasi Model Dinamik Pada Sistem
Deteksi Dini Untuk Manajemen Krisis Pangan. Di bawah bimbingan Prof. Dr.
Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc

RINGKASAN

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat


mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang setiap
waktu merupakan hak azasi yang layak dipenuhi. Dalam sistem isyarat dini (early
warning system) yang telah dikembangkan oleh Seminar et al (2010) pemodelan
dinamik untuk rasio konsumsi normatif yang merupakan salah satu indikator
kerawanan pangan berfungsi sebagai penyuplai data pada bagian jaringan syaraf
tiruan, dimana Jaringan syaraf tiruan ini merupakan metode untuk sintesa model
sistem deteksi dini. Pada sistem yang telah dikembangkan, model dinamik yang
dibangun hanya menggunakan komoditas padi, sedangkan pada penelitian ini
dilakukan penambahan pada peubah komoditas yang digunakan yaitu jagung.
Pemilihan jagung sebagai peubah karena konsumsi masyarakat Indonesia
terhadap pangan tidak hanya beras, Jagung memiliki potensi besar sebagai
alternatif makanan pokok setelah beras. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan
sumberdaya terutama lahan irigasi yang menjadi permasalahan pada produksi
beras, relatif tidak terjadi pada jagung. Jagung dapat ditanam setelah masa
penanaman padi yaitu pada musim kemarau sehingga produksi makanan pokok
tetap berlangsung. Selain itu bila dilihat dari kandungan nutrisinya, jagung juga
merupakan sumber karbohidrat yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah
melakukan penambahan komponen komoditas pangan yaitu jagung pada model
simulasi dinamik (rasio konsumsi normatif) yang mempengaruhi kerawanan
pangan untuk mendukung sistem isyarat dini ( early warning system) yang telah
dikembangkan oleh Seminar et al (2010) dan melakukan uji coba sistem dinamik
untuk mendukung sistem isyarat dini kerawanan pangan dengan data real yang
ada di lapangan pada beberapa lokasi (kabupaten) pada beberapa kurun waktu
tertentu.
Metoda yang digunakan dalam analisis ini adalah simulasi model dinamik
dengan melihat parameter-parameter yang mempengaruhi krisis pangan yang
kemudian disimulasikan dengan model dinamik.
Keluaran simulasi rasio konsumsi normatif telah dihasilkan untuk berbagai
wilayah kabupaten di provinsi Jawa Timur dan Yogyakarta. Dari hasil simulasi
menunjukan bahwa wilayah kabupaten yang disimulasikan termasuk wilayah
aman pangan. Hal ini terbukti dengan nilai rasio konsumsi normatif rata-rata pada
wilayah tersebut masih kurang dari 1. Selain itu hasil simulasi menunjukan
bahwa rata-rata rasio konsumsi normatif lebih kecil dibandingkan dengan hasil
dari FSVA dengan persentase error sebesar 11.9%.
Uji coba yang dilakukan dengan data riil yang ada di lapangan pada
beberapa lokasi (kabupaten) pada beberapa kurun waktu tertentu yang di inputkan
ke dalam jaringan syaraf tiruan menunjukan sensitivitas rasio konsumsi normatif
meningkat hal ini terbukti dengan naiknya peringkat pengaruh parameter rasio
konsumsi normatif dari urutan ke 8 menjadi urutan ke 2 setelah puso sebagai
parameter kerawanan pangan.

i
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Indra Febrian Buntuan, dilahirkan di


Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 3 Februari 1988, penulis
merupakan anak pertama dari ibu Dedeh Susanti dan Dedi
Buntuan.
Jenjang pendidikan formal penulis yaitu pada tahun 1994
hingga 2000 penulis menyelesaikan jenjang sekolah dasar di SDN Puncak 1.
Kemudian pada Tahun 2000 hingga 2003 penulis melanjutkan pendidikan di
SLTPN 1 Pacet. Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat
menengah atas di SMUN 1 Megamendung dan pada 2004 berpindah sekolah ke
SMAN 1 Sukaresmi Kabupaten Cianjur hingga lulus pada tahun 2006. Setelah
lulus dari SMU, tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian
Bogor dan diterima sebagai mahasiswa melalui jalur Undangan Seleksi Masul IPB
(USMI) dan pada tahun 2007 diterima di departemen Teknik Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan. Penulis
pernah menjadi staff fund raising Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi
pertanian pada tahun 2007-2008 dan juga pernah menjadi pengurus Himpunan
Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) sebagai kepala biro sipil dan
lingkungan pada tahun 2008-2009. Pada tahun 2009 penulis melakukan praktek
lapang di PTPN VIII Perkebunan Teh Gunung Mas Bogor, dengan Judul
”Mempelajari Aspek Keteknikan Pertanian Pada Proses Pengolahan Teh di PTPN
VIII Perkebunan Teh Gunung Mas Bogor”. Pada tahun 2010 penulis aktif sebagai
asisten praktikum untuk mata kuliah ilmu ukur tanah dan gambar teknik di
departemen Teknik Pertanian dan pada tahun yang sama penulis menyusun dan
menyelesaikan skripsi dengan judul “Simulasi Model Dinamik Pada Sistem
Deteksi Dini Untuk Manajemen Krisis Pangan”.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, karena atas ridho dan Karunia-Nya atas
segala petunjuk, kekuatan dan kejernihan pikiran sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis haturkan shalawat dan salam kepada
nabi Muhammad SAW yang dengan segala kerendahan hati dan kesucian iman,
serta kebersihan budi, akhlak dan perilakunya, telah menjadi panutan bagi seluruh
umat muslim di dunia.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak,
maka ini tidak akan berjalan lancar. Pada proses pembuatan skripsi banyak sekali
bantuan, dorongan, dan bimbingan yang sangat berharga, yang diberikan kepada
Penulis, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Mamah tercinta atas doa dan dukungannya yang tiada henti kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc selaku pembimbing yang tak henti-
hentinya membimbing dan mengarahkan penulis.
3. Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr dan Ir. Susilo Sarwono selaku dosen penguji
yang telah memberi saran dan masukan yang sangat berharga kepada penulis.
4. Ir. Mohamad Solahudin, M.Si dan Dr. Ir. Yayuk Farida Belawati, MS yang
telah banyak membantu dan memberi masukan selama proses penelitian.
5. Departemen Pertanian RI dan BPS yang telah membantu penulis dalam
memperoleh data untuk penelitian.
6. Pak haji dan Mimih yang selalu memberi motivasi kepada penulis
7. Teman-teman seperjuangan : Rizky Mulya Sampurno, Riva Nurul Fath,
Abdul Manan, terima kasih atas bantuannya serta kepada segenap teman-
teman TEP 43 sebagai tempat berbagi dan saling mengingatkan.
Penulis sadar betul kesempurnaan skripsi ini masih jauh. Untuk itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangatlah diperlukan demi menunjang
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan bagi seluruh pihak yang memerlukannya.
Bogor, Juli
Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................ i
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. viii
I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan ........................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 4
A. Sistem Dinamik ............................................................................ 4
B. Simulasi ........................................................................................ 8
C. Kajian Ketahanan Pangan ............................................................. 8
D. Manajemen Krisis ......................................................................... 11
E. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 12
III. METODOLOGI .................................................................................. 14
A. Tempat dan Waktu........................................................................ 14
B. Alat dan Bahan ............................................................................. 14
C. Lingkup Penelitian ........................................................................ 15
D. Kerangka Pendekatan Studi .......................................................... 15
E. Metodologi.................................................................................... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 19
A. Rasio Konsumsi Normatif ............................................................ 19
B. Analisis Diagram Sebab Akibat ................................................... 20
C. Model Sistem Dinamik ................................................................. 21
D. Analisis Model .............................................................................. 25
E. Analisis Krisis Pangan .................................................................. 28
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 31
A. Kesimpulan ................................................................................... 31

iv
B. Saran ............................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 32
LAMPIRAN ............................................................................................... 34

v
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Perbandingan besaran susut dan konversi gabah/beras
tahun 1995/1996 dan tahun 2005-2007 menurut
kegiatan pasca panen ................................................................. 17
Tabel 2. Perbandingan rasio konsumsi normative hasil simulasi
dan menurut FSVA di Provinsi Jawa Timur ............................... 24
Tabel 3. Contoh hasil simulasi di Kabupaten Gunung Kidul .................... 25
Tabel 4. Contoh hasil simulasi di Kabupaten Sidoarjo .............................. 27

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Diagram pendekatan metode sistem dinamik ...................... 5
Gambar 2. Contoh diagram sebab-akibat untuk pembangunan
agroindustri .......................................................................... 6
Gambar 3. Simbol variabel Level ......................................................... 7
Gambar 4. Simbol variabel Rate .......................................................... 7
Gambar 5. Simbol variabel Auxiliary ................................................... 7
Gambar 6. Simbol variabel constanta .................................................. 7
Gambar 7. Simbol variabel garis penghubung ...................................... 8
Gambar 8. Model dinamik rasio konsumsi normatif yang
dikembangkan oleh seminar et al 2009 ............................... 13
Gambar 9. Kerangka pemikiran studi .................................................... 15
Gambar 10. Grafik laju pertumbuhan penduduk di provinsi Jawa
Timur ................................................................................... 20
Gambar 11. Diagram sebab akibat rasio konsumsi normatif................... 21
Gambar 12. Hasil model dinamik konsumsi normatif setelah
ditambah komoditas jagung ................................................ 22
Gambar 13. Grafik perbandingan rasio konsumsi normatif hasil
simulasi dengan FSVA ........................................................ 23
Gambar 14. Grafik total produksi dan konsumsi di kabupaten
Gunung Kidul ...................................................................... 26

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Hasil Simulasi Provinsi Jawa Timur Dan Yogyakarta ........ 35
Lampiran 2. Persamaan Matematik Model Dinamik Rasio
Konsumsi Normatif.............................................................. 43
Lampiran 3. Tabel Jumlah Penduduk Jawa Timur Dan Laju
Pertambahan Penduduknya .................................................. 44
Lampiran 4. Tabel Luas Panen Padi Dan Produktivitas Jawa
Timur Dan Yogyakarta ........................................................ 46
Lampiran 5. Tabel Luas Panen Jagung Dan Produktivitas Jawa
Timur Dan Yogyakarta ........................................................ 48
Lampiran 6. Tabel Perhitungan Untuk Validasi Rasio Konsumsi
Normatif ............................................................................... 50
Lampiran 7. Tabel Perhitungan Untuk Validasi Model Jumlah
Penduduk ............................................................................. 52
Lampiran 8. Tabel Perhitungan Untuk Validasi Model Jumlah
Produksi Jagung ................................................................... 54
Lampiran 9. Tabel Perhitungan Untuk Validasi Model Jumlah
Produksi Beras ..................................................................... 56

viii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat
mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang setiap
waktu merupakan hak azasi yang layak dipenuhi. Berdasarkan kenyataan tersebut
masalah pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk setiap saat di suatu
wilayah menjadi sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintahan suatu negara.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi
tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan
penduduknya. Oleh karena itu kebijakan ketahanan pangan menjadi isu sentral
dalam pembangunan serta merupakan fokus utama dalam pembangunan pertanian.
Kerawanan pangan di suatu daerah perlu dideteksi sedini mungkin untuk
mengantisipasi dampaknya seperti terjadinya gizi buruk dan masalah sosial
lainnya. Kerawanan pangan antara lain diakibatkan oleh rendahnya produksi
pangan dan stok pangan sehingga tidak mencukupi kebutuhan pangan khususnya
makanan pokok.
Bila dilihat dari sisi permintaan, pertumbuhan permintaan pangan terutama
disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi
perkapita. Jumlah penduduk cenderung bertambah dengan laju yang tetap,
sementara produksi pangan berfluktuasi dengan kecenderungan yang menurun.
Hal ini tentu saja berpotensi mengancam ketahanan pangan nasional dimasa yang
akan datang. Oleh karena itu penting adanya suatu sistem deteksi dini manajemen
krisis pangan sehingga berdasarkan deteksi dini inilah maka diharapkan dapat
dilakukan langkah-langkah antisipatif guna mengawal ketahanan pangan nasional.
Dalam penyediaan pangan nasional sendiri terdapat faktor yang
mempengaruhi yaitu faktor-faktor dalam produksi dan faktor-faktor pada
permintaan, keterkaitan faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan ini
bersifat komplek, dinamis, dan probabilistik. Penggunaan model deteksi dini
diharapkan dapat mencegah atau menghindari krisis pangan yang akan terjadi
dalam jangka pendek dan menengah.

