PENDAHULUAN
menjadi lemah dan menjadi lebih mudah untuk terkena infeksi yang secara
normalnya dapat dilawan oleh tubuh. Pertahanan tubuh terhadap infeksi dan
penyakit yang dihancurkan oleh HIV dengan cara mengahancurkan CD4+, dapat
biasa terjadi pada 60-90% di negara berkembang. Suatu studi di India menyatakan
bahwa diare merupakan manifestasi klinis ketiga paling banyak pada pasien
dengan HIV.2 Selain itu, tuberkulosis merupakan Infeksi Opurtunistik (IO) yang
juga paling sering ditemukan pada anak terinfeksi HIV dan menyebabkan
Besarnya angka kejadian TB pada anak terinfeksi HIV sampai saat ini sulit
diperoleh secara akurat. Meningkatnya jumlah kasus TB pada anak terinfeksi HIV
(CD4 kurang dari 15%, umur di bawah 5 tahun). Meningkatnya kasus HIV pada
orang dewasa telah berdampak terhadap peningkatan jumlah anak yang terinfeksi
HIV pada umur yang rentan sehingga anak-anak tersebut sangat mudah terkena
TB.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Definisi
HIV menginfeksi tubuh, memiliki masa inkubasi yang lama (masa laten
2.2.2 Epidemiologi
infeksi. Menurut CDC Amerika, 13% kasus AIDS pada anak adalah
lain. Dengan diterapkannya sistem uji tapis yang lebih ketat terhadap
(vertikal), yaitu sekitar 50-80% baik intra uterin, melalui plasenta, selama
2
persalinan melalui pemaparan dengan darah atau skreta dengan jalan lahir,
maupun yang terjadi setelah lahir (pasca natal) yaitu melalui air susu ibu
(ASI). Penularan pasca natal terjadi melalui pemaparan yang erat dengan
darah, eksreta atau skreta, masih belum dapat dipastikan oleh karena angka
dapat terjadi pada periode kehamilan yang sangat dini, oleh karena pernah
ditemukan adanya antigen terhadap virus pada janin yang berusia 13-20
minggu.4
2.2.3 Etiologi
immuno deficiency virus (HIV) ini adalah suatu virus RNA dari famili
serotipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-2 yang juga disebut
hanya dijumpai pada kasus AIDS atau orang sehat di Afrika. Spektrum
berbentuk bulat dan terdiri atas bagian inti (core) dan selubung
(envelope).4
terdiri dari suatu glikoprotein. Protein dari inti terdiri dari genom RNA dan
suatu enzim yang dapat menyebabkan kematian sel T-CD4 adalah sebagai
3
akibat reseptor antigen sel T-CD4 berikatan dengan klas –II MHC dari sel
sindrom saraf akut yang sering kali sembuh sendiri . Sindrom ini
misalnya malaria; tes serologi standar pada tahap infeksi akut ini
4
2. Infeksi HIV asimtomatis (tanpa gejala)
tahun atau lebih. Sebagian besar anak terinfeksi HIV pada periode
kehidupan.3
dan AIDS
Hampir semua orang yang terinfeksi HIV jika tidak diobati akan
ini lebih cepat dari yang lain. Laju perkembangan menjadi AIDS
Karakteristik virus adalah tipe dan subtipe HIV-1 dan beberapa subtipe
orang yang bisa mempercepat progresi ini antara lain berumur kurang
faktor genetik. 3
tubuh menurun maka pasien akan lebih rentan terkena infeksi termasuk
TB, pneumonia, infeksi jamur pada kulit, orofaring dan herpes zoster.
