Anda di halaman 1dari 20

Proceeding Seminar Desertasi

KESEMPURNAAN HUKUM YANG MEMERDEKAKAN DI


DALAM KRISTUS
“Suatu Penelitian dan Respon”

By : Jhon Thomson, S.H., M.H.


jhon.thomson@ymail.com

Abstrak
Yakobus 1:25 secara tidak langsung juga menunjuk para
‘teolog’ untuk meneliti Hukum yang sempurna yaitu Hukum
yang memerdekakan, sekaligus akan dapat menjawab misteri
dari substansi Hukum yang belum tersingkap selama ini, dimana
Hukum (Nomos) tidaklah hanya sebatas ‘peraturan’ perundang-
undangan (Jus) tertulis yang menjustifikasi mengenai hitam dan
putih, baik dan buruk, salah dan benar belaka. Bahwa Hukum
harus merupakan pemikiran benar atau pemikiran yang tertinggi
(recta ratio) yang mesti diasumsikan dalam hubungan Tuhan
dengan manusia, melalui kesempurnaan dalam Perjanjian-Nya.
Maka dalam hal ini penulis telah sejalan dengan pemikiran
Donald Guthrie yang menyatakan bahwa Allah bukan hanya
Hakim, melainkan juga adalah Hukum, sehingga disini kita
juga akan tepat mendudukkan ‘hukum’ sebagai ‘Summum Bonum’
yaitu nilai yang tertinggi, sumber dari segala sumber hukum,
sesuatu yang hidup dan aktif untuk memerdekakan dan
menyempurnakan, dan tentunya itu hanya ada di dalam
KRISTUS.

Kata Kunci : Kristus, Hukum yang Sempurna, Hukum


yang Memerdekakan.

-1-
Pendahuluan
Permasalahan-permasalahan hukum yang hari-hari ini
dipertontonkan di media sebagai ’law in action’, telah mengusik
rasa keadilan ditengah masyarakat dan tentunya sekaligus telah
menunjukkan ketidak-sempurnaan akan hukum sebagai ‘law in
theory’. Karena memang pada dasarnya keadilan hanya bisa
diterapkan selalu dalam kaitannya dengan hukum.
Pernyataan dari St. Augustine pada abad pertengahan (354-
430M), seorang filsuf yang mengikuti jejak pemikiran Plato dan
Socrates, menekankan pentingnya keadilan dalam setiap
hembusan napas hukum suatu negara, bahkan dia mengatakan :
“Hukum yang tidak adil sama sekali bukan hukum”.1 Suatu
pernyataan yang selalu akan membuka pencarian tentang makna
hukum (Nomos) dalam substansinya, yang sejak berabad-abad
sampai dengan saat ini masih belum tuntas dipahami, bahkan
belum dapat didefenisikan oleh para ahli (filsuf) hukum melalui
penjangkauan ilmu hukum maupun filsafat hukum-nya.
Sebagaimana dikemukakan oleh ahli hukum Van
Apeldoorn mengatakan bahwa, “tidaklah mungkin memberikan
suatu definisi tentang apakah hukum itu, adalah sangat sulit
untuk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakannya yang
sesuai dengan kenyataan”. Begitu juga Immanuel Kant
beberapa abad yang lalu menyatakan bahwa, “tidak ada seorang
sarjana hukum-pun yang mampu membuat satu definisi hukum
yang tepat”.
Bagi penulis, hal itu bukanlah suatu kebetulan, karena
pencarian makna hukum dalam substansinya, haruslah tiba kepada
“kebenaran yang hakiki” yang sedang dicari dan dinanti-nantikan
oleh dunia, yaitu KRISTUS sebagai Sang Kebenaran (Vide:
Yoh.14:6), yang mestinya ditemukan oleh para teolog.

1
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, & Ilmu
Hukum, Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan
Bermartabat, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 95.

-2-
Sehingga Theology yang dikenal sebagai The Queen of
Science and The Master of Philosophy, 2 sudah sepatutnya teologi-
lah yang harus dapat menjawab tentang pengertian substansi
hukum (Nomos), yang tidak hanya sebatas ‘peraturan’ perundang-
undangan (Jus) tertulis di atas kertas dengan tinta di luar manusia,
yang hanya menjustifikasi hitam dan putih, baik dan buruk, salah
dan benar belaka, sebagaimana pandangan hukum positivistik
yang menjadi ‘jiwa’ dari pengertian hukum saat ini (status quo).
Bahwa filsafat sudah seharusnya memang menjadi hamba
dari teologia (ancilla theologiae),3 karena filsafat dari akar kata
‘philosophia’ artinya ‘philos’ adalah cinta dan ‘sophia’ artinya
kebijaksanaan atau kebenaran, jadi filsafat harus berinduk kepada
teologi.
Filsuf sekaligus teolog dan sekaligus ahli hukum, yaitu
St. Augustine merupakan tokoh Kristen klasik yang sempurna,
pemikir Kristen terakhir dan terbesar pada zamannya (354-430M),
praktisi sekaligus membuat hukum menjadi podium spiritualnya, 4
dalam pandangannya sudah berupaya menyatakan bahwa bidang
yang benar-benar penting adalah kehidupan abadi yang harus
tunduk pada hukum abadi (lex aeterna).5 Jadi disini, hukum harus
merupakan pemikiran benar (recta ratio) yang mesti diasumsikan
dalam hubungan Tuhan dan manusia,6 melalui kesempurnaan
dalam Perjanjian-Nya.