1
Dengan pendekatan sistem, kita dapat menggunakan model sebagai alat untuk
memahami proses dan memprediksi perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.
Hal yang penting dalam menyikapi perubahan yang terjadi adalah mengetahui
faktor penyebab perubahan tersebut, serta menduga proses yang akan terjadi.
Selanjutnya keputusan dibuat berdasarkan pendugaan proses tersebut, agar dapat
diambil manfaat positif atau meminimumkan dampak negatif. Rasio konsumsi
normatif adalah perbandingan tingkat konsumsi dan produksi pangan yang
menunjukkan apakah suatu wilayah tertentu mengalami surplus produksi pangan.
Rasio konsumsi normatif merupakan bagian dari subsistem kertesediaan pangan
dalam konsep ketahanan atau kerawanan pangan setelah akses pangan,
pemanfaatan pangan dan kerentanan pangan (Dewan Ketahanan Pangan RI dan
Program Pangan Dunia PBB, 2003).
Penggunaan model dinamik sebagai alat untuk memprediksi nilai rasio
konsumsi normatif sebagai salah satu variabel yang digunakan pada model besar
sistem deteksi dini untuk manajemen krisis pangan, terutama apabila data di
lapangan tidak atau belum tersedia. Dalam sistem isyarat dini (early warning
system) yang telah dikembangkan oleh Seminar et al (2010) pemodelan dinamik
untuk rasio konsumsi normatif yang merupakan salah satu indikator kerawanan
pangan berfungsi sebagai penyuplai data pada bagian jaringan syaraf tiruan,
dimana Jaringan syaraf tiruan ini merupakan metode untuk sintesa model sistem
deteksi dini. Pada sistem yang telah dikembangkan, model dinamik yang
dibangun hanya menggunakan komoditas padi, sedangkan pada penelitian ini
dilakukan penambahan pada variabel komoditas yang digunakan yaitu jagung.
Pemilihan jagung sebagai variabel karena konsumsi masyarakat Indonesia
terhadap pangan tidak hanya beras, jagung memiliki potensi besar sebagai
alternatif makanan pokok setelah beras. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan
sumberdaya terutama lahan irigasi yang menjadi permasalahan pada produksi
beras, relatif tidak terjadi pada jagung. Jagung dapat ditanam setelah masa
penanaman padi yaitu pada musim kemarau sehingga produksi makanan pokok
tetap berlangsung. Bila dilihat dari kandungan nutrisinya, jagung juga merupakan
sumber karbohidrat yang baik. Selain itu, harga jagung yang relatif murah

2
menyebabkan mayoritas masyarakat yang mengkonsumsi jagung adalah kelas
menengah kebawah.
Penelitian ini memberi masukan dalam subsistem ketersediaan pangan yang
diharapkan dapat menjadi referensi dalam manajemen krisis pangan sehingga
dapat mendukung sistem isyarat dini terhadap krisis pangan yang telah
dikembangkan sebelumnya. Input data pada model dinamik dengan data yang
diperbarui lebih memperhalus rasio dan lebih memperlihatkan kondisi saat ini.
Selain itu rasio yang dihasilkan juga akan menjadi input pada bagian jaringan
syaraf tiruan untuk mengeluarkan hasil diagnosis dan deteksi krisis.

B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Melakukan penambahan komponen komoditas pangan yaitu jagung pada
model simulasi dinamik (rasio konsumsi normatif) yang mempengaruhi
kerawanan pangan untuk mendukung sistem isyarat dini ( early warning
system) yang telah dikembangkan oleh Seminar et al (2010).
2. Melakukan uji coba sistem dinamik untuk mendukung sistem isyarat dini
kerawanan pangan dengan data riil yang ada di lapangan pada beberapa lokasi
(kabupaten) pada beberapa kurun waktu tertentu.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Dinamik
Sistem dinamik didefinisikan sebagai sebuah bidang untuk memahami
bagaimana sesuatu berubah menurut waktu (Forester, 1999 dalam Purnomo
2005). Sistem dinamik merupakan metoda yang dapat menggambarkan proses,
perilaku, dan kompleksitas dalam sistem (Hartisari, 2007). Metodologi sistem
dinamik ini telah dan sedang dikembangkan sejak diperkenalkan pertama kali oleh
Jay W. Forester pada tahun 1950-an sebagai suatu metoda pemecahan masalah-
masalah kompleks yang timbul karena ketergantungan sebab akibat dari berbagai
macam variabel di dalam sistem.
Sistem dinamik dititikberatkan pada penentuan kebijakan dan bagaimana
kebijakan tersebut menentukan tingkah laku masalah-masalah yang dapat
dimodelkan dengan menggunakan sistem dinamik. Dalam metodologi sistem
dinamik yang dimodelkan adalah struktur informasi sistem yang didalamnya
terdapat sumber informasi dan jaringan aliran informasi yang saling terhubung .
Model dinamik merupakan suatu metode pendekatan eksperimental yang
mendasari kenyataan-kenyataan yang ada dalam suatu sistem untuk mengamati
tingkah laku sistem tersebut (Richardson dan Pugh, 1986 dalam skripsi Nuroniah,
2003). Tujuan metodologi sistem dinamik berdasarkan filosofi sebab akibat
adalah mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang cara kerja suatu sistem.
Tahapan dalam pendekatan sistem dinamik adalah :
1. Identifikasi dan definisi masalah
2. Konseptualisasi sistem
3. Formulasi model
4. Simulasi model
5. Analisa kebijakan
6. Implementasi kebijakan
Tahapan dalam pendekatan sistem dinamik ini diawali dan diakhiri dengan
pemahaman sistem dan permasalahanya sehingga membentuk suatu lingkaran
tertutup. Diagram pendekatan metoda sistem dinamik dapat dilihat pada gambar 1.

4
Dalam konteks sistem dinamik terdapat tiga komponen utama, yaitu :
1. Pengambilan keputusan, adalah suatu usaha untuk menyelesaikan masalah
dan melakukan sesuatu.
2. Analisis sistem umpan balik, berhubungan dengan penggunaan informasi
secara tepat untuk mengambil keputusan tersebut.
3. Simulasi, memberikan representasi kepada para pengambil keputusan
terhadap hasil dari keputusan di masa mendatang.

Implementasi
model
Pemahaman
sistem
Analisa Identifikasi
Kebijakan masalah

Identifikasi
Simulasi
variabel sistem

Formulasi
sistem

Gambar 1. Diagram pendekatan metode sistem dinamik (Widayani, 1999 dalam


Rahayu, 2006)

Dalam penyusunan suatu model dinamik terdapat tiga bentuk alternatif yang
dapat digunakan yaitu verbal, visual dan model matematis. Model verbal adalah
model sistem yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata. Model visual dinyatakan
dalam bentuk diagram dan menunjukkan hubungan sebab akibat banyak variabel
secara sederhana dan jelas. Model visual juga dapat direpresentasikan ke dalam
bentuk model matematis yang merupakan perhitungan-perhitungan terhadap suatu
sistem. Semua bentuk perhitunganya bersifat ekivalen, dimana setiap bentuk
berperan sebagai alat bantu yang dapat dimengerti.
Menurut Hartisari (2007), simulasi yang menggunakan model dinamik dapat
memberikan penjelasan tentang proses yang terjadi dalam sistem dan prediksi

5
hasil dari berbagai skenario. Berdasarkan hasil simulasi model tersebut diperoleh
solusi untuk menunjang pengambilan keputusan sehingga simulasi model dinamik
ini dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan pendugaan.

+
PAD
+
Harga -
produk
Agroindustri Pendapatan
+ masyarakat
+ + +
+
Harga Daya beli
bahan baku

- +
Jumlah bahan
baku
+

+
Kesadaran
Kualitas konsumen
produk

Gambar 2. Contoh diagram sebab-akibat untuk pembangunan agroindustri (Hartrisari,


2006)

Model sistem dinamik dapat dinyatakan dan dipecahkan secara numerik


dalam sebuah bahasa pemrograman. Perangkat lunak khusus untuk sistem
dinamik telah banyak tersedia seperti Dynamo. Simile, Powersim, Vensim, I-think
dan lain-lain .Pemilihan Powersim sebagai software untuk simulasi model adalah
karena kemudahan dan ketersediaan pada saat penelitian. Pemodelan dinamik
terdiri dari variabel-variabel yang saling berhubungan. Dalam Powersim yaitu
perangkat lunak yang digunakan untuk simulasi terdapat variabel-variabel yaitu
level, rate, auxiliary dan constanta (Powersim, 1996).
Pada model yang telah dibuat, data kuantitatif dimasukan dengan meng-klik
variabel-variabel yang tersedia seperti level, rate, auxiliary dan constanta.
Kemudian nilai atau formula matematika di inputkan ke dalam variabel-variabel
tersebut untuk mengkalkulasi model. Adapun definisi dari masing-masing jenis
variabel tersebut adalah sebagai berikut.

6
a. Level
Level merupakan variabel yang menyatakan akumulasi sejumlah benda,
contohnya jumlah produksi padi. Level dipengaruhi oleh variabel rate dan
dalam Powersims dinyatakan dengan simbol persegi.

Gambar 3. Simbol variabel level


b. Rate
Rate adalah penambahan atau pengurangan pada level per satuan waktu.
Dalam Powersim, rate dinyatakan dengan simbol seperti pada gambar 4.

Gambar 4. Simbol variabel rate


c. Auxiliary
Auxiliary merupakan variabel tambahan untuk menyederhanakan
hubungan informasi antara level dan rate, dengan kata lain variabel ini
dihitung dari variabel lain. Simbol variabel ini adalah sebuah lingkaran.

Gambar 5. Simbol variabel auxiliary


d. Constanta
Constanta merupakan input bagi persamaan dalam rate baik secara
langsung maupun melalui variabel auxiliary. Variabel ini menyatakan nilai
parameter dari sistem riil yang nilainya konstan selama simulasi. Simbol dari
variabel constanta adalah seperti pada gambar 6.

Gambar 6. Simbol variabel constanta

7
e. Garis penghubung
Garis penghubung menghubungkan antara satu variabel ke variabel lainya
atau antara variabel dengan konstanta. Garis penghubung ini disimbolkan
dengan panah.

Gambar 7. Simbol garis penghubung

B. Simulasi
Simulasi adalah aktifitas untuk menarik kesimpulan tentang perilaku sistem
dengan mempelajari perilaku model dalam beberapa hal yang memiliki kesamaan
dengan sistem sebenarnya (Gotfried, 1984 dalam Nuroniah, 2003). Simulasi
adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses yang bertujuan untuk memahami
gejala atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau
proses tersebut di masa depan. Simulasi dilakukan dengan tahapan yaitu
penyusunan konsep, pembuatan model, simulasi dan validasi hasil simulasi.
Keuntungan penggunaan simulasi antara lain dapat memberikan jawaban
apabila model analitik yang digunakan tidak memberikan solusi optimal. Model
disimulasi lebih realistis terhadap sistem nyata karena memerlukan asumsi yang
lebih sedikit (Siagan, 1987 dalam Nuroniah, 2003).
Analisis tingkah laku model dapat dilakukan dengan menggunakan simulasi
komputer. Simulasi merupakan penyelesaian persamaan matematis secara
bertahap dari suatu sistem untuk mengetahui perubahan yang terjadi, sehingga
dapat dipelajari perilaku sistem tersebut. Metode simulasi mempunyai keunggulan
yaitu pada kemampuanya memberikan informasi secara cepat.

C. Kajian Ketahanan Pangan


Kedaulatan pangan (Food Sovereignty) adalah hak setiap orang, masyarakat
dan negara untuk mengakses dan mengontrol aneka sumberdaya produktif serta
menentukan dan mengendalikan sistem (produksi, distribusi, konsumsi) pangan
sendiri sesuai kondisi ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya khas masing-masing
(Hines 2005 dalam Darajati 2008). Bahkan presiden pertama Republik Indonesia

8
Soekarno pernah mengatakan bahwa pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu
bangsa, apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka akan menjadi
malapetaka sehingga suatu negara harus dapat menyelesaikan masalah ketahanan
pangan agar mampu mempertahankan pertumbuhan ekonominya. Kedaulatan
pangan menuntut hak rakyat atas pangan, yang menurut Food and Agriculture
Organization (FAO) merupakan hak untuk memiliki pangan secara teratur,
permanen dan bisa mendapatkannya secara bebas, baik secara cuma-cuma
maupun membeli dengan jumlah dan mutu yang mencukupi, serta cocok dengan
tradisi-tadisi kebudayaan rakyat yang mengkonsumsinya. Menjamin pemenuhan
hak rakyat untuk menjalani hidup yang bebas dari rasa takut dan bermartabat, baik
secara fisik maupun mental, secara individu maupun kolektif.
Namun kenyataannya, kelaparan sebagai indikasi tindasan terhadap hak atas
pangan masih berlangsung di mana-mana bahkan bertambah buruk saja. Dalam
usaha mengatasi masalah kelaparan dan akses pangan, PBB melalui FAO
memperkenalkan istilah ketahanan pangan (Food Security) dengan harapan
adanya persediaan pangan setiap saat, semua orang dapat mengaksesnya dengan
bebas dengan jumlah, mutu dan jenis nutrisi yang mencukupi serta dapat diterima
secara budaya. Konsep tersebut sama sekali tidak mempertimbangkan
kemampuan sebuah negara untuk memproduksi dan mendistribusi pangan utama
secara adil kepada rakyatnya.
Konsep ketahanan pangan di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan yang mendefinisikan
ketahanan pangan sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah
tangga. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem
ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi
menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik
dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi
berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin
agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas
yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan subsistem
konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional
memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan

9
kehalalannya. Situasi ketahanan pangan di negara kita masih lemah. Hal ini
ditunjukkan antara lain oleh: (a) jumlah penduduk rawan pangan (tingkat
konsumsi < 90% dari rekomendasi 2000 kkal/kap/hari) dan sangat rawan pangan
(tingkat konsumsi <70 % dari rekomendasi) masih cukup besar, yaitu masing-
masing 36.85 juta dan 15.48 juta jiwa untuk tahun 2002; (b) anak-anak balita
kurang gizi masih cukup besar, yaitu 5.02 juta dan 5.12 juta jiwa untuk tahun
2002 dan 2003 (Ali Khomsan, 2003 dalam Seminar et al, 2010).
Indikator ketahanan pangan menurut FAO mencakup empat aspek yang
saling terkait dan akan bermuara pada terciptanya individu yang sehat dan aktif
yaitu ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan, akses terhadap pangan, dan
pemanfaatan atau konsumsi. Terdapat keselarasan antara indikator ketahanan
pangan antara FAO dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun
1996 tentang pangan mengenai indikator-indikator ketahanan pangan. Distribusi
diartikan sebagai sistem untuk menyalurkan pangan secara efektif dan efisien
sehingga pangan sampai kepada masyarakat, mudah diakses dan terjamin
ketersediaanya baik jumlah maupun kualitasnya sepanjang wangku. Karena
walaupun distribusi pangan berjalan dengan baik, tetapi apabila mayarakat tidak
dapat mengakses pangan tersebut maka masih akan terjadi kerawanan pangan.
Indikator Permasalahan kerawanan pangan yang bersifat kronis dan transien
di Indonesia perlu ditangani dengan lebih serius dan terprogram dengan baik. Kata
kronis dalam kamus besar bahasa Indonesia didefinisikan sebagai sesuatu yang
berlangsung dalam waktu yang lama, oleh karena itu kerawanan pangan yang
bersifat kronis memerlukan penanganan jangka panjang, sedangkan kerawanan
pangan yang bersifat transien terjadi akibat adanya bencana alam: banjir, gempa
bumi, tsunami, kekeringan, letusan gunung berapi dan tanah longsor di daerah
yang berpotensi atau rentan terhadap bencana alam, memerlukan penanganan
jangka pendek (Seminar et al, 2010).
Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian telah menghasilkan peta
kerawanan pangan Indonesia yang dikeluarkan pada tahun 2005 dan Peta
Ketahanan dan Kerentanan Pangan pada tahun 2009. Food insecurity Atlas (FIA
2005) menggambarkan pemeringkatan situasi pangan pada 265 kabupaten di 30
provinsi. Atlas ini terbukti menjadi sarana penting dalam menentukan target

