Makalah Biofarmasetika Adme Obat Per Rektal Kelompok 5
Makalah Biofarmasetika Adme Obat Per Rektal Kelompok 5
KELOMPOK : 5
KUPANG
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan Karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah BIOFARMASETIKA ini dengan baik.
Dalam penyelesaian makalah ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan yang kami miliki,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah kami harapkan demi dan untuk
pengembangan makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi siapa saja yang membaca dan sekaligus
dapat menambah pengetahuan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................
3.1 Kesimpulan......................................................................................................
3.2 Saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rute per oral merupakan pemberian obat yang paling umum dalam penelitiandan
pengembangan obat baru dan bentuk sediaan, tetapi pemberian oral tidak selalu
menghasilkan efek yang diinginkan atau dapat diterima oleh pasien. Obat yang absorpsinya
tidak baik di saluran gastrointestinal dan tidak stabil oleh enzim proteolitik merupakan
beberapa masalah pada pemberian obat pada rute oral. Beberapa obat menyebabkan iritasi
lokal pada lambung atau saluran gastrointestinal atas atau membutuhkan dosis lebih dari 500
mg. Populasi pasien tertentu, umumnya anak-anak,orang tua dan pasien yang sulit menelan,
seringnya kesulitan untuk mengonsumsi tabletdan kapsul oral. Sebagai tambahan,
pengobatan beberapa penyakit paling baikdilakukan dengan pemberian langsung pada tempat
yang sakit, umumnya pada penyakit di mata, mulut, dermal, rongga oral, dan jaringan
anorektal. Pemberian oral dapatdigunakan untuk tujuan drug targeted untuk jaringan yang
terkena penyakit, namun terpaparnya seluruh kompartemen tubuh pada pemberian obat
melalui oral tidak efisien dan bisa memicu efek yang tidak diinginkan.Pemberian obat rektal
dapat diterima baik untuk penghantaran obat lokal dansistemik.
Pemberian obat rektal efektif digunakan untuk mengobati penyakit local pada area
anorektal juga untuk menghasilkan efek sistemik sebagai alternatif dari pemberian oral.
Obat-obat yang mengalami metabolisme lintas pertama ketika diberikan oral, masalah ini
dapat diatasi dengan pemberian obat tersebut melalui rute rektal. Formulasi penghantaran
obat melalui rektal terdapat dalam berbagai bentuk sediaan, antara lain supositoria, gel,
aerosol, busa ( foam), krim maupun controlled release.
Meskipun pemberian obat secara rektal tidak dapat menjadi rute pemberian yang umu
mnya diterima, penggunaan teknologi penghantaran obat rektal untuk penggunaan tertentu
dan masalah terapeutik tertentu memberikan rute penghantaran obat alternatif yang dapat
sukses diterapkan dalam terapi obat.
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui tentang anatomi dan fisiologi dari rektal.
1.3.2 Untuk mengetahui tentang cara pelepasan obat per rektal?
1.3.3 Untuk mengetahui tentang keuntungan dan kekurangan pemberian obat per rektal.
BAB 2
PEMBAHASAN
Absorpsi obat dari supositoria rektal dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
factor fisiologis, faktor fisika kimia dari obat dan bahan dasarnya.
1. Faktor fisiologis
a. Kandungan kolon
Efek sistemik dari supositoria yang mengandung obat, absorpsi yang
lebih besar lebih banyak terjadi pada rektum yang kosong dari pada rektum yang
digelembungkan oleh feses. Obat lebih mungkin berhubungan dengan permukaan
rektum dan kolon yang mengabsorpsi dimana tidak ada feses. Oleh karena itu bila
diinginkan suatu enema untuk mengosongkan dapat digunakandan dimungkinkan
pemberiannya sebelum penggunaan supositoria dengan obatyang diabsorpsi
b. Jalur sirkulasi
Obat yang diabsorpsi melalui rektum, tidak melalui sirkulasi portal sewaktu
perjalanan pertamanya dalam sirkulasi yang lazim, dengan cara demikian obat
dimungkinkan untuk dihancurkan dalam hati untuk memperoleh efek sistemik.
Pembuluh hemoroid bagian bawah yang mengelilingi kolon menerima obat yang
diabsorpsi lalu mulai mengedarkannya ke seluruh tubuh tanpa melalui hati.
Sirkulasi melalui getah bening juga membantu pengedaran obat yang digunakan
melalui rektum (Ansel, 1989).
b. Ukuran partikel
Obat dalam supositoria yang tidak larut, maka ukuran partikelnya akan
mempengaruhi jumlah obat yang dilepas dan melarut untuk absorpsi.Semakin kecil
ukuran partikel, semakin mudah melarut dan lebih besar kemungkinannya untuk
dapat lebih cepat diabsorpsi (Ansel, 1989).
c. Sifat basis
Basis harus mampu mencair, melunak atau melarut supaya melepaskan
kandungan obatnya untuk diabsorpsi. Apabila terjadi interaksi antar basis dengan
obat ketika dilepas, maka absorpsi obat akan terganggu bahkan dicegahnya. Apabila
basis mengiritasi membran mukosa rektum, maka iaakan mulai respons kolon untuk
segera buang air besar, mengurangi kemungkinan penglepasan atau absorpsi dari
obat dengan cermat. Interaksisecara kimia atau fisika antar bahan obat dengan basis
supositoria akan dapat mempengaruhi stabilitas dan bioavaibilitas dari obat
(Ansel, 1989).
2.2.2 Distribusi
Dalam rangka untuk mengobati kolom melalui ruterectal ,bukan hanya
bertujuan untuk absorpsi rectal, sediaan harus terdistribusi secara efisien .
Hal ini membatasi pengobatan topical dari kolon ke daerah distal ke
fleksuralienalis. Sejumlah upaya telah di lakukan untuk meningkatkan penetrasi
melalui penggunaan formulasi baru , menggunakan skintigrafi untuk mengevaluasi
distribusi sediaan . Aktivitas penyakit di colitis ulserativa tidak berpengaruh pada
sifat penyebaran dari volume yang berbeda dari enema mesalazine . namun
volume yang berbeda diberikan memiliki efek signifikan . Aktivitas penyakit
dikolitis ulserativa tidak berpengaruh pada sifat penyebaran dari volume yang
berbeda dari enema mesalazine , namun volume yang diberikan memiliki efek
signifikan. 30mL enema ( suntikan ) yang tertinggal terutama di kolon sigmoid
(99%), 60 mL enema yang didistribusi melalui rectum (9%), yang sigmoid
(61%) dan kolon menurun (15%) dan 100mL enema yang didistribusi antara
kolon sigmoid (66%) dan menurun (25% ) . Akibatnya tampak bahwa
peningkatan volume yang diberikan menyebabkan dosis untuk menyebar
lebih efektif kedalam kolon. Dalam upaya meningkatkan penetrasi volume
cairankecil , telah dipelajari enema busa. Namun penyebaran busa lebih
rendah dari pada larutan enema , yang terbatas pada kolon sigmoid.
2.2.3 Metabolisme
Bentuk sediaan obat melalui rute rektal digunakan untuk tujuan lokal
atau sistemik dalam bentuk larutan (lavement/clysma/enema), padat
(suppositoria), atau setengah padat (unguentum/salep). Kelebihan rute rektal
yaitu : menghindari obat yang dapat rusak jika melalui usus, dapat digunakan
pada penderita yang muntah-muntah, koma, atau penderita yang susah
menelan obat, dan obat tidak mengalami detoksikasi, biotransformasi, atau
metabolisme yang mengakibatkan obat menjadi tidak aktif. Kerugian rute
rektal adalah penggunaan yang tidak menyenangkan atau kurang nyaman
(Syamsuni, 2006).
2.2.4 Eksresi
Eksresi merupakan perpindahan obat dari sirkulasi sistemik (darah)
menuju ke organ eksresi. Obat mengalami eksresi untuk keperluan
detoksifikasi obat tersebut. Apabila obat tidak dieksresikan maka obat akan
tertinggal dalam tubuh dan mengakibatkan ketoksikan pada tubuh. Tempat
atau jalur eksresi adalah melalui ginjal (organ utama), hati atau empedu,
paru, kelenjar susu dan kelenjar keringat.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pelepasan obat per rektal jika dalam bentuk supositoria, pelelehan atau pencairan
basisharus terjadi dan hal ini kan menentukan penyebaran dosis ke seluruh rektum
kemudianmolekul obat akan di absorpsi dengan mekanisme transport pasif.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat per rektum antara lain : faktor
fisiologi (seperti kandungan kolon, pH dan tidak ada kemampuan dapar dari rektum)
dan faktor fisiko kimia dari obat. Perjalanan obat melalui per rektal jika obat di
absopsi di vena hemorroid bawah/tengah obat akan di bawa ke vena cava melalui
vena iliaca menuju jantung untuk di distribusi sehinggaakan menimbulkan efek (tanpa
melewati hati terlebih dahulu) sementara jika di absorpsi divena hemoroid superior
obat akan menuju vena porta melalui vena mesentricum inferior yang selanjutnya ke
organ hati sebelum di distribusi untuk memberikan efek.
3.2 Saran
Mohon maaf jika di dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari Dosen pengampu mata kuliah serta teman-
teman mahasiswa, agar dalam pembuatan makalah berikutnya dapat menjadi baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (4th ed).Diterjemahkan oleh Ibrahim,
Farida. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Leon Shargel dkk. Biofarmasetika dan Farmakokinetik terapan edisi 5th. Surabaya : Airlangga
University Press ;2012