Makalah Keperawatan Muskuloskeletal Asuh
Makalah Keperawatan Muskuloskeletal Asuh
KEPERAWATAN MUSKULOSKELETAL
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR
RADIUS- ULNA
Disusun oleh:
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Fraktur Radius-Ulna”
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1. Latar belakang ................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 4
2.1. Anatomi Fisiologi Tulang Lengan ......................................................................... 4
2.2. Definisi Fraktur Radius Dan Fraktur Ulna ............................................................. 6
2.3. Etiologi ................................................................................................................. 7
2.4. Klasifikasi …………… ............................................................................................ 9
2.5. Etiologi ...................................................................Error! Bookmark not defined.
2.6. Patofisiologi Fraktur Radius Ulna ....................................................................... 10
2.7. WOC (Terlampir) ................................................................................................ 12
2.8. Manifestasi klinis................................................................................................ 12
2.9. Pemeriksaan Diagnostik ..................................................................................... 13
2.10.Penatalaksanaan ............................................................................................... 16
2.11.Komplikasi ......................................................................................................... 20
2 . 1 2 . Prognosis....................................................................................................... 21
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................................... 22
3.1. ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR RADIAL ULNA........................................ 22
3.1.1. Pengkajian ................................................................................................. 22
3.2. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Radius Ulnaris ............................................. 38
3.2.1. Pengkajian ....................................................................................................... 38
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................... 47
4.1. Kesimpulan .................................................................................................... 47
4.2. Saran ............................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 49
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
1
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostic dan pemeriksaan penunjang dari
fraktur Radius-Ulna?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari fraktur Radius-Ulna?
9. Bagaimana prognosis dari fraktur Radius-Ulna ?
10. Apakah komplikasi dari fraktur Radius-Ulna?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur Radius-Ulna ?
1.3. Tujuan
1.3.1.Tujuan Umum
1. Mahasiswa mampu menjelaskan keseluruhan konsep dan asuhan
keperawatan pada klien dengan fraktur Radius-Ulna.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari fraktur Radius-Ulna.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan klasifikasi dari
fraktur Radius-Ulna.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari Fraktur Radius-
Ulna.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan WOC dari fraktur Radius-Ulna.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis dari faktur
Radius-Ulna.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostic dan
pemeriksaan penunjang dari fraktur Radius-Ulna.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari fraktur
Radius-Ulna.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis dari fraktur Radius-
Ulna.
9. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dari fraktur Radius-
Ulna.
10. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien
dengan fraktur Radius-Ulna.
2
1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Mahasiswa
Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan fsiologi, definisi,
klasifikasi, etiologi, patofisiologi, WOC, manifestasi klinis, Pemeriksaan
diagnostic dan pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, prognosis, dan
komplikasi dari “Fraktur Radius-Ulna.”Serta, dapat menerapkan asuhan
keperawatan pada klien dengan fraktur humerus, khususnya pada
mahasiswa keperawatan.
2. Dosen
Makalah ini dapat dijadikan tolok ukur sejauh mana mahasiswa
mampu menjelaskan mekanisme penyakit dan asuhan keperawatan pada
klien dengan fraktur Radius Ulna.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1
Tulang Humerus
Gambar 2
Tulang Radius-Ulna
Adalah ulna sisi medial dan tulang radius disisi lateral (sisi ibu jari) yang
di hubungkan denagn suatu jaringan ikat fleksibel, membrane interoseus.
4
a. Ulna
Ulna atau tulang hasta adalah tulang panjang berbentuk prisma
yang terletak sebelah medial lengan bawah, sejajar dengan jari
kelingking arah ke siku mempunyai taju yang disebut prosesus
olekrani, gunanya ialah tempat melekatnya otot dan menjaga agar siku
tidak membengkok kebelakang. Terdapat dua ekstremitas.
Ekstremitas proksima ulnaris, mempunyai insisura semilunaris,
persendian dengan trokhlea humeri, dibelakang ujung terdapat
benjolan yang disebut olekranon.Pada tepi distal dari insisura
semilunaris ulna terdapat prosesus koroideus ulna, bagian distal
terdapat tuberositas ulna tempat melekatnya M. brakialis, bagian
lateral terdapat insisura radialis ulna yang berhubungan dengan karpi
ulnaris.