10
intervensi yang berhubungan dengan masalah ketahanan pangan dan gizi secara
geografis pada kabupaten yang rentan. Peluncuran FIA 2005 ternyata masih
menyebabkan kesalahpahaman mengenai pemeringkatan kabupaten. Kata
kerawanan pangan (Food Insecurity) diindikasikan secara langsung bahwa
kabupaten-kabupaten peringkat bawah adalah kabupaten yang memiliki penduduk
rawan pangan. Oleh karena itu peta nasional yang kedua diberi nama baru yaitu
“Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia (Food Security and
Vulnerability Atlas / FSVA)”. Perubahan nama FIA menjadi FSVA dilakukan
dengan pertimbangan untuk memperjelas pengertian mengenai konsep ketahanan
pangan berdasarkan tiga dimensi ketahanan pangan (ketersediaan, akses dan
pemanfaatan pangan) dalam semua kondisi bukan hanya pada situasi kerawanan
pangan saja. Pertimbangan yang kedua, FSVA juga bermaksud untuk mengetahui
berbagai penyebab kerawanan pangan secara lebih baik atau dengan kata lain
kerentanan terhadap kerawanan pangan. Pembuatan FSVA tersebut mencakup 346
kabupaten di 32 provinsi di Indonesia.

D. Manajemen Krisis
Manajemen krisis merupakan pengetahuan yang relatif baru baik di
Indonesia maupun dunia. Definisi manajemen krisis pun sangat bervariasi
sehingga lebih dikenal sebagai prosedural model atau protokol. Secara ringkas
dapat dikatakan bahwa bilamana kejadian yang tidak diharapkan terjadi maka
manajemen krisis adalah suatu cara pengelolaan yang proaktif dari berbagai
kegiatan kelembagaan yang mengarah pada keberlanjutan fungsinya sesegera
mungkin setelah adanya gangguan tersebut (Eriyatno et al, 2010). Menurut
Seminar et al (2010) Informasi Ketahanan Pangan dan Early Warning Sistem (The
Food Security Information and Early Warning Sistem/EWS) dapat dimanfaatkan
sebagai salah satu instrumen untuk mengelola krisis pangan dalam rangka upaya
perlindungan/penghindaran dari krisis pangan dan gizi baik jangka pendek,
menengah maupun panjang. Apabila sistem monitoring berdasar informasi
(ketersediaan dan keberlangsungan data informasi) dapat berfungsi dengan baik,
maka sistem ini mempunyai kontribusi yang sangat bermanfaat dalam mengelola

11
krisis pangan. Manfaat sistem ini dapat dijabarkan secara rinci sebagai berikut
(FAO, 2000 dalam Seminar et al, 2010) yaitu sebagai :
Penanda awal/dini saat terdeteksi adanya resiko krisis pangan lokal atau
menyeluruh, memberikan informasi jenis atau karakter krisis yang terjadi,
kemungkinan dampak yang akan muncul dan lokasi atau luasan area dan
masyarakat yang akan terpengaruh oleh adanya krisis pangan.
Penentu tindakan yang akan diambil untuk mengatasi krisis yang terjadi,
dimana pemilihan tindakan yang tepat pada waktu yang tepat akan
mengurangi dampak negatif terhadap krisis.
Panduan untuk pemberian bantuan darurat kepada kelompok masyarakat yang
membutuhkan, mengidentifikasi kelompok yang paling tinggi terkena
dampak dan perubahan-perubahan status pangan dan gizinya.
Pengelolaan cadangan pangan (food security stock) menjadi lebih efisien.
Sistem informasi ketahanan pangan dapat memasukkan data-data lainnya
yang dibutuhkan untuk pengelolaan ketahanan pangan yang lebih baik.
Penentu metode pengadaan pangan yang efisien. Pengetahuan yang baik
terhadap pasar pangan (pokok) internasional, nasional ataupun lokal sangat
bermanfaat untuk mengorganisasi proses distribusinya dan dapat digunakan
sebagai penentu metode yang efisien untuk distribusi bantuan pangan dan
membantu pengelolaan dan monitoring distribusinya.

E. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang telah dilakukan antara lain adalah penjadwalan
produksi dengan pendekatan metode dinamik oleh Nuroniah (2003). Model
dinamik yang dikembangkan adalah dinamika jumlah produksi pada setiap
tahapan produksi berdasarkan data series permintaan produksi. Sistem yang dibuat
bertujuan untuk menentukan alternatif terbaik dari penjadwalan produksi dengan
meminimumkan waktu proses dan kekurangan produk yang berlebih.
Selain itu Koesmaryono et al (2008) melakukan analisis dan prediksi curah
hujan untuk pendugaan produksi padi dalam rangka antisipasi kerawanan pangan,
dalam penelitian tersebut dilakukan analisis pewilayahan curah hujan dengan
metode penggerombolan fuzzy dan penyusunan model prediksi curah hujan

12
dengan teknik analisis jaringan syaraf tiruan. Hasil prediksi model curah hujan
tersebut kemudian diterapkan dalam analisis ketersediaan dan kerentanan
produksi padi. Hubungan dengan sistem isyarat dini yang telah dikembangkan
adalah mampunyai persamaan menyusun sistem peringatan dini untuk antisipasi
kerawanan pangan tetapi penelitian ini berbasis prediksi curah hujan sebagai
model prediksi dan hasilnya dapat digunakan sebagai acuan dalam sistem
peringatan dini kerawanan pangan dan perencanaan ketahanan pangan di tingkat
kabupaten hingga nasional.

Gambar 8. Model dinamik rasio konsumsi normatif yang dikembangkan oleh


Seminar et al (2010).
Seminar et al (2010) mengembangkan sistem deteksi dini untuk manajemen
krisis pangan dengan simulasi model dinamis dan komputasi cerdas. Salah satu
subsistem pada sistem deteksi dini untuk manajemen krisis pangan ini adalah
rasio konsumsi normatif. Indikator yang digunakan untuk simulasi rasio konsumsi
normatif adalah beras dengan data series yang digunakan adalah data tahun 2003-
2005. Hubungan dengan penelitian lanjutan ini adalah dilakukan penambahan
komoditas jagung pada model dinamik rasio konsumsi normatif dengan
menggunakan data simulasi hingga tahun 2008.

13
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di laboratorium komputer Cyber Merpati IPB mulai
dari bulan Februari sampai dengan Juni 2010.

B. Alat dan Bahan


Simulasi yang akan dirancang menggunakan software Powersim versi 2.51
dan untuk pengolahan data menggunakan software Microsoft® Office 2007.
Peralatan yang digunakan adalah seperangkat komputer dengan spesifikasi
sebagai berikut :
Prosessor : Pentium IV 2.40 GHz
Memori : 510 MB RAM
VGA card : GeForce MX 4000 64 MB
Hardisk : 80 GB
Data yang digunakan untuk simulasi adalah data sekunder yang berkaitan
dengan indikator ketahanan pangan khususnya rasio konsumsi normatif baik
dalam bentuk publikasi tercetak maupun website.
Data yang digunakan mencakup :
Data series jumlah penduduk 2000-2008 (Sumber : BPS).
Data series luas panen padi 1999-2008 (Sumber : Data Dinas Pertanian
Jatim, BPS).
Data series luas panen jagung 2003-2008 (Sumber : Data Dinas Pertanian
Jatim, BPS).
Data series produktivitas padi 1999-2008 (Sumber : Data Dinas Pertanian
Jatim, BPS).
Data series produktivitas jagung 1999-2008 (Sumber : Data Dinas
Pertanian Jatim, BPS).
Konsumsi normatif (2005-2007) dari FSVA 2009.

14
C. Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada simulasi salah satu variabel yang mempengaruhi
kerawanan pangan yaitu rasio konsumsi normatif di provinsi Jawa Timur yang
mencakup 29 kabupaten dan provinsi Yogyakarta yang mencakup 4 kabupaten
dari tahun 2005 sampai tahun 2015. Pemilihan lokasi contoh (provinsi Jawa
Timur dan Yogyakarta) untuk simulasi didasarkan pada ketersediaan data yang
dibutuhkan. Komoditas yang digunakan dalam rasio konsumsi normatif ini
dibatasi hanya menggunakan beras dan jagung. Dalam simulasi ini diasumsikan
bahwa pangan yang dikonsumsi oleh mayarakat berdasarkan profil konsumsi
serelia di indonesia adalah 300 gram serelia/hari/kapita.

D. Kerangka Pendekatan Studi


Kerangka pendekatan studi dari penelitian ini dijelaskan pada gambar 10.

Gambar 9. Kerangka pemikiran studi

15
E. Metodologi
Metoda yang digunakan dalam analisis ini adalah simulasi model dinamik
dengan melihat parameter-parameter yang mempengaruhi krisis pangan yang
kemudian disimulasikan dengan model dinamik. Parameter yang disimulasikan
adalah rasio konsumsi normatif. Sistem dinamik yang telah dikembangkan oleh
Seminar et al (2010) ditambahkan komponen komoditas yaitu jagung. Studi
literatur dilakukan dengan mempelajari dokumen tercetak maupun media
elektronik melalui internet serta data pengamatan. Data sekunder seperti data
kependudukan, luas lahan, produksi beras dan yang berkaitan dengan parameter
krisis pangan yang telah diidentifikasi diperoleh dari Biro Pusat Statistik, Bulog,
Deptan dan lembaga lainnya yang terkait baik dalam bentuk publikasi tercetak
maupun website.
Setelah parameter yang akan disimulasikan teridentifikasi kemudian akan
diketahui variabel-variabel yang mempengaruhi tiap parameter dan dari situ
dirancang suatu model dengan diagram sebab akibat dari variabel-variabel tiap
parameter krisis pangan. Variabel untuk simulasi dinamik rasio konsumsi
normatif yaitu karakteristik kependudukan, total produksi beras, luas panen,
perubahan luas panen, produktivitas lahan, total susut, rendemen dan konsumsi
normatif.
Karakteristik kependudukan meliputi jumlah penduduk dan laju pertumbuhan
penduduk. Jumlah Penduduk adalah jumlah penduduk di suatu kabupaten dengan
pengklasifikasian berdasarkan usia menjadi anak-anak, dewasa dan orang tua.
Asumsi yang digunakan dalam simulasi dinamik rasio konsumsi normatif yaitu
laju pertumbuhan penduduk adalah tetap. Data yang diperoleh adalah data series
dari tahun 2000-2008 sehingga akan didapat laju pertumbuhan dengan
menggunakan persamaan 1 yang dikembangkan oleh BPS. Data yang diperoleh
adalah data series 5-10 tahun sehingga akan didapat laju pertumbuhan penduduk
dengan menggunakan persamaan :
Pt = Po(1+r)t ……………………………………………………………………...(1)
Dimana : Pt = Jumlah penduduk pada tahun terakhir
Po = Jumlah penduduk pada tahun awal
t = selisih tahun antara Po dan Pt

16
r = laju pertumbuhan penduduk per tahun (%)
Total produksi beras dan jagung terdiri dari variabel luas panen, perubahan
luas panen, produktivitas lahan, perubahan produktifitas lahan, total susut dan
rendemen.
Luas panen pada awal simulasi diperoleh dari selisih antara luas tanam dan
luas puso pada suatu kabupaten. Perubahan luas panen dihitung berdasarkan data
series luas panen selama beberapa tahun di suatu kabupaten perubahan luas panen
disebabkan adanya konversi lahan dari sawah ke non-sawah atau sebaliknya.
Perhitungan laju perubahan luas lahan dari data series menggunakan rata-rata
perubahan lahan tiap tahun. Produktivitas lahan diperoleh dari produktivitas lahan
pada tahun awal simulasi sedangkan perubahan produktivitas lahan
diperhitungkan dari data series produktivitas lahan. Perubahan produktivitas
lahan biasanya positif pada daerah yang mengintroduksikan inovasi budidaya,
baik tata cara maupun penggunaan varietas yang lebih baik.

Tabel 1. Perbandingan besaran susut dan konversi gabah/beras tahun 1995/1996 dan
tahun 2005-2007 menurut kegiatan pasca panen

No Kegiatan Pasca Panen Besaran Susut dan Konversi (%) Perubahan


(%)
1995/1996 2005-2007
1. Pemanenan 9,52 (1) 1,20 (1) -3,2
2. Perontokan 4,78 (1) 0,18 (1) -4,6
3. Pengeringan Konversi GKP dan 2,13 (1) 3,27 (2) 1,14
GKG 86,51 86,02 -0,49

4. Penggilingan Konversi GKP dan 2,19 (2) 3,25 (2) 1,06


GKG (rendemen) 63,2 62,74 -0,46

5. Penyimpanan 1,61 1,39 -0,22


6. Pengangkutan 0,19 1,53 1,34
Total 20,51 10,82 9,69
Keterangan : 1) prosentase terhadap GKP ; 2) prosentase terhadap GKG
Sumber : Website Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian
Penekanan Susut dan Peningkatan Rendemen Gabah/beras, Maret 2009.

Total susut adalah jumlah seluruh kehilangan padi selama kegiatan pasca
panen yaitu pada saat pemanenan, perontokan, pengeringan, penggilingan,

17
penyimpanan dan pengangkutan. Pada simulasi ini nilai susut untuk beras yang
diambil adalah rata-rata dari tahun 2005-2007 yaitu 0.1082 nilai ini berdasarkan
data yang didapatkan melalui website Ditjen Pengolahan Dan Pemasaran Hasil
Pertanian, Departemen Pertanian seperti pada Tabel 1.
Rendemen adalah jumlah beras yang dihasilkan dari jumlah padi tertentu.
Rendemen tergantung pada kualitas beras, kadar air, musim panen, alsin yang
digunakan dan konfigurasi mesin. Nilai rendemen padi untuk tiap kabupaten yang
disimulasikan diasumsikan berdasarkan data yang diperoleh dari website Ditjen
Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian yaitu 62.74
%. Sedangkan untuk jagung, rendemen tidak diperhitungkan karena data yang
diperoleh adalah langsung dari data panen jagung yaitu jagung pipilan kering
sehingga total produksi jagung dihitung dari luas panen jagung dan
produktivitasnya.
Jika total produksi padi dan jagung diketahui maka dilakukan penyetaraan
agar kedua komoditas uni dapat dijumlahkan dengan menggunakan penyetaraan
berdasarkan nilai kalorinya yaitu 1 kg beras setara 3520 kkal sedangkan untuk 1
kg jagung setara 3620 kkal.
Dengan mengetahui diagram sebab akibat maka dapat dibuat simulasi
dengan menggunakan bantuan software Powersim. Kemudian hasil simulasi
divalidasi dengan membandingkan hasil simulasi dengan data yang dikeluarkan
oleh instansi terkait contohnya data FSVA 2009 yang dikeluarkan oleh Badan
Ketahanan Pangan Departmen Pertanian menggunakan metode Mean Absolute
Percent Error (MAPE). Dengan metode tersebut maka akan didapatkan error
perbandingan dari data hasil simulasi dengan data aktual.

……………………………………………(2)

Dimana: adalah nilai sebenarnya


adalah nilai hasil simulasi
adalah banyak data
Hasil dari simulasi kemudian dianalisis dan merupakan input untuk tahap
berikutnya dalam sistem deteksi dini kerawanan pangan yaitu analisis
menggunakan komputasi cerdas dengan jaringan syaraf tiruan (Patterson 1996
dan Seminar et al, 2006) untuk sintesa model sistem deteksi dini.

18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rasio Konsumsi Normatif


Rasio konsumsi normatif adalah perbandingan antara total konsumsi dan
produksi yang menunjukkan tingkat ketersediaan pangan di suatu wilayah. Rasio
konsumsi normatif perkapita terhadap produksi pangan merupakan salah satu
indikator ketersediaan pangan yang digunakan dalam analisis kerawanan pangan.
Menurut Food Security and Vulnerability Atlas 2009 (FSVA 2009), berdasarkan
profil konsumsi Indonesia bahwa konsumsi normatif serelia/hari/kapita adalah
300 gram yang setara dengan 109.5 kg/tahun/kapita. Kemudian dapat dihitung
nilai rasio konsumsi normatif di suatu kabupaten dengan membandingkan total
konsumsi normatif dengan total produksi pangan di kabupaten tersebut.
Jumlah total konsumsi dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang berubah
sesuai perubahan waktu, demikian pula dengan produksi pangan di suatu daerah
cenderung berubah sesuai perubahan waktu. Sehingga bentuk model dinamik
adalah model yang paling sesuai untuk suatu sistem atau sub-sistem yang
variabel-variabelnya berubah sejalan dengan perubahan waktu. Selain itu model
dinamik dapat melakukan pendugaan suatu nilai dalam waktu tertentu. Untuk
menentukan rasio konsumsi normatif diperlukan data series produksi dan
konsumsi yang tersedia. Penggunaan model dinamik sebagai alat untuk menduga
nilai rasio konsumsi normatif sebagai salah satu variabel yang digunakan pada
model besar studi sistem deteksi dini untuk manajemen krisis pangan, terutama
apabila data di lapangan tidak atau belum tersedia.
Gambar 10 menyajikan hasil perhitungan laju penduduk dengan mengunakan
data series jumlah penduduk di kabupaten-kabupaten provinsi Jawa Timur.
Dinamika penduduk ini dipengaruhi oleh faktor seperti angka kelahiran, kematian
dan migrasi. Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka akan bertambah
permintaan terhadap pangan dengan demikian maka perlu juga dilakukan
peningkatan produksi pangan agar tidak terjadi krisis rawan pangan. Contohnya
laju pertumbuhan terbesar di provinsi Jawa Timur yaitu 2.47% per tahun terjadi di
kabupaten Pamekasan.

19
Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi
Jawa Timur
3
laju pertumbuhan (%)

2.5
2
1.5
1
0.5
0

kabupaten
laju pertumbuhan penduduk d tiap kabupaten

Gambar 10. Grafik laju pertumbuhan penduduk di berbagai kabupaten di provinsi


Jawa Timur
Sumber : BPS dengan data series dari tahun 2000-2008 (diolah)

B. Analisis Diagram Sebab Akibat


Diagram sebab akibat menggambarkan hubungan antar elemen yang terlibat
dalam sistem yang dikaji. Diagram ini terdiri dari variabel-variabel yang masing-
masing dihubungkan dengan tanda panah yang menghubungkan antar variabel
tersebut. Hubungan digambarkan dengan tanda positif (+) atau negatif (-). Gambar
11 memperlihatkan keterkaitan dari tiap elemen yang mempengaruhi rasio
konsumsi normatif.
Peningkatan laju pertumbuhan penduduk akan meningkatkan jumlah
penduduk tiap tahunnya, sehingga menyebabkan tingkat konsumsi pun bertambah.
Sama halnya dengan peningkatan laju pertumbuhan luas panen yang akan
menyebabkan peningkatan luas panen yang selanjutnya berdampak pada
peningkatan jumlah produksi. Untuk beras, persentasi rendemen yang tinggi akan
meningkatkan total produksi beras. Jika produksi beras dan jagung meningkat
maka total produksi pangan pun meningkat sehingga rasio konsumsi normatif
terhadap pangan pun dapat dihitung. Hubungan tersebut merupakan hubungan
sebab akibat yang positif. Jika total produksi lebih besar dari konsumsi maka rasio
konsumsi normatif yang dihasilkan akan semakin kecil dan sebaliknya jika

20
konsumsi lebih besar dari total produksi maka nilai rasio konsumsi normatif akan
semakin besar.

Gambar 11. Diagram sebab akibat rasio konsumsi normatif

C. Model Sistem Dinamik


Model sistem dinamik dibangun berdasarkan diagram sebab akibat yang
menggambarkan hubungan antara total produksi pangan dan jumlah konsumsi
normatif di suatu kabupaten. Berdasarkan kedua variabel tersebut selanjutnya
ditentukan nilai rasio konsumsi normatif terhadap produksi bersih per kapita.
Dengan menggunakan bantuan software Powersim kemudian dibuat model
dinamiknya seperti pada gambar 12.
Pada penelitian sebelumnya yang dikembangkan oleh Seminar et al (2010)
data yang digunakan sebagai input pada model dinamik rasio konsumsi normatif
adalah data series dari tahun 2003-2005, sedangkan pada penelitian ini data yang
digunakan adalah data series dari tahun 2000-2008. Contohnya untuk jumlah
penduduk, dengan menggunakan rumus yang dikembangkan BPS maka laju dari
pertumbuhan penduduk dengan data series tahun 2000-2008 dapat dihitung.
Selain itu pada penelitian sebelumnya komoditas yang digunakan adalah beras,
sedangkan pada penelitian ini ditambahkan jagung sebagai bahan makanan pokok

21
yang dikonsumsi mayarakat, dengan penambahan ini maka deteksi terhadap
kerawanan pangan pada subsistem ketersediaan pangan akan lebih terlihat.

Gambar12 . Hasil model dinamik rasio konsumsi normatif setelah ditambah


komoditas jagung

Gambar 12 menampilkan model dinamik yang dirancang pada penelitian ini.


Model yang dirancang pada penelitian sebelumnya dibatasi oleh garis putus-putus
berwarna hijau. Warna merah pada gambar menunjukkan variabel jagung yang
ditambahkan pada penelitian ini dengan data yang digunakan adalah data tahun
2003 sampai 2008. Sedangkan warna hijau menunjukkan bahwa variabel tersebut
nilainya diganti dengan data terkini. Dari gambar tersebut terlihat bahwa total
produksi yang dibandingkan adalah total produksi beras dan jagung yang masing-
masing bergantung pada luas panen dan produktivitasnya. Selain itu dilakukan
penyetaraan antara beras dan jagung berdasarkan nilai kalorinya yaitu 1 kg jagung
setara dengan 1.028 kg beras. Maka model yang dirancang menggunakan nilai
kesetaraan tersebut. Untuk komoditas beras total produksinya ditentukan oleh
luas panen padi, produktivitas susut serta rendemen yang dihasilkan. Sedangkan

22
untuk total produksi jagung tidak memperhitungkan rendemen karena data yang
diperoleh adalah langsung dari data luas panen jagung.
Total konsumsi merupakan fungsi dari konsumsi normatif per kapita dan
jumlah penduduk yang dinamis. Jika total produksi dan total konsumsi sudah
diketahui maka akan didapatkan rasio konsumsi normatif. Persamaan matematis
yang digunakan pada model ini dapat dilihat di lampiran 2.
Uji coba model dilakukan dengan menggunakan data terkini yang tersedia
dari berbagai sumber yaitu dari tahun 2000 – 2008 dengan contoh wilayah di
provinsi Jawa Timur mencakup 29 kabupaten dan Yogyakarta sebanyak 4
kabupaten hasil dari simulasi dari semua wilayah contoh ditampilkan pada
lampiran 1. Hasil simulasi akan lebih halus ketika data yang digunakan lebih baru,
tetapi kendala dilapangan untuk data terbaru 2009-2010 belum tersedia. Hasil
simulasi menunjukkan dari 33 kabupaten yang menjadi contoh untuk simulasi
model dinamik ada provinsi yang menghasilkan rasio lebih dari 1 yang artinya
persedian pangan di kabupaten tersebut defisit yaitu kabupaten Sidoarjo. Dan juga
ada yang menghasilkan rasio kurang dari 1 yang artinya kabupaten tersebut
mempunyai cukup stok pangan khususnya beras dan jagung.
Tabel 2 menunjukkan perbandingan rasio konsumsi normatif hasil simulasi
dengan hasil dari penelitian FSVA. Dalam simulasi ini komoditas yang digunakan
dibatasi hanya beras dan jagung saja mengingat kedua makanan pokok ini
merupakan komoditas yang memang dikonsumsi oleh semua tingkat masyarakat.

2.50
Rasio konsumsi normatif
rasio konsumsi normatif

Rasio Konsumsi Normatif Hasil


2.00
Simulasi
1.50
1.00
0.50
0.00

Gambar 13. Grafik perbandingan rasio konsumsi normatif hasil simulasi dengan
FSVA

23
Untuk membandingkan dengan rasio hasil perhitungan FSVA maka
dilakukan penyetaraan untuk komoditas pembanding yaitu beras dan jagung
sehingga data yang dibandingkan setara. Dengan menggunakan metode MAPE
didapatkan rata-rata error sebesar 11.9%.
Tabel 2. Perbandingan rasio konsumsi normatif hasil simulasi dan menurut FSVA di
Provinsi Jawa Timur

rasio
Wilayah/
No rasio konsumsi normatif hasil simulasi normatif
Tahun
FSVA
rata-rata
Jawa Timur 2005 2006 2007 2008 2009 2005-2007
2005-2007
1 Pacitan 0.36 0.35 0.33 0.31 0.29 0.35 0.41
2 Ponorogo 0.28 0.29 0.29 0.29 0.29 0.28 0.31
3 Trenggalek 0.65 0.64 0.34 0.26 0.17 0.54 0.65
4 Tulungagung 0.46 0.45 0.44 0.43 0.42 0.45 0.49
5 Blitar 0.34 0.33 0.31 0.30 0.29 0.33 0.40
6 Kediri 0.33 0.33 0.34 0.34 0.35 0.33 0.36
7 Malang 0.59 0.60 0.60 0.60 0.61 0.60 0.65
8 Lumajang 0.35 0.36 0.37 0.38 0.39 0.36 0.37
9 Jember 0.38 0.39 0.39 0.40 0.40 0.38 0.38
10 Banyuwangi 0.32 0.31 0.30 0.29 0.29 0.31 0.40
11 Bondowoso 0.27 0.27 0.26 0.26 0.25 0.27 0.29
12 Situbondo 0.24 0.24 0.23 0.23 0.23 0.24 0.27
13 Probolinggo 0.32 0.33 0.34 0.35 0.35 0.33 0.36
14 Pasuruan 0.48 0.48 0.49 0.49 0.49 0.48 0.44
15 Sidoarjo 2.17 2.18 2.18 2.18 2.18 2.18 2.01
16 Mojokerto 0.26 0.27 0.28 0.28 0.29 0.27 0.51
17 Jombang 0.42 0.41 0.40 0.40 0.39 0.41 0.45
18 Nganjuk 0.29 0.29 0.29 0.29 0.28 0.29 0.31
19 Madiun 0.33 0.33 0.33 0.33 0.32 0.33 0.32
20 Magetan 0.38 0.37 0.37 0.37 0.37 0.37 0.37
21 Ngawi 0.26 0.26 0.26 0.26 0.26 0.26 0.25
22 Bojonegoro 0.31 0.30 0.29 0.29 0.28 0.30 0.32
23 Tuban 0.24 0.23 0.23 0.23 0.24 0.23 0.23
24 Lamongan 0.21 0.21 0.21 0.20 0.20 0.21 0.22
25 Gresik 0.51 0.51 0.52 0.52 0.52 0.51 0.51
26 Bangkalan 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.46
27 Sampang 0.37 0.36 0.35 0.34 0.34 0.36 0.49
28 Pamekasan 0.64 0.63 0.63 0.62 0.61 0.63 0.80
29 Sumenep 0.25 0.25 0.26 0.26 0.26 0.25 0.37

24
Tabel 2 memperlihatkan perbandingan rasio konsumsi normatif hasil simulasi
yang diberi warna biru dan menurut FSVA yang diberi warna merah untuk
provinsi Jawa Timur. Hasil simulasi menyatakan rata-rata rasio konsumsi
normatif lebih kecil dibandingkan dengan hasil menurut FSVA, perbedaan ini bisa
terjadi karena perbedaan data series yang digunakan dalam perhitungan. Pada
simulasi ini digunakan data mulai tahun 2000 hingga 2008 sedangkan FSVA
menggunakan data 2005 hingga 2007.

