LP Omsk
LP Omsk
Oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,
antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran
napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ket elinga tengah melalui
tubaeustachius (Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif, 2013).
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana
terjadi peradangan kronis dari telinga tengah, mastoid dan membran timpani tidak intak
(perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan
apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih (Fung, K, 2004).
OMSK adalah infeksi di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental,
bening atau berupa nanah (Efiaty, 2007).
B. EPIDEMIOLIGI
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain disebabkan, kondisi sosial,
ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, higiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan
melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom,
tetapi tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data
yang tersedia. Otitis media kronis merupakan penyakit THT yang paling banyak di
negara sedang berkembang. Di negara maju seperti Inggris sekitar 0, 9% dan di Israel
hanya 0, 0039%. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK berkisar
antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada populasi di Eskimo (12-46%),
sedangkan prevalensi terendah terdapat pada populasi di Amerika dan Inggeris kurang
dari 1% (Lasminingrum L, 2000).
C. ETIOLOGI
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi
tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada
anak dengan cleft palate dan down’s syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan
insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Penyebab OMSK
antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal
yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem
sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui
apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora
tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran napas bagian atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini
belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustacius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada
telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba
eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan
tekanan negatif menjadi normal.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari OMSK masih belum diketahui secara pasti, tetapi dalam hal ini
diduga merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang
sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi
sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah.
Otitis media sering diawali dengan penyumbatan pada saluran eustasius yang terjadi
akibat infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar
ke telinga tengah. Penyumbatan ini juga dapat diakibatkan oleh tumor. Saat bakteri
melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan
datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dan menyumbat saluran eustasius. Selain itu pembengkakan
jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di
telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga
dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami
umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat
menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal).
Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu
banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
E. KLASIFIKASI
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala
klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas,
pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh
yang rendah, di samping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat
perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Secara klinis penyakit
tubotimpani terbagi atas:
a. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan
infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang di mana kuman
masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen.
Ukuran perforasi bervariasi dan jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga
luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan
penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk
mengontrol infeksi.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri
dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu
kolesteatom kongenital dan kolesteatom didapat.
a. Kolesteatom kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital adalah:
1) Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
2) Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3) Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf
berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
b. Kolesteatom didapat
1) Primary acquired cholesteatoma.
Koelsteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida
2) Secondary acquired cholesteatoma.
Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis biasanya
bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian
posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk ke kavum
timpani melalui perforasi membran timpani atau kantong retraksi membran timpani pars
tensa.
Oleh karena tuba tertutup terjadi retraksi dari membrane plasida, akibat pada tempat ini
terjadi deskuamasi epitel yang tidak lepas, akan tetapi bertumpuk di sini. Lambat laun
epitel ini hancur dan menjadi kista. Kista ini tambah lama tambah besar dan tumbuh terus
kedalam kavum timpani dan membentuk kolesteatom. Ini dinamakan “primary acquired
cholesteatom” atau genuines cholesteatom”. Mula-mula belum timbul peradangan, lambat
laun dapat terjadi peradangan. Primary dan secondary acquired cholesteatom ini
dinamakan juga “pseudo cholesteatoma, oleh karena ada pula congenital kolesteatom. Ini
juga merupakan suatu lubang dalam tenggorok terutama pada os temporal. Dalam lubang
ini terdapat lamel konsentris terdiri dari epitel yang dapat juga menekan tulang sekitarnya.
Beda kongenital kolesteatom, ini tidak berhubungan dengan telinga dan tidak akan
menimbulkan infeksi.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya di jumpai tuli
konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom,
dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai
kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran
masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan
pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai
tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara
sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi
karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa
terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf
berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kokhlea.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang
mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang
oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan
vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
I. KOMPLIKASI
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya
yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Tendensi otitis
media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan
otorea. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu
otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe
benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial yang serius
lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan
kolesteatom. Adam dkk mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:
1. Komplikasi di telinga tengah yaitu perforasi persisten, erosi tulang pendengaran dan
paralisis nervus fasial.