Ekstremitas distalis ulna, yaitu kapitulum ulna yang mempunyai
prosessus stiloideus ulnae.Pada permukaan dorsalis tempat melekatnya
tendo M. ekstensor karpi ulnaris yaitu sulkus M. ekstensor karpi
ulnaris.
b. Radius
Radius atau tulang pengumpil, letaknya bagian lateral, sejajar
dengan ibu jari. Di bagian yang berhubungan humerus dataran
sendinya berbentuk bundar yang memungkinkan lengan bawah dapat
berputar atau telungkup.Terdapat dua ujung (ekstremitas).
Ekstremitas proksilis, yang lebih kecil, terdapat pada kaput
radii yang terletak melintang sebelah atas dan mempunyai persendian
dengan humeri.Sirkumferensia artikularis yang merupakan lingkaran
yang menjadi tepi kapitulum radii dipisahkan dengan insisura radialis
ulna.Kapitulum radii dipisahkan oleh kolumna radii dari korpus radii,
bagian medial kolumna radii terdapat tuberositas radii tempat
melekatnya M. biseps brakhii.Korpus radii berbentuk prisma
mempunyai tiga permukaan (fasies).
Ekstremitas distalis radii, yang lebih besar dan agak rata
daripada bagian dorsalis, terdapat alur (sulkus) M. ekstensor karpi
5
radialis.Di sebelah lateral sulkus M. ekstensor kommunis dan diatara
kedua sulkus ini terdapat sulkus M. ekstensor polisis longus.Sebelah
lateralis ekstremitas lateralis radii terdapat tonjolan yang disebut
prosesus stiloideus radii, bagian medial ditemukan insisura ulnaris
radii untuk persendian dengan kapitulum.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa
(Sjamsuhidajat & Dee Jong, 2004).(Sjamsuhidajat & Dee Jong, 2004)
Fraktur radius dan ulna dapat terjadi pada 1/3 proksimal, 1/3 tengah, atau 1/3
distal.Fraktur dapat terjadi pada salah satu tulang ulna atau radius saja
dengan atau tanpa dislokasi sendi.Fraktur radius ulna biasanya terjadi pada
anak-anak (Muttaqin, 2008).
Fraktur os radius dan fraktus os ulna adalah trauma yang terjadi pada bagian
tungkai depan. Kadang kala sering terjadi fraktur yang terbuka, hal ini sering
terjadi karena trauma terjadi pada lapisan jaringan yang tipis dan lembut.
(Alex, 2008)
6
menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berubah trauma tidak
langsung (LeMone & Burke, 1996),misalnya jatuh bertumpu pada tangan
yang menyebabkan tulangklavikula atau radius distal patah.
Fraktur radius ulna biasanya terjadi karena trauma langsung sewaktu jatuh
dengan posisi tangan hiperekstensi. Hal ini dikarenakan adanya mekanisme
refleks jatuh di mana lengan akan menahan badan dengan posisi siku agak
menekuk (Busiasmita, Heryati & Attamimi,2009).
Kekhasan dari fraktur radius ulna dapat dipengaruhi oleh otot antar tulang,
yaitu otot supinator, pronator teres, pronator kuadratus yang memuat
gerakan pronasi-supinasi yang berinsersi pada radius dan ulna.
2.3. Etiologi
Penyebab yang paling sering adalah trauma misalnya jatuh, cidera,
penganiayaan; terdapat riwayat fraktur sebelumnya atau memiliki riwayat
fraktur saat yang tidak meyakinkan; atau diakibatkan oleh beberapa fraktur
ringan karena kelemahan tulang, osteoporosis, individu yang mengalami
tumor tulang bagian antebrachii, infeksi atau penyakit lainnya, hal ini
dinamakan fraktur patologis; atau bisa juga diakibatkan oleh fraktur stress
yaitu terjadi pada tulang yang normal akibat stress tingkat rendah yang
berkepanjangan atau berulang misalnya pada atlet-atlet olahraga, karena
kekuatan otot meningkat lebih cepat daripada kekuatan tulang, individu
mampu melakukan aktifitas melebihi tingkat sebelumnya walaupun
mungkin tulang tidak mampu menunjang peningkatan tekanan (Corwin,
2009).
Dari faktor penyebab diatas, berpengaruh ketika terjadi tekanan dari
luar ke tulang. Tulang itu bersifat rapuh hanya memiliki sedikit kekuatan
dan gaya pegas untuk menahan. Suatu keadaan ketika apabila ada tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari kemampuan tahanan tulang dan
resistensi tulang untuk melawan tekanan berpindah mengikuti gaya tekanan
tersebut(Muscari, 2005). Disaat demikian itu, terjadilah trauma yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.Setelah fraktur
7
terjadi, peritoneum, pembuluh darah, saraf dalam korteks marrow dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.Kemudian timbul
pendarahan pada sekitar patahan dan dalam jaringan lunak yang ada di
dalamnya sehingga terbentuk hematoma pada rongga medulla tulang,
edema, dan nekrokrik sehingga terjadi gangguan hantaran ke bagian distal
tubuh (Suratun, 2008).
Etiologi patah tulang menurut (Barbara C. Long,2006) adalah
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada
tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan
lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka
dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan
kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada.
Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, antara lain :
a. Trauma langsung
Bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian tersebut terdapat ruda paksa,
misalnya : benturan atau pukulan pada tulang yang mengakibatkan fraktur.
b. Trauma tidak langsung
Misalnya pasien jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi, dapat terjadi
fraktur pada pergelangan tangan, suprakondiskuler, klavikula.
c. Trauma ringan
Dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh.Selain itu
fraktur juga disebabkan olehkarena metastase dari tumor, infeksi,
osteoporosis, atau karena tarikan spontan otot yang kuat.
2. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut
tidak mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang menimapnya.
3. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang
bermetastase atau ostepororsis.
8
2.4. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur antebrachii :
1. Fraktur antebrachii, yaitu fraktur pada kedua tulang radius dan ulna
Gambar 5
Fraktur Radius-
Ulna
2. Fraktur ulna (nightstick fractur), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna
Gambar 6
fraktur Ulna
Gambar 7
Fraktur Montega
4. Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius
Gambar 8
Fraktur Radius
10
Sumber : Segal D ,2000
Fraktur pada batang radius dan ulna (pada batang lengan bawah) biasanya terjadi
pada anak-anak usia 10 tahun (5-13 tahun) .Baik radius maupun ulna keduanya
dapat mengalami patah. Pada setiap ketinggian, biasanya akan mengalami
pergeseran bila kedua tulang patah.Adanya fraktur dapat menyebabkan atau
menimbulkan kerusakan pada beberapa bagian.Kerusakan pada periosteum dan
sumsum tulang dapat mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada
tulang panjang.Sumsum kuning yang keluar akibat fraktur terbuka masuk ke
dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan
emboli lemak. Apabila emboli lemak ini sampai padpat terjadia pembuluh darah
yang sempit dimana diameter emboli lebih besar daripada diameter pembuluh
darah maka akan terjadi hambatan aliran darah yang mengakibatkan perubahan
perfusi jaringan.
Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang
hebat karena adanya spasme otot di sekitarnya.Sedangkan kerusakan pada tulang
itu sendiri mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang) dan
dapat menekan persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan
gangguan syaraf ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan.
Pada tulang radius ulna juga dipersyarafi oleh nervus Medianus. Jika kerusakan
terjadi pada otot sbb:
11
1. M. Pronator Teres : mengakibatkan ketidakmampuanpronasi
lengan bawah
2. M. fleksus kapi radialis : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi dan
abduksi pergelangan tangan
3. M. Palmaris longus : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi
pergelangan tangan
4. M. fleksor digitorum superfisialis: mengakibatkan ketidakmampuan
fleksi dua falang proksimal dan pergelangan tangan
5. M. fleksor polisis longus : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi
semua sendi jempol
6. M. pronator kuadratus : mengakibatkan ketidakmampuan pronator
lengan bawah
7. M. abductor polisisi brevis: mengakibatkan ketidakmampuan abduksi
jempol
8. M. oponens polisis : mengakibatkan ketidakmampuan fleksi
falang proksimal jempol
Pada tulang radius ulna juga dipersyarafi oleh nervus Ulnaris. Jika kerusakan
terjadi pada otot
2.7. WOC(Terlampir)
12
1. Nyeri hebat di tempat fraktur
Nyeri akan timbul selama fragmen tulang belum diimobilisasi. Nyeri ini
timbul karena ketika tulang tersebut patah, otot akan mengalami spasme.
2. Adanya pemendekan tulang
Hal ini diakibatkan oleh kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah
fraktur.
3. Pembengkakan dan Perubahan Warna
Hal ini terjadi karena adanya respon inflamasi. Saat terjadi fraktur,
fragmen tulang yang patah akan turut melukai jaringan sekitarnya
sehingga terjadi respon inflamasi yang diawali dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan pelepasan mediator-mediator.
4. Hilangnya fungsi radius-ulna
5. Deformitas
6. Krepitasi
Pada anamnesis selalu ditemukannya deformitas pada daerah sekitar radius- ulna
pada tangan klien(helmi,2013).
2.9.Pemeriksaan Diagnostik
2.9.1. Pemeriksaan radiologi
13
Pemeriksaan radiologi menggunakan sinar rongen (x-ray)
digunakan untuk mendapatkan gambaran spesifik terkait keadaan dan
kedudukan tulang, maka digunakan kedudukan 2 proyeksi yaitu AP atau
PA dan lateral.Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
karena adanya patologi yang dicari berupa superposisi. Permintaan x-ray
harus didasari pada adanya permintaan pemeriksaan penunjang. Pada
pemeriksan ini didapatkan adanya garis patah pada tulang batang humerus
pada foto polos.
14
Hasil CT-scan Radius Ulnaris
2.9.2. Pemeriksaan laboraturium
a. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang karena
menunjukan bahwa kegiatan osteoblast dalam membentuk
tulang.
c. Enzyme otot seperti keratin kinase, laktat dehydrogenase
(LDH-5) aspartate amino transferase (AST), aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tualang.
2.9.3. Pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitifitas yang
mungkin mengindikasikan terjadinya infeksi oleh
mikroorganisme.
b. Biopsy tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan oleh dugaan
terjadinya infeksi.
c. Arthroscopy: didapatkan trauma jaringan ikat yang rusak atau
sobel karena trauma yang berlebihan.
d. Indium imaging: pada pemeriksaan ini akan diadapatkan
infeksi pada tulang.
15
e. MRI: menggambarkan kerusakan pada semua jaringan akibat
oleh fraktur, termasuk jaringan lunak, dan tulang.(ignatavicius,
donna d, 1995)
2.10. Penatalaksanaan
Fraktur dari distal radius adalah jenis fraktur yang paling sering
terjadi.Fraktur radius dan ulna biasanya selalu berupa perubahan posisi dan tidak
stabil sehingga umumnya membutuhkan terapi operatif.Fraktur yang tidak disertai
perubahan posisi ekstra artikular dari distal radius dan fraktur tertutup dari
ulnadapat diatasi secara efektif dengan primary care provider.Fraktur distal radius
umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja, serta mudah sembuh pada
kebanyakan kasus.
Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R” yaitu : rekognisi,
reduksi/reposisi, terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisis atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa
yang benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena
perencanaan terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna.
2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-fragmen
fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau
keadaan letak normal.
3. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau
menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita
fraktur tersebut dapat kembali normal.
Gambar 10
Proses
Penyembuhan
Fraktur
Penatalaksanaan Keperawatan
16
1. Mitra : Membangun hubungan dengan klien, serupa dengan
teman.(McMahon,1998) memenuhi kebutuhan klien untuk memperoleh
informasi tentang kondisi, pembedahan, dan penatalaksanaan yang akan
dilakukan sehingga pasien dapat berbagi rasa takut dan memberi
kepercayaan pada perawat
2. Pembimbing : Perawat berperan sebagai instruktur selama fase awal
remobilisasi dan rehabilitasi klien (Geelen & Soons,1996)
3. Peningkat rasa nyaman dengan cara pemeliharaan asupan cairan dan diet
yang sesuai, pemeliharaan standar hygiene personal dan berpakaian.
(Morse & Procter,1998)
4. Manajer Resiko : perawat mencegah terjadinya komplikasi tersering pada
fraktur radius ulna yaitu emboli lemak ataupun sindrom kompartemen
5. Teknisi : Perawat melakukan strategi yang digunakan untuk menstabilkan
fraktur radius ulna yang meliputi pemasangan dan asuhan gips dan alat
bantu, pemasangan dan penatalaksanaan traksi.
Secara rinci proses penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam beberapa tahap
sebagai berikut :
1. Fase hematoma
Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai pembengkakan jaringan
lunak, kemudian terjadi organisasi (proliferasi jaringan penyambung
muda dalam daerah radang) dan hematoma akan mengempis. Tiap
fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh darah sehingga terdapat
penimbunan darah di sekitar fraktur.Pada ujung tulang yang patah
terjadi ischemia sampai beberapa milimeter dari garis patahan yang
mengakibatkan matinya osteocyt pada daerah fraktur tersebut.
2. Fase proliferatif
Proliferasi sel-sel periosteal dan endoosteal, yang menonjol adalah
proliferasi sel-sel lapisan dalam periosteal dekat daerah
fraktur.Hematoma terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi oleh
tubuh. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel sub periosteal maka terjadi
aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan endosteum dan dari
bone marrow masing-masing fragmen. Prosesdari periosteum dan
kanalis medularis dari masing-masing fragmen bertemu dalam satu
proses yang sama, proses terus berlangsung kedalam dan keluar
17
daritulang tersebut sehingga menjembatani permukaan fraktur satu
sama lain. Pada saat ini mungkin tampak di beberapa tempat pulau-
pulau kartilago, yang mungkinbanyak sekali, walaupun adanya
kartilago ini tidak mutlak dalam penyembuhan tulang.Pada fase ini
sudah terjadi pengendapan kalsium.
3. Fase pembentukan callus
Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi
osteoporotik akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel
osteoblas mengeluarkan matriks intra selluler yang terdiri dari kolagen
dan polisakarida,yang segera bersatu dengan garam-garam kalsium,
membentuk tulang immature atau young callus, karena proses
pembauran tersebut, maka pada akhir stadium terdapat dua macam
callus yaitu didalam disebut internal callus dan diluar disebut external
callus.
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut
oleh aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa
(mature) dengan pembentukan lamela-lamela). Pada stadium ini
sebenarnya proses penyembuhan sedah lengkap. Pada fase ini terjadi
pergantian fibrous callus menjadi primary callus.Pada saat ini sudah
mulai diletakkan sehingga sudah tampak jaringan yang
radioopaque.Fase ini terjadi sesudah 4 (empat) minggu, namun pada
umur-umur lebih mudah lebih cepat.Secara berangsur-angsur primary
bone callus diresorbsi dan diganti dengan second bone callus yang
sudah mirip dengan jaringan tulang yang normal.
5. Fase remodeling
Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan
kalsium yang banyak dan tulang sedah terbentuk dengan baik, serta
terjadi pembentukan kembali dari medula tulang.Apabila union sudah
lengkap, tulang baru yang terbentuk pada umumnya berlebihan,
mengelilingi daerah fraktur di luar maupun didalam kanal, sehingga
dapat membentuk kanal medularis. Dengan mengikuti stress/tekanan
18
dan tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot dan sebagainya,
maka callus yang sudah mature secara pelan-pelan terhisap kembali
dengan kecepatan yang konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai
dengan aslinya.
Ilizarov, Bone lengthening, Bone distraction osteogenesis atau
Callotaxis adalah suatu istilah yang sama dalam program pemanjangan
tulang. Ilizarov dikembangkan pertama kali oleh seorang dari Siberia
Rusia yang bernama Gabriel Abramovich Ilizarov. Ilizarov adalah
suatu alat eksternal fiksasi yang berfungsi untuk menjaga agar tidak
terjadi pergeseran tulang dan untuk membantu dalam proses
pemanjangan tulang.
Gambar 11
Callotaxis
19
1. Open fraktur dengan soft tissue yang perlu penanganan lanjut yang
lebih baik bila dipasang single planar fiksator.
2. Fraktur intra artikuler yang perlu ORIF.
3. Simple fraktur (bisa dengan pemasangan plate and screw nail
wire).
2.11. Komplikasi
20
2 . 1 2 . PROGNOSIS
Proses penyembuhan patah tulang adalah proses biologis alami yang akan
terjadi pada setiap patah tulang, tidak peduli apa yang telah dikerjakan dokter
pada patahan tulang tersebut. Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitar
patahan tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang
dan periost yang disebut dengan fase hematoma, kemudian berubah menjadi
fase jaringan fibrosis, lalu penyatuan klinis, dan pada akhirnya fase konsolidasi.
Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang sangat
bergantung pada lokasi fraktur dan umur pasien. Rata-rata masa penyembuhan:
Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-6 minggu), lansia (> 8 minggu).
21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
A. Anamnesa
1) Data Demografi
Nama:
Umur:
(Angka kejadian pada range usia terbanyak ditemukan pada usia
antara 50-59 tahun. (Dias, dkk., 1980; Sarmiento, dkk.,
1980).Sejalan dengan semakin tua usia klien, maka prognosisnya
semakin buruk). Namun ada juga menurut sumber lain bahwa
Fraktur Radius ulna ini terjadi pada prevalensi usia 10 tahun (5-13
tahun). (Mutaqqin,2008)
Jenis Kelamin:
(Fraktur radius dan ulna lebih sering ditemukan pada klien laki-
laki dimana pekerjaan laki-laki memiliki resiko mengalami
fraktur).
Status Perkawinan:
Agama:
Suku/Bangsa:
Pendidikan:
Pekerjaan:
(Lebih sering terjadi pada klien yang jenis pekerjaannya
mengangkat beban berat, seperti pekerja/kuli bangunan. Dimana
cukup beresiko mengalami fraktur, juga termasuk cedera.Hal ini
22
bisa juga dialami oleh mereka yang berpfrofesi sebagai sopir
kendaraan, seperti sopir angkutan umum, taxi, bus, ataupun
truck.Termasuk mereka yang aktifitasnya mengendari kendaraan
karena beresiko mengalami kecelakaan lalu lintas dan cedera
dengan fraktur).
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri.Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien.Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
23
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka
di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain
itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein,
vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
24
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini
juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya
tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan
klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang
perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas,
25
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan body image)
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak
timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk
jumlah anak, lama perkawinannya
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan
fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien
bisa tidak efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.
Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak
klien
B. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).
Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
26
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan)
6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan Faring
27
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
a. Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
b. Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
c. Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
d. Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
11) Jantung
a. Inspeksi :Tidak tampak iktus jantung.
b. Palpasi :Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c. Auskultasi :Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
12) Abdomen
a. Inspeksi :Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b. Palpasi :Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar
tidak teraba.
c. Perkusi :Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d. Auskultasi :Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
2) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler à 5 P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
28
a. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
1. Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun
buatan seperti bekas operasi).
2. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
3. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-
hal yang tidak biasa (abnormal).
4. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas atas (deformitas)
b. Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,
baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
i. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time à Normal > 3 detik
ii. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
iii. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).Otot: tonus pada waktu
relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka
sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.Gerakan sendi dicatat
29
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.Khusus pada Radius Ulna maka
spesifik pada beberapa fokus gerakan seperti pronasi lengan bawah
,fleksi dan abduksi pergelangan tangan, fleksi jempol ,dll.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray).Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang
yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral.Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari
karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray
harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca
pada x-ray:
i. Bayangan jaringan lunak.
ii. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
iii. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
iv. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik
khususnya seperti:
i. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada
kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
30
ii. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal
dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang
mengalami kerusakan akibat trauma.
iii. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang
rusak karena ruda paksa.
iv. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu
struktur tulang yang rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH)
4) Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi
infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau
sobek karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
3.1.2. Diagnosa Keperawatan
31
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
3. Defisit perawatan diri b/d kelemahan neuromuskular, penurunan
kekuatan lengan bawah.
4. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Pertahankan imobilasasi 1) Mengurangi nyeri dan
bagian yang sakit dengan mencegah malformasi.
tirah baring, gips, bebat dan
atau traksi
32
2. Tinggikan posisi ekstremitas 2) Meningkatkan aliran balik
yang terkena. vena, mengurangi
edema/nyeri.
3. Lakukan dan awasi latihan 3) Mempertahankan kekuatan
gerak pasif/aktif. otot dan meningkatkan
sirkulasi vaskuler.
4. Lakukan tindakan untuk 4) Meningkatkan sirkulasi
meningkatkan kenyamanan umum, menurunakan area
(masase, perubahan posisi) tekanan lokal dan
kelelahan otot.
5. Ajarkan penggunaan teknik 5) Mengalihkan perhatian
manajemen nyeri (latihan terhadap nyeri,
napas dalam, imajinasi meningkatkan kontrol
visual, aktivitas dipersional) terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung
lama.
6. Lakukan kompres dingin 6) Menurunkan edema dan
selama fase akut (24-48 jam mengurangi rasa nyeri.
pertama) sesuai keperluan.
33
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pertahankan tempat tidur yang 1) Menurunkan risiko
nyaman dan aman (kering, kerusakan/abrasi kulit
bersih, alat tenun kencang, yang lebih luas.
bantalan bawah siku, tumit).
2. Masase kulit terutama daerah 2) Meningkatkan sirkulasi
penonjolan tulang dan area perifer dan meningkatkan
distal bebat/gips. kelemasan kulit dan otot
terhadap tekanan yang
relatif konstan pada
imobilisasi.
3. Lindungi kulit dan gips pada 3) Mencegah gangguan
daerah perianal integritas kulit dan
jaringan akibat
kontaminasi fekal.
4. Observasi keadaan kulit, 4) Menilai perkembangan
penekanan gips/bebat masalah klien.
terhadap kulit, insersi
pen/traksi.
34
Kriteria Hasil:
1. Kebutuhan klien dalam melakukan perawatan diri terpenuhi.
2. Komplikasi dapat dihindari atau diminimalkan.
3. Klien mengungkapkan perasaan keterbatasan.
4. Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri dengan maksimal
sesuai kemampuan.
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Kaji tingkat fungsional klien 1. Membantu dalam
dalam melakukan aktivitas. mengantisipasi dan
Dokumentasikan dan laporkan merencanakan pertemuan
setiap ada perubahan untuk kebutuhan individual.