5
Infeksi ini bisa terjadi kapanpun dalam perjalanan infeksi HIV.
penurunan berat badan dengan penyebab yang tidak jelas) dulu dikenal
molekul antigen CD4 pada permukaannya. Sel ini pada dasarnya adalah
subset sel limfosit T helper, yang sangat penting dalam respon imun yang
dikenal sebagai kemokin yang terdapat pada permukaan sel dan berguna
untuk masuk ke dalam sel. Pasien yang tidak memiliki beberapa kemokin
spesifik ini (misalnya CCR5) lebih resisten terhadap infeksi HIV. Pada
pasien lain yang memiliki perubahan molekul pada reseptor kemokin ini
tersisa tidak mempunyai kinerja yang sama seperti ketika belum terinfeksi,
6
2.2.6 Manifestasi Klinis
Setelah terjadi infeksi HIV tidak segera timbul gejala, oleh karena
Dengan demikian ini berarti masa inkubasi infeksi HIV sangat berbeda-
beda tergantung kepada dosis infeksi dan daya tahan tubuh inang. Menurut
apradi dan Caspe (1990), pada infeksi yang terjadi vertikal, lebih dari 50%
masa inkubasinya sekitar satu tahun 78% sekitar dua tahun. Pada anak
lebih besar, masa inkubasi ini umumnya lebih panjang, walaupun lebih
pendek jika dibandingkan dengan masa inkubasi pada orang dewasa. Pada
5% kasus, dijumpai masa inkubasi yang lebih dari 5-9 tahun. Setelah masa
inkubasi timbul gejala prodromal yang bersifat non spesifik setelah suatu
1. Demam
2. Gangguan pertumbuhan
4. Hepatomegali
6. Splenomegali
7. Parotitis
8. Diare
7
2.2.6.2 Gejala Spesifik Infeksi HIV4
3. Defisit motoris yang progresif yang ditandai oleh 2 atau lebih gejala
atipik.
interna.
8
seperti eksim, seborrhoe molluscum contagiosus yang berat dan
4. Limfopenia absolut
2.2.7 Diagnosis 4
pecandu narkotika)
penyakit yang menular secara seksual, infeksi yang berulang atau berat,
9
penyakit paru interstisial, keganaan sekunder, kardio-miopati dan lain-
lainnya.
mulai dari yang relatif sederhana hingga yang relatif sulit dan mahal yaitu
dilanjutkan dengan uji yang lebih pasti seperti western blot assay dan lain-
lainnya. Pada uji ELISA dipakai lisat seluruh tubuh. Virus dengan nilai cut
off yang direndahkan untuk meningkatkan sensitivitas tes. Sudah tentu ini
adanya bagian-bagian protein yang dikandung oleh HIV yaitu p24, gp41
ditentukan ini.
10
2.2.8 Stadium HIV
Anak dengan infeksi HIV diklasifikasikan berdasarkan kriteria klinis
dan kriteria imunologis.
Tabel 1. Tabel stadium HIV pada anak berdasarkan kriteria klinis3
11
Tabel 2. Tabel stadium HIV pada anak berdasarkan kriteria
imunologis. 3
2.2.9 Tatalaksana
terutama pada anak dengan kadar limfosit CD4 sangat rendah (< 15%)
12
Gambar 1. Tatalaksana umum anak terinfeksi HIV3
2.2.1. Definisi
konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari biasanya dan terjadi paling
diare untuk bayi dan anak-anak adalah pengeluaran tinja >20 g/kg/24 jam,
13
g/kg/24 jam. Diare umumnya dibagi menjadi diare akut dan diare yang
menyebutkan diare kronis sebagai suatu episode diare lebih dari 2 minggu,
sedangkan kondisi serupa yang disertai berat badan menurun atau sukar
2.2.2. Epidemiologi
dari keseluruhan kematian akibat diare. Hal ini menunjukkan bahwa diare
2.2.3. Etiologi
meliputi intoleransi protein susu sapi/kedelai (pada anak usia <6 bulan,
14
tertuju pada diare berkepanjangan yang bermula dari diare akut akibat
berkembang.5
2.2.4. Patogenesis
15
prolonged diarrhea akan menjadi diare persisten yang memiliki
mukosal dapat disebabkan oleh proses akibat infeksi maupun non infeksi,
seperti alrgi susu sapi dan intoleransi laktosa. Gangguan fungsi transport
klorida bikarbonat.5
yaitu: 5
1. Sekretoris
sel kripta akibat mediator intraseluler seperti cAMP, cGMP dan Ca2+,
dan Cl pada sel vili usus. Hal ini berakibat pada tidak dapat terserap
dengan mekanisme ini memiliki tanda khas yaitu volume tinja yang
16
konsentrasi Na+ dan Cl > 70 mEq dan tidak berespon terhadap
2. Osmotik
dalam lumen usus. Absorpsi usus tidak hanya tergantung pada faktor
absorbsi nutrien. Contoh klasik dari jenis diare ini adalah diare akibat
laktosa dan asam laktat. Kondisi ini menimbulkan tanda dan gejala
17
3. Mutasi protein nutrient
mengatur pertukaran ion Cl/HCO3 pada sel brush border apical usus
HCO3 tidak dapat tersekresi. Hal ini berlanjut pada alkalosis metabolik
Na+. Kadar Cl dan NA+ yang tinggi di dalam usus memicu terjadinya
dan mikronutrien. 5
18
5. Perubahan Pada Gerakan Usus
terjadinya diare. 5
19
2.2.5. Diagnosis
penunjang.6
2.2.5.1. Anamnesis
20
yang merupakan akibat sekunder dari inflammatory bowel
jarang dan mudah dicabut, lidah yang halus, badan kurus, baggy
pants. 6
1) Pemeriksaan darah
2) Pemeriksaan tinja
21
Giardiasis dan Cryptosporidium (antigen testing),
Rotavirus (Elisa).
diare.
22
5) Breath hydrogen test atau pemberian susu bebas laktosa
intoleransi laktosa.
2.2.6. Tatalaksana5
meliputi:
2. Pemberian Mikronutrien
harus diberikan minimal dua RDA selama dua minggu. Satu RDA
23
berusia ≤6 bulan sebesar 10 mg (1/2 tablet) dan untuk anak berusia >6
diare akut sebesar 24% dan mencegah kegagalan terapi diare persisten
sebesar 42%.
3. Terapi Farmakologis
sel darah, adanya trofozoit giardia lamblia pada tinja, atau jika tidak
sensitivitas.
4. Follow up
24
50% kebutuhan cairan anak harus diberikan dalam bentuk intravena.
7 hari.
banyak dijumpai penderita HIV. Insidensi diare persisten lima kali lebih
tinggi pada anak-anak dengan status HIV seropositif. Faktor penting yang
diare akut pada pasien HIV meningkatkan risiko 1,5 kali untuk terjadinya
diare persisten.5
pada kasus HIV terkait dengan perubahan status imunitas. Pada infeksi
HIV, terjadi penurunan kadar CD4, IgA sekretorik dan peningkatan GDB
25
2.3. Tuberkulosis (TB)
2.3.1 Definisi
lainnya.3
2.3.2 Epidemiologi
yang cepat.7
antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4% kemudian menjadi
8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per
provinsi, menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini
dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun
yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada
26
TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan
tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 mnjadi 6%.8
0-4 tahun adalah 19%, sedangkan pada usia 5-15 tahun adalah 40%. Di
diduga disebabkan oleh berbagai hal yaitu diagnosis tidak tept, pengobatan
kurang memadai. 7
tersebut dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi
penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak pasien TB dewasa aktif. 7
27
Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan
Berarti, bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko
tinggi terinfeksi TB. Semakin erat bayi dengan ibunya, semakin besar pula
infeksius. 7
lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA Sputum positif,
infiltrate luas atau kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak dan
encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat factor lingkungan yang
Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang
28
2.3.3.2 Risiko Sakit TB
jadi sakit TB. Hanya sekitar 10% saja yang akan berkembang menjadi
orang dengan HIV negatif, risiko ini jauh lebih rendah yaitu hanya sekitar
berikut ini. 7
29
2.3.4 Patogenesis7
Paru merupakan port d’entri lebih dari 98% kasus infeksi TB.
besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak dilobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus
(perihiler), sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan
complex).
30
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses
infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga
TB.
31
darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen
Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi
kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang diorgan lain
seperti otak, hati, tulang, ginjal dan lain-lain. Pada umumnya kuman
disarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif, demikian pula dengan
32
terinfeksi TB. Tuberkulosis system skeletal terjadi pada 5-10% anak yang
terinfeksi, paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi juga 2-3 tahun
Gambar 4. Patogenesis TB 8
2.3.5 Diagnosis8
pemeriksaan pada :
erat ini akan diuraikan secara lebih rinci dalam pembahasan pada bab
33
2) Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB
yang paling sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini
ditekankan bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah
dapat disingkirkan.
34
2.3.5.2 Gejala klinis pada organ yang terkena TB7
(gibbus).
4. Skrofuloderma:
Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus
(skin bridge).
5. Tuberkulosis mata:
35
6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal
tanpa sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.
spesimen (sputum).
seseorang yang telah terinfeksi TB, maka akan terjadi reaksi berupa
36
menentukan tingkat aktivitas dan beratnya proses penyakit. Berikut
4) Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:
1) Infeksi TB alamiah
37
Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut:
0 - - -
1 + - -
2 + + -
3 + + +
minimal dua kali untuk diagnostik, yaitu saat penyuntikan dan saat
biasanya tidak dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB. Oleh
dua jenis IGRA, pertama adalah inkubasi darah dengan Early Secretory
38
Antigenic Target-6 (ESAT-6) dan Culture Filtrate Protein-10 (CFP-10).
2.3.6.3 Radiologi7
berikut:
2. Konsolidasi segmental/lobar
3. Milier
5. Atelektasis
6. Kavitas
7. Efusi pleura
8. Tuberkuloma
2.3.6.4 Mikrobiologi7
39
mendapatkan specimen berupa sputum. Sebagai gantinya, dilakukan
lama yaitu sekitar 6-8 minggu. Saat ini ada pemeriksaan biakan yang
ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh
40
Uji Negatif - - Positif
Tuberkulin (> 10
(Mantoux) mm
atau > 5
mm
pada
IMC)
Berat - BB/TB<9 Klinis gizi -
Badan/Keada 0% atau buruk atau
an Gizi BB/U<80 BB/TB<70%
% atau
BB/U<60%
Demam yang - >2 - -
tidak minggu
diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - >3 - -
minggu
Pembesaran - > 1 cm, > - -
kelenjar limfe 1, tidak
kolli, aksila, nyeri
inguinal
Pembengkak - Ada - -
an pembengk
tulang/sendi akan
panggul,
lutut, falang
Foto thorax Normal/ Gambaran - -
kelainan sugestif
tidak jelas TB
Skor
Total
Catatan:
1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
2. Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB
3. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)
4. Demam dan batuk tidak respon terhadap terapi sesuai baku puskesmas
5. Foto thorax bukan merupakan alat dagnsotik utama pada TB anak
6. Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem
skoring TB anak
7. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6 (skor maksimal 13)
8. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke Puskesmas untuk
evaluasi lebih lanjut.
9. Gambaran sugestif TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau
paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelectasis, konsolidasi
segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrate, tuberkuloma.
41
2.3.8 Tatalaksana
anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang
TB (profilaksis sekunder). 8
dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali
42
pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap
disediakan dalam bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk
satu masa pengobatan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif,
43
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat yang banyak, paduan
macam tablet, yaitu: Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R
Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan
44
2. Pada tahap lanjutan diberikan INH dan Rifampisin selama 10 bulan.
minggu.
diagnosis TB pada anak sulit dan tidak jarang terjadi salah diagnosis.
pasien TB milier, foto toraks perlu diulang setelah 1 bulan untuk evaluasi
45
dilakukan setelah 2 minggu. Laju endap darah dapat digunakan sebagai
Apabila respon setelah 2 bulan kurang baik, yaitu gejala masih ada
dan tidak terjadi penambahan BB, maka OAT tetap dilanjutkan sambil
terbatas, maka pasien dirujuk ke sarana yang lebih tinggi atau ke konsultan
paru anak. 7
berbagai efek samping. Efek samping yang cukup sering terjadi pada
46
hepatotoksisitas, ruam dan gatal, serta demam. Salah satu efek samping
disertai dengan gejala, peningkatan bilirubin total lebih dari 1,5 mg/dl,
hati yang terjadi. Anak dengan gangguan fungsi ringan mungkin tidak
dari ≥ 5 kali tanpa gejala, atau ≥ 3 kali batas normal disertai dengan gejala
dengan tepat. 7
47
2.3.11 Ko-Infeksi TB-HIV
2.3.11.1 Definisi
mereka mempunyai sistem imunitas yang baik. Infeksi tanpa jadi sakit
2.3.11.2 Epidemiologi
di dunia diperkirakan ada sebanyak 14 juta orang. Sekitar 80% pasien ko-
2.3.11.3 Diagnosis
tidak terinfeksi HIV tetapi pada anak yang terinfeksi HIV lebih sering
48
bronkiektasis dan Sarkoma Kaposi. Gejala klinis umum TB pada anak
terinfeksi HIV antara lain batuk persisten lebih dari 3 minggu yang tidak
atau gagal tumbuh, demam lebih dari 2 minggu, keringat malam yang
2.3.11.4 Tatalaksana
obat yang saling tumpang tindih. Hal yang paling penting diperhatikan
Pilihan obat ARV lini pertama yang digunakan pada anak TB-HIV3
Efavirenz
Nevirapin
49
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Alamat : Tanjung-KLU
Ibu Ayah
50
ANAMNESIS (Tanggal 1 September 2015, Heteroanamnesis dari bapak pasien)
Pasien datang dengan keluhan BAB cair sejak 2 hari yang lalu. BAB
sebanyak 4x/hari. BAB cair dengan ampas sedikit, darah (-), lendir (-).
hari sejak tanggal 13 Agustus 2015 dengan keluhan yang sama (mencret),
mengeluhkan keluhan yang sama (BAB cair) sehingga pasien di rawat inap di
Rumah Sakit RISA selama 7 hari dan keluar pada tanggal 26 Agustus 2015
karena kekurangan biaya. 2 hari setelah keluar dari Rumah Sakit RISA (28
Agustus 2015) pasien kembali mengeluhkan keluhan yang sama (BAB cair)
berwarna kekuningan dan sulit dikeluarkan. Darah (-). Sesak (-). Nyeri dada
(-). Selain itu pasien juga dikeluhkan mengalami demam yang hilang timbul
Saat ini pasien masih dikeluhkan batuk yang disertai dengan dahak,
namun dahak sulit dikeluarkan. Sesak (-). Demam (-). BAB (+) 2x pagi ini
konsistensi cair, berwarna coklat kekuningan, ampas (+) banyak, darah (-),
lendir (-).
51
3. Riwayat Penyakit Dahulu
pernah mengalami keluhan serupa (BAB cair) namun tidak sampai dirawat
b. Riwayat TB (+) pada tahun 2014. Kata bapak pasien sudah dinyatakan
sembuh oleh dokter di suatu Puskesmas. Namun pada tanggal 2015 pasien
cair).
b. Riwayat TB (+) pada sepupu pasien yang berusia 3 tahun namun saat ini
c. Ibu pasien sering mengalami sariawan sejak tahun 2007, namun ibu pasien
52
5. Riwayat Keluarga (Ikhtisar Keluarga)
Pasien merupakan anak pertama dari perkawinan pertama
Pasien
6. Riwayat Pengobatan
a. Pada tahun 2014 pasien diberikan OAT dan diminum selama 6 bulan
b. Pada bulan April 2015 pasien diberikan OAT namun putus berobat
(ANC). Selama hamil ibu pasien tidak pernah mengalami sakit berat. Riwayat
minum obat (-). Riwayat minum jamu (+) namun jarang. Riwayat abortus (-).
bantu oleh bidan, cukup bulan, langsung menangis dengan Berat Badan Lahir
(BBL) 3500gram, Panjang Badan Lahir (PBL) bapak pasien tidak ingat.
53
8. Riwayat Nutrisi
9. Riwayat Vaksinasi
a. 0 bulan = imunisasi Hb
f. 9 bulan = Campak
sejak tahun 1995. Penghasilan perbulan sekitar Rp. 4.000.000,00 sampai Rp.
bagian tata usaha di Sumbawa selama 6 bulan. Ibu kandung pasien bekerja
54
Berdasarkan pengakuan bapak pasien, sebelum menikah bapak pasien
tinggal di Bali dan sering berhubungan dengan wanita yang diakuinya bukan
Pasien tinggal dalam satu halaman dengan keluarga pasien yang terdiri
dari nenek, bapak, paman tante, sepupu dan adik kandung pasien. Dalam 1
halaman terdiri dari 8 rumah. Pasien tinggal 1 rumah dengan bapak dan adik
kandung pasien.
Sumber air berasal dari sumur, ventilasi cukup, cahaya dapat menembus
55
PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 1 September 2015)
Status Present
GCS : E4V5M6
TD : 100/60
Temperature : 37,0oC
Status Gizi
56
57
58
Status General :
1. Kepala
Bentuk : normosefali.
3. Mata
e. Refleks pupil kanan dan kiri normal : Refleks cahaya langsung +|+ dan
4. Telinga
deformitas
b. Sekret: tidak ditemukan adanya sekret pada telinga kanan dan kiri
5. Hidung
59
6. Tenggorokan
7. Mulut
a. Bibir: mukosa bibir berwarna pucat (-), bibir sianosis (-), stomatitis
angularis (-)
8. Leher
Massa (-), Pembesaran KGB superficial leher bagian servikal, mastoideal dan
Thoraks
A. Pulmo
1. Inspeksi: pergerakan dinding dada tampak simetris antara kanan dan kiri,
gerak
rhonki basah kasar di kedua lapang paru, tidak terdapat wheezing di kedua
lapang paru.
60
B. Cor
Abdomen
1. Inspeksi: perut tidak tampak distensi, tidak tampak adanya massa, tidak
Kulit
Urogenital
Tidak dievaluasi
Vertebrae
Ekstremitas
Akral hangat + + + +
Edema - - - -
61
Pucat - - - -
Sianosis - - - -
Kelainan bentuk - - - -
Pembengkakan Sendi - - - -
Kekuatan otot 5 5 5 5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Darah Lengkap
62
Kimia Klinik
Ureum - - 10-15
Pemeriksaan Hematologi
Kesan Lekosit : Jumlah cukup, limfositosis reltif, limfosit atipik, kissing cell
63
Hasil pemeriksaan tinja (02 September 2015)
MAKROSKOPIS MIKROSKOPIS
53 c/μl 500-1500
64
Deskripsi Hasil Rontgen Thoraks
2. Tulang : fraktur costa dan clavicula (-/-), pelebaran sela iga (-/-)
6. Jantung : Aortic knob tidak menonjol, bentuk normal, pinggang jantung dan
apex normal
Kesan : KP dextra
DD : pneumoni
65
Rontgen Thoraks AP/lateral ( 02 September 2015)
2. Tulang : fraktur costa dan clavicula (-/-), pelebaran sela iga (-/-)
6. Jantung : Aortic knob tidak menonjol, bentuk normal, pinggang jantung dan
apex normal
66
Proyeksi Lateral dextra
2. Tulang : fraktur costa dan clavicula (-/-), pelebaran sela iga (-/-)
traping (-/-)
6. Jantung : Aortic knob tidak menonjol, bentuk normal, pinggang jantung dan
apex normal
67
7. Mediasinum : tidak terdapat udara bebas pada ruang mediastinum
RESUME
sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya pasien sempat dirawat di Rumah Sakit
Bhayangkara selama 2 hari dengan keluhan yang sama (BAB cair), kemudian
rawat inap di Rumah Sakit RISA selama 7 hari. 2 hari setelah keluar dari Rumah
Sakit RISA pasien kembali mengeluhkan keluhan yang sama (BAB cair) dan
sepupu pasien yang berusia 3 tahun namun saat ini sudah dinyatakan sembuh.