2
Lihat istilah yang diangkat kembali oleh Strevi Indra Lumintang,
Theology, The Queen of Science & The Master of Philosophy, Pengantar
Filsafat Ilmu Theologia, (Jakarta : Geneva Insani Indonesia, 2015).
3
Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum,
(PT Cipta Aditya Bakti, 2004), hlm. 8.
4
Erns Troeltsch, Augustine, die christliche Antike und das Mittelalter,
Historische Bibliothek, (Vol. XXXVI, 1915).
5
Carl Joachim Fredrich, Filsafat Hukum, Perspektif Historis,
(Bandung : Penerbit Nusa Media, 2010), hlm.49.
6
Ibid, hlm. 37

-3-
Sebagaimana judul dalam tulisan ini, penulis akan
membatasi pada pembahasan yang belum tuntas atas ‘erangan’
pendapat filsuf St. Augustine terhadap substansi hukum,
pembahasan yang selanjutnya berkulminasi dalam filsafat hukum-
nya Thomas Aquinas (1225-1247M). Ia sampai pada
kesimpulan, bahwa Tuhan adalah tujuan sekaligus asal muasal
dari segala sesuatu yang ada. Pola berpikir semacam ini
didapatkan Thomas Aquinas dari pemikiran Aristoteles tentang
penyebab pertama dari segala kenyataan yang ada.
Pemikiran Thomas tentang moral dan etika juga amat dekat
dengan Aristoteles. Ia seringkali mengutip karya Aristoteles yang
berjudul Ethica Nicomacheia. Dasar pemikiran Thomas adalah,
bahwa ada hukum kodrat yang bersifat universal yang
menjadi dasar dari tindakan manusia. Hukum kodrat ini
bersifat abadi sekaligus rasional, setiap pertimbangan rasional
atas tindakan manusia selalu sejalan dengan hukum kodrat ini. Ia
juga melihat empat keutamaan terpenting yang berjalan searah
dengan hukum kodrat, yakni kebijaksanaan, keberanian,
ketenangan atau sikap hati-hati, dan keadilan.7
Thomas Aquinas telah memberikan pembahasan panjang
lebar tentang hukum dalam bukunya Summa Theologiae,8 yaitu
sebuah buku yang merupakan sintesis dari filsafat Aristoteles dan
ajaran Gereja Kristen, salah satunya membahas tentang Lex
Aeterna yaitu merupakan Rasio Tuhan Sendiri yang mengatur
segala hal dan merupakan sumber dari segala hukum. Thomas

7
Mengikuti uraian König, Siegfried, Hauptwerke der Philosophie: Von
der Antike bis 20. Jahrhundert, 2013 yaitu bab dengan judul Thomas von
Aquin: Summe der Theologie dan Kerr, Fergus, Thomas Aquinas: A Very
Short Introduction, Oxford University Press, Oxford, 2009, hal. 31 Bagian
tentang Summa Theologiae.
8
Lihat pembahasan Summa theologica edisi standar yang diterbitkan
oleh Benzinger, yang intisari pertanyaan-pertanyaan utamanya mengenai
hukum diterbitkan oleh Regnery di dalam buku Carl Joachim Friedrich
Filsafat Hukum, Perspektif Historis, hlm. 52.

-4-
Aquinas menyatakan bahwa Lex aeterna adalah kebijaksanaan
Allah yang menyatakan diri sebagai aturan segala struktur
ciptaan. Allah dapat dipahami sebagai ‘Hukum Abadi’ bagi segala
ciptaan-Nya.9
Pemahaman ini telah sejalan dengan penulis yang didukung
oleh pemikiran Donald Guthrie yang menyatakan bahwa Allah
bukan hanya Hakim, melainkan juga adalah Hukum.10
Selanjutnya ia mengatakan bahwa Allah tidak bertindak menurut
suatu hukum yang berada di luar diri-Nya. Ini amat penting dalam
memahami Perjanjian Baru bahwa tidak ada alasan untuk berkata
Allah bertindak menurut hukum yang berada di luar diri-Nya,
karena jika demikian, kita bisa terseret kepada kesalahan yang
dalam bila hukum dipahami lebih tinggi dari Allah. Asal-usul
‘sejati’ dari hukum moral hanya terdapat dalam diri Allah
sendiri.11
Jadi mengingat hukum moral sejatinya hanya terdapat
dalam diri Allah sendiri, maka mutatis mutandis menjadi tepat
memposisikan hukum sebagai ‘Summum Bonum’ yaitu nilai yang
tertinggi atau pemikiran yang tertinggi (recta ratio), dimana
tindakan-tindakan dan hukum manusiawi harus cocok dan sesuai
dengan hukum ini. 12

HUKUM ALLAH DIDASARKAN PADA WAHYU


9
Zainal Asikin, Mengenal Filsafat Hukum, (Bandung: Pustaka Reka
Cipta, 2013), hlm. 34.
10
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru, Misi Kristus, Roh Kudus,
Kehidupan Kristen, (Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 2016), hlm.117.
11
Loc.cit.
12
Lihat http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-arti-logos-orthos/,
bahwa Istilah ‘recta ratio’ telah digunakan oleh kaum Stoa Yunani dan
kaum Stoa Romawi, yang menunjuk dasar (hukum, keniscayaan, rasio)
intelijen dan lurus (Recta) dalam alam semesta. Tindakan-tindakan dan
hukum manusiawi harus cocok dan sesuai dengan dasar ini.

-5-
Namun masalahnya, karena hukum dalam pembahasan ini
adalah suatu pemikiran yang ‘Ilahi’, itulah sebabnya substansi
hukum tidak dapat ditangkap dan dipelajari oleh pemahaman
manusiawi kita yang sempit. Segala sesuatu yang menyangkut diri
Allah, maka pastilah kapasitas Allah sebagai mysterium
tremendum,13 karenanya harus dinyatakan melalui kedaulatan-Nya
sendiri, yaitu pewahyuan melalui Roh Kudus sebagai ’teolog
sejati’.14
Berbicara mengenai misteri atau rahasia Allah, akan selalu
merujuk kepada Kristus (Kol.2:2-3). Sehingga linear dengan
pembahasan akan ‘Allah adalah Hukum’, itu sama dengan
mempelajari rahasia Allah yang adalah Kristus itu sendiri.
Karenanya rasul Paulus menyatakan dalam Ef.3:3-4 “... yaitu
bagaimana rahasia-Nya dinyatakan kepadaku dengan wahyu,
seperti yang telah kutulis di atas dengan singkat. Apabila kamu
membacanya, kamu dapat mengetahui daripadanya pengertian-
ku akan rahasia KRISTUS”. Dititik ini, penulis mempunyai
pemahaman bahwa rahasia Kristus adalah sebagai “The Ultimate
Theology” yang saat ini sedang disingkapkan secara luas oleh
kehendak Tuhan, diantara orang-orang percaya, yaitu putra-putra
Allah.

13
Lihat pemaknaan Rudolf Otto’s expression for God in his book, The
Idea of the Holy, disunting oleh J. Rodman Williams, Renewal Theology,
Sistematic Theology from a Charismatic Perspective, (1988) hlm. 31
14
Bagi penulis, melalui pemahaman Yoh.16:7-14, bahwa Roh Kudus
yang adalah Roh Kebenaran, yang memimpin dan mengajar orang pilihan-
Nya ke dalam ‘seluruh Kebenaran’, bahkan I Kor.2:10 mengatakan Roh
Kudus akan menyatakan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah.
Bermakna bahwa sesungguhnya Roh Kudus-lah teolog sejati yang mengajar
totalitas (the whole counsel of God), dimana ajarannya bukan berasal dari
diri-Nya sendiri akan tetapi dari Allah. Totalitas ajaran inilah yang
diistilahkan penulis sebagai “The Ultimate Theology” (Cat : Kerinduan
penulis untuk menulis buku tentang hal ini).

-6-
Karenanya untuk memahami ‘The Ultimate Theology”
dimana Kristus sebagai pusat (Christ centered),15 dalam hal ini
penulis sependapat dengan prinsip bahwa pengetahuan akan
Tuhan dan Kebenaran-Nya dapat kita peroleh hanya melalui
pewahyuan atau all knowledge of God comes by way of
revelation16 (Ef. 3:8-11) dan revelation hanya datang melalui
relation yaitu relationship whith God, sehingga pada akhirnya kita
sampai pada puncak-nya yaitu Pengenalan akan Allah (Vide :
2Pet.1:5-8 jo. Yoh.17:3).17
Rasul Paulus di dalam Fil.3:7-9, ketika mengatakan
‘...segala sesuatu kuanggap rugi karena pengenalan akan Kristus
Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya..’ bahwa dalam
konteks ini sesungguhnya rasul Paulus berbicara pembenaran
15
Istilah ‘The Ultimate Theology’ adalah pengistilahan penulis pada
ajaran Kristus atau the doctrine of Christ sebagai doktrin tertinggi dan
universal yang berpusat pada Kristus (Christ Centered), yang seyogyanya
pula menjadi pusat teologi-nya para teolog (Vide: 2Yoh.1:9, Yoh.7:16,
Yoh.12:49, Yoh.14:25-26 dan Yoh.16:13).
16
J. Rodman Williams, Op.cit., hlm. 32
17
Dititik inilah pentingnya lahir baru melalui perjumpaan dengan Tuhan,
sebagaimana kesaksian penulis dalam perjalanan seorang praktisi hukum
sebagai advokat yang saat ini dalam proses belajar dengan Roh Kudus as a
true teolog dan sebagai substansi hukum yang sesungguhnya. Dimana
melaluinya penulis juga akan berfungsi dan melayani sebagai pelayan
Hukum Roh = Hukum Kristus. Dalam 2 Kor. 3:6-9 dikatakan : “Ialah
membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu
perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari
Roh, sebab hukum tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan.
Pelayanan yang memimpin kepada kematian terukir dengan huruf-huruf
pada loh-loh batu. Namun demikian kemuliaan Allah menyertainya waktu
ia diberikan. Sebab sekalipun pudar juga, cahaya muka Musa begitu
cemerlang, sehingga mata orang-orang Israel tidak tahan menatapnya.
Jika pelayanan itu datang dengan kemuliaan yang demikian betapa lebih
besarnya lagi kemuliaan yang menyertai pelayanan Roh ! Sebab, jika
pelayanan yang memimpin kepada penghukuman itu mulia, betapa lebih
mulianya lagi pelayanan yang memimpin kepada pembenaran.

-7-
(dikaiosune) yang bercorak Hukum Kristus, dimana manusia
dibenarkan oleh karena iman dan bukan karena perbuatan-
perbuatan (menurut) hukum Taurat. Disini rasul Paulus
mempergunakan istilah ‘dikaiosune’ untuk menunjukkan
hubungan baik antara Allah dengan manusia, yang dipulihkan
oleh Allah dalam Yesus Kristus.18

YESUS KRISTUS MEMAKLUMKAN HUKUM

Mari to the point, bahwa Alkitab jelas sekali di dalam


Mat.12:18-21 yang adalah merupakan penggenapan dari Yes.42:1-
3, menyatakan bahwa Ia (Yesus Kristus) akan memaklumkan
hukum kepada bangsa-bangsa, yaitu : ...”Ia tidak akan
berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan
mendengar suara-Nya di jalan-jalan. Buluh yang patah terkulai
tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya
tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan HUKUM itu
menang. Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap”.
Artinya, dalam otoritas-Nya sendiri, Yesus Kristus akan
memaklumkan ‘suatu hukum’, hanya saja tidak dilakukan
dengan suatu perbantahan atau ‘debat’ di sana-sini sebagaimana
hukum dunia (hukum positif), namun dilakukannya secara rahasia
namun pasti di dalam pribadi orang percaya (ciptaan baru)
sebagai manisfestasi akan ‘mekanisme’ dari makna “... Baiklah
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita, supaya...
dst...!” (Vide: Kej.1:26) yang merujuk kepada ciptaan baru.
Pertanyaanya adalah, hukum apa yang akan dinyatakan oleh
Yesus Kristus ? dan bagaimana hubungannya dengan hukum
Taurat (Torah) maupun Perjanjian Lama ?
Sebagaimana disinggung sebelumnya, bahwa hukum harus
merupakan pemikiran benar atau pemikiran yang tertinggi (recta
ratio) yang mesti diasumsikan dalam hubungannya antara Tuhan

18
Ds. J.J.W. Gunning, Tafsiran Alkitab, SURAT GALATIA, (Jakarta: Bpk
Gunung Mulia, 2015), hlm. 38.

-8-
dan manusia sebagai pusat perhatian dan kesenangan Tuhan, yang
diwujudkan melalui kesempurnaan dalam Perjanjian-Nya.
Untuk hal ini kita dapat menemukan dalam Ibr.8:8-13 jo.
Ibr.10:15-16 yang merupakan penggenapan Yer.31:31-33 bahwa
Tuhan jelas sekali pernah berjanji, dikatakan bahwa “Dan tentang
hal itu Roh Kudus juga memberikan kesaksian kepada kita, sebab
setelah Ia berfirman : ‘Inilah perjanjian yang akan Kuadakan
dengan mereka sesudah waktu itu,’ Ia berfirman pula : ‘Aku
akan menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan
menuliskan-nya dalam akal budi mereka, dan Aku tidak lagi
mengingat dosa-dosa mereka’ dan similar dengan Yeh.36:27
“Roh-Ku akan Ku-berikan diam di dalam batinmu dan Aku akan
membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap
berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya”.
Dalam pertalian Mat.12:18-21 dengan Ibr.8:8-13 dan
Ibr.10:15-16 yang merupakan penggenapan dari Yes.42:1-3 jo.
Yeh.36:27 ini saja...!, seharusnya cukup clear bahwa hukum yang
akan dimaklumkan oleh Yesus Kristus disini adalah Hukum
ROH ALLAH, yaitu hukum yang akan ditaruh di dalam hati
dan ditulis dalam akal budi manusia, bukan lagi hukum
(aturan-aturan konteks benar dan salah) yang berada pada loh
batu atau di atas kertas yang ditulis dengan tinta diluar diri
manusia. Namun suatu Hukum yang Roh adanya, Benar, Hidup,
Progressif, bersifat pribadi yaitu ‘Persona Kristus’ sendiri di
dalam manusia yang menyatu dengan Kristus, dan itulah ciptaan
baru!, dimana yang lama akan berlalu dan yang baru sedang
“datang!”, dalam hal inilah manusia ‘diperdamaikan’ dan
‘dibenarkan’ dengan Allah (Vide: 2Kor.5:17-21).
Jadi singkatnya Hukum yang akan dituliskan di dalam hati
dan akal budi orang percaya adalah ‘Persona Kristus’ itu sendiri
yang tidak lain adalah FIRMAN atau ‘Logos’ yaitu character-
nature-sifat-pikiran Allah – yang dipahami penulis sebagai recta
ratio (Cat: yang dicari-cari oleh para filsuf), yaitu nilai yang
tertinggi atau pemikiran yang tertinggi, nota bene adalah

-9-
KEBENARAN. Sehingga atas phrase ‘Aku akan menaruh
hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskan-nya dalam
akal budi mereka’ selalu berpadanan dengan apa yang dinyatakan
oleh Rasul Paulus di dalam Rom.10:8 “... Firman itu dekat
kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu”,
itulah Firman Iman, yang kami beritakan”, berpadanan pula
dengan Rom.3:3 yaitu mengatakan “Karena telah ternyata,
bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan
kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah
yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh
daging, yaitu di dalam hati manusia”.
Rasul Paulus tidak membuat pembedaan antara Kristus dan
Roh sejauh menyangkut pekerjaan ilahi yang berkelanjutan dalam
orang-orang percaya.19 Rasul Paulus menyadari keberdiaman
Kristus seperti yang diperlihatkan Gal.2:20, “bukan lagi aku
sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku”.
Ini mempunyai makna bahwa Kristus yang berdiam di dalam
ciptaan baru itu, melalui mekanisme tata kelola hukum Roh telah
menggeser ‘manusia daging’ yang sudah ‘disalib’ melalui
penyaliban Yesus. Dengan demikian, ini bukanlah pengalaman
yang hanya terjadi pada rasul Paulus, tetapi dimaksudkan untuk
menjadi norma bagi semua orang percaya.20 Rasul Paulus
berdoa agar orang-orang yang baru bertobat dapat mengenal
pengalaman yang sama (Vide: Ef.3:17) “Sehingga oleh imanmu
Kristus diam di dalam hatimu”, dimana disini rasul Paulus
berbicara tentang rahasia sebagaimana Kol.1:27 Kristus ada di
tengah-tengah kamu (‘Christ in you=Kristus di dalam kamu’),
Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan”.
Keberadaan Persona Kristus sebagai Hukum Roh atau
Firman di dalam hati orang-orang percaya, adalah perwujudan
“Kasih”, sehingga dapat juga disebutkan bahwa hukum yang akan
diwujud-nyatakan oleh Kristus adalah hukum Kasih, itulah yang
19
Donald Guthrie, Op.cit., hlm. 308.
20
Ibid, hlm. 309.

- 10 -
dimaknakan dalam Mat.22:40 yang menyatakan bahwa Kasih
kepada Tuhan dan sesama “Pada kedua hukum inilah tergantung
seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi”. Itulah sebabnya
Yesus selalu menyatakan : “Aku memberikan perintah baru
kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti
Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling
mengasihi” (Yoh. 13:34). “Dan inilah perintah-Nya itu: supaya
kita percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita
saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus
kepada kita” (1 Yoh. 3:23). Kunci untuk dapat hidup dalam
perintah baru itu adalah “karena kasih Allah telah dicurahkan di
dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada
kita” (Rm. 5:5).
“Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi
kita” (1 Yohanes 4:19). Ini adalah kunci dari perintah yang baru.
Bukan kita yang telah mengasihi Allah – tetapi Allah yang telah
mengasihi kita! Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu
mengasihi kita. “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita
saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap
orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.
Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab
Allah adalah kasih. Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di
tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya
yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah
kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah
yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya
sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Saudara-saudaraku
yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka
haruslah kita juga saling mengasihi” (1Yohanes 4:7-11).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum Roh
adalah hukum Kristus, adalah Firman Iman itu sendiri, menjadi
mekanisme tata kelola yang hidup, pertama-tama memerdekakan
dan dan selanjutnya menyempurnakan menjadikan ‘serupa dan
segambar dengan Allah’, demikian seterusnya mengingat hukum

- 11 -
‘hidup’ maka otomatis dengan ketuk tular, ia selanjutnya akan
menyebar secara tidak terbatas ‘bak suatu ‘keharuman’ Kristus. 21
Hukum inilah yang dinyatakan Tuhan kepada bangsa-
bangsa, dan pasti hukum ini akan menang ! baik pertama-tama
secara micro-kosmos di dalam setiap pribadi orang percaya dan
selanjutnya macro-kosmos di seluruh dunia. Maka dititik ini,
pemerintahan Kerajaan Allah yang dapat juga bermakna Hukum
Kerajaan Allah akan berlaku dan memerintah di dunia, dan
inilah berita baik yaitu Injil Kerajaan Allah. Thy Kingdome
Come... oh Lord !
Demikian, mekanisme cara kerja Tuhan menyatakan
Hukum Roh di antara bangsa-bangsa, yaitu dimulai dengan Yesus
Kristus sebagai ‘pengantara’ dari suatu perjanjian yang baru, yang
tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh yang
menghidupkan, baru kemudian secara otomatis akan diteruskan
oleh ‘pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru-Nya’ (Rm.4:6)
di setiap zaman, yaitu pelayan-pelayan yang di dalam hati dan
akal budinya telah dituliskan ‘Persona Kristus’ – yang bisa
mengatakan sama seperti Rasul Paulus katakan di Gal.2:19-20
“Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat,
supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan
Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan aku lagi yang hidup,
melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang
kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman
dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan
diri-Nya untuk aku”.
Selanjutnya, kalau membahas kaitan antara Hukum Roh
dengan Hukum Taurat (The Torah) dan Perjanjian Lama, maka di
fase ini rupanya telah menjadi issue perdebatan sejak masa rasul-
21
Lihat 2 Kor.2:14-15 Tetapi syukur kepada Allah, yang dalam Kristus
selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. Dengan perantaraan
kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana.
Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-
tengah mereka yang diselamatkan dan diantara mereka yang binasa.