2. Komplikasi telinga dalam yaitu fistel labirin, labirinitis supuratif dan tuli saraf
(sensorineural).
3. Komplikasi ekstradural yaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis dan
petrositis.
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat yaitu meningitis, abses otak dan hidrosefalus
otitis.
I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data yang muncul saat pengkajian:
1. Sakit telinga/nyeri
2. Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
3. Tinitus
4. Perasaan penuh pada telinga
5. Suara bergema dari suara sendiri
6. Vertigo, pusing.
7. Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
8. Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
9. Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
10. Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
11. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya.
B. DIAGNOSA
1. Nyeri akut b/d agen cedera fisik.
2. Hipertermi b/d infeksi pada telinga tengah dan tuba eutachius ditandai dengan
suhu tubuh meningkat.
3. Kurang pengetahuan b/d kurang terpajan terhadap informasi.
4. Risiko perdarahan
5. Risiko infeksi
6. Risiko jatuh
C. TINDAKAN KEPERAWATAN
No. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Label NIC :
agen cedera fisk asuhan keperawatan … x 24 NIC:Menejemen Nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri
jam pada pasien dengan nyeri
secara komprehensif
dapat teratasi dengan kriteria dengan pengkajian
PQRST dengan
hasil :
menggunakan komunikasi
Label NOC : terapeutik
2. Ajarkan prinsip
Noc : Kontrol Nyeri
manajemen nyeri yaitu
1. Mengenali kapan
dengan teknik nafas
terjadinya nyeri
dalam dan istirahat
2. Menggambarkan faktor
dengan posisi yang
penyebab
nyaman
3. Menggunakan tindakan
3. Tingkatkan periode tidur
pengurangan nyeri tanpa
tanpa gangguan
analgesik
4. Mengenali apa yang
terkait dengan gejala
NIC:Menejemen
nyeri
Pengobatan
5. Melaporkan nyeri yang
1. Tentukan obat apa yang
terkontrol diperlukan dan kelola
menurut resep
NOC : Tingkat Nyeri 2. Monitor efek samping obat
1. Tidak adanya nyeri yang 3. Monitor interaksi obat
dilaporka yang nonterapeutik
2. Ekpresi wajah yang rileks
3. Tidak ada ketegangan
otot
4. Tidak ada agitasi
3 Hipertermi Setelah dilakukan asuhan NIC Label:
keperawatan selama …x24 Perawatan Demam
jam diharapkan suhu tubuh a. Monitor suhu sesering
pasien normal dengan kriteria mungkin’
hasil : b. monitor IWL
1 Suhu tubuh pasien c. Monitor warna dan
dalam rentang normal suhu kulit
2 Nadi dan RR dalam d. Monitor tekanan darah,
rentang normal nadi dan RR
3 Tidak ada perubahan e. Monitor WBC, Hb,
warna kulit dan tidak HCT
ada pusing f. Monitor intake dan
output
g. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
h. Kolaborasi pemberian
obat antipiretik
4 Defisit Setelah dilakukan tindakan Label NIC :
Pengetahuan asuhan keperawatan …x… Pengajaran : Proses Penyakit
1. Kaji tingkat pengetahuan
berhubungan jam pada pasien dengan klien terkait proses
dengan kurang defisit pengetahuan dapat penyakit
2. Jelaskan patofiologi
informasi teratasi dengan kriteria hasil : penyakit dan
hubungannya dengan
Label NOC : anatomi dan fisiologi,
Pengetahuan : Proses Penyakit sesuai kebutuhan.
a. Mengetahui faktor 3. Jelaskan megenai tanda
penyebab terjadinya dan gejala yang umum
penyakit. dari penyakit, sesuai
b. Mengetahui faktor resiko kebutuhan.
terjadinya penyakit 4. Eksplorasi dengan klien
c. Mengetahui efek fisiologis apakah dia telah lakukan
dari penyakit. sebagai manajemen gejala.
d. Mengetahui tanda dan gejala 5. Identifikasi kemungkinan
genyakit. panyebab, sesuai
e. Mengetahui proses kebutuhan.
perjalanan penyakit 6. Berikan informasi pada
biasanya klien mengenai
f. Mengetahui strategi untuk kondisinya, sesuai
meminimalkan kebutuhan
perkembangan penyakit. 7. Jelaskan komplikasi
g. Mengetahui komplikasi dari kronik yang mungkin ada
penyakit. 8. Edukasi dan intruksikan
klien mengenai tindakan
untuk
mengontrol/meminimalka
n gejala
4 Risiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan NIC Label: Bleeding
asuhan keperawatan …x… Precaution
jam pada pasien iharapkan 1. Monitor tanda dan gejala
tidak terdapat tanda-tanda perdarahan yang
perdarahan dengan kriteria berlebihan
hasil : 2. Monitor vital sign
Label NOC : Blood Loss 3. Monitor adanya
Severrity perdarahan tertutup
1. Tidak terlihat kehilangan 4. Hindari memasukkan
darah berlebihan benda asing ke daerah
2. Tekanan darah dalam dalam telinga yang
batas normal (100-140/60- menyebabkan
90) perdarahan
3. Nadi dalam batas normal 5. Instruksikan pasien atau
(60-100 kali/menit) keluarga untuk
4. Tidak terjadi penurunan memperhatikan tanda
Hb perdarahan.
5 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Infection
asuhan keperawatan …x… Control
jam pada pasien iharapkan 1. Inspeksi kulit dan
tidak terdapat tanda-tanda membrane mukosa
infeksi dengan kriteria hasil : terhadap kemerahan,
Label NOC : Infection kehangatan ekstrem
Severity atau drainase
1. Tidak terdapat tanda 2. Monitor suhu tubuh
kemerahan pasien
2. Suhu tubuh pasien stabil 3. Tingkatkan asupan
3. Pasien tidak mengalami cairan dengan tepat
demam 4. Ajarkan keluarga
4. WBC dalam batas mengenai tanda dan
normal (4000- gejala infeksi dan
11000/mm3) anjurkan untuk
melaporkan apabila
terdapat tanda dan
gejala infeksi
5. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
cara cuci tangan
dengan tepat
5 Risiko jatuh Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Fall Prevention
asuhan keperawatan …x… 1. Lakukan pengkajian
jam pada pasien diharapkan risiko pasien jatuh
pasien tidak jatuh dengan 2. Komunikasikan dengan
kriteria hasil : keluarga faktor-faktor
1. Dapat mempertahankan yang dapat
orientasi pada tempat, menyebabkan pasien
waktu dan orang jatuh
2. Tidak jatuh ketika 3. Monitor kekuatan,
berdiri keseimbangan dan
3. Tidak jatuh ketika kelemahan saat pasien
berjalan berdiri, berjalan, atau
4. Tidak jatuh dari tempat berpindah dari satu
tidur tempat ke tempat lain
5. Tidak jatuh saat 4. Pastikan roda bed
berpindah dari satu terkunci, terpasang
tempat ke tempat lain pengaman di kedia sisi
tempat tidur
5. Edukasi pasien dan
keluarga mengenai
faktor risiko jaruh
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria. M, et al. (2013). Nursing Intervention Clasification (NIC) Edisi Keenam.
United States of America : Elsevier
Efiaty, Nurbaiti, Jenny, Ratna. 2007. Buku Ajar Ilm Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan, Kepala dan Leher Ed. 6. Jakarta: FKUI
Fung, K. 2004. Otitis Media Cronik. http://www.medline.com
Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda NIC NOC. Jakarta: Mediaction Publishing
M. Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Moorhead, Sue. et al. 2013. Nursing Outcomes Clasification (NOC) Edisi Kelima. United
States of America : Elsevier
Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.
Jakarta : EGC
Smetlzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3 Ed 8. Jakarta: EGC