Selain itu juga bapak pasien memiliki riwayat berhubungan dengan beberapa
wanita tanpa menggunakan pengaman dan ibu pasien yang memiliki riwayat
sariawan berulang setelah menikah, serta penyebab kematian yang belum jelas.
pemeriksaan fisik, didapatkan rhonki basah kasar di kedua lapang paru, tidak
terdapat wheezing di kedua lapang paru. Cor dalam batas normal. Abdomen :
distensi (-), tampak pelebaran vena (+), organomegali (-), massa (-).
68
Pada pemeriksaan foto rontgen didapatkan adanya infiltrate pada kedua
paru, hasil skoring 7, pada pemeriksaan tinja didapatkan bakteri dan candida sp
(+), dan pada pemeriksaan CD4+ didapatkan nilai yang lebih rendah dari normal
yaitu 53c/μl.
Diagnosis Kerja
Terapi
1. IVFD RL 15 tpm
4. 2HRZE/10HR
Ethambutol 1 x 300mg
69
FOLLOW UP PASIEN
70
kedua lapang paru 9. Tunggi hasil cd4
10. Rencana ARV
11. Diet :
3x 1 nasi tnp sayur
3x200cc susu LLM
Jumat, 4 September 2015
Subyektif Obyektif Assessment Planning
Batuk berdahak Ku: Sedang TB paru 1. IVFD RL 15 tpm
(+) jarang TD : 100/80 IMC (B20) 2. Inf metro 500mg/12jam
Muntah (+) Heart Rate : 108 x / 3. Inj ranitidine 1amp/hr
setelah minum menit 4. Kotrimoksazol syr 2x1 ½ cth
susu RR: 28x/menit Ketokonazole puyer 2x10mg
BAB cair 2x Tax: 36,6 °C 5. KDT Fase intensif anak I x 3 tab
bercampur ampas Sp02 : 97% Ethambutol 1 x 300mg
6. Diet :
BB= 16 kg
3x 1 nasi tnp sayur
Rhonki basah halus di
3x200cc susu LLM
kedua lapangl paru
71
BB= 15,5 kg 3x 1 nasi tnp sayur
Rhonki basah halus di 3x200cc susu LLM
kedua lapang paru
72
medial dan inferior kedua
paru
Rabu, 9 September 2015
Subyektif Obyektif Assessment Planning
Batuk Ku: Sedang TB paru 1. OAT (KDT + etambutol)
berdahak TD : 100/70 IMC (B20) 2. O2 2lt k/p
BAB 1x, cair (-) Heart Rate : 120 x / menit
RR: 40 x/menit
Tax: 36,7 °C
BB= 16 kg
SPO2 : 96%
Rhonki basah halus di
kedua basal paru
Kamis, 10 September 2015
Subyektif Obyektif Assessment Planning
Batuk Ku: Sedang TB paru 1. OAT
berdahak TD : 100/70 IMC (B20) KDT (3 tablet) + etambutol 300mg (15.00)
BAB 1x, cair (-) Heart Rate : 120 x / menit 2. Ketokonazol puyer 2x50mg
RR: 30 x/menit 3. Kotri syr 2x1 ½ cth
Tax: 37 °C 4. Rencana ARV hari ini
BB= 16 kg 5. Diet : nasi tanpa sayur
6. Hari ini mulai ARV 07.00 & 19.00
SPO2 : 96%
7. Rencana Ro toraks ulang ttgl 16/9/15
Rhonki basah halus di
kedua basal paru
73
Jumat, 11 September 2015
Subyektif Obyektif Assessment Planning
Batuk Ku: Sedang TB paru 1. OAT
berdahak ↓ TD : 100/70 IMC (B20) KDT (3 tablet) + etambutol 300mg
Heart Rate : 116 x / menit 2. ARV 2x2 ½ tab
RR: 28 x/menit Jam7.00 & 19.00
Tax: 37,2 °C 3. Ketokonazol puyer STOP!
BB= 16 kg 4. Kotri syr 2x1 ½ cth
5. Salbutamol 3x0,75mg (puyer)
SPO2 : 97%
6. Diet 3x nasi
Rhonki basah halus di
kedua lapang paru
74
Senin, 14 September 2015
Subyektif Obyektif Assessment Planning
Batuk Ku: Sedang TB paru 1. OAT
berdahak ↓ TD : 100/70 IMC (B20) KDT (3 tablet) + etambutol 300mg
Heart Rate : 120 x / menit 2. ARV 2x2 ½ tab
RR: 40 x/menit Jam7.00 & 19.00
Tax: 37,1 °C 3. Kotri syr 2x1 ½ cth
BB= 16 kg 4. Salbutamol 3x0,75mg (puyer)
5. Diet 3x nasi
rhonki basah halus di
6. Ro thorax AP/lat (D) besok
kedua lapang paru
Selasa, 15 September2015
Subyektif Obyektif Assessment Planning
Batuk Ku: Sedang TB paru 1. OAT
berdahak ↓ TD : 100/70 IMC (B20) KDT (3 tablet) + etambutol 300mg
Heart Rate : 116 x / menit 2. ARV 2x2 ½ tab
RR: 36 x/menit
Tax: 36,7 °C
BB= 16 kg
rhonki basah halus di
kedua lapang paru,
>>kanan
75
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien perempuan, 7 tahun 3 bulan, datang dengan keluhan
BAB cair sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya pasien sempat dirawat di Rumah
Sakit Bhayangkara selama 2 hari dengan keluhan yang sama (BAB cair),
pasien di rawat inap di Rumah Sakit RISA selama 7 hari. 2 hari setelah keluar dari
Rumah Sakit RISA pasien kembali mengeluhkan keluhan yang sama (BAB cair)
Mencret yang dialami sudah terjadi >14 hari disertai dengan penurunan
penyebab diare kronis, baik infeksi maupun non infeksi akan menyebabkan
rangkaian proses yang pada akhirnya memicu kerusakan mukosa usus dan
Pasien memiliki riwayat TB pada tahun 2014. Kata bapak pasien sudah
dinyatakan sembuh oleh dokter di suatu Puskesmas. Namun pada tahun 2015
pasien mengeluhkan batuk kembali sehingga pasien di bawa ke Poli anak RSUP
NTB dan dinyatakan kambuh. Pasien diberikan pengobatan TB (OAT) lagi pada
bulan April 2015. Riwayat TB (+) pada sepupu pasien yang berusia 3 tahun
namun saat ini sudah dinyatakan sembuh. Selain itu juga bapak pasien memiliki
ibu pasien yang memiliki riwayat sariawan berulang setelah menikah, serta
76
Berdasarkan keluhan dan riwayat TB yang dimiliki pasien, pasien
pasien termasuk dalam klasifikasi putus berobat (lost to follow up), karena
TB paru adalah hasil rontgen toraks yang dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2015
(KP dextra) dan 2 September 2015 (TB Paru (lama) aktif/relaps/reinfeksi). Terapi
TB yang diberikan pada pasien ini adalah 2HRZE/10HR dalam bentuk Kombinasi
Dosis Tetap (KDT yang berisi HRZ). Berat badan pasien 15kg sehingga
Dengan adanya riwayat bapak dan ibu seperti yang dijelaskan diatas,
disertai adanya diare persisten dan TB paru (yang hanya dapat terjadi apabila
dengan hasil CD4+ 53c/μl, dimana angka tersebut sangat rendah dibandingkan
dengan nilai normalnya yang berkisaran 500-1500 c/μl. Dengan hasil tersebut,
IMC lebih mudah mengalami infeksi, hal tersebut yang menyebabkan diare
persisten dan TB paru pada pasien. Pada pasien IMC perlu diberikan terapi Anti
Retro Viral (ARV). Pada pasien ini diberikan ARV seminggu setelah pengobatan
77
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta
78