(kemajuan atau kemunduran
kemampuan klien dalam 2. Hal tersebut dilakukan untuk
beraktivitas). mencegah frustasi dan
menjaga harg diri klien
2. Hindari aktivitas yang tidak karena klien dalam keadaan
dapat dilakukan oleh klien dan cemas dan membutuhkan
bantuaktivitas klien bila bantuan orang lain.
diperlukan.
35
Anjurkanklien untuk minum air
putih ± 2500mL/hari dan
meningkatkan aktivitas/latihan
fisik sesuai dengan
kemampuannya.
36
sensitivitas luka/serum/tulang) LED dapat terjadi pada
osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi.
37
4. Persiapkan klien untuk intervensi lebih lanjut.
mengikuti terapi pembedahan 4) Upaya pembedahan
bila diperlukan. mungkin diperlukan untuk
mengatasi maslaha sesuai
kondisi klien.
Pada tanggal 10 Maret 2015 Ny. M datang ke rumah sakit Dr. Soetomo
dengan keluhan nyeri lengan kanan bawah setelah jatuh terpleset di lantai kamar
mandi.Klien mengatakan pada saat jatuh tersebut lengan bawah kanan menahan
tubuhnya sehingga sekarang klien merasa kesakitan pada daerah tersebut.Pada
saat terpeleset klien masih sadar, tidak pusing dan masih mampu berkomunikasi
dengan orang sekitar.Kemudian pasien mengeluh nyeri pada lengan bawah kanan
dan sulit digerakkan.Klien juga mengurut tangannya pada tukang pijet.Dan setelah
beberapa hari klien merasakan nyeri tidak kunjung hilang sehingga membawanya
ke rumah sakit Dr. Soetomo. Berdasarkan hasil pemeriksaan klien didiagnosa
Close Fraktur Radius Dextra 1/3 Distal et causa Porotic Bone.
3.2.1. Pengkajian
A. Anamnesa
Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 55 Tahun
Alamat : Surabaya
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Golongan darah :O
38
Tanggal MRS : 10 Maret 2015
2). Keluhan Utama
Nyeri pada lengan bawah sebelah kanan dan sulit digerakkan.
B. Pemeriksaan fisik
1). Status general
Status kesehatan umum
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
39
TTV : Nadi : 85 x/menit
TD : 130/80 mmHg
Suhu : 36,5 0C
RR : 25 x/menit
a. Kepala -lehar :
Kepala : Bentuk simetris, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterus (-),
perdarahan (-)
Leher: Pembesaran KGB (-), massa (-), deformitas
tulang (-)
b. Thorax
1. Jantung :
Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-),jejas (-
), deformitas (-) -
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris -
Perkusi : Batas jantung normal -
Auskultasi : S1 dan S2 regular, tunggal, tidak ada
murmur (-)
2.Paru :
Inspeksi : bentuk dada simetris, retraksi (-), jejas
(-), deformitas (-) –
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris, fremitus
fokal paru kanan dan kiri simetris –
Perkusi : Sonor -
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki (-),
wheezing (-)
c.Abdomen :
40
Auskultasi : Bising usus (+) normal
4. Tungkai bawah :
Inspeksi : Memar (-), Bengkak (-), Deformitas (-),
Perubahan warna kulit (-), lecet (-) Palpasi :
Deformitas (-), krepitasi (-), perubahan suhu (-),
nyeri tekan (-), akral dingin -
2). Status Lokalis (regio Antebrachii Dextra)
a. Look
1. Kulit : warna sesuai warna kulit , tidak tampak luka
2. Oedema +
3. Tanda shortening (-)
b. Feel
1. AVN distal (+) -
2. suhu kulit hangat
3. Nyeri tekan setempat (+)
4. krepitasi (+)
c. Move
1. ROM terbatas karena nyeri
2. Nyeri jika digerakkan
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi : Regio antebranchii dextra
41
1. Gula Darah :
Gula Darah Acak : 145 (N : < 140 mg/dl)
2. Fungsi Ginjal :
BUN : 12,3 (N : 10-20 mg/dl)
Creatinine : 1,0 (N : 0,5-1,7 mg/dl)
3. Fungsi Hati :
SGOT : 28 (N : < 31 U/I)
SGPT : 18 (N : < 31 U/I)
4. Darah Lengkap :
a. Diff Count : 1/-/7/53/36/4 (N : 0-2/0-1/1-3/45-70/35-50/0-2%)
b.Hemoglobin : 13,5 (N : 12-16 g/dl)
c. Leukosit : 4.500 (N : 4.000-11.000/cmm)
d. PCV (Hematokrit) : 41 (N : 35-47%)
e. Trombosit : 196.000 (N : 150.000 – 400.000/cmm)
f. Bleeding Time : 2,00 (N : 1-5 menit)
g. Clotting Time : 8,30 (N : 5-11 menit)
Data Etiologi MK
42
1. Klien mengatakan nyeri
pada lengan kanan
bagian bawah
P : setiap kali
digerakkan
Q : nyeri hebat
R : lengan kanan bawah
S : skala nyeri 7 (1 –
10)
T : setiap saat
43
Klien mengatakan tidak bisa Defisit Perawatan Diri
mandi dan melakukan
kebersihan diri sendiri.
