A. Pengertian Geolistrik
Geolistrik adalah suatu metoda eksplorasi geofisika untuk menyelidiki keadaan bawah
permukaan dengan menggunakan sifat-sifat kelistrikan batuan. Sifat-sifat kelistrikan tersebut
adalah, antara lain. tahanan jenis (specific resistivity, conductivity, dielectrical constant,
kemampuan menimbulkan self potential dan medan induksi serta sifat menyimpan potensial dan
lain-lain.
Metoda geolistrik menempati tempat yang unik pada klasifikasi geolistrik. Metoda -
metoda ekpslorasi geolistrik sangat beragam, ada metoda yang dapat dimasukkan dalam kategori
dinamis, akan tetapi ada juga yang dapat dimasukkan kedalam kategori statis. Salah satu
keunikan lain dari metoda geolistrik adalah terpecah-pecaah menjadi bermacam-macam mazhab
(aliran atau school) yang berbeda satu dengan yang lain.
Pendugaan geolistrik dilakukan dengan menghantarkan arus listrik (beda I) buatan
kedalam tanah melalui batang elektroda arus , kemudian mengukur beda potensial (beda V) pada
elektroda lain. Hasil pencatatan akan dapat mengetahui tahanan jenis bahan yang dilalui oleh
arus listrik dapat diketahui dengan Hukum Ohm yaitu :
…………..(1)
dimana :
R = tahanan (ohm/mohm),
V= beda potensial listrik (volt/mvolt)
I = beda arus listrik dalam amper/mampe).
1. Gray dan Wheeler thn. 1720, melakukan pengukuran terhadap batuan dan mecoba
membakukan tebal konduktivitas batuan.
2. Watson thn 1746, menemukan ,bahwa tanah merupakan konduktor dimana potensial yang
diamati pada titik-titik diantara dua elektroda arus yang dipotong sejarak 2 mil ,
bervarisai akibat adanya perbedaan kondisi geologi setempat.
3. Robert W. Fox thn. (1789 - 1877) , dapat disebut sebagai Bapak Metoda Geolistrik ,
karena beliau yang pertama kali mempelajai hubungan sifat-sifat listrik dengan keadaan
geologi, temperatur, terrestrial electric dan geothermal. Fox mempelajari sifat-sifat
kelistrikan tersebut di tambang-tambang Corn wall, Inggris.
4. Perkembangan dilanjutkan secara bertahap : thn.1871 oleh W.Skey, thn. 1847oleh Charles
Matteucci., thn. 1882 oleh Cart Barus, thn. 1891 oleh Brown, thn. 1897 oleh Bernfield,
thn 1912 oleh Gottchalk, thn. 1914 oleh R.C. Wells dan George Ottis.
5. Perkembangan agak berbeda setelah Conrad Schlumberger dan R.C. Welldimana
geolistrik berkembang di dua benua, dengan cara dan sejarah yang berbeda. Akan tetapi
di ujung perkembangan tersebut kedua mazhab ini bertemu lagi, terutama dalam
menggunakan konsep matematika yang sama yang diterapkan pada teori interpretasi
masing-masing.
6. Perkembangan peralatan dimulai dari peralatan geolistrik di dalam truk sampai pada alat
geolistrik sebesar tas kecantikan.
7. Perkembangan pengolahan data nilai tahanan jenis pada abad ke 20 yaitu dengan dibuatnya
kurva baku dan kurva tambahan oleh Orellana E. dan Mooney H.M.,1966, Bhattacharya P.K.
dan Patra H.P., 1968, Rijkkswaterstaat, The Netherland, 1975, Zohdy, A.A.R.,1975.
8. Perkembangan dalam penafsiran lengkungan tahanan jenis dengan pembuatan perangkat lunak
dari melakukan “matching curve” sampai perangkat lunak VESPC, RESINT 53, GRIVEL,
RESIX dan IP2Win
C. Kegunaan Metode Geolistrik
Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman sekitar 300
m sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akifer yaitu lapisan batuan
yang merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari adalah ‘confined aquifer’ yaitu
lapisan akifer yang diapit oleh lapisan
batuan kedap air (misalnya lapisan lempung) pada bagian bawah dan bagian atas. ‘Confined’
akifer ini mempunyai ‘recharge’ yang relatif jauh, sehingga ketersediaan air tanah di bawah titik
bor tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca setempat.
