Anda di halaman 1dari 42

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa penulis panjatkan atas selesainya
penyusunan buku Analisis Stuktur Statik Tidak Tertentu ini.
Buku ini diharapkan dapat membantu mahasiswa Teknik Sipil, untuk lebih
memahami materi Analisis Stuktur Statik Tidak Tertentu. Buku ini menekankan pada
analisis dengan Metode Fleksibiltas, Metode Slope Deflection, Metode Distribusi
Momen, Metode Deformasi Konsisten, dan Metode Kerja Maya. Perlu penulis
kemukakan, bahwa hanya dengan mempelajari diktat ini pengertian yang diperoleh
masih jauh dari kurang, sehingga perlu untuk membaca referensi-referensi yang lain.
Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan staf pengajar Fakultas
Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta, yang telah membantu memberi dorongan
dan saran untuk menyusun diktat ini. Segala saran dan kritik yang membangun akan
penulis terima dengan senang hati demi perbaikan-perbaikan yang perlu.

Yogyakarta, September 2001


Penyusun,

Haryanto Yoso Wigroho

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. Ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… iii

I. PENDAHULUAN
I.1. Umum …………………………………………………………………….. 1
I.2. Aksi dan perpindahan ………………………………………………….…. 2
I.3. Keseimbangan ………………………………………………………..…… 4
I.4. Kesepadanan …………………………………………………..………….. 4
I.5. Ketidak-tentuan Statis ……..…………………………..…………………. 4
I.6. Ketidak-tentuan Kinematis …………………….………………………… 6
I.7. Persamaan Derajad Ketidak-tentuan ……..………………………………. 7
I.8. Metode Energi ……………………………………………………………. 9
I.9. Metode Kerja Maya ………………………………………………………. 16

II. METODE FLEKSIBILTAS


II.1. Persamaan Aksi dan Perpindahan ………………………………………. 19
II.2. Matrik Fleksibilitas ……………………………………………………… 20
II.3. Metode Fleksibilitas pada Balok ………………………………………… 23
II.4. Metode Fleksibilitas pada Portal ………………………………………… 29
II.5. Metode Fleksibilitas pada Rangka Batang (Truss) ……………………… 33

III. METODE “SLOPE DEFLECTION”


III. 1. Umum ………………………………………………………………….. 36
III.2. Momen Jepit Ujung (Momen Primer) …………………………………. 36
III.3. Persamaan Slope Deflection ……………………………………………. 38
III.4. Metode Slope Deflection Tanpa Translasi Joint ……………………..… 40
III.5. Metode Slope Deflection Dengan Translasi Joint ………………….....… 47

IV. METODE DISTRIBUSI MOMEN


IV. 1. Umum …………………………………………………………………. 57
IV. 2. Momen Primer ….…………………………………………………….. 57
IV. 3. Kekakuan dan Faktor Distribusi ……………………………………….. 58
IV. 4. Faktor Pindahan dan Momen Pindahan ……………………………… 60
IV. 5. Proses Penguncian dan Pelepasan Untuk Satu Joint …………………. 61
IV. 6. Proses Penguncian dan Pelepasan Dua Joint Atau Lebih …………….. 63
IV. 7. Metode Distribusi Momen Dengan Translasi Joint …………………… 66
iii
V. STRUKTUR GABUNGAN
V. 1. Umum …………………………………………………………………. 78
V. 2. Analisis Struktur Gabungan Dengan Metode Consistent Deformation ... 78
V. 3. Analisis Struktur Gabungan Dengan Metode Kerja Minimum ………... 81

VI. GARIS PENGARUH


VI. 1. Umum …………………………………………………………………. 83
VI. 2. Prinsip Müller-Breslau ………………………………………………… 85

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 93

iv
I. PENDAHULUAN

I.1. Umum
Secara umum struktur yang dimaksud dalam analisis struktur ialah struktur
rangka, dan dibagi menjadi : balok, rangka batang (truss) bidang dan ruang, portal
(frame) bidang dan ruang, kemudian balok grid (balok silang). Jenis struktur ini dapat
dijelaskan seperti pada gambar I.1, dan kategori ini dipilih karena masing-masing
merupakan jenis struktur yang mempunyai ciri-ciri tersendiri. Untuk analisis struktur
pada setiap kategori cukup berbeda, sehingga perlu dibahas secara terpisah.
Setiap struktur rangka terdiri batang-batang yang panjangnya jauh lebih besar
dibandingkan dengan ukuran penampang lintangnya. Titik kumpul ( joint) struktur dapat