- 12 -
rasul, gereja mula-mula bahkan masa Yesus sekalipun yang selalu
menghardik ahli-ahli taurat. Bahkan saat melakukan pra-
penelitian atas tulisan ini, penulis baru mengetahui pembahasan
Hukum Taurat versus Kasih Karuni (Torah versus Grace) rupa-
rupanya merupakan trending-topic di antara orang Kristen saat
ini. Karena memang di Alkitab sendiri, jika melihatnya dari
sekedar pemahaman yang dibangun didasarkan pada eisigesis
maupun eksegesis atau hermeneutik keilmuan saja, memang
seolah-olah ada dualisme yang saling bertentangan di antara
keduanya. Hal ini dilihat penulis adalah dikarenakan dialog antara
Yesus dengan ahli taurat (‘farisi’), demikian juga dialog rasul
Paulus dengan jemaat di Roma dan Galatia, memang ditulis
dengan mengandung nuansa pertentangan atau perdebatan. Itulah
sebabnya, agar supaya clear dan netral, kita butuh belajarnya
dalam bimbingan Roh Kudus yang adalah Roh Hikmat dan Roh
Wahyu
Sehingga, dalam hal ini penulis tidak akan terjebak dan
memposisikan diri mencoba bertindak sebagai hakim yang
menjustifikasi di antara 2 (dua) arus kubu doktrin yang menurut
penulis telah saling ‘merespon’ ke arah perdebatan. Namun akan
melihatnya secara netral dari angle sudut pandang hukum penulis
selaku ‘pencinta Kebenaran’ yang diperkaya dan tidak suatu
kebetulan yaitu dalam kapasitas penulis selaku praktisi hukum.
Ketika Yesus katakan di dalam Mat.5:17-48 jo. Luk.6:27-36
bahwa kedatangan-Nya bukanlah untuk meniadakan hukum
Taurat dan kitab para nabi tetapi justru untuk menggenapinya.
Bahkan secara tegas Tuhan Yesus mengatakan bahwa
“Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu
iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat,
sebelum semuanya terjadi”. Sesungguhnya ini menunjukkan
bahwa hukum Taurat berlaku terus sampai semuanya tergenapi,
dan kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini adalah merupakan
penggenapan hukum Taurat. Ia berkata ‘satu iota-pun tidak akan
dibatalkan sebelum semuanya terjadi’, yang mana tentunya

- 13 -
pengertian dari ‘semuanya terjadi’ ini adalah berkaitan dengan
hal-hal yang akan segera digenapi oleh Tuhan Yesus Kristus, yaitu
melalui kematian-Nya dan kebangkitan-Nya yang dengan
sendirinya akan menggenapi Hukum Taurat.
Yesus menggenapinya dengan sempurna karena tidak ada
seorangpun yang mampu untuk menggenapi taurat tersebut dan
ketika Dia menggenapinya, Dia menyatakan selesai sehingga kita
tidak perlu lagi hidup di bawah hukum taurat. Oleh sebab
itulah Galatia 3: 13 berkata, "Kristus telah menebus kita dari
kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita,
sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu
salib!". Yesus menebus kita dari taurat supaya kita dibebaskan
dari segala kutuk. Batasan untuk hukum taurat telah
diselesaikanNya, kini saatnya bagi kita untuk keluar dari hukum
taurat menuju kepada kasih karunia-Nya.
Artinya hal ini jangan dipertentangkan, contohnya
sebagaimana yang terdapat dalam Yoh.1:17, dimana dikatakan
“Sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia
dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus’ – nampak seolah-olah
ada terjadi dualisme. Sama dengan yang rasul Paulus maksudkan
dalam Rm.8:2 “Roh (‘for the Law of the Spirit of life in Christ),
yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus
dari hukum dosa dan hukum maut”. Disini penulis sependapat
dengan Watchman Nee, bahwa tidak dikatakan ‘membatalkan’
hukum dosa dan hukum maut, akan tetapi ‘memerdekakan’ kamu
dari hukum dosa dan hukum maut, atau ‘meniadakan’ hukum dosa
dan hukum maut. Hukum dosa dan hukum maut masih ada, tetapi
orang percaya-putra Allah tidak lagi hidup di bawah kuasanya,
tetapi hidup di dalam Hukum yang Baru !.22
Ibarat hukum aerodinamika yang terjadi ketika pesawat
yang sangat berat, bisa mengatasi hukum gravitasi suatu benda.

22
Watchman Nee, Hidup dalam Hukum Hayar, (Surabaya: Yayasan
Perpustakaan Injil, hlm. 10.

- 14 -
Itulah mengapa Ef. 2:8 mengatakan bahwa hanya karena
kasih karunia kita diselamatkan oleh iman. Rm.3:20,28 dan Gal.
2:16 memberitahukan kita bahwa tidak ada seorang pun yang
dibenarkan di hadapan Allah melalui Hukum Taurat; Hukum
Taurat menunjukkan perbuatan yang dapat dilakukan oleh
manusia.
Tidak ada kontradiksi sama sekali dari ayat-ayat di atas jika
kita perhatikan baik-baik konteks masing-masing ayat. Kita hanya
dibenarkan oleh karena iman, iman harus hidup. Hukum Taurat
tidak dapat menyelamatkan kita karena kita tidak sanggup
mematuhinya (Vide: Mat.19:16-17). Karena itulah, keselamatan
adalah melalui kasih karunia kita oleh iman.
Pendeknya, bahwa prinsip atau rumus Hukum Taurat adalah
kebenaran berdasar perbuatan, sebagaimana termaktub dalam
phrase “Orang yang melakukannya, akan hidup karenanya”
(Vide: Rm.10:5 jo. Gal.3:12), sedangkan prinsip atau rumus
Hukum Kristus yaitu kebenaran karena iman termaktub dalam
phare “Jangan katakan dalam hatimu: Siapakah akan naik ke
sorga?, yaitu untuk membawa Yesus turun, atau: Siapakah akan
turun ke Jurang maut?, yaitu: untuk membawa Yesus naik dari
antara orang mati ?. Tetapi apakah katanya ? Ini: Firman itu
dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam
hatimu”. Itulah Firman Iman, yang kami beritakan” (Vide:
Rm.10:6-8 jo. Ef.4:8-10).
Dikatakan di dalam Rm.5:20–21 bahwa “Tetapi hukum
Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin
banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih
karunia menjadi berlimpah-limpah, supaya, sama seperti dosa
berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan
berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus
Kristus, Tuhan kita.”. Tuhan sendiri telah menyiapkan kasih
karunia dibalik pemberian hukum taurat-Nya, Dia tahu bahwa
tidak mungkin akan ada seorangpun yang dapat diselamatkan
ataupun bertahan dengan hukum taurat. Jika Anda bersikeras

- 15 -
untuk hidup berdasarkan hukum taurat maka Anda lepas dari
Kristus ketika Anda mengharapkan adanya pembenaran oleh
hukum taurat (Vide : Gal. 5: 4).
Rm.6:14 menjelaskan “Sebab kamu tidak akan dikuasai
lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum
Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.”. Dosa tidak bisa ditahan
dengan mematuhi taurat atau mengusahakan perbuatan baik,
melainkan dengan hidup dibawah hukum Kristus. Sungguh
Firman Tuhan menunjukkan perbandingan yang sangat jelas.
Ketika kita mulai memercayai kasih karuniaNya, kita semakin
memiliki keintiman dengan Allah sebagaimana tertulis dalam
Yohanes 1: 16 yakni "Karena dari kepenuhan-Nya kita semua
telah menerima kasih karunia demi kasih karunia.".
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa ajaran Tuhan Yesus
tidaklah bertentangan dengan hukum Taurat. Bahkan kedatangan-
Nya bukan untuk meniadakan hukum Taurat sebab hukum Taurat
itu barulah tidak berlaku apabila :
(a). Langit dan bumi ini sudah lenyap; dan
(b). Semuanya sudah terjadi atau digenapi.
Kesimpulannya bahwa secara singkat, adapun hubungan
Hukum Kristus dengan hukum Taurat (Torah) dan Perjanjian
Lama, menurut penulis sesungguhnya sama sekali tidak ada
‘pertentangan’ di dalamnya, yang terjadi adalah mirip dengan apa
yang dikenal di dunia hukum dengan prinsip “lex specialis
derogat lex generalis” yaitu “hukum yang khusus
mengenyampingkan hukum yang umum”. Dimana Yesus datang
bukan untuk meniadakan hukum Taurat namun untuk
menggenapinya.

HUKUM YANG MEMERDEKAKAN

Pertanyaan lanjutannya dari uraian sebelumnya adalah, apa


maksudnya terhadap pernyataan ‘sampai Ia menjadikan
HUKUM itu menang!’...? menang terhadap apa ?

- 16 -
Rasul Paulus, yang nota bene adalah seorang ahli hukum,
setelah melakukan ‘penelitian atas 2 (dua) hukum ini,
berkesimpulan didalam Roma 7:21-23 “Demikian aku dapati
hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang
jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan
hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku
melihat hukum yang lain yang berjuang melawan hukum akal
budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang
ada di dalam anggota-anggota tubuhku”. Setelah melakukan
penelitian itu rasul Paulus berseru “Aku manusia celaka !
siapakah yang dapat melepaskan aku dari tubuh maut ini ?
Rasul Paulus yang telah melihat ‘tarik menarik’ 2 (dua)
kekuatan hukum antara hukum dosa atau hukum maut dengan
hukum Kristus itu sendiri, sebagaimana di dalam Rm.7:25
mengatakan ”Syukur kepada Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan
kita”. Seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa untuk
mengerti tentang hal ini ternyata memerlukan penyingkapan
Tuhan sendiri untuk memahami essensi bahwa ‘Hukum adalah
Kristus’ yang adalah pribadi yang hidup, bahkan hidup itu
sendiri, mutatis mutandis hukum Kristus ini ‘hidup dan aktif’
untuk menyatakan Keadilan yang Subtantif! di dalam orang-orang
beriman.
Penghukuman adalah produk dari hukum Taurat. Karena
kita tidak sempurna, tuntutan dari hukum Taurat akan membawa
penghukuman. Itulah mengapa “pelayanan hukum yang tertulis”
disebut sebagai “pelayanan penghukuman”. “Pelayanan yang
memimpin kepada kematian terukir dengan huruf pada loh-loh
batu” (Vide: 2 Kor.3:6-9).
Sedangkan Hukum Roh atau Hukum Kristus dalam
Perjanjian Baru, adalah merupakan “pelayanan kebenaran” –
kebenaran dari Kristus Yesus. Injil adalah yang menyatakan
kebenaran oleh iman, bahwa Ia “membenarkan orang yang
percaya kepada Yesus” (Rom 3:26). Apabila Anak itu
memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka! (Yoh

- 17 -
8:32-36). Itulah mengapa kemerdekaan dimulai dengan
menyadari bahwa semua penghukuman telah berakhir oleh
pengorbanan Yesus yang sempurna. “Demikianlah sekarang tidak
ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”
(Rom 8:1).
Hukum Roh atau “For the Law of the Spirit of life in Christ
Jesus” telah memerdekakan orang percaya sebagai putra-putra
Allah di dalam Kristus Yesus dari hukum dosa dan hukum maut!
menjadi ciptaan baru a new creation, pribadi yang bukan
dilahirkan oleh benih perempuan “manusia duniawi” namun
pribadi yang lahir dari “Air dan Roh”. Dimana mereka ada dalam
‘mekanisme tata kelola di dalam hukum Tuhan, yaitu hukum Roh
yang menghidupkan, sekaligus memerdekakan.
Sebagaimana disinggung sebelumnya, yaitu dalam Ibr.8:8-
13 jo. Ibr.10:15-16 yang merupakan penggenapan Yer.31:31-33
bahwa Tuhan jelas sekali pernah berjanji, dikatakan bahwa
“...Aku akan menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan
menuliskan-nya dalam akal budi mereka, dan Aku tidak lagi
mengingat dosa-dosa mereka’ dan similar dengan Yeh.36:27
“Roh-Ku akan Ku-berikan diam di dalam batinmu dan Aku akan
membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap
berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya”.
Hukum ROH ALLAH, yaitu hukum yang akan ditaruh
di dalam hati dan ditulis dalam akal budi manusia, bukan lagi
hukum (aturan-aturan konteks benar dan salah) yang berada pada
loh batu atau di atas kertas yang ditulis dengan tinta diluar diri
manusia. Namun suatu Hukum yang Roh adanya, Benar, Hidup,
Progressif, bersifat pribadi yaitu ‘Persona Kristus’ sendiri di
dalam manusia yang menyatu dengan Kristus, dan itulah ciptaan
baru!, dimana yang lama akan berlalu dan yang baru sedang
“datang!”, dalam hal inilah manusia ‘diperdamaikan’ dan
‘dibenarkan’ dengan Allah (Vide: 2Kor.5:17-21).

- 18 -
Jadi singkatnya Hukum yang akan dituliskan di dalam hati
dan akal budi orang percaya adalah ‘Persona Kristus’ itu sendiri
yang tidak lain adalah FIRMAN atau ‘Logos’ yaitu character-
nature-sifat-pikiran Allah – yang dipahami penulis sebagai recta
ratio (Cat: yang dicari-cari oleh para filsuf), yaitu nilai yang
tertinggi atau pemikiran yang tertinggi, nota bene adalah
KEBENARAN. Sehingga atas phrase ‘Aku akan menaruh
hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskan-nya dalam
akal budi mereka’ selalu berpadanan dengan apa yang dinyatakan
oleh Rasul Paulus di dalam Rom.10:8 “... Firman itu dekat
kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu”,
itulah Firman Iman, yang kami beritakan”, berpadanan pula
dengan Rom.3:3 yaitu mengatakan “Karena telah ternyata,
bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan
kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah
yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh
daging, yaitu di dalam hati manusia”.

Eurekka...!

KESIMPULAN

Kembali pada dasar awal dalam penulisan ini, sebagaimana


tertulis dalam Yak.1:25 yaitu ”Tetapi barang siapa meneliti
hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan
orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya
mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh
melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya”. Dalam
hal ini, setelah penulis melakukan penelitian – dalam terang
Firman yang Hidup – sesungguhnya, jawaban dan kesimpulannya
masih terdapat di perikop yang sama pada Yakobus 1, yaitu yang
termaktub dalam Yak.1:21-b “... terimalah dengan lemah lembut
Firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa
menyelematkan jiwa-mu”. Artinya Hukum Roh yang adalah
Hukum Kristus yang adalah Hukum Allah adalah ternyata adalah
FIRMAN itu sendiri, yaitu Firman yang ditulis bukan dengan
- 19 -
tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-
loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati
manusia, menjadi “Persona Kristus” yang ditanam oleh
kedaulatan Tuhan sendiri, berproses, menggeliat, memerdekakan,
bertumbuh, menyempurnakan, sehingga hanya akan ada “Oneness
with CHRIST”.
Kitalah suratan Kristus yang memuat hukum-hukum-Nya,
akan dibaca semua orang. Amen

- 20 -

Anda mungkin juga menyukai