Geolistrik ini bisa untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai kontras
resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya. Bisa juga untuk mengetahui
perkiraan kedalaman ‘bedrock’ untuk fondasi bangunan.
Metoda geolistrik juga bisa untuk menduga adanya panas bumi (geotermal) di bawah
permukaan. Hanya saja metoda ini merupakan salah satu metoda bantu dari metoda geofisika
yang lain untuk mengetahui secara pasti keberadaan sumber panas bumi di bawah permukaan
Kombinasi dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan serta
tegangan listrik yang terjadi akan didapat suatu harga tahanan jenis semu (‘Apparent
Resistivity’). Disebut tahanan jenis semu karena tahanan jenis yang terhitung tersebut merupakan
gabungan dari banyak lapisan batuan di bawah permukaan yang dilalui arus listrik.
Bila satu set hasil pengukuran tahanan jenis semu dari jarak AB terpendek sampai yang
terpanjang tersebut digambarkan pada grafik logaritma ganda dengan jarak AB/2 sebagai sumbu-
X dan tahanan jenis semu sebagai
sumbu Y, maka akan didapat suatu bentuk kurva data geolistrik. Dari kurva data tersebut bisa
dihitung dan diduga sifat lapisan batuan di bawah permukaan.
Metode Geolistrik
Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912.
Geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis
lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC (‘Direct
Current’) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan
2 buah ‘Elektroda Arus’ A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu.
Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus
lapisan batuan lebih dalam.
Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam
tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan penggunakan multimeter
yang terhubung melalui 2 buah ‘Elektroda Tegangan’ M dan N yang jaraknya lebih pendek dari
pada jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka
tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis
batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar.
Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama
dengan separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila digunakan arus listrik DC murni),
maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan
jari-jari AB/2.
Cara Kerja Metode Geolistrik
Umumnya metoda geolistrik yang sering digunakan adalah yang menggunakan 4 buah elektroda
yang terletak dalamsatu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu 2 buah elektroda
arus (AB) di bagian luar dan 2 buah elektroda ntegangan (MN) di bagian dalam.
Kombinasi dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan serta tegangan
listrik yang terjadi akan didapat suatu harga tahanan jenis semu (‘Apparent Resistivity’). Disebut
tahanan jenis semu karena tahanan jenis yang terhitung tersebut merupakan gabungan dari
banyak lapisan batuan di bawah permukaan yang dilalui arus listrik.
Bila satu set hasil pengukuran tahanan jenis semu dari jarak AB terpendek sampai yang
terpanjang tersebut digambarkan pada grafik logaritma ganda dengan jarak AB/2 sebagai sumbu-
X dan tahanan jenis semu sebagai sumbu Y, maka akan didapat suatu bentuk kurva data
geolistrik. Dari kurva data tersebut bisa dihitung dan diduga sifat lapisan batuan di bawah
permukaan.
Kegunaan Geolistrik
Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman sekitar 300 m
sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akifer yaitu lapisan batuan yang
merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari adalah ‘confined aquifer’ yaitu lapisan
akifer yang diapit oleh lapisan batuan kedap air (misalnya lapisan lempung) pada bagian bawah
dan bagian atas. ‘Confined’ akifer ini mempunyai ‘recharge’ yang relatif jauh, sehingga
ketersediaan air tanah di bawah titik bor tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca setempat.
Geolistrik ini bisa untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai kontras
resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya. Bisa juga untuk mengetahui
perkiraan kedalaman ‘bedrock’ untuk fondasi bangunan.
Metoda geolistrik juga bisa untuk menduga adanya panas bumi (geotermal) di bawah
permukaan. Hanya saja metoda ini merupakan salah satu metoda bantu dari metoda geofisika
yang lain untuk mengetahui secara pasti keberadaan sumber panas bumi di bawah permukaan.