Karena tidak terbiasa mandi
dll menggunakan tangan
kiri
Intervensi Rasional
44
pencetus kesemasan, ketegangan,
suhu, distensi kandung
kemih, dan berbaring
lama.
Intervensi Rasional
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien Hal tsb dilakukan untuk
dan bantu bile perlu mencegah frustasi dan
menjaga harga diri klien
karena klien dalam
keadaan cemas dan
membutuhkan bantuan
orang lain
45
dalam suatu tempat yang berlawana dengan lebih dekat dengan lengan
sisi yang sakit yang sehat
46
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Fraktur Radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat
jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi. (Brunner & Suddarth,
Buku Ajar Medikal Bedah, 2002, hal. 2372). Fraktur antebrachii adalah
terputusnya kontinuitas tulang radius ulna, pada anak biasanya tampak
angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah masih berhubungan satu
sama lain. Etiologi terjadinya fraktur radius-ulna dibedakan menjadi 4 yaitu
Fraktur Colles, Fraktur Smith, Fraktur Galeazzi, dan Fraktur Montegia.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah
yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. Manifestasi
terjadinya fraktur adalah timbulnya nyeri, kesulitan dalam menggerakan
ekstremetas, adanya pembengkakan, dan pemendekan tulang. Dalam
pengkajian fraktur akan didapatkan data spesifik dalam pengkajian look, feel,
and move. Pemeriksaan diagnostik untuk menegakan diagnosa fraktur Radius-
Ulna adalah pemeriksaan radiologi, juga bisa dimungkinkan untuk
dilakukannya pemeriksaan lain seperti laboraturium. Penatalaksanaan yang
dapat dilakukan pada kasus ini harus meliputi 4R, penatalaksanaan harus
sejalan dengan proses perbaikan alami tulang dengan diberi tambahan alat
seperti Ilizarov, Bone lengthening, Bone distraction osteogenesis atau
Callotaxis. Komplikasi dari fraktur Radius-Ulna dapat meliputi komplikasi
dini dan komplikasi lanjut tergantung dari kondisi fraktur dan
penanganannya.Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang
sangat bergantung pada lokasi fraktur dan umur pasien. Rata-rata masa
47
penyembuhan: Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-6 minggu), lansia (> 8
minggu).
4.2.Saran
4.2.1. Masyarakat
1. masyarakat dapat menggunakan makalah ini sebagai bahan bacaan
untuk mengerti cara memberikan pertolongan pertama pada korban
kecelakaan jika menjumpai.
2. Masyakat akan lebih menambah pengetahuannya dengan memahami
conten dari makalah ini.
1.2.2. Perguruan Tinggi
Diharapkan mampu mendorong pengembangan ilmu kesehatan demi
kemajuan ilmu kesehatan di dalam negri.
1.2.3. Petugas Kesehatan
1. Diharapakan petugas kesehatan menggunakan makalah ini sebagai
referensi dalam melaksanakan tugas.
2. Diharapkan petugas kesehatan menggunakan makalah ini sebagai
referensi untuk melakukan penelitian demi pengembangan keilmuan.
3. Diharapkan petugas kesehatan mampu mengkoreksi isi makalah ini
untuk meningkatkan kualitas makalah.
48
DAFTAR PUSTAKA
http://web.ipb.ac.id/~bedahradiologi/images/pdf/Fraktura%20Os%20Radius
%20dan%20Ulna.pdf diakses pada tanggal 10 maret pukul 15.00
https://www.academia.edu/7615395/BAB_I_TINJAUAN_PUSTAKA
diakses pada tanggal 12 Maret 2015
Patel Pradip R., Trauma Skeletal dalam: Patel Pradip R. Lecture Notes
Radiologi. Edisi kedua. Penerbit Buku Erlangga. Jakarta. 2005. Hal 218-
219.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner &Suddarth. Ed.8. Jakarta: EGC.
49