D. Analisis Model
Analisis model dilakukan pada daerah yang mempunyai nilai rasio cukup
kritis dari semua daerah yang disimulasikan. Contoh kasus pada kabupaten
Gunung Kidul dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 sebesar 681554 jiwa
meningkat dari tahun ke tahun dengan laju pertumbuhan penduduk 0.309 %.
Perubahan dua variabel tersebut seiring perubahan waktu akan berpengaruh
terhadap nilai rasio konsumsi normatif terhadap produksi bersih per kapita.

Tabel 3. Contoh hasil simulasi di Kabupaten Gunung Kidul.

Selisih
Total
Total Total Produksi Total
Produksi
Tahun Penduduk Konsumsi Produksi dan Produksi Rasio
Jagung
(Ton) Beras (Ton) Konsumsi (Ton)
(Ton)
(Ton)
2005 681554 74630.16 98860.98 178318.92 207615.62 282245.78 0.264
2006 683657 74860.48 106269.63 195968.93 232945.37 307805.85 0.243
2007 685767 75091.50 114233.47 215365.93 260626.25 335717.75 0.224
2008 687883 75323.24 122794.13 236682.85 290877.68 366200.92 0.206
2009 690006 75555.70 131996.32 260109.72 323939.82 399495.52 0.189
2010 692135 75788.87 141888.13 285855.38 360075.53 435864.40 0.174
2011 694271 76022.76 152521.22 314149.35 399572.50 475595.26 0.160
2012 696414 76257.37 163951.16 345243.85 442745.70 519003.07 0.147
2013 698563 76492.71 176237.66 379416.08 489393.90 566432.61 0.135
2014 700719 76728.78 189444.91 416970.69 541532.58 618216.36 0.124
2015 702881 76965.57 203641.91 458242.45 597937.04 674902.61 0.114

Dari hasil simulasi pada tabel 3 dapat terlihat bahwa rasio konsumsi normatif
pangan (beras dan jagung) untuk tahun 2010 adalah 0.174 yang artinya rasio ini
masih kurang dari 1 sehingga menunjukkan daerah ini masih surplus untuk

25
produksi pangan. Produksi beras dan jagung dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Peningkatan terjadi karena permintaan terhadap dua komoditas ini
meningkat baik untuk konsumsi pokok maupun untuk yang lainnya yaitu hasil
pengolahan kedua komoditas tersebut. Gambar 14 memperlihatkan grafik
hubungan antara produksi dan total konsumsi di kabupaten Gunung Kidul.
Terlihat dari gambar 14 bahwa produksi jagung lebih besar dari pada beras hal ini
dapat terjadi karena harga jagung yang cukup tinggi dan permintaan terhadap
jagung meningkat sehingga para petani lebih banyak menanam jagung. Dari
gambar 14 juga dapat terlihat bahwa total konsumsi lebih sedikit sehingga
ketersediaan pangan di kabupaten Gunung Kidul tetap terpenuhi.

Grafik Total Produksi dan Konsumsi di


Kabupaten Gunung Kidul
800000
700000
600000
500000
ton

400000
Total Konsumsi
300000
200000 produksi jagung
100000
produksi beras
0
2007

2015
2005
2006

2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014

tahun

Gambar 14. Grafik total produksi dan konsumsi di kabupaten Gunung Kidul

Dengan persediaan yang cukup dan ditunjang dengan teknologi penanganan


pasca panen yang baik maka persediaan pangan ini akan menjadi stok untuk
tahun-tahun berikutnya dan bahkan jika stok telah mencukupi kebutuhan lokal
maka persediaan pangan di kabupaten Gunung Kidul surplus atau aman pangan
tetapi karena indikator kerawanan pangan bukan hanya rasio konsumsi normatif
atau hanya ketersediaan saja maka data ini selanjutnya diolah menggunakan
jaringan saraf tiruan sehingga akan terlihat dengan sistem yang dibuat itu daerah
ini terdeteksi rawan pangan atau tidak.

26
Pada kasus di kabupaten Sidoarjo hasil simulasi menunjukkan rasio konsumsi
normatif dari tahun awal simulasi yaitu 2005 sampai 2015 menunjukkan angka
lebih dari 2. Ini menunjukkan persediaan pangan kabupaten Sidoarjo tidak
mencukupi karena tingkat konsumsinya dua kali lipat dari produksinya. laju
pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan produksi yang memadai secara
lokal, walaupun dapat dilihat dari tabel 4 hasil simulasi bahwa dari tahun ke
tahun ada kecenderungan total produksi meningkat tetapi selisih antara produski
dan konsumsi pun meningkat.
Tabel 4. Contoh hasil simulasi di Kabupaten Sidoarjo.

Total Total Selisih


Total Total
Produksi Produksi Produksi dan
Tahun Penduduk Konsumsi Produksi Rasio
Beras Jagung Konsumsi
(Ton) (Ton)
(Ton) (Ton) (Ton)
2005 1715439 187840.57 86292.03 151.00 -101393.25 86447.32 2.17
2006 1747638 191366.34 87721.02 205.50 -103433.98 87932.36 2.18
2007 1780441 194958.28 89173.68 279.66 -105497.00 89461.29 2.18
2008 1813860 198617.65 90650.40 380.59 -107575.85 91041.80 2.18
2009 1847906 202345.70 92151.57 517.94 -109661.48 92689.23 2.18
2010 1882591 206143.73 93677.60 704.87 -111741.24 94402.49 2.18
2011 1917927 210013.05 95288.90 959.25 -113797.64 96215.41 2.18
2012 1953927 213955.00 96805.89 1305.45 -115806.57 98148.43 2.18
2013 1990602 217970.93 98409.00 1776.59 -117734.88 100236.06 2.17
2014 2027966 222062.25 100038.65 2417.76 -119537.15 102525.09 2.17
2015 2066031 226230.35 101695.29 3290.32 -121151.26 105079.09 2.15

Setelah didapatkan rasio konsumsi normatif yang merupakan salah satu


indikator kerawanan pangan maka hasil ini dapat di integrasikan dengan sistem
jaringan saraf tiruan dalam model besar deteksi dini unuk manajemen krisis
pangan sehingga dapat ditentukan apakah suatu daerah itu terdeteksi rawan
pangan atau tidak. Dengan deteksi ini diharapkan pemerintah dapat mengambil
keputusan dengan bijaksana seperti pengelolaan cadangan pangan menjadi lebih
efisien.
Hasil simulasi model kemudian divalidasi, validasi untuk jumlah penduduk
menghasilkan rata-rata error sebesar 2.12 % sedangkan validasi untuk total
produksi beras menghasilkan rata-rata error sebesar 4.97 % dan validasi untuk

27
produksi jagung menghasilkan rata-rata error sebesar 15%. Tabel hasil
perhitungan dapat dilihat pada lampiran 7, 8 dan 9.

E. Analisis Krisis Pangan


Dari hasil simulasi model dinamik pada beberapa wilayah di provinsi Jawa
Timur dan Yogyakarta didapatkan bahwa sebagian besar wilayah di kedua
provinsi tersebut mempunyai rasio kurang dari satu yang artinya bahwa
persediaan pangan kedua provinsi ini tercukupi. Tetapi ada contoh kasus di
kabupaten Sidoarjo yang rasionya melebihi satu yang artinya bahwa persediaan
beras dan jagung di kabupaten ini belum mencukupi kebutuhan konsumsinya. Hal
tersebut salah satunya dapat disebabkan bencana yang menimpa kabupaten
Sidoarjo yaitu lumpur panas yang hingga saat ini belum terselesaikan.
Konversi lahan pertanian menjadi non pertanian merupakan salah satu isu
penting dalam kajian ketersediaan pangan. Dalam undang-undang tentang
perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dijelaskan bahwa lahan
pertanian adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan
dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi
kedaulatan dan ketahanan pangan nasional. Sehingga dari pengertian tersebut jelas
bahwa lahan pertanian mempunyai peran penting dalam ketersediaan pangan.
dengan adanya undang-undang konversi lahan ini maka konversi lahan pertanian
menjadi non pertanian dapat ditekan jika dilaksanakan secara konsisten dan
bertanggung jawab.
Rasio konsumsi normatif terhadap pangan ini memiliki peran yang penting
dalam sistem besar deteksi dini terhadap krisis pangan, dimana indikator
ketersediaan pangan ini memperlihatkan keadaan pangan disuatu daerah sehingga
dari situ dapat diambil kebijakan oleh pemerintah. Selain itu hasil simulasi rasio
konsumsi normatif terhadap pangan ini merupakan input untuk metode jaringan
syaraf tiruan yang digunakan untuk mendeteksi kondisi atau level krisis suatu
kebupaten yang disimulasikan. Hasil dari metode jaringan syaraf tiruan dengan
input data yang merupakan hasil simulasi model dinamik menunjukkan bahwa
rasio konsumsi normatif merupakan variabel kedua setelah puso yang
mempengaruhi krisis rawan pangan. Pertambahan jumlah penduduk yang tidak

28
diikuti dengan meningkatnya produksi pertanian merupakan salah satu
mempengaruhi perubahan rasio konsumsi normatif. Menurut Eriyatno (2010),
permintaan akan produk pertanian pada umumnya bersifat in-elastik karena terkait
dengan makanan pokok (staple food) atau yang menjadi sumber bahan pangan
penting. Artinya, kebutuhan akan produk tersebut tidak dapat bereaksi secara
cepat terhadap perubahan pasokan maupun harga. Sehingga walaupun produk
mengalami penurunan, maka permintaan tidak secara langsung mengalami
penurunan.
Pada penelitian sebelumnya yang dikembangkan oleh Seminar et al (2010)
faktor dan parameter krisis pangan serta variabel-variabel yang diturunkan dari
parameter krisis pangan telah dirumuskan dan dari hasil pengujian dan analisis
keluaran komputasi cerdas dengan JST dapat diidentifikasi bobot prioritas semua
variabel tersebut terhadap kondisi krisis pangan dengan urutan bobot terbesar
hingga terkecil sebagai berikut:
1. Padi puso
2. Penduduk dibawah garis kemiskinan
3. Angka kematian bayi
4. IHSG
5. Berat badan Balita dibawah standar
6. Harga beras
7. Tanpa hutan
8. Rasio konsumsi normatif
9. Curah hujan 30 tahun
10. Perubahan kurs dolar
Rasio konsumsi normatif berada pada urutan ke-8 dalam indikator yang
mempengaruhi kerawanan pangan. Penambahan data yang lebih banyak untuk
pelatihan dalam jaringan syaraf tiruan meningkatan sensitivitas rasio konsumsi
normatif sebagai indikator kerawanan pangan. Dengan penambahan jagung pada
model dinamik rasio konsumsi normatif terhadap pangan dan dengan inputan data
terbaru maka terbukti bahwa rasio konsumsi normatif mempunyai peranan yang
sangat penting sebagai parameter kerawanan pangan. Sampurna (2010)
melakukan pengujian sistem deteksi dini untuk kerawanan yang telah

29
dikembangkan oleh Seminar et al (2010) dengan data riil yang lebih lengkap
untuk kemudian disintesa dengan jaringan syaraf tiruan yang salah satu inputnya
adalah rasio konsumsi normatif yang dihasilkan dari penelitian ini. Dari penelitian
tersebut dihasilkan keluaran urutan parameter kerawanan pangan dari prioritas
terbesar hingga terkecil sebagai berikut:
1. Padi Puso
2. Konsumsi Normatif
3. Kenaikan Harga Beras
4. IHSG
5. Angka Kematian Bayi
6. Daerah Rawan Longsor dan Banjir
7. Perubahan Kurs Dolar
8. Penduduk Miskin
9. Berat Badan Bayi di Bawah Standar
10. Curah Hujan 30 Tahun
Posisi rasio konsumsi normatif meningkat menjadi urutan kedua yang artinya
bahwa sebagai parameter kerawanan pangan, rasio konsumsi normatif sangat
berperan dalam menunjukkan ketersedian pangan di suatu daerah.
Untuk menghindari krisis maka perlu adanya deteksi dini supaya sebelum
kondisi itu kritis sudah ada penganan dini untuk mencegah hal tersebut terjadi.
ketersediaan pangan bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi rawan pangan
tetapi akses untuk mendapatkan pangan tersebut harus terpenuhi dan juga dilihat
tingkat konsumsi atau pemanfaatannya juga sehingga semua bersinergi dan
pemanfaatanya akan lebih efektif. Dengan adanya deteksi dini maka diharapkan
keadaan rawan pangan dapat dicegah.

30
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Model dinamik yang dirancang dengan penambahan jagung sebagai
komponen dalam rasio konsumsi normatif yang mempengaruhi kerawanan pangan
untuk mendukung sistem isyarat dini ( early warning system) telah selesai dibuat.
Keluaran simulasi rasio konsumsi normatif telah dihasilkan untuk berbagai
wilayah kabupaten di provinsi Jawa Timur dan Yogyakarta. Dari hasil simulasi
menunjukkan bahwa wilayah kabupaten yang disimulasikan termasuk wilayah
aman pangan. Hal ini terbukti dengan nilai rasio konsumsi normatif rata-rata pada
wilayah tersebut masih kurang dari 1 yang artinya persediaan pangan masih
tercukupi. Selain itu hasil simulasi menunjukkan bahwa rata-rata rasio konsumsi
normatif lebih kecil dibandingkan dengan hasil dari FSVA dengan persentase
error sebesar 11.9 %. Hal ini terjadi karena perbedaan data series yang digunakan
pada simulasi yaitu dari tahun 2000 hingga 2008 sedangkan FSVA menggunakan
data 2005 hingga 2007.
Uji coba yang dilakukan dengan data riil yang ada di lapangan pada beberapa
lokasi (kabupaten) pada beberapa kurun waktu tertentu yang di inputkan ke dalam
jaringan syaraf tiruan menunjukkan sensitivitas rasio konsumsi normatif
meningkat hal ini terbukti dengan naiknya peringkat pengaruh parameter rasio
konsumsi normatif dari urutan ke 8 menjadi urutan ke 2 setelah puso sebagai
parameter kerawanan pangan.

B. SARAN
Model simulasi dinamik untuk rasio konsumsi normatif akan lebih
memperlihatkan kondisi terkini jika didukung dengan data riil yang ada
dilapangan. Ketersediaan, keterbaruan, dan kontinuitas data sangat diperlukan
untuk sistem dinamik yang dihasilkan dalam penelitian ini. Peran lembaga terkait
seperti BPS dan pemerintah sangat diperlukan dalam penyediaan data dan bila
perlu tidak hanya disediakan dalam dokumen tercetak tetapi menggunakan media
internet (online) sehingga akan lebih mudah diakses.

31
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Mewa, et al. 2006. Laporan Akhir Penelitian Analisis Wilayah Rawan
Pangan Dan Gizi Kronis Serta Alternative Penanggulanganya. Pusat
Analisis Social Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian. DEPTAN.
Badan Pusat Statistik (BPS). Jawa Timur Dalam Angka (2000-2008).
Byrknes, Helge and Jennifer Cover.1996. Quick Tour in Powersim.Virginia :
Powersim Corporation.
Darajati, Wahyuningsih. 2008. Membangun Kedaulatan Pangan Nasional.
Makalah. Fakultas Pertanian Unversitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Departemen Pertanian. 2005. Peta Kerawanan Pangan Indonesia 2005. Badan
Ketahanan Pangan. Jakarta.
Departemen Pertanian. 2009. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia
2009. Dewan Ketahanan Pangan Indonesia. Jakarta
Firdaus, M. Lukman M. B. dan Purdiyanti P. 2008. Swasembada Beras Dari
Masa ke Masa: Telaah Efektivitas Kebijakan dan Perumusan Strategi
Nasional. Penerbit : IPB Press. Bogor
Eriyatno, Hari Wijayanto & Agus Buono. 2010. Indikasi Krisis, Parameter dan
Faktor Pengendaliannya untuk Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.
Manajemen Krisis, ISBN: 978-979-493-246-5 hal. 53-126. Bogor: IPB
Press.
Eriyatno dan Lala M. Kolopaking. 2010. Strategi Penanggulangan Krisis
Keuangan Global: Mengembangkan Sistem Ekonomi Domestik. Manajemen
Krisis, ISBN: 978-979-493-246-5 hal. 1-51. Bogor: IPB Press.
Fateta-Deptan. 2002. Analisa Perancangan Sistem Dinamis untuk Penyediaan
Beras Nasional. Laporan Riset Kerjasama Fateta dengan Deptan.
Handoko. 1994. Dasar Penyusunan Dan Aplikasi Model Simulasi Komputer
Untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam: Institut Pertanian Bogor.
Hasan, M. 2006. Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Pengantar
Falsafah Sains Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

32
Hartisari. 2007. Sistem Dinamik : Konsep dan Pemodelan untuk Industri dan
Lingkungan. SEAMEO BIOTROP. Bogor: Indonesia.
http://www.antaranews.com/berita/1267545241/ketahanan-pangan-jadi-program-
prioritas-pembangunan-nasional/ diakses 14 maret 2010
http://sosbud.kompasiana.com/2010/01/09/tantangan-menuju-ketahanan-pangan/
diakses 14 maret 2010
http://agribisnis.deptan.go.id/ diakses 5 Juli 2010
Koesmaryono, Yonny, et al. 2008. Analisis dan Prediksi Curah Hujan Untuk
Pendugaan Produksi Padi Dalam Rangka Antisipasi Kerawanan Pangan.
Laporan Penelitian Akhir Penelitian Strategis Unggulan. LPPM IPB.
Nuroniah, Siti, N,. 2003. Penjadwalan Produksi Dengan Pendekatan Metode
dinamik (Studi kasus di PT Goodyear Indonesia , tbk). Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purnomo, Herry. 2005. Pengenalan Informatika Perspektif Teknik dan
Lingkungan. Yogyakarta: Andi.
Sampurno, Rizky. 2010. Uji Dan Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Pada Early
Warning System (Ews) Untuk Manajemen Krisis Pangan. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor .
Seminar, Kudang Boro, Marimin dan Nuri Andarwulan. 2010. Sistem Deteksi
Dini untuk Manajemen Krisis Pangan dengan Simulasi Model Dinamik dan
Komputasi Cerdas. Manajemen Krisis. ISBN: 978-979-493-246-5 hal. 127-
162. Bogor: IPB Press.
Sinthasari, Isfandria. 1988. Dinamika Persediaan Daging Sapi : Suatu Model
Dinamik Untuk DKI Jakarta. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Bogor .
Taufiq, Zaky, M. 2005. Model Dinamik Pengolahan Dan Rantai Pasokan Mie
Berbasis Pati Sagu Kasus Kota Madya Sukabumi. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

33
LAMPIRAN

34
Lampiran 1. Hasil Simulasi Model Dinamik Provinsi Jawa Timur dan
Yogyakarta

1. Bangkalan

2. Banyuwangi

3. Blitar

4. Bojonegoro

35
5. Bondowoso

6. Gresik

7. Jombang

8. Kediri

36
9. Lamongan

10. Lumajang

11. Madiun

12. Magetan

37
13. Malang

14. Mojokerto

15. Nganjuk

16. Ngawi

38
17. Pacitan

18. Pamekasan

19. Pasuruan

20. Ponorogo

39
21. Probolinggo

22. Sampang

23. Sidoarjo

24. Situbondo

40
25. Sumenep

26. Trenggalek

27. Tuban

28. Tulungagung

41
29. Sleman

30. Gunung Kidul

31. Bantul

32. Tulung Agung

42
Lampiran 2. Persamaan Matematik Model Dinamik Rasio Konsumsi
Normatif

init luas_panen = 98581


flow luas_panen = +dt*pert_luas_panen
init luas_panen_jagung = 37291
flow luas_panen_jagung = +dt*pert_luas_panen_jagung
init penduduk = 1239756
flow penduduk = +dt*pert_penduduk
aux pert_luas_panen = luas_panen*laju_pert_luas_panen
aux pert_luas_panen_jagung
=luas_panen_jagung*laju_pert_luas_panen_jagung
aux pert_penduduk = penduduk*laju_pert_penduduk
aux gkg = luas_panen*produktivitas_lahan/1000
aux rasio = total_kons_beras/total_produksi
aux selisih_p_k = total_produksi-total_kons_beras
aux Tahun = TIME+2005
aux total_kons_beras = penduduk*kons_normatif_per_kapita/1000
aux total_prod_beras=produktivitas_lahan*luas_panen*rendemen*(1-
susut)/1000
aux total_prod_jagung = luas_panen_jagung*prod_lahan_jagung/1000
aux total_produksi = total_prod_beras+(total_prod_jagung*(3620/3520))
const kons_normatif_per_kapita = 109.5
const laju_pert_luas_panen = 0.01557
const laju_pert_luas_panen_jagung = 0.0744
const laju_pert_penduduk = 0.01127
const prod_lahan_jagung = 3662.12
const produktivitas_lahan = 54438
const rendemen = 0.6274
const susut = 0.1082

43
Lampiran 3. Tabel Jumlah Penduduk Jawa Timur Dan Laju Pertambahan Penduduknya (1)

Kabupaten 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Laju (%)

1 Pacitan 524373 527399 524374 538149 538583 551290 553321 555262 557029 0.758
2 Ponorogo 836176 841696 836178 869280 869655 885047 888857 892527 895921 0.866
3 Trenggalek 645038 651750 645041 669211 670120 673102 673920 674620 675380 0.576
4 Tulungagung 922562 932880 922566 959671 961991 977211 981257 985147 988731 0.870
5 Blitar 1055666 1066155 1055671 1110377 1111815 1069151 1069569 1069798 1070122 0.170
6 Kediri 1397543 1412881 1397549 1474143 1477898 1450937 1451028 1451119 1451630 0.476
7 Malang 2382918 2426540 2382925 2514009 2350384 2375537 2388755 2401624 2413779 0.161
8 Lumajang 955197 967970 955205 999150 1000260 1013454 1017467 1021317 1024849 0.884
9 Jember 2163192 2197310 2163201 2230291 2239575 2295795 2304634 2313100 2320844 0.883
10 Banyuwangi 1469534 1491104 1469544 1539875 1539393 1517432 1522534 1527384 1531753 0.520
11 Bondowoso 687287 690696 687298 708328 710339 701105 703303 705384 707242 0.358
12 Situbondo 599126 605678 599138 620737 621624 616505 618816 621026 623042 0.490
13 Probolinggo 992765 1011548 992778 1034973 1041498 1040234 1041370 1042323 1043671 0.627
14 Pasuruan 1347987 1380582 1348001 1416594 1434670 1433270 1438610 1443716 1448370 0.902
15 Sidoarjo 1535173 1595647 1535188 1674121 1720844 1715439 1737543 1759623 1781405 1.877
16 Mojokerto 900112 916927 900128 966416 977956 978769 987817 996774 1005486 1.393
17 Jombang 1118659 1131786 1118676 1171378 1176266 1237640 1253752 1269851 1285739 1.755
18 Nganjuk 963667 975918 963685 1028094 1028861 991313 994468 997458 1000132 0.465
19 Madiun 637192 640588 637211 656812 657158 642159 642335 642398 642518 0.104
20 Magetan 612181 617258 612201 620366 622112 622384 623536 624581 625424 0.268
21 Ngawi 806749 814220 806770 839725 840172 827728 830281 832696 834847 0.429
22 Bojonegoro 1155170 1169840 1155192 1211995 1216661 1239756 1247919 1255914 1263551 1.127
23 Tuban 1041172 1057528 1041195 1076100 1080562 1069935 1073071 1076027 1078641 0.443

44
Lampiran 3. Tabel Jumlah Penduduk Jawa Timur Dan Laju Pertambahan Penduduknya (2)

Kabupaten 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Laju (%)

24 Lamongan 1178964 1184463 1178988 1235627 1237411 1187504 1188136 1188559 1189087 0.107
25 Gresik 991601 1017813 991626 1057213 1070442 1132689 1153292 1174063 1194821 2.358
26 Bangkalan 795888 809061 795914 885318 890830 907119 923657 940331 956996 2.331
27 Sampang 746669 753464 746696 833005 836628 851537 868370 885379 902429 2.397
28 Pamekasan 686788 693500 686816 739226 745148 785932 802172 818604 835101 2.474
29 Sumenep 979616 989712 979645 1031655 1035687 1016187 1016418 1016471 1016907 0.468
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

45
Lampiran 4. Tabel Luas Panen Padi Dan Produktivitas Jawa Timur Dan Yogyakarta (1)

Luas Panen Padi (Ha) laju Produktivitas (Ku/ha)


No. Kabupaten pertumbuhan
2005 2006 2007 2008 Rerata luas panen 2004 2005 2006 2007 2008
1 Pacitan 31441 30185 28527 29915 30017.00 -0.015 38.81 41.05 40.78 39.31 39.24
2 Ponorogo 55580 54807 59434 55636 56364.10 0.002 56.71 58.00 62.64 59.00 57.94
3 Trenggalek 24235 23752 23087 23774 23712.00 -0.006 47.10 44.84 49.12 46.09 47.15
4 Tulungagung 38816 40678 38440 38722 39164.00 0.000 57.15 59.32 54.41 54.61 56.07
5 Blitar 45492 48361 44709 46253 46203.60 0.007 48.77 49.03 54.26 48.71 50.11
6 Kediri 56403 56767 54966 55824 55990.00 -0.003 50.19 57.56 55.58 59.01 54.08
7 Malang 59896 67911 60471 61459 62434.10 0.014 54.33 55.90 54.10 54.64 54.83
8 Lumajang 70396 62713 64459 67543 66277.80 -0.011 50.09 49.52 48.52 51.91 49.30
9 Jember 139192 139453 138851 138533 139007.00 -0.002 51.19 50.57 51.34 52.85 50.88
10 Banyuwangi 101228 109379 113575 108721 108226.00 0.025 56.81 57.59 56.77 56.20 56.53
11 Bondowoso 52815 52216 53752 54148 53232.80 0.008 49.31 47.50 47.10 47.20 48.36
12 Situbondo 34159 35202 31310 32789 33365.00 -0.011 51.19 52.40 52.69 56.32 52.72
13 Probolinggo 50859 52124 50319 50396 50924.50 -0.003 48.35 48.18 46.16 47.33 48.00
14 Pasuruan 73882 72546 81087 73636 75287.70 0.003 57.24 58.59 57.77 58.10 58.21
15 Sidoarjo 27419 28500 29779 28748 28611.40 0.017 55.21 56.25 55.08 59.16 54.98
16 Mojokerto 42471 44623 42359 42461 42978.40 0.001 58.77 57.39 57.86 58.75 57.67
17 Jombang 59183 61689 63226 60501 61149.80 0.008 54.91 56.01 53.04 56.57 55.67
18 Nganjuk 68545 69393 70869 68011 69204.50 -0.002 56.76 56.27 53.44 55.31 55.04
19 Madiun 57282 59486 62012 58237 59254.20 0.007 58.06 58.19 55.29 56.56 56.45

46
Lampiran 4. Tabel Luas Panen Padi Dan Produktivitas Jawa Timur Dan Yogyakarta (2)

Luas Panen Padi (Ha) laju Produktivitas (Ku/ha)


No. Kabupaten pertumbuhan
2005 2006 2007 2008 Rerata luas panen 2004 2005 2006 2007 2008
20 Magetan 37980 38993 37056 37358 37846.70 -0.005 51.51 53.48 55.05 59.37 54.28
21 Ngawi 95809 102903 103168 98032 99978.00 0.009 55.37 54.68 54.85 54.45 54.52
22 Bojonegoro 98581 109593 106864 102578 104404.00 0.016 56.55 54.44 55.95 54.87 54.54
23 Tuban 70247 73104 72691 69703 71436.30 -0.002 53.31 55.08 53.06 55.75 54.43
24 Lamongan 118931 127758 126436 120399 123381.00 0.005 55.18 54.11 55.43 58.55 55.16
25 Gresik 49123 53550 50428 50908 51002.30 0.014 50.66 54.03 56.48 57.84 54.43
26 Bangkalan 42283 41140 36832 40501 40189.00 -0.011 46.59 42.18 44.60 40.77 44.76
27 Sampang 29343 31148 32896 31881 31317.10 0.029 44.77 40.08 49.38 45.67 45.89
28 Pamekasan 19563 21744 21347 21770 21106.00 0.038 40.96 38.65 38.90 42.45 41.22
29 Sumenep 26242 24695 21291 25288 24379.00 -0.003 48.78 49.65 51.81 47.74 48.51
yogyakarta
30 Kulonprogo 17748 16556 16700 18623 17762.5 -0.1100 58.28 57.99 60.93 62.93 59.483
31 Bantul 25081 24655 25681 24925 24732.83333 0.1091 58.67 59.08 62.22 66.46 60.980
32 Gunungkidul 45574 47041 48315 52707 47413 0.0749 38.77 45.52 42.24 46.26 41.693
33 Sleman 42406 43994 42535 43502 43305.83333 0.0057 57.19 57.2 57.1 61.82 57.537
Sumber : Dinas Pertanian dan BPS (diolah)

47
Lampiran 5. Tabel Luas Panen Jagung Dan Produktivitas Jawa Timur Dan Yogyakarta (1)

Luas Panen jagung (ha) Produktivitas jagung (Ku/ha)


No Kabupaten Laju
2004 2005 2006 2007 2008 2004 2005 2006 2007 2008
1 Pacitan 21.871 22.631 23.241 25.317 23.998 0.025 38.568 40.405 37.618 44.575 52.781
2 Ponorogo 28.990 31.410 28.568 27.863 27.312 -0.013 51.63 50.239 52.183 49.566 57.664
3 Trenggalek 12.753 11.767 11.798 14.421 11.684 -0.011 36.209 43.521 46.922 44.504 41.866
4 Tulungagung 16.804 20.327 22.971 26.906 24.991 0.110 43.174 48.953 47.331 50.532 47.837
5 Blitar 42.165 45.170 41.153 39.830 50.302 0.053 48.576 47.735 46.565 44.208 49.275
6 Kediri 52.651 56.748 52.861 56.448 45.383 -0.030 46.517 51.893 49.372 52.186 58.977
7 Malang 67.178 62.922 57.623 53.890 58.591 -0.031 41.572 39.085 39.871 39.129 47.628
8 Lumajang 35.356 35.772 33.294 34.344 30.353 -0.036 37.598 33.061 33.162 35.632 39.121
9 Jember 58.357 54.013 54.579 56.073 54.307 -0.017 46.515 48.745 49.35 47.652 45.571
10 Banyuwangi 18.508 17.399 16.516 22.093 27.592 0.119 38.333 41.556 42.068 43.741 52.953
11 Bondowoso 39.917 41.044 42.318 38.272 40.986 0.009 35.118 33.145 33.642 34.596 37.118
12 Situbondo 45.787 47.867 42.022 41.704 55.650 0.063 37.394 37.296 38.054 40.054 42.897
13 Probolinggo 63.992 59.685 61.447 56.570 62.016 -0.005 36.88 35.559 34.45 36.169 41.876
14 Pasuruan 29.419 33.794 29.583 27.208 36.145 0.068 34.914 37.183 35.24 38.053 36.576
15 Sidoarjo 77 48 55 35 54 -0.013 32.078 31.458 31.455 32.857 32.222
16 Mojokerto 20.057 21.332 18.506 19.015 22.242 0.032 44.052 51.4 42.25 40.026 44.488
17 Jombang 24.733 27.007 27.211 29.836 40.082 0.135 49.396 49.867 48.127 44.845 44.63
18 Nganjuk 30.641 31.911 31.305 29.090 32.720 0.019 48.385 47.227 46.768 44.595 46.888

48
Lampiran 5. Tabel luas panen jagung dan produktivitas Jawa Timur dan Yogyakarta (2)

Luas Panen jagung (ha) Produktivitas jagung (Ku/ha)


No Kabupaten Laju
2004 2005 2006 2007 2008 2004 2005 2006 2007 2008
19 Madiun 3.908 6.009 4.663 5.551 5.861 0.140 44.66 42.619 46.266 50.02 64.682
20 Magetan 11.837 12.274 13.024 12.666 13.939 0.043 54.736 53.732 51.685 54.766 56.992
21 Ngawi 8.532 10.467 10.282 10.876 11.643 0.084 54.79 47.041 49.155 58.478 43.145
22 Bojonegoro 22.239 37.291 29.762 35.095 41.216 0.207 32.807 36.621 36.211 31.475 51.835
23 Tuban 74.947 71.118 73.679 81.544 98.793 0.076 37.542 38.52 44.12 44.162 50.223
24 Lamongan 43.354 55.475 52.368 50.775 57.309 0.080 45.051 44.49 48.191 49.902 56.33
25 Gresik 22.551 23.087 21.482 21.907 22.702 0.003 46.847 39.852 45.942 48.264 43.675
26 Bangkalan 78.045 88.056 72.884 79.274 75.679 0.000 21.146 21.851 17.602 17.563 18.409
27 Sampang 81.837 81.976 81.805 81.175 93.060 0.035 21.245 21.947 16.743 17.639 18.236
28 Pamekasan 39.004 39.471 32.157 40.899 42.350 0.034 22.595 22.767 20.258 20.322 23.625
29 Sumenep 137.431 151.491 104.626 127.809 121.789 -0.008 23.59 23.588 21.324 23.763 27.746
yogyakarta
30 Kulonprogo 3888 3889 4499 3797 5047 0.014 60.39 59.76 58.35 62.45 65.94
31 Bantul 5229 5155 4976 5526 5739 0.079 36.44 44.73 35.91 48.62 52.58
32 Gunungkidul 54267 59046 56309 56387 55347 0.099 27.00 30.20 27.78 32.08 34.51
33 Sleman 4236 4604 4477 4500 5029 0.021 53.27 52.68 51.40 59.34 61.44
Sumber : Dinas Pertanian dan BPS (diolah)

49
Lampiran 6. Tabel Perhitungan Untuk Validasi Rasio Konsumsi Normatif (1)

Wilayah/ rasio normatif


rasio konsumsi normatif hasil simulasi
No Tahun FSVA |Xm- Σ |xm-
rata-rata 2005- Xd| xd|/xd
Jawa Timur 2005 2006 2007 2008 2009 2005-2007 (Xd)
2007(Xm)
1 Pacitan 0.36 0.35 0.33 0.31 0.29 0.35 0.41 0.06 0.15
2 Ponorogo 0.28 0.29 0.29 0.29 0.29 0.28 0.31 0.03 0.09
3 Trenggalek 0.65 0.64 0.34 0.26 0.17 0.54 0.65 0.10 0.16
4 Tulungagung 0.46 0.45 0.44 0.43 0.42 0.45 0.49 0.04 0.08
5 Blitar 0.34 0.33 0.31 0.30 0.29 0.33 0.40 0.07 0.18
6 Kediri 0.33 0.33 0.34 0.34 0.35 0.33 0.36 0.03 0.08
7 Malang 0.59 0.60 0.60 0.60 0.61 0.60 0.65 0.05 0.08
8 Lumajang 0.35 0.36 0.37 0.38 0.39 0.36 0.37 0.01 0.04
9 Jember 0.38 0.39 0.39 0.40 0.40 0.38 0.38 0.00 0.00
10 Banyuwangi 0.32 0.31 0.30 0.29 0.29 0.31 0.40 0.09 0.22
11 Bondowoso 0.27 0.27 0.26 0.26 0.25 0.27 0.29 0.02 0.08
12 Situbondo 0.24 0.24 0.23 0.23 0.23 0.24 0.27 0.04 0.13
13 Probolinggo 0.32 0.33 0.34 0.35 0.35 0.33 0.36 0.03 0.07
14 Pasuruan 0.48 0.48 0.49 0.49 0.49 0.48 0.44 0.04 0.10
15 Sidoarjo 2.17 2.18 2.18 2.18 2.18 2.18 2.01 0.17 0.08
16 Mojokerto 0.26 0.27 0.28 0.28 0.29 0.27 0.51 0.24 0.47
17 Jombang 0.42 0.41 0.40 0.40 0.39 0.41 0.45 0.04 0.09
18 Nganjuk 0.29 0.29 0.29 0.29 0.28 0.29 0.31 0.02 0.08
19 Madiun 0.33 0.33 0.33 0.33 0.32 0.33 0.32 0.01 0.03

50
Lampiran 6. Tabel Perhitungan Untuk Validasi Rasio Konsumsi Normatif (2)

Wilayah/ rasio normatif


rasio konsumsi normatif hasil simulasi
No Tahun FSVA |Xm- |Xm-
rata-rata 2005- Xd| Xd|/Xd
Jawa Timur 2005 2006 2007 2008 2009 2005-2007 (Xd)
2007(Xm)
20 Magetan 0.38 0.37 0.37 0.37 0.37 0.37 0.37 0.01 0.02
21 Ngawi 0.26 0.26 0.26 0.26 0.26 0.26 0.25 0.01 0.04
22 Bojonegoro 0.31 0.30 0.29 0.29 0.28 0.30 0.32 0.02 0.06
23 Tuban 0.24 0.23 0.23 0.23 0.24 0.23 0.23 0.00 0.01
24 Lamongan 0.21 0.21 0.21 0.20 0.20 0.21 0.22 0.01 0.03
25 Gresik 0.51 0.51 0.52 0.52 0.52 0.51 0.51 0.00 0.01
26 Bangkalan 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.46 0.13 0.28
27 Sampang 0.37 0.36 0.35 0.34 0.34 0.36 0.49 0.13 0.26
28 Pamekasan 0.64 0.63 0.63 0.62 0.61 0.63 0.80 0.17 0.21
29 Sumenep 0.25 0.25 0.26 0.26 0.26 0.25 0.37 0.12 0.32
Σ |xm-
xd|/xd 3.457
mape 11.9

51
Lampiran 7. Tabel Perhitungan untuk validasi Model Jumlah Penduduk (1)

Wilayah/
No jumlah penduduk hasil simulasi jumlah penduduk aktual
Tahun
Σ |xm-
rata-rata jumlah rata-rata jumlah |xm-xd|
xd|/xd
Jawa Timur 2005 2006 2007 2008 penduduk hasil 2005 2006 2007 2008 penduduk aktual
simulasi (Xm) (Xd)
1 Pacitan 551290 555648 559679 563921 557635 551290 553321 555262 557029 554226 3409 0.006
2 Ponorogo 885047 892721 900442 908240 896613 885047 888857 892527 895921 890588 6025 0.007
3 Trenggalek 673102 676979 680878 684800 678940 673102 673920 674620 675380 674256 4684 0.007
4 Tulungagung 977211 985712 994288 1002939 990038 977211 981257 985147 988731 983087 6951 0.007
5 Blitar 1069151 1070969 1072789 1074613 1071881 1069151 1069569 1069798 1070122 1069660 2221 0.002
6 Kediri 1450937 1457843 1464789 1471755 1461331 1450937 1451028 1451119 1451630 1451179 10153 0.007
7 Malang 2375537 2379362 2383192 2387029 2381280 2375537 2388755 2401624 2413779 2394924 13644 0.006
8 Lumajang 1013454 1022413 1031451 1040569 1026972 1013454 1017467 1021317 1024849 1019272 7700 0.008
9 Jember 2295795 2295600 2354452 2365554 2327850 2295795 2304634 2313100 2320844 2308593 19257 0.008
10 Banyuwangi 1517432 1525323 1533254 1541227 1529309 1517432 1522534 1527384 1531753 1524776 4533 0.003
11 Bondowoso 701105 703615 706133 708661 704879 701105 703303 705384 707242 704259 620 0.001
12 Situbondo 616505 619525 622561 625612 621051 616505 618816 621026 623042 619847 1204 0.002
13 Probolinggo 1040234 1046756 1053319 1059924 1050058 1040234 1041370 1042323 1043671 1041900 8159 0.008
14 Pasuruan 1433270 2316067 2336518 2357149 2110751 1433270 1438610 1443716 1448370 1440992 669760 0.465
15 Sidoarjo 1715439 1747638 1780441 1813860 1764345 1715439 1737543 1759623 1781405 1748503 15842 0.009
16 Mojokerto 978769 992403 1006227 1020244 999411 978769 987817 996774 1005486 992212 7199 0.007
17 Jombang 1237640 1259361 1281462 1303952 1270604 1237640 1253752 1269851 1285739 1261746 8858 0.007
18 Nganjuk 991313 995922 1000554 1005206 998249 991313 994468 997458 1000132 995843 2406 0.002
19 Madiun 642159 642826 643495 644164 643161 642159 642335 642398 642518 642353 809 0.001

52
Lampiran 7. Tabel Perhitungan untuk validasi Model Jumlah Penduduk (2)

Wilayah/
No jumlah penduduk hasil simulasi jumlah penduduk aktual
Tahun
Σ |xm-
rata-rata jumlah rata-rata jumlah |xm-xd|
xd|/xd
Jawa Timur 2005 2006 2007 2008 penduduk hasil 2005 2006 2007 2008 penduduk aktual
simulasi (Xm) (Xd)
20 Magetan 622384 624052 625724 627401 624890 622384 623536 624581 625424 623981 909 0.001
21 Ngawi 827728 831279 834845 838426 833070 827728 830281 832696 834847 831388 1682 0.002
22 Bojonegoro 1239756 1253728 1267858 1282146 1260872 1239756 1247919 1255914 1263551 1251785 9087 0.007
23 Tuban 1069935 1074675 1079436 1084218 1077066 1069935 1073071 1076027 1078641 1074419 2648 0.002
24 Lamongan 1187504 1189487 1191474 1193463 1190482 1187504 1188136 1188559 1189087 1188322 2161 0.002
25 Gresik 1132689 1159398 1186736 1214720 1173386 1132689 1153292 1174063 1194821 1163716 9670 0.008
26 Bangkalan 907119 928263 949901 972044 939332 907119 923657 940331 956996 932026 7306 0.008
27 Sampang 851537 871948 892848 914250 882646 851537 868370 885379 902429 876929 5717 0.007
28 Pamekasan 785932 805376 825301 845718 815582 785932 802172 818604 835101 810452 5130 0.006
29 Sumenep 1016187 1020943 1025721 1030521 1023343 1016187 1016418 1016471 1016907 1016496 6847 0.007
Σ|xm-
xd|/xd 0.614
mape 2.116

53
Lampiran 8. Tabel Perhitungan Untuk Validasi Model Jumlah Produksi Jagung (1)

Wilayah/ jumlah produksi aktual aktual xd


No jumlah produksi hasil simulasi xm (ton)
Tahun (ton) (|xm1- (|xm2- (|xm3- (|xm4- Σ|xm-
2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 xd1|)/xd1 xd2|)/xd2 xd3|)/xd3 xd4|)/xd4 xd|/xdn
Jawa Timur
(xm1) (xm2) (xm3) (xm4) (xd1) (xd2) (xd3) (xd4)
1 Pacitan 91441 102002.44 113783.73 126925.75 91441 87427 112850 126665 0.000 0.167 0.008 0.002 0.18
2 Ponorogo 157800 158147.86 158495.79 158844.48 157800 149076 138107 157492 0.000 0.061 0.148 0.009 0.22
3 Trenggalek 51211 53525.78 55945.15 58473.87 51211 55359 64179 48916 0.000 0.033 0.128 0.195 0.36
4 Tulungagung 99507 106770.97 114565.26 122928.52 99507 108724 135962 119550 0.000 0.018 0.157 0.028 0.20
5 Blitar 215619 227672.10 240389.97 253837.27 215619 191630 176080 247864 0.000 0.188 0.365 0.024 0.58
6 Kediri 294484 290567.46 286702.91 282889.76 294484 260987 294582 267656 0.000 0.113 0.027 0.057 0.20
7 Malang 245931 241257.95 236674.05 232177.25 245931 229746 210866 279057 0.000 0.050 0.122 0.168 0.34
8 Lumajang 118265 114338.69 110542.65 106872.63 118265 110411 122376 118744 0.000 0.036 0.097 0.100 0.23
9 Jember 263285 267419.96 271618.46 275882.87 263285 269347 267198 247481 0.000 0.007 0.017 0.115 0.14
10 Banyuwangi 72304 77618.32 83323.27 89447.53 72304 69479 96636 146108 0.000 0.117 0.138 0.388 0.64
11 Bondowoso 136042 142449.56 149158.93 156184.32 136042 142365 132406 152133 0.000 0.001 0.127 0.027 0.15
12 Situbondo 178523 287445.83 291185.50 295060.34 178523 159910 167040 238721 0.000 0.798 0.743 0.236 1.78
13 Probolinggo 212231 206246.00 200429.86 194777.74 212231 211687 204606 259696 0.000 0.026 0.020 0.250 0.30
14 Pasuruan 125656 128583.67 131579.67 134645.48 125656 104251 103534 132205 0.000 0.233 0.271 0.018 0.52
15 Sidoarjo 151 205.50 279.66 380.59 151 173 115 174 0.000 0.188 1.432 1.187 2.81
16 Mojokerto 109646 107782.49 105950.19 104149.03 109646 78188 76110 98951 0.000 0.379 0.392 0.053 0.82
17 Jombang 134675 144142.65 154275.88 165121.47 134675 130958 133799 178886 0.000 0.101 0.153 0.077 0.33
18 Nganjuk 150707 156072.21 161628.38 167382.35 150707 146407 129726 153417 0.000 0.066 0.246 0.091 0.40
19 Madiun 25610 25594.63 25579.27 25563.93 25610 21574 27766 37910 0.000 0.186 0.079 0.326 0.59

54
Lampiran 8. Tabel Perhitungan Untuk Validasi Model Jumlah Produksi Jagung (2)

Wilayah/ jumlah produksi aktual aktual xd


No jumlah produksi hasil simulasi xm (ton)
Tahun (ton) (|xm1- (|xm2- (|xm3- (|xm4- Σ|xm-
2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 xd1|)/xd1 xd2|)/xd2 xd3|)/xd3 xd4|)/xd4 xd|/xdn
Jawa Timur
(xm1) (xm2) (xm3) (xm4) (xd1) (xd2) (xd3) (xd4)
20 Magetan 65951 67942.75 69994.62 72108.45 65951 67315 69366 79441 0.000 0.009 0.009 0.092 0.11
21 Ngawi 49238 50528.06 51851.90 53210.42 49238 50541 63601 50234 0.000 0.000 0.185 0.059 0.24
22 Bojonegoro 136564 146942.19 158109.79 170126.14 136564 107772 110462 213644 0.000 0.363 0.431 0.204 1.00
23 Tuban 273943 506091.31 514215.27 522592.50 273943 325069 360112 496173 0.000 0.557 0.428 0.053 1.04
24 Lamongan 246811 254462.19 262350.52 270483.39 246811 252369 253379 322820 0.000 0.008 0.035 0.162 0.21
25 Gresik 92007 94435.99 96929.10 99488.03 92007 98692 105733 99152 0.000 0.043 0.083 0.003 0.13
26 Bangkalan 192412 200185.50 208273.00 216687.20 192412 128288 139226 139316 0.000 0.560 0.496 0.555 1.61
27 Sampang 179912 190418.76 201539.22 213309.11 179912 136963 143183 169702 0.000 0.390 0.408 0.257 1.05
28 Pamekasan 89863 92999.05 96244.72 99603.66 89863 65144 83116 100052 0.000 0.428 0.158 0.004 0.59
29 Sumenep 357339 357302.75 357267.02 357231.29 357339 223109 303715 337916 0.000 0.601 0.176 0.057 0.83
Σ|xm-
xd|/xdn 17.60
mape 15

55
Lampiran 9. Tabel Perhitungan Untuk Validasi Model Jumlah Produksi Beras (1)

Wilayah/
No jumlah produksi hasil simulasi xm (ton) jumlah produksi aktual aktual xd (ton)
Tahun (|xm1- (|xm2- (|xm3- (|xm4- Σ|xm-
2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 xd1|)/xd1 xd2|)/xd2 xd3|)/xd3 xd4|)/xd4 xd|n
Jawa Timur 2008 (xd4)
(xm1) (xm2) (xm3) (xm4) (xd1) (xd2) (xd3)
1 Pacitan 129007.88 127090.08 125132.89 123205.85 129077 123083 112147 117383.8333 0.0005 0.0326 0.1158 0.0496 0.20
2 Ponorogo 322380.67 323089.91 323800.71 323800.71 322379 343320 350674 322354 0.0000 0.0589 0.0766 0.0045 0.14
3 Trenggalek 108672.16 108009.26 107350.41 106695.57 108673 116673 106412 112088.5 0.0000 0.0743 0.0088 0.0481 0.13
4 Tulungagung 230248.75 230469.79 230691.04 230912.5 230247 221337 209937 217124.3333 0.0000 0.0413 0.0989 0.0635 0.20
5 Blitar 223029.08 224670.57 226324.15 227989.89 223030 262390 217758 231789.8333 0.0000 0.1438 0.0393 0.0164 0.20
6 Kediri 325023.61 323983.54 322946.79 321913.36 324681 315512 324358 301904.1667 0.0011 0.0269 0.0044 0.0663 0.10
7 Malang 334836.61 339366.95 343958.58 348612.34 334838 367424 330422 336959.8333 0.0000 0.0764 0.0410 0.0346 0.15
8 Lumajang 348565.79 344696.71 340870.58 337086.92 348569 304270 334611 333013.6667 0.0000 0.1329 0.0187 0.0122 0.16
9 Jember 703949.62 702823.3 701698.78 700576.07 703948 715879 733853 704790 0.0000 0.0182 0.0438 0.0060 0.07
10 Banyuwangi 801622.4 822008.6 842871.17 864263.25 583016 620973 638244 614561.6667 0.3750 0.3237 0.3206 0.4063 1.43
11 Bondowoso 250881.81 253009.29 255154.81 257318.52 250883 245929 253703 261837.3333 0.0000 0.0288 0.0057 0.0173 0.05
12 Situbondo 179003.41 177052.27 175122.4 173213.57 179005 185473 176341 172878.8333 0.0000 0.0454 0.0069 0.0019 0.05
13 Probolinggo 245018.32 244356.77 243697.01 243039.02 245017 240603 238154 241900.9667 0.0000 0.0156 0.0233 0.0047 0.04
14 Pasuruan 432845.09 434143.62 435446.05 436752.39 432846 419083 471077 428645 0.0000 0.0359 0.0756 0.0189 0.13
15 Sidoarjo 154226.39 156848.24 159514.66 162226.41 154226 156974 176172 158061.3333 0.0000 0.0008 0.0946 0.0264 0.12
16 Mojokerto 243736.82 245637.97 247553.95 249484.87 243737 258167 248875 244873.3333 0.0000 0.0485 0.0053 0.0188 0.07
17 Jombang 331478.06 334146.46 336836.34 339547.87 331477 327209 357658 336816.8333 0.0000 0.0212 0.0582 0.0081 0.09
18 Nganjuk 385689.01 384840.49 383993.84 383149.05 385690 370851 391992 374325.8333 0.0000 0.0377 0.0204 0.0236 0.08
19 Madiun 333341.14 335571.19 337816.17 340076.16 333342 328897 350711 328719.3333 0.0000 0.0203 0.0368 0.0345 0.09

56
Lampiran 9. Tabel Perhitungan Untuk Validasi Model Jumlah Produksi Beras (2)

Wilayah/
No jumlah produksi hasil simulasi xm (ton) jumlah produksi aktual aktual xd (ton)
Tahun (|xm1- (|xm2- (|xm3- (|xm4- Σ|xm-
2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 xd1|)/xd1 xd2|)/xd2 xd3|)/xd3 xd4|)/xd4 xd|n
Jawa Timur 2008 (xd4)
(xm1) (xm2) (xm3) (xm4) (xd1) (xd2) (xd3)
20 Magetan 203109.44 202093.9 201083.43 200078.01 203109 214666 220018 202765.6667 0.0000 0.0586 0.0861 0.0133 0.16
21 Ngawi 523883.61 528567.13 533292.52 538292.52 523888 564403 561738 534512.1667 0.0000 0.0635 0.0506 0.0071 0.12
22 Bojonegoro 536655.25 545010.97 553496.79 562114.74 536651 613161 586313 559473.5 0.0000 0.1111 0.0560 0.0047 0.17
23 Tuban 386920 386146.64 385374.34 384603.59 386922 387864 405264 379392.8333 0.0000 0.0044 0.0491 0.0137 0.07
24 Lamongan 643583.21 647039.26 650513.86 654007.12 643582 708142 740272 664155.5 0.0000 0.0863 0.1213 0.0153 0.22
25 Gresik 265421.39 269078.9 272786.81 276545.81 265420 302435 291670 277096.5 0.0000 0.1103 0.0647 0.0020 0.18
26 Bangkalan 178362.38 176453.9 174565.84 172697.99 178364 183497 150165 181286.1667 0.0000 0.0384 0.1625 0.0474 0.25
27 Sampang 117600.88 121003.07 124503.69 128105.58 117601 153818 150234 146291.6667 0.0000 0.2133 0.1713 0.1243 0.51
28 Pamekasan 75609.04 78457.99 81414.28 84481.97 75610 84585 90623 89741.66667 0.0000 0.0724 0.1016 0.0586 0.23
29 Sumenep 130283.66 129892.81 129503.13 129114.62 130283 127937 101649 122680.1667 0.0000 0.0153 0.2740 0.0524 0.34
Σ|xm-
xd|n 5.77
mape 4.97

57

Anda mungkin juga menyukai