Konfigurasi
Metoda geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah elektrodanya
terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang simetris terhadap titik
pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger. Setiap konfigurasi
mempunyai metoda perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis
batuan di bawah permukaan. Metoda geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metoda
favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan
dengan biaya survei yang relatif murah.
Umumnya lapisan batuan tidak mempunyai sifat homogen sempurna, seperti yang
dipersyaratkan pada pengukuran geolistrik. Untuk posisi lapisan batuan yang terletak dekat
dengan permukaan tanah akan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran tegangan dan ini
akan membuat data geolistrik menjadi menyimpang dari nilai sebenarnya. Yang dapat
mempengaruhi homogenitas lapisan batuan adalah fragmen batuan lain yang menyisip pada
lapisan, faktor ketidakseragaman dari pelapukan batuan induk, material yang terkandung pada
jalan, genangan air setempat, perpipaan dari bahan logam yang bisa menghantar arus listrik,
pagar kawat yang terhubung ke tanah dsbnya.
‘Spontaneous Potential’ yaitu tegangan listrik alami yang umumnya terdapat pada lapisan batuan
disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang secara kimiawi menimbulkan perbedaan
tegangan pada mineral-mineral dari lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan
ketidak-homogenan lapisan batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil, tetapi
bila digunakan konfigurasi Schlumberger dengan jarak elektroda AB yang panjang dan jarak MN
yang relatif pendek, maka ada kemungkinan tegangan listrik alami tersebut ikut menyumbang
pada hasil pengukuran tegangan listrik pada elektroda MN, sehingga data yang terukur menjadi
kurang benar.
Untuk mengatasi adanya tegangan listrik alami ini hendaknya sebelum dilakukan pengaliran arus
listrik, multimeter diset pada tegangan listrik alami tersebut dan kedudukan awal dari multimeter
dibuat menjadi nol. Dengan demikian alat ukur multimeter akan menunjukkan tegangan listrik
yang benar-benar diakibatkan oleh pengiriman arus pada elektroda AB. Multimeter yang
mempunyai fasilitas seperti ini hanya terdapat pada multimeter dengan akurasi tinggi.
Konfigurasi Wenner
Konfigurasi Wenner
Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada elektroda
MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena elektroda MN yang relatif dekat dengan
elektroda AB. Disini bisa digunakan alat ukur multimeter dengan impedansi yang relatif lebih
kecil.
Sedangkan kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat permukaan
yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Data yang didapat dari cara konfigurasi
Wenner, sangat sulit untuk menghilangkan factor non homogenitas batuan, sehingga hasil
perhitungan menjadi kurang akurat.
Konfigurasi Schlumberger
Konfigurasi Schlumberger
Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN
adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur
multimeter yang mempunyai karakteristik ‘high impedance’ dengan akurasi tinggi yaitu yang
bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain
diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.
Umumnya perubahan jarak MN bisa dilakukan bila telah tercapai perbandingan antara jarak MN
berbanding jarak AB = 1 : 20. Perbandingan yang lebih kecil misalnya 1 : 50 bisa dilakukan bila
mempunyai alat utama pengirim arus yang mempunyai keluaran tegangan listrik DC sangat
besar, katakanlah 1000 Volt atau lebih, sehingga beda tegangan yang terukur pada elektroda MN
tidak lebih kecil dari 1.0 milliVolt.
Cara intepretasi Schlumberger adalah dengan metode penyamaan kuva (kurva matching). Ada 3
(tiga) macam kurva yang perlu diperhatikan dalam intepretasi Schlumberger dengan metode
penyamaan kurva, yaitu :
Kurva Baku
Kurva Bantu, terdiri dari tipe H, A, K dan Q
Kurva Lapangan
Untuk mengetahui jenis kurva bantu yang akan dipakai, perlu diketahui bentuk umum masing-
masing kurva lapangannya.
Kurva bantu H, menunjukan harga ρ minimum dan adanya variasi 3 lapisan dengan ρ1 >
ρ2 < ρ3 .
Kurva bantu A, menunjukkan pertambahan harga ρ dan variasi lapisan dengan ρ1 < ρ2 <
ρ3.
Kurva bantu, K menunjukan harga ρ maksimum dan variasi lapisan dengan ρ1 < ρ2 > ρ3.
Kurva bantu Q, menunjukan penurunan harga ρ yang seragam : ρ1 > ρ2 > ρ3
Alat-alat yang digunakan : kertas kalkir/mika plastik, kertas double log, marker OHP.
Plot nilai AB/2 vs ρ pada mika plastik diatas double log. AB/2 sebagai absis dan ρ
sebagai ordinat.
Buat kurva lapangan dari titik-titik tersebut secara smooth (tidak selalu harus melalui
titik-titik tersebut, untuk itu perlu dilihat penyebaran titik-titiknya secara keseluruhan).
Pilih kurva Bantu apa saja yang sesuai dengan setiap bentukan kurva lapangan.
Letakkan kurva lapangan diatas kurva baku, cari nilai P1 merupakan kedudukan :
d1’,ρ1’ (kedalaman terukur, tahanan jenis terukur)
d1’ = kedalaman lapisan perama = sebagai absis
ρ1 = tahanan jenis lapisan pertama = sebagai ordinat
Pindahlah kurva lapangan dan letakkan diatas tipe kurva Bantu pertama yang telah
ditentukan. Tarik garis putus-putus sesuai dengan harga ρ1/ρ2 pada kurva Bantu tersebut.
Garis putus-putus sebagai kurva Bantu ini merupakan tempat kedudukan P2.
Kembalikan kurva lapangan diatas kurva baku, geser kurva lapangan berikutnya
sedemikian sehingga kurva baku pertama melalui pusat kurva baku. Tentukan nilai ρ3/ρ2
serta plot titik P2. (catatan : posisi sumbu-sumbunya harus sejajar dengan sumbu-sumbu
pada kurva Bantu)
Dari P2 dapat ditentukan d2’, ρ2’
Titik pusat P3, koordinat d3’, ρ3’ dan nilai kurva Bantu selanjutnya dapat dicari dengan
jalan yang sama.
Koreksi Kedalaman
Untuk titik-titik pusat (Pn) yang terletak pada kurva bantu tipe H, tidak perlu dikoreksi.
Titik P2, tidak perlu dikoreksi karena terletakpada kurva Bantu tipe H
Titik P3 dan P4, perlu dikoreks nilai d (kedalaman), karena terletak pada kurva Bantu selain tipe
H.
Cara Koreksi Kedalaman
Untuk titik P3 :
Letakkan/impitkan kembali mika plastik diatas kurva Bantu tipe A (dengan nilai ρ4/ρ3 = 10)
dengan pusat P2. baca nilai koreksi (sebagai n) tepat pada titik P3 (nilai absis dari kurva Bantu
tersebut ditandai dengan garis putus-putus). Kemudian dapat dicari ketebalan lapisan ke-3
dengan rumus :
H3 = n.d2
D3 = h3 + d2
Jadi, dari hasil penyamaan kurva (curve matching) akan diperoleh data sebagai berikut :
Setelah diperoleh nilai-nilai ρ dan d, kemudian dibuat penampang tegaknya (berupa kolom)
sesuai harga d-nya (menggunakan skala). Selanjutnya dilakukan pendugaan unt interpretasi
litologi penyusun pada masing-masing lapisan berdasarkan nilai ρ.
Penafsiran litologi ini akan semakin mendekati kebenaran apabila kita memiliki data bawah
permukaan seperti data dari sumur. Jika tidak ada sumur, maka kita sebaiknya mengetahui
geologi regional daerah penelitian tersebut atau data yang diperoleh dari pengamatan geologi
daerah sekitar (untuk mengetahui variasi litologi).
Rock Resitivitas
Common rocks Common rocks
Topsoil 50–100
Gravel 100–600
Clay 1–100
Weathered bedrock 100–1000
Sandstone 200–8000
Pyrrhotite 0.001–0.01
Chalcopyrite 0.005–0.1
Galena 0.001–100
Magnetite 0.01–1000