Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN CASE REPORT

PENYAKIT INFEKSI & NON INFEKSI

Disusun Oleh :

Andi Mufida Gunawan

11020160031

Supervisi / Pembimbing Klinik :

dr. Faisal Sommen, M.kes, Sp.An

KULIAH KERJA NYATA (KKN) PROFESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2019
Case Report

Penyakit Non - infeksi

Nama pasien : Ny. Hj. C

No. RM :-

Umur : 68 tahun

Suku : Bugis

J. Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jl. Macan

Tanggal Kunjungan : 15-11-2019

Anamnesis Lengkap : Pasien datang ke Poli Umum Puskesmas Cendrawasih

Kecamatan Mamajang, Kota Makassar, dengan keluhan

utama nyeri ibu jari kanan, dan sering buang air kecil.

Riwayat Penyakit sebelumnya Diabetes Mellitus dan

Hipertensi dan aktivitasnya adalah seorang IRT.

Tanda Vital : TD : 160/90 mmHg

Status Gizi : BB 43 kg, TB 148 cm

Pemeriksaan Fisis : Inspeksi: pasien tampak pincang sewaktu berjalan

Palpasi: Nyeri pada ibu jari kanan

Perkusi: tidak dilakukan

Auskultasi: tidak dilakukan


Pem. Penunjang : GDS : 333 mg/dl

Diagnosis : Diabetes Mellitus tipe 2

Dif. Diagnosis : Diabetes Mellitus tipe 1

Perenc. Terapi :

Metformin 500 mg XXX tablet dengan pemberian 3dd1

Captopril 25 gr XX tablet dengan pemberian 1dd1

Cefadroxil 500 gr X tablet dengan pemberian 2dd1

Metronidazole 500 gr X tablet dengan pemberian 2dd1

Livron X dengan pemberian 1dd1

Gentamicin Salt 1

Kaji Pustaka :

A. Definisi

Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks dan

memerlukan perawatan medis berkelanjutan dengan strategi pengurangan

resiko multifaktorial di luar kendali glikemik. Pendidikan dan dukungan

manajemen mandiri pasien sangat penting untuk mencegah komplikasi akut

dan mengurangi resiko komplikasi jangka panjang. Diabetes adalah penyebab

utama kebutaan, gagal ginjal, serangan jantung, stroke, dan amputasi

ekstremitas bawah.1

B. Insidensi

World Health Organization (WHO) atau yang seringnya disebut Badan

Kesehatan Dunia memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang DM

yang menjadi salah satu ancaman kesehatan global. Pada buku pedoman ini,
hiperglikemia yang dibahas adalah yang terkait dengan DM tipe-2. WHO

memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada

Tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada Tahun 2030. Laporan ini

menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali

lipat pada Tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF)

memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1

juta pada Tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada Tahun 2035.1,2

C. Etiologi

Klasifikasi Diabetes Mellitus

Tabel 1. Klasifikasi Etiologi DM3


Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
- Autoimun
- Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin
Tipe lain - Defek genetik fungsi sel beta
- Defek genetic kerja insulin
- Penyakit eksokrin pankreas
- Endokrinopati
- Karena obat atau zat kimia
- Infeksi
- Sebab imunologi yang jarang
- Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM

Berdasarkan etiologinya diabetes mellitus dapat dibagi menjadi diabetes

mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, diabetes mellitus dalam kehamilan, dan

diabetes tipe lain. Diabetes Mellitus tipe 1 terjadi karena kerusakan sel β

pankreas (reaksi autoimun). Sel β pankreas merupakan satu-satunya sel tubuh

yang menghasilkan insulin yang berfungsi untuk mengatur kadar glukosa dalam

tubuh. Bila kerusakan beta pankreas telah mencapai 80-90% maka gejala

diabetes mellitus akan mulai muncul. Pada diabetes mellitus tipe 1 kerusakan
pankreas berat, produksi insulin tidak ada atau minimal, sehingga mutlak

memerlukan insulin dari luar tubuh. Maka diabetes mellitus tipe 1 disebut juga

diabetes mellitus tergantung insulin, diabetes mellitus tipe 1 dapat timbul pada

umur muda (anak-anak, remaja).2,4

Diabetes Mellitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang

ditandai oleh kenaikan glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel

beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin). Defisiensi

insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu:4

1. Rusaknya sel-sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat

kimia, dan lain - lain)

2. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas

3. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.

Pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi kekurangan insulin, tetapi tidak

seberat pada diabetes mellitus tipe 1. Pada diabetes mellitus tipe 2 selain

kekurangan insulin, juga disertai resistensi insulin yaitu adanya insulin tidak

bisa mengatur kadar glukosa darah untuk keperluan tubuh secara optimal,

sehingga ikut berperan terhadap meningkatnya kadar glukosa darah. Diabetes

Mellitus tipe 2 biasanya muncul setelah umur 30-40 tahun, bahkan timbul pada

umur 50 atau 60 tahun.4

Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah intoleransi karbohidrat

ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat, terjadi atau diketahui

pertama kali saat kehamilan berlangsung. Kehamilan merupakan kondisi

“diabetogenic” yang ditandai dengan hiperglisemia postprandial, hipoglisemia


puasa dan resistensi insulin. Pada sekitar 2-4% ibu hamil tidak dapat

mengkompensasi keadaan ini sehingga menimbulkan Diabetes Mellitus

Gestasional (DMG).3

Diabetes tipe lain ini merupakan diabetes yang disebabkan oleh

berbagai penyebab lainnya yaitu defek genetik sel beta pankreas, defek genetik

kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat

kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang

berkaitan diabetes.3

D. Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya Diabetes Mellitus adalah :6


1. Usia > 45 tahun
2. Gemuk: BB > 120% BB idaman , IMT > 25 kg/m2
3. Hipertensi, tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
4. Riwayat DM di keluarga
5. Riwayat melahirkan bayi BB > 4.000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan (DM gestasional)
7. Riwayat TGT dan GDPT
8. Penderita PJK, TBC, dan hipertiroid
9. Kadar lipid (kolesterol HDL ≤ 35 mg/ dL dan atau trigliserida ≥ 200 mg/dL
E. Patogenesis Diabetes Mellitus Tipe 2

Insulin dihasilkan oleh sel beta pankreas dan akan disekresikan dalam

darah sesuai kebutuhan. Secara fisiologis, insulin mengatur glukosa darah

bersama glukagon yang diproduksi oleh sel alfa pankreas. Insulin disintesis

dalam bentuk preproinsulin (prekursor insulin) pada retikulum endoplasma sel

beta, yang akan dipecah menjadi proinsulin oleh bantuan enzim peptidase dan

akan disimpan dalam secretory vesicle dalam sel tersebut. Selanjutnya


proinsulin akan diurai menjadi insulin dan peptida-C oleh enzim peptidase, dan

siap untuk disekresikan bersama melalui membran sel.6

Pelepasan insulin dari simpanan granula sel beta pankreas dipicu oleh

peningkatan kadar glukosa darah yang berasal dari makanan dan minuman.

Insulin berfungsi mengatur glukosa agar selalu dalam batas-batas fisiologis.

Proses sekresi insulin dimulai dengan proses masuknya glukosa melewati

membran sel beta melalui Glucosa Transporter 2 (GLUT-2) yang terdapat

dalam membran sel beta pancreas. Glukosa di dalam sel akan mengalami

glikolisis dan fosforilasi yang kemudian akan membebaskan molekul ATP.

ATP tersebut akan berperan dalam penutupan kanal K+ sehingga terjadi

hambatan dalam pengeluaran ion K+ yang menyebabkan depolarisasi membran.

Keadaan ini menyebabkan pembukaan kanal Ca2+ sehingga terjadi peningkatan

kadar Ca2+ intrasel. Keadaaan ini yang akan memicu sekresi insulin ke dalam

sirkulasi.7,8

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan

dengan reseptor pada membran sel tersebut. Ikatan ini akan menghasilkan

sinyal yang akan mereglukosasi glukosa dalam sel dengan cara peningkatan

GLUT-4 dan mendorong penempatannya pada membran sel. Melalui reseptor

GLUT-4 inilah glukosa dimasukkan ke dalam sel dan selanjutnya akan

mengalami proses metabolism.8

Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi

insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya

respon jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Gangguan


metabolisme glukosa akan berlanjut pada gangguan metabolisme lipoprotein

yang sering disebut sebagai lipid triad, meliputi:9

1. Peningkatan konsentrasi VLDL atau trigliserida

2. Penurunan konsentrasi kolesterol HDL

3. Terbentuknya small dense LDL yang lebih bersifat aterogenik.

F. Gejala Klinik

Gejala yang dikeluhkan pada pasien diabetes mellitus berupa:10

1. Keluhan klasik DM : poliuria, polifagia, polydipsia dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain, dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,

dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

G. Pemeriksaan Fisis dan Penunjang

Pemeriksaan Fisis

Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki efek kepada

seluruh tubuh. Maka dalam pemeriksaan fisik harus dialkukan pemeriksaan

secara lengkap. Dan biasanya ditemukan beberapa kelainan sebagai berikut:11


Gambar: Keadaan-keadaan yang mungkin ditemukan dalam pemeriksaan fisik.11
Pemeriksaan Penunjang Diabetes Mellitus

Tes Glukosa Darah Puasa (GDP)

Tes ini dilakukan untuk memeriksa kadar Glukosa Darah Puasa.

Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8 jam

sebelum tes. Tes ini biasanya dilakukan pagi hari sebelum sarapan. Diabetes

Mellitus didiagnosis pada glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl.11

Tabel 2. Tes Glukosa Darah Puasa (GDP)12


Interpretasi Gula Darah Puasa (GDP)
Normal < 100 mg/dl
Pra Diabetes 100-125 mg/dl
Diabetes ≥ 126 mg/dl

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

Tes ini dilakukan untuk memeriksa kadar glukosa darah 2 jam

setelah pemberian beban glukosa 75 gr oral.12

Tabel Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)12


Interpretasi Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Normal < 140 mg/dl
Pra Diabetes 140-199 mg/dl
Diabetes ≥ 200 mg/dl

Glukosa Darah Sewaktu (GDS)

Tes ini dilakukan untuk memeriksa kadar glukosa darah setiap saat.

Diabetes didiagnosis pada glukosa darah ≥ 200 mg/dl. 12

Tes HbA1c

Tes HbA1c harus dilakukan di laboratorium menggunakan metode

NGSP yang disertifikasi dan distandarkan ke tes DCCT, dan tes ini

dilakukan tiap 3 bulan sekali. Diabetes didiagnosis pada glukosa darah ≥

6,5%.12
H. Diagnosis

Diabetes Mellitus tipe 2

I. Differensial Diagnosis

Diabetes Mellitus tipe 1 dan Hiperglikemik

J. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan diabetes :13


1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan tanda DM.
Mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian
glukosa darah
2. Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian
glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui
pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri
dan perubahan perilaku.
Terdapat empat pilar penatalaksanaan DM, antara lain edukasi,
terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Berikut ini
akan dijelaskan satu persatu:14,15,16
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang
diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, warga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat.
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan
gejala hipoglikemia serta cara mengataasinya harus diberikan kepada
pasien. pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri,
setelah mendapat pelatihan khusus.
2. Terapi Nutrisi Medis
Terapi nutrisi medis merupakan bagian dari penatalaksaan diabetes
secara total. Prinsip pengaturan makanan pada penyandang diabetes hampir
sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dnegan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau
insulin.
a. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
(i). Karbohidrat
 46-65 % dari total asupan energi
 Makanan harus mengandung karbohidrat terutama berserat tinggi
 Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain
 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% toltal asupan energi
 Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted- Daily Intake)
 Makanan 3 kali / hari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari. Jika diperlkan dapat diberikan makanan selingan buah atau
makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari
(ii). Lemak
 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan > 30% total asupa
energi
 Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori
 Lemak tidak jenuh ganda < 10% selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu
penuh (whole milk)
 Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/ hari.
(iii). Protein
 10-20% total asupan energi
 Sumber protein yang baik adalah seafood (udang, ikan, cumi-cumi, dll),
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
 Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi
0,8 gr/kgBB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.
(iv). Natrium
 Anjuran asupan natrium pasienDM sama dengan untuk masyarakat
umum yaitu < 3000 mg atau sama dengan 9-7 gram (1 sendok teh)
garam dapur.
 Paien yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.
 Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
(v). Serat
 Penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari
kacang-kacanga, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain
yang baik untuk kesehatan.
 Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 gr/hari.
(vi). Pemanis Alternatif
 Pemanis dikelompokkamn pemanis berkalori dan tidak berkalori.
Pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.
 Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol,
xylitol.
 Dalam penggnaannya pemanis berkalori perlu diperhitungkan
kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
 Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena
efek samping pada lemak darah.
 Pemanis tidak berkalori masih dapat digunakan antara lain aspartam,
sakarin, acesukfame potassium, sukralose, dan neotame.
 Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake/ ADI).
b. Kebutuhan Kalori
Cara menentukan kebutuhan kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes.
Diantaranya dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya
25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa
faktor seperti : jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan , dll.
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dapat
dimodifikasi :
 Berat Badan Ideal = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
 Untuk pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita dibawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi :
BBI = (TB dalam cm -100) kg
BB Normal : BB ideal ± 10%
Kurus : <BBI – 10%
Gemuk : > BBI + 10%
 Perhitungan berat badan ideal menurut indeks massa tubuh. Indeks massa
tubuh dapat dihitung dengan rumus :
IMT = BB(kg)/TB (m2)
Klasifikasi IMT*
- BB kurang < 18,5
- BB normal 18,5-22,9
- BB lebih > 23,0
 Faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
- Jenis kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dari pada pria. Kebutuhan
kalori wanita sebesar 25 kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB
- Umur
Untuk pasien diatas usia 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5 %, untuk
usia 40-59 tahun, dikurangi 10 % untuk usia 60-69 tahun dan dikurangi
20 % jika usia diatas 70 tahun.
- Aktivitas fisik atau pekerjaan
Penambahan sejumlah 10 % dari kebutuhan basal diberikan pada
keaadaan istirahat, 20 % pada pasien dengan aktivitas ringan, 30 dengan
aktivitas sedang, dan 50 % aktivitas sangat berat.
- Berat badan
Bila kegemukan diberikan 20-30 % tergantung kepada tingkat
kegemukan
Bila kurus ditambahkan sekita 20-30 % sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB
Untuk tujuan menurunkan berat badan jumlah kalori yang diberikan
paling sedikit 1000-1200 kkal untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari
untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi
dalam 3 porsi.
3. Olahraga
Dianjurkan untuk melakukan latihan jasmani teratur, 3- 4 kali per minggu
selama 30 menit yang sesuai dengan prinsip CRIPE. Perlu diingat bahwa jangan
memulai olehraga sebelum makan, menggunakan sepatu yang ukurannya
sesuai, harus didampingi orang yang tahu mengatasi hipoglikemia, harus selalu
membawa permen dan memeriksa kaki secara cermat setelah olahraga.
C (Continous) : Latihan berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa
berhenti
R (Ritmik) : Olahraga berirama yaitu kontraksi dan relaksasi otot secara
teratur, seperti berjalan kaki, berenang, berlari dan bersepeda,
atau mendayung.
I (Interval) : Latihan dilakukan selang seling antara gerak cepat dan lambat.
P (Progreif) : Latihan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas
ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
E (Endurance) : Latih daya tahan untuk mrningkatkan pernafasan dan jantung
seperti jalan , jogging, berenang dan bersepeda.
Apabila dalam waktu 1-3 bulan tidak tercapai sasaran pengobatan yang
baik dengan diet dan olahraga maka diberikan medikasi.
4. Medikasi
a. Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
Golongan Nama Obat Mekanisme Pemberian Keterangan
Sulfonilurea Glibenklamid, Membantu Segera Hipoglikemi
glimepirid pankreas untuk sebelum penurunan
meningkatkan makan gula yang
produksi insulin drastis
Biguanid Metformin Mengurangi Bersama/ Mual atauu
resistensi insulin sesudah nafsu makan
dengan cara makan berkurang
meningkatkan
uptake glukosa otot
dan jaringan lemak,
menurunkan
glukoneogenesis
hepat, serta
meningkatkan
sekresi insulin
pankreas.
Tiazoldindiom Pioglitazon, Mengurangi
Rosiglitazon resistensi insulin
dengan cara
meningkatkan
uptake glukosa otot
dan jaringan lemak,
menurunkan
glukoneogenesis
hepat, serta
meningkatkan
sekresi insulin
pankreas.
Inhibitor Acarbose Obat bekerja Bersama Sering buang
Glukosidase Alfa memperlambat suapan angin
pencernaan pertama
makanan menjadi
glukosa
Inhibitor DPP Sitagliptin Obat merangsang
Vidagliptin insulin dan
menekan glukagon
Cara pemberian obat berbeda-beda karena :
i. Obat yang diminum sebelum makan berfungsi agar obat memiliki waktu
untuk diserap untuk merangsang produksi insulin. Dengan demikian jika
terjadi kenaikan gula beberapa waktu sesudah makan, insulin telah siap
untuk menurunkan gula tersebut.
ii. Obat yang diminum setelah makan adalah obat yang dapat merangsang
lambung apabila diminum dalam perut kosong dapat menyebabkan rasa
mual.
iii. Tidak tergantung makanan, biasanya berlaku untuk obat yang tidak
merangsang pengeluaran insulin, tetapi untuk perbaikan resistensi insulin,
sehingga obat bisa bekerja kapan saja dan tidak hanya untuk menurunkan
gula sesudah makan.
iv. Segera setelah suapan pertama, maksudnya agar obat bekerja pada waktu
makanan sedang dicerna, yaitu dengan menghambat satu enzim pencernaan
yang penting.
b. Insulin
Insulin diberikan sebagai obat DM tipe 1. Dan digunakan pada DM tipe 2
pada kondisi khusus, yaitu :
i. Bila bermacam jenis OHO telah digunakan sampai dosis maksimum, tetapi
gula darah tidak terkendali, obat diganti insulin.
ii. Insulin biasanya diberikan sebagai obat pertama pada diabetisi yang pada
waktu datang berobat, berat badannya telah turun drastis dalam waKtu
singkat dengan gula darah yang tinggi.
iii. Insulin biasanya juga diberikan pada seseorang diabetisi yang menderita
infeksi hebat atau menjalani operasi besar.
iv. Pada komplikasi seperti gagal ginjal, gagal hati, dan gagal jantung yang
berat.
Suntikan 1x/hari Suntikan 2x/hari Suntikan 3x/hari
Insulin long acting Insulin campuran dari Insulin kerja cepat
insulin kerja pendek (disuntikkan ½ jam
dan kerja sedang sebelum makan)
(premixed) (Mixtard, (Actrapid, humulin R)
novomix, humalog mix)
Insulin intermediate Insulin kerja supercepat
acting. Dapat juga 2 kali (fast acting)disuntikkan
per hari. (contoh : segera sebelum makan.
Insulatard, humulin N) (Humalog, novorapid)
Insulin basal, insulin
yang bekerja terus
menerus selama 24 jan
dan kadarnya tetap
sepanjang hari (Lantus,
levemir)

Penentuan dosis insulin : 0,5 unit x BB. 60 % insulin prandial (Rapid

Insulin), 40% insulin basal (humulin N).

K. Komplikasi

Komplikasi diabetes terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi kronik.

Komplikasi akut adalah : KAD (Ketoasidosis Diabetikum), Koma Hiperosmolar

Hiperglikemia Non Ketotik, dan Koma Hipoglikemia. Dan komplikasi kronik dibagi

menjadi makroangiopati, mikroangiopati, neuropati dan gastropati diabetika.

Makroangiopati pada pembuluh darah jantung dapat menyebabkan infark miokard,

pada pembuluh darah otak dapat menyebabkan stroke. Mikroangiopati dapat

menyebabkan retinopati diabetika dan nefropati diabetika. Neuropati diabetika dan

gastropati diabetika.15

L. Prognosis

DM merupakan penyakit seumur hidup dan sulit untuk ditangani.

Prognosis dari penyakit ini saat tidak diobati akan dapat menimbulkan komplikasi

baik makrovaskuler maupun mokrovaskuler yang cukup banyak terkait dengan

metabolik sindrom yang mengarah pada proses terjadinya penyakit kardiovaskuler.

Pemeriksaan kadar gula darah serta HbA1C setidaknya dilakukan minimal 2 kali

dalam setahun untuk mewaspadai risiko DM.


DM Tipe 1

DM tipe 1 berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas premature yang

tinggi, dimana lebih dari 60% pasien dengan DM tipe 1 tidak mengalami komplikasi

serius dalam jangka Panjang, akan tetapi banyak yang mengalami kebutaan, End-

Stage Renal Disease (ESRD), dan beberapa kasus yang menyebabkan kematian dini.

Kontrol ketat terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah atau menunda terjadinya

komplikasi diabetes. Tapi komplikasi dapat terjadi, bahkan pada orang dengan

control diabetes yang baik.16

DM Tipe 2

Prognosis pada pasien dengan diabetes mellitus sangat dipengaruhi oleh

tingkat kontrol pada penyakit. Beberapa orang dengan DM tipe 2 tidak lagi

membutuhkan obat jika memiliki berat badan ideal, beraktivitas, diet yang sehat

dapat mengontrol kadar gula darah.16

M. Pencegahan

Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu:17

Pencegahan Premordial

Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada

masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari kebiasaan,

gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan dengan

multimitra. Pencegahan premodial pada penyakit DM misalnya adalah menciptakan

prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan kebarat-baratan

adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola hidup santai atau kurang aktivitas,

dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan.


Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orangorang yang

termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM, tetapi

berpotensi untuk menderita DM diantaranya :

a. Kelompok usia tua (>45tahun)

b. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman atau IMT>27 (kglm2))

c. Tekanan darah tinggi (>140i90mmHg)

d. Riwayat keiuarga DM

e. Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.

f. Disilipidemia (HvL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida>250mg/dl).

g. Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT)

Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.

Oleh karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah

ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis

makanan yang sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk:, dan risiko merokok

bagi kesehatan.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya

penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal

penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan

sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama

pengelolaan DM meliputi:
a. penyuluhan

b. perencanaan makanan

c. latihan jasmani

d. obat berkhasiat hipoglikemik.

Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut

dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat

diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama disiplin ilmu

seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan lain-lain.

N. Pembahasan

Seorang pasien perempuan berumur 68 tahun, datang ke puskesmas pada

tanggal 15 November 2019 dengan keluhan keluhan utama nyeri ibu jari kanan, dan

sering buang air kecil. Riwayat Penyakit sebelumnya Diabetes Mellitus dan

Hipertensi dan aktivitasnya adalah seorang IRT.

Pada pemeriksaan fisis pasien tampak sakit sedang karena datang dengan

kaki pincang dan diantar oleh keluarganya, status gizi lebih dan tidak ada

gangguan kesadaran. Tekanan darah 160/90 mmHg. Pada pemeriksaan penunjang

didapatkan kadar GDS pasien 333 mg/dL.

Diagnosis ditegakkan oleh dokter yakni Diabetes Mellitus Tipe 2.

Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeiksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang pada pasien ini. Pada anamnesis pasien didapatkan trias
khas dari DM yakni Poliuria, Polifagia dan Polidipsi ditambah dengan luka pada

ibu jari kaki kanan. Kadar GDS pasien yakni 333 mg/dL,

Untuk pengobatan diberikan edukasi untuk diet rendah karbohidrat dan

rendah lemak selain itu, diberikan obat oral untuk menurunkan kadar gula darah

dan hipertensi yang dimiliki pasien saat ini.

O. Daftar Pustaka

1. Riddle, M.C., Bakris, G., Blonde, L., Boulton, A,J.M, D’alessio, D., De Groot,

M., Cefalu, W.T. 2018. Introduction: Standards Of Medical Care in Diabetes-

2018. The Journal Of Clinical and Applied Research and Education. Volume 41.

American Diabetes Association

2. Soelistijo Soebagijo Adi, dkk. 2015. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan

Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. PB. PERKENI

3. Fatimah & Noor, R. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Majority. Jurnal Medical

Faculty Lampung University. Volume 4 Nomor 5

4. Longo, DL. et all. 2012. Diabetes Mellitus Dalam Harrison’s Principles of

Internal Medicine. 18th ed. USA: Mc Graw Hill Company. Chapter 334

5. PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus

tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI

6. PERKENI. (2006). Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Diabetes Melitus.

Jakarta: PERKENI.

7. Yunir, E., & Soebardi, S. (2009). Terapi Non Farmakologis Pada Diabetes

Melitus. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, S. M. K., & S. Setiati, Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 1891-1895). Jakarta: EGC.


8. Waspadji, S. (2009). Komplikas Kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya,

Diagnosis dan Strategi Pengelolaan. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, S.

M. K., & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 1922-1929). Jakarta:

EGC.

9. Sujaya, I Nyoman. “Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali sebagai Faktor

Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Tabanan.” Jurnal Skala Husada”.

2009;6(1);75-81.

10. Departemen Kesehatan. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus.

2005.

11. Slamet S. Diet pada diabetes Dalam Noer dkk.Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Edisi III.Jakarta: Balai Penerbit FK-ill;2008.

12. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of Medicine.

20th Edition. Elsevier. 2006.

13. Khardori, R. (2016). Type 1 Diabetes Mellitus. Practice Essentials.

14. Khardori, R. (2016). Type 2 Diabetes Mellitus. Practice Essentials.

15. Triplitt, C.L., Reasner, C.A., dan Isley, W.L., 2005, Diabetes Mellitus, in

Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, (Eds) J.T.

Dipro, McGraw-Hill Company, Inc., 1333-1363

16. Wisse, B., & Zieve, D. (2015). Type 1 diabetes. Medline Plus: Trusted Health

Information for you.

17. Wisse, B., & Zieve, D. (2015). Type 2 diabetes. Medline Plus: Trusted Health

Information for you.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai