Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

Infeksi Saluran Kemih pada Anak

Pembimbing:
dr. Pulung M. Silalahi, SpA

Penulis:
Shelvi Rizki Amalia (1102015222)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I R. SAID SUKANTO
PERIODE 2 SEPTEMBER 2019 – 9 NOVEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Salam sejahtera bagi kita semua.


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat
dengan judul “INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK” yang disusun
dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di
RS Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya
kepada:
1. dr. Pulung M. Silalahi, SpA selaku pembimbing referat yang telah
membimbing dan memberikan ilmu kepada penulis.
2. Para Perawat dan Pegawai di Bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak RS
Bhayangkara Tk.I Raden Said Sukanto Jakarta yang telah banyak membantu
penulis dalam kegiatan klinik sehari-hari.
3. Teman-teman sejawat rekan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan dalam penyusunan referat ini
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu,
penulis mengharapkan kritikan serta saran yang bersifat membangun sehingga
penulisan tulisan ini dapat lebih baik lagi. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis yang sedang menempuh pendidikan profesi dokter. Aamiin
Ya Rabbal Aalamiin.

Jakarta, September 2019

Shelvi Rizki Amalia

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi saluran kemih (ISK) adalah bertumbuh dan berkembang biaknya
kuman atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. Sekitar 8%
anak perempuan dan 2% anak laki-laki pernah menderita ISK ketika berusia 11
tahun. Insidens ISK sepanjang usia anak, pada perempuan berkisar 30%
dibandingkan dengan laki-laki yang hanya 1%. Sekitar 75% bayi berumur kurang
dari 3 bulan yang mengalami bakteriuria adalah laki-laki, sedangkan pada
kelompok umur 3-8 bulan hanya 10%. Setelah usia lebih dari 12 bulan, ISK pada
anak yang secara umum sehat kebanyakan ditemukan pada anak perempuan.1,2
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah salah satu infeksi bakteri yang paling
umum terjadi pada anak-anak. Penyebab tersering ISK pada anak ialah
Escherichia coli. Faktor predisposisinya ialah gangguan aliran urine (obstruksi
mekanik atau fungsional), dan kelainan anatomi saluran kemih. Infeksi dapat
terjadi pada traktus urinarius bagian atas (disebut sebagai pielonefritis) atau traktus
urinarius bagian bawah (disebut sebagai sistitis).3,4
Saluran uretra yang pendek merupakan faktor predisposisi ISK pada anak
perempuan. Risiko ISK pada bayi laki-laki yang belum disirkumsisi meningkat 5-
12 kali lipat dibandingkan dengan anak lelaki yang telah disirkumsisi. Hambatan
pada aliran urin dan stasis urin merupakan faktor risiko mayor dan dapat
disebabkan oleh kelainan anatomi, nefrolitiasis, tumor ginjal, kateter urin yang
terpasang terlalu lama, obstruksi pada ureteropelvic junction, megaureter,
kompresi ekstrinsik dan kehamilan. Refluks vesikoureteral baik yang primer (70%
kasus) ataupun sekunder akibat obstruksi traktus urinarius, merupakan faktor
predisposisi ISK kronik dan terjadinya parut ginjal. Jaringan parut juga dapat
terjadi tanpa refluks.2
1.2 Tujuan
Referat ini akan membahas tentang infeksi saluran kemih pada anak
dengan mengetahui dan memahami infeksi saluran kemih, dapat dilakukan
diagnosis, pengobatan, dan pencegahan yang tepat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Infeksi saluran kemih adalah invasi mikroorganisme (biasanya bakteri) pada
saluran kemih, mulai dari uretra hingga ginjal. Berbagai istilah pada Infeksi
saluran kemih dan definisinya:3
1. Pielonefritis : infeksi pada ginjal;
2. Ureteritis : infeksi pada ureter;
3. Sistitis : infeksi pada kandung kemih/buli;
4. Uretritis : infeksi pada uretra.
Infeksi saluran kemih (urinary tract infection=UTI) adalah bertumbuh dan
berkembang biaknya kuman atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah
bermakna. Bakteriuria ialah terdapatnya bakteri dalam urin. Disebut bakteriuria
bermakna bila ditemukannya kuman dalam jumlah bermakna.1
Pengertian jumlah bermakna tergantung pada cara pengambilan sampel urin.
Bila urin diambil dengan cara mid stream, kateterisasi urin, dan urine collector,
maka disebut bermakan bila ditemukan kuman 105 cfu (colony forming unit) atau
lebih dalam setiap mililiter urin segar, sedangkan bila diambil dengan cara aspirasi
supra pubik, disebutkan bermakna jika ditemukan kuman dalam jumlah berapa
pun.1
2.2 Epidemiologi
ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada anak. Kejadian ISK
tergantung pada umur dan jenis kelamin. Prevalensi ISK pada neonatus berkisar
antara 0,1% hingga 1%, dan meningkat menjadi 14% pada neonatus dengan
demam, dan 5,3% pada bayi. Pada bayi asimtomatik, bakteriuria didapatkan pada
0,3 hingga 0,4%.13 Risiko ISK pada anak sebelum pubertas 3-5% pada anak
perempuan dan 1-2% pada anak laki. Pada anak dengan demam berumur kurang
dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5%.1
Selama setahun pertama kehidupan, insidensi ISK sekitar 0,7% pada anak
perempuan dan 2,7% pada anak laki-laki yang belum disirkumsisi. Pada bayi baru

4
lahir dengan demam dalam dua bulan pertama kehidupan, insidensi ISK sekitar
5% pada bayi perempuan dan 20% pada bayi laki-laki yang belum disirkumsisi.
Selama 6 bulan pertama, anak laki-laki yang belum disirkumsisi mempunyai risiko
10-12 kali lipat mengalami ISK. Pada masa neonatus, ISK lebih umum terjadi pada
bayi prematur daripada bayi matur.4
Setelah umur satu tahun, anak perempuan lebih mungkin mengalami infeksi
saluran kemih daripada anak laki-laki. ISK mempunyai onset pada usia yaitu
puncaknya setahun pertama, antara usia 2 dan 4 tahun yang sesuai dengan usia dari
toilet training. Estimasinya bahwa 7,8% dari anak perempuan dan 1,7% anak laki-
laki pada usia 7 tahun akan mengalami ISK. Saat usia 16 tahun, 11,3% dari anak
perempuan dan 3,6% anak laki-laki akan mengalami ISK. Secara general, tingkat
kekambuhan yaitu 30-50%. Kekambuhan dari ISK biasanya lebih umum terjadi
pada anak perempuan.4
Tingkat kejadian bervariasi tergantung usia, jenis kelamin dan ras. Kejadian
pada bayi laki-laki < 3 bulan yang belum disirkumsisi adalah 20,7% dibandingkan
dengan bayi laki-laki yang sudah disirkumsisi yaitu 2,4%, menurun menjadi 7,3%
dan 0,3% masing-masing pada anak laki-laki usia 6 sampai 12 bulan. Akan tetapi,
kontaminasi sering terdapat pada sampel urin dari anak laki-laki yang memiliki
preputium tidak bisa ditarik dan lebih tinngi terjadi pada yang belum disirkumsisi.
Pada anak perempuan, sekitar 7,5% yang berusia < 3 bulan, 5,7% berusia 3-6
bulan, 8,3% usia 6-12 bulan dan 2,1% usia 12-24 bulan mengalami ISK sebagai
penyebab demam yang dialami mereka.5
2.3 Etiologi dan Klasifikasi
Dalam kondisi normal saluran kemih dan urin umumnya steril. Escherichia
coli, flora usus yang naik ke saluran kemih, merupakan penyebab terjadinya
infeksi pertama (90%) dan berkontribusi menyebabkan infeksi berulang (75%).
Bakteri lain yang sering menyebabkan ISK adalah Klebsiella, Proteus,
Enterococcus dan Pseudomonas.1
Berbagai mikroorganisme dapat menginfeksi traktus urinarius, antara lain:3
 Bakteri gram negatif (80%): Escherichia coli, Proteus sp., Klebsiella sp.,
Enterobacter sp.;

5
 Bakteri gram positif (10-15%): Enterococcus sp., Staphylococcus
aureus, Staphylococcus epidermidis;
 Lain-lain: Pseudomonas sp., dan Serratia pada pasien yang menjalani
prosedur urologi atau obstruksi saluran kemih; Ureaplasma urealyticum,
Mycoplasma sp., Candida, Adenovirus.
Proteus mirabilis lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan. Streptococcus agalactiae relatif lebih umum pada bayi yang baru
lahir. Staphylococcus saprophyticus lebih umum pada perempuan remaja yang
aktif secara seksual, sekitar 15% dari ISK. Pada anak-anak dengan traktus
urinarius yang abnormal (anatomi, neurologi, atau fungsional) atau
immunokompromais, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,
Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, Streptococcus viridians,
dan Streptococcus agalactiae bisa menjadi penyebab.4
Infeksi secara hematogen yang lebih jarang dari ISK, bisa disebabkan oleh
Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, Proteus mirabilis,
Pseudomonas aeruginosa, dan nontyphoidal Salmonella. Bakteri lain yang
jarang menjadi penyebab ISK yaitu Mycobacterium tuberculosis and
Streptococcus pneumoniae.4
Virus seperti adenoviruses, enteroviruses, echoviruses, dan
coxsackieviruses bisa menyebabkan ISK. Infeksi yang terkait biasanya terbatas
pada traktus urinarius bagian bawah. Dalam kasus ini, adenovirus diketahui
menjadi penyebab dari sistitis hemoragik. Fungi (seperti Candida spp.,
Cryptococcus, Cryptococcus neoformans, Aspergillus spp.) merupakan
penyebab lain yang jarang dari ISK dan terjadi pada anak yang menggunakan
kateter, memiliki traktus urinarius yang abnormal, penggunaan jangka panjang
dari antibiotik spektrum luas, atau pada immunokompromais.4
ISK pada anak dapat dibedakan menjadi:1,2,3
 Berdasarkan secara anatomis
a. ISK atas : pielonefritis, prostatitis, abses intrarenal, dan abses
perinefrik.

6
Pielonefritis yaitu infeksi pada parenkim ginjal, kaliks, dan
pelvis renalis. Pielonefritis akut adalah infeksi yang menyebabkan
invasi bakteri ke parenkim ginjal. Pielonefritis kronik istilah ini
sebaiknya dipakai untuk kepentingan histopatologik kelainan ginjal
dengan ditemukannya proses peradangan kronis pada interstisium
ginjal dan secara radiologik ditemukan gambaran parut ginjal yang
khas pada kalises yang tumpul. Lebih dikenal dengan istilah
nefropati refluks, meskipun tidak selalu ditemukan refluks pada
saat parut ginjal terdeteksi.
b. ISK bawah : sistitis dan uretritis
 Berdasarkan gejala klinis
a. ISK asimtomatik
ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala.
Bakteriuria asimtomatik (asymptomatic bacteriuria, covert
bacteriuria) adalah terdapatnya bakteri dalam saluran kemih tanpa
menimbulkan manifestasi klinis. Umumnya diagnosis bakteriuria
asimtomatik ditegakkan pada saat melakukan biakan urin ketika
check-up rutin/uji tapis pada anak sehat atau tanpa gejala klinis.
Bakteriuria asimtomatik, apabila dua kultur urin berurutan ≥105
CFU/ml pada perempuan tanpa gejala, satu kultur urin ≥105 CFU/ml
pada laki-laki atau kateter.
b. ISK simtomatik
ISK simtomatik yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai
gejala dan tanda klinik. ISK simtomatik dapat dibagi dalam dua bagian
yaitu infeksi yang menyerang parenkim ginjal, disebut pielonefritis
dengan gejala utama demam, dan infeksi yang terbatas pada saluran
kemih bawah (sistitis) dengan gejala utama berupa gangguan miksi
seperti disuria, polakisuria, kencing mengedan (urgency).
Sekitar 10-20% ISK yang sulit digolongkan ke dalam
pielonefritis atau sistitis baik berdasarkan gejala klinik maupun
pemeriksaan penunjang disebut dengan ISK non spesifik.

7
c. Sistitis akut non komplikata pada perempuan;
d. Sistitis akut rekurens pada perempuan. Apabila terdapat tiga
episode ISK pada 1 tahun terakhir atau dua episode pada 6 bulan
terakhir;
e. Pielonefritis akut non komplikata pada perempuan;
f. Sistitis akut non komplikata pada dewasa. Dapat disertai kondisi
yang mengindikasikan keterlibatan ginjal/prostat tanpa disertai
bukti faktor komplikasi lain; antara lain;
- Jenis kelamin laki-laki
- Usia lanjut
- Kehamilan
- Diabetes melitus
- Instrumentasi pada traktus urinarius
- Infeksi saluran kemih pada anak
- Gejala >7 hari
 Berdasarkan kelainan saluran kemih
a. ISK simpleks
ISK simpleks (simple UTI, uncomplicated UTI) adalah infeksi
pada saluran kemih yang normal tanpa kelainan struktural maupun
fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis urin.
b. ISK kompleks
ISK kompleks (complicated UTI) adalah ISK yang disertai
dengan kelainan anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang
menyebabkan stasis ataupun aliran balik (refluks) urin. Kelainan
saluran kemih dapat berupa batu saluran kemih, obstruksi, anomali
saluran kemih, kista ginjal, bulibuli neurogenik, benda asing, dan
sebagainya. Pemakaian kateter atau adanya stent pada saluran kemih,
urin residu setelah berkemih >100 mL, refluks vesikoureter atau
abnormalitas fungsional lainnya, jejas kimia atau radiasi pada
uroepitel, ISK perioperatif dan pasca operasi, insufisiensi dan
transplantasi ginjal, diabetes melitus dan imunodefisiensi.

8
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) membedakan
ISK menjadi ISK atipikal dan ISK berulang.
a. ISK atipikal
Kriteria ISK atipikal adalah; keadaan pasien yang sakit berat, diuresis
sedikit, terdapat massa abdomen atau kandung kemih, peningkatan kreatinin
darah, septikemia, tidak memberikan respon terhadap antibiotik dalam 48
jam, serta disebabkan oleh kuman non E. coli.
b. ISK berulang
ISK berulang berarti terdapat dua kali atau lebih episode pielonefritis
akut atau ISK atas, atau satu episode pielonefritis akut atau ISK atas disertai
satu atau lebih episode sistitis atau ISK bawah, atau tiga atau lebih episode
sistitis atau ISK bawah.
2.4 Patogenesis dan Patofisiologi
Secara fisiologis, bakteri pada kandung kemih dapat dibersihkan dengan
cepat melalui mekanisme aliran urin, pelarutan, serta sifat antibakteri dari urin dan
mukosa kandung kemih. Selain itu, kandungan urea serta osmolaritas urin yang
tinggi juga menghambat pertumbuhan bakteri. Sel epitel kandung kemih
mensekresikan sitokin dan kemokin (IL-6 dan IL-8) yang menyebabkan sel
plimorfonuklear masuk ke epitel kandung kemih dan urin pada saat terjadi infeksi.
Sel-sel ini akan berinteraksi membunuh bakteri.2
Introitus vagina dan uretra distal memiliki flora normal yaitu basil gram
negatif yang tidak menyebabkan ISK. Namun, terdapat beberapa faktor risiko
yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap kolonisasi mikroorganisme
penyebab ISK, antara lain jenis kelamin (perepmpuan lebih rentan dibandingkan
laki-laki), aktivitas seksual, kehamilan, obstruksi, dan penggunaan antibiotik.
Saluran kemih merupakan unit anatomis yang berawal dari saluran uretra hingga
ginjal. Pada umumnya, port d’entrée bakteri dan mikroorganisme lain berasal dari
uretra dan kemudian terjadi infeksi asendens menuju kandung kemih hingga
parenkim ginjal.2

9
Gambar 1. Patogenesis dan Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih6
Meningkatnya kerentanan anak perempuan terhadap terjadinya ISK karena
pada perempuan memiliki uretra yang lebih pendek dan adanya kolonisasi
organisme enterik di bagian perineum. Bagian preputium merupakan area
berpotensi adanya bakteri patogen pada anak laki-laki. Bakteri juga dapat menuju
ke traktus urinarius salah satunya melalui kateterisasi. Penyebaran secara
hematogen juga bisa terjadi dan lebih sering pada beberapa bulan awal dari
kehidupan. Dapat dikatakan bahwa mayoritas ISK terjadi pada traktus urinarius
bagian bawah. Hanya sebagian kecil yang menjadi pielonefritis. Invasi pada ginjal
oleh patogen menghasilkan respon inflamasi yang serius dan dapat mengarah
terbentuknya jaringan parut pada ginjal.4
Infeksi secara asenden menuju kandung kemih merupakan mekanise paling
sering dari terjadinya cystitis. Pada kasus vesicourethral refluks dan infeksi traktus
urinarius bagian atas (pielonefritis) dapat berkembang menjadi renal damage dan
terbentuknya jaringan parut. Infeksi bakteri pada kandung kemih lebih mungkin

10
terjadi jika terdapat abnormalitas saat pengosongan kandung kemih (neurogenic
bladder, uropati obstruktif, vesicourethral refluks, dan konstipasi kronik)
memungkinkan untuk eliminasi bakteri yang tidak menyeluruh dari kandung
kemih.7
Faktor virulensi dari patogen meningkatkan kemungkinan bahwa jenis
bakteri spesifik akan menjadi kolonisasi dan kemudian menginvasi ke traktus
urinarius. Faktor-faktor ini termasuk α-hemolysin, M hemagglutinin, endotoxin,
cytotoxic necrotizing factor 1, K capsular antigen, dinding bakteri yang kaku, dan
kapasitas adhesi/perlekatan. 3 tipe berbeda dari adhesins diidentifikasi pada
bakteri uropatogen E. coli termasuk tipe 1 pili atau fimbrae, Pfimbrae dan X-
adhesins. Adhesins ini dapat memfasilitasi perlekatan bakteri pada reseptor
mukosa dari uroepitelium meskipun adanya aliran urin. Pada saat uroepitelium
terinvasi, intraseluler biofilm terbentuk sebagai proteksi bakteri uropatogen E. coli
dari sistem imun tubuh host.4
2.5 Diagnosis
Pada anak, gejala klinis ISK sangat bervariasi, dapat berupa ISK
asimtomatik hingga gejala yang berat yang dapat menimbulkan infeksi sistemik.
Oleh karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi dan sering tidak spesifik,
penyakit ini sering tidak terdeteksi hingga menyebabkan komplikasi gagal ginjal.
Infeksi saluran kemih perlu dicurigai pada anak dengan gejala demam karena ISK
merupakan penyakit infeksi yang sering ditemukan pada anak selain infeksi
saluran nafas akut dan infeksi saluran cerna.8
 Anamnesis
Letak infeksi, episode, gejala dan faktor komplikasi dapat diidentifikasi pada
riwayat pasien. Termasuk pertanyaan mengenai infeksi primer/pertama kali atau
sekunder/berulang, ISK dengan demam atau tanpa demam, malformasi dari
traktus urinarius (seperti pre/post natal ultrasound screening), riwayat operasi,
kebiasaan minum dan berkemih, riwayat keluarga, apakah terdapat konstipasi
atau gejala pada traktus urinarius bagian bawah dan riwayat seksual pada
remaja.9

11
Faktor risiko berikut untuk terjadinya ISK dan patologi yang mendasari:10
1. Aliran urin yang buruk
2. Riwayat ISK sebelumnya
3. Demam berulang dengan penyebab yang tidak diketahui
4. Didiagnosis abnormalitas dari renal saat antenatal
5. Riwayat keluarga dengan vesikoureter refluks atau penyakit ginjal
6. Konstipasi
7. Kelainan berkemih (etilogi neurologis)
8. Massa pada abdomen
 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik anak secara lengkap dibutuhkan untuk menyingkirkan
sumber penyebab dari demam dan jika demam dengan penyebab yang tidak
jelas. Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan yaitu tanda konstipasi, ginjal
yang teraba saat palpasi atau terasa nyeri, kandung kemih yang teraba, nyeri
ketok sudut kosto-vertebreae, nyeri tekan suprasimfisis, kelainan pada genitalia
(phimosis, labial adhesion, stenosis meatal post sirkumsisi, abnormal
urogenital, malformasi cloacal, vulvitis, epididymoorchitis).9
 Manifestasi Klinis
Demam bisa menjadi satu-satunya gejala dari ISK, terutama pada anak-anak.
Pada neonatus dengan pielonefritis atau urosepsis bisa timbul gejala non spesifik
(gejala gagal berkembang/failure to thrive, jaundice, muntah, letargi,
hipotermia/tanpa demam). Pada neonatus hingga usia 2 bulan, gejala dapat
berupa demam, apatis, berat badan tidak naik, muntah, mencret, anoreksia, tidak
mau minum.3,9
Bayi berusia 1 bulan sampai dengan 2 tahun memiliki gejala kesulitan
makan, gagal tumbuh, diare, muntah, dan demam yang tidak dapat dijelaskan.
Tanda-tanda klinis yang ada dapat menyerupai penyakit gastrointestinal dengan
gejala kolik, iritabilitas. Pada anak yang lebih besar mulai menunjukkan gejala
ISK pada traktus urinarius bawah seperti disuria, stranguria, sering berkemih
(frequency), tidak dapat menahan untuk berkemih (urgency), urin yang berbau,

12
inkontinensia, hematuria, nyeri suprapubik, dan pada traktus urinarius bagian
atas yaitu demam dan nyeri panggul.2,9
 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis dan membedakan ISK atas dan bawah, namun
sebagian besar pemeriksaan tersebut tidak spesifik. Leukositosis,
peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju endap darah (LED), C-
reactive protein (CRP) yang positif, merupakan indikator non-spesifk ISK
atas. Kadar prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai prediktor
yang valid untuk pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris (febrile
urinary tract infection) dan jaringan parut pada ginjal (renal scarring).
Sitokin merupakan protein kecil yang penting dalam proses inflamasi.
Prokalsitonin, dan sitokin proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat
pada fase akut infeksi, termasuk pada pielonefritis akut.1
Neutrophilia, peningkatan erythrocyte sedimentation rate, peningkatan
serum C-reactive protein, dan sedimen leukosit pada pemeriksaan urin
menandakan pyelonefritis akut. Namun, pemeriksaan ini memiliki
spesifisitas rendah dan belum bisa membedakan secara akurat antara ISK
bawah atau ISK atas. Anak dengan serum procalcitonin yang meningkat saat
ISK lebih sering mengalami pyelonefritis akut.4
2. Urinalisis
Urinalisis merupakan pemeriksaan awal yang mengindikasikan
diagnosis ISK dan dimulainya terapi inisial secara empiris. Gambaran
urinalisis yang mengarah kecurigaan terhadap ISK adalah proteinuria,
leukosituria, hematuria (eritroist >5/LPB), uji leukosit esterase positif, uji
nitrit positif, dan silinder leukosit.3,7
Lekosituria biasanya tedapat pada ISK bermakna yang mengindikasikan
inflamasi uroepitel, tetapi ISK dapat juga tidak disertai leukosituria. Infeksi
saluran kemih tidak dapat didiagnosis hanya berdasarkan leukosituria karena
leukosituria dapat juga ditemukan pada keadaan demam atau kontaminasi

13
vagina pada perempuan. Diartikan sebagai leukosituria jika ditemukan
leukosit >5 sel/LPB urin yang disentrifugasi atau >10 sel/mm3 urin yang
tidak disentrifugasi.7
Dalam urin bakteri akan mengubah nitrat menjadi nitrit yang dapat
dideteksi dengan uji nitrit pada pemeriksaaan dipstik yang menunjukkan
perubahan warna pada kertas yang dilapisi biokimiawi. Perubahan warna
yang terjadi pada kertas dipstik sesuai dengan jumlah bakteri dalam urin.7
3. Kultur Urin
Urin umumnya dibiak dalam media agar darah dan media McConkey.
Beberapa bakteri yang tidak lazim menyebabkan ISK, tidak dapat tumbuh
pada media yang sering digunakan dan memerlukan media kultur khusus.
Interpretasi hasil biakan urin bergantung pada teknik pengambilan sampel
urin, waktu, dan keadaan klinik. Untuk teknik pengambilan sampel urin
dengan cara aspirasi supra pubik, semua literatur sepakat bahwa bakteriuria
bermakna adalah jika ditemukan kuman dengan jumlah berapa pun. Namun
untuk teknik pengambilan sampel dengan cara kateterisasi urin dan urin
pancar tengah, terdapat kriteria yang berbeda-beda.1
Diagnosis ISK pada bayi dan anak dibutuhkan adanya piuria dan
setidaknya 50.000 CFU/mL (colony forming unit) dari organisme patogen
tunggal. Pada anak yang lebih besar dan remaja dibutuhkan >100.000
CFU/mL mengindikasikan adanya infeksi. Sampel urin untuk urinalisis
harus diperiksa dalam kurun waktu 20 menit atau didinginkan sampai
menunggu uji kultur.10
Pada anak yang lebih besar dan remaja, pengambilan urin bagian tengah
(midstream) dengan teknik pengambilan bersih (clean-catch technique)
merupakan metode yang sesuai dan pengambilan dari kateter transuretral
merupakan metode yang sesuai untuk anak yang lebih muda dan pada bayi
yang sedang dalam pemberian antibiotik. Pada bayi dan anak kecil dengan
demam yang tidak dapat dijelaskan dan dianggap perlu untuk diberikan
terapi antibiotik segera, pengambilan sampel urin harus dilakukan dengan
metode kateterisasi.2,10

14
4. Pemeriksaan Penunjang Lain
Ultrasonografi pada kandung kemih dan ginjal direkomendasikan untuk
bayi dengan ISK disertai demam untuk menyingkirkan abnormalitas
struktural atau untuk mendeteksi hidronefrosis. Voiding cystourethrogram
(VCUG) diindikasikan jika pemeriksaan ultrasound terdapat kelainan
(hidronefrosis, jaringan parut/scarring, atau penemuan lain yang mengarah
ke obstruksi atau abnormalitas kongenital). Vesikoureteral reflux
merupakan kelaianan yang umum ditemukan dan dibagi dalam beberapa
tingkatan dari tingkat 1 (hanya melibatkan ureter) sampai tingkat 5
(pelebaran menyeluruh pada ureter dan obliterasi pada kaliks ginjal dan
anatomi pelvis).11
2.6 Tatalaksana
Anak-anak harus diarahkan untuk berkemih sekitar setiap 1,5-2 jam dan
jangan menahan buang air kecil. Dengan berkemih, anak harus dianjurkan untuk
menggunakan postur secara optimal dan meluangkan waktu untuk sepenuhnya
berkemih hingga tuntas. Menjaga kebersihan genitalia dengan teliti dan menjaga
asupan cairan yang adekuat harus dianjurkan. Kondisi yang mendasari seperti
konstipasi, disfungsional dalam berkemih harus diobati.4
Terapi antibiotik segera diindikasikan untuk ISK simptomatik berdasarkan
gejala klinis dan urinalisis positif sambil menunggu hasil dari kultur urin untuk
mengeradikasi infeksi dan menyesuaikan meningkatkan outcome klinis. Terapi
empiris diberikan untuk ISK simptomatik dengan kultur urin yang sudah
terkonfirmasi ISK. Pada anak yang lebih besar yang tidak memperlihatkan gejala
tetapi kultur urin positif, antibiotik oral harus diberikan. Untuk anak dengan
suspect ISK yang memperlihatkan gejala toxic, dehidrasi, atau tidak bisa mendapat
terapi cairan secara oral, pada bayi ≤ 2 bulan, pasien yang tidak bisa mentoleransi
terapi antibiotik secara oral dapat diberikan terapi antibiotik secara parenteral dan
dapat dipertimbangkan untuk rawat inap.4,11
Antibiotik empiris yang telah digunakan untuk pengobatan ISK pada anak
seperti cephalosporins (cefixime, cefotaxime, ceftriaxone, ceftazidime),

15
fluoroquinolones (ciprofloxacin), nitrofurantoin, trimethoprim-sulfamethoxazole
(TMP-SMZ), ampisilin, amoksisilin, dan amoksisilin-klavulanat.4

Tabel 1. Dosis Antibiotik untuk Pengobatan ISK3,4


Obat Dosis mg/Kg/hari Frekuensi
Parenteral
Ampisilin 100 Tiap 6-8 jam
Cefotaxime 150 Tiap 6-8 jam
Gentamisin 5 Tiap 8 jam
Ceftriaxone 75 Sekali sehari
Oral
Rawat jalan, antibiotik oral
Amoksisilin 20-40 Tiap 8 jam
Ampisilin 50 Tiap 6 jam
Amoksisilin-klavulanat 50 Tiap 8 jam
Cefixime 5 Tiap 12-24 jam
Nitrofurantoin* 4 Tiap 12 jam
Trimetoprim*- 6 TMP 30 SMZ Tiap 12 jam
Sulfametoksazol
(TMP-SMZ)
*Tidak diberikan pada neonatus atau pada insufisiensi ginjal
Neonatus dengan ISK diberikan terapi parenteral antibiotik selama 10-14
hari karena risiko tinggi terjadinya bakteremia. Pada anak yang lebih besar dengan
ISK diberikan pengobatan selama 7-14 hari. Durasi optimal dari pengobatan ISK
merupakan kontroversial, akan tetapi dapat diambil pada pertengahan untuk saran
durasi pengobatan untuk ISK yaitu 5-7 hari tergantung pada umur pasien, faktor
risiko, tingkat keparahan secara klinis, dan respon pengobatan.4,11

16
2.7 Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dicapai dengan cara menjaga higiene area perineum
dan pengelolaan faktor risiko yang mendasari terjadinya ISK seperti
konstipasi kronik, enkopresis, dan inkontinensia urin pada siang hari
ataupun malam hari.2
Orang tua dan anak harus diajarkan menjaga keberihan daerah perineal
dengan benar, termasuk membersihkan dari anterior perineum ke arah regio
anal, membersihkan area perineum secara teratur pada anak perempuan dan
membersihkan preputium dan glans pada anak laki-laki. Sirkumsisi atau
pemberian topikal kortikosteroid pada bagian distal preputium dapat
dipertimbangkan pada anak laki-laki dengan ISK berulang.4
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ISK dengan pemberian antibiotik profilaksis yang
diberikan sekali sehari, dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi
berulang, walaupun infeksi sekunder untuk mencegah terjadinya jaringan
parut pada ginjal tidak diketahui.2
Antibiotik profilaksis harus diberikan sampai pemeriksaan voiding
cystourethrogram (VCUG) dilakukan dan tanda-tanda adanya refluks
diketahui. Pemberian terapi profilaksis dengan menggunakan Trimetroprim-
sulfametoksazol (TMP-SMZ) 2 mg/kg TMP, 10 mg/kg SMZ dan
nitrofurantoin (1-2 mg/kg) diberikan 1 kali sehari sebelum tidur, sebaliknya
amoksisilin dan sefalosporin, memiliki tingkat resistensi antibiotik yang
rendah.2
Nitrofurantoin dan TMP-SMZ tidak direkomendasikan pada bayi kurang
dari 6 minggu, sefalosporin generasi pertama seperti cephlaexin 10mg/kg
secara oral bisa diberikan sampai bayi berusia 6 minggu. Infeksi yang terjadi
selama pemberian antibiotik profilaksis harus diberikan antibiotik lain sesuai
kultur dan sensitivitasnya.4

17
2.8 Komplikasi dan Prognosis
Bakteremia terjadi pada 2-5% kasus pielonefritis dan lebih sering terjadi
pada bayi daripada anak besar. Abses ginjal fokal merupakan komplikasi yang
jarang terjadi. Tingkat kekambuhan ISK diperkirakan sekitar 25-40%.
Kekambuhan seringkali terjadi dalam kurun waktu 2-3 minggu setelah terapi.
Kultur urin ulangan harus dilakukan 1-2 minggu setelah pemberian terapi selesai
untuk mengetahui sterilitas urin.2
Komplikasi lain yang dapat terjadi akibat ISK adalah sepsis yang lebih
sering pada neonatus, bayi prematur, dan bayi dengan gejala ISK, renal scarring /
jaringan parut pada ginjal yang terjadi karena perkembangan pyelonefritis yang
mempengaruhi parenkim ginjal, chronic kidney disease (CKD) akibat
meningkatnya area jaringan parut ginjal karena pyelonefritis sehingga
menurunnya jaringan fungsional pada ginjal dan kemudian berkembangnya
menjadi insufisiensi renal.7
Pemeriksaan lanjutan berkala selama 2-3 tahun harus dilakukan dengan
pengulangan kultur urin sesuai dengan indikasi. Beberapa pakar
merekomendasikan kultur urin setelah sistitis berulang ataupun pielonefritis
dilakukan setiap bulan selama 3 bulan berturut, setelah itu dilakukan 3 bulan sekali
selama 6 bulan, kemudian dilakukan setiap tahun selama 2-3 tahun. Refluks
tingkat 1 dan 3 memiliki tingkat kesembuhan 13% per tahun pada 5 tahun pertama,
kemudian 3,5% per tahun. Refluks tingkat 4-5 memiliki tingkat kesembuhan 5%
per tahun. refluks bilateral memiliki tingkat kesembuhan yang lebih lambat
daripada refluks unilateral.2
Anak dengan abnormalitas fungsional atau anatomi dari traktus urinarius
atau dengan immunodefisiensi cenderung mengalami ISK. Prognosis dari ISK
tanpa adanya refluks vesikoureter dan jaringan parut ginjal biasanya baik dan tidak
berhubungan dengan gejala sisa pada jangka panjang. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa sebgaian besar jaringan parut ginjal yang sebelumnya
dikaitkan dengan pielonefritis akut berhubungan dengan displasia renal
kongenital, refluks vesikoureter, atau obstruksi traktus urinarius. Namun telah

18
terbukti bahwa tanpa keraguan dari keterlambatan pengobatan demam akibat ISK
atau demam akibat ISK berulang dapat menyebabkan jaringan parut ginjal.4

19
DAFTAR PUSTAKA

1
UKK Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2011. Konsensus Infeksi
Saluran Kemih pada Anak. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2
Marcdante, Karen J, et al. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial edisi
keenam. Singapura : Elsevier.
3
Tanto, C, Liwang F, et al. 2018. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4. Jakarta:
Media Aesculapius.
4
Leung, AKC, Wong AHC, Leung, AAM and Hon, KL. 2019. Urinary Tract
Infection in Children. Recent Patents on Inflammation & Allergy Drug
Discovery 2019, Vol. 13, No. 1; 2-14.
5
Robinson, JL, et al. 2014. Urinary tract infections in infants and children:
Diagnosis and management. Paediatr Child Health Vol 19 No. 6; 315.
6
Flores-Mireles, AL, et al. 2015. Urinary tract infections: epidemiology,
mechanisms of infection and treatment options. Nature Reviews
Microbiology Vol 13; 270.
7
BMJ Best Practice. 2019. Urinary tract infections in children. BMJ Publishing
Group Ltd 2019.
8
Pardede, OS. 2018. Infeksi pada Ginjal dan Saluran Kemih Anak: Manifestasi
Klinis dan Tata Laksana. Sari Pediatri, Vol. 19, No. 6, April 2018; 365-373.
9
Stein R, et al. 2015. Urinary Tract Infections in Children: EAU/ESPU
Guidelines. EUROPEAN UROLOGY 67, 2015; 546–558.
10
National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health. 2017.
Urinary tract infection in children diagnosis, treatment and long-term
management. Published by the RCOG Press at the Royal College of
Obstetricians and Gynaecologists, 27 Sussex Place, Regent’s Park, London
11
Marcdante, Karen J, et al. 2014. Nelson Essentials of Pediatrics Seventh Edition.
Elsevier.

20

Anda mungkin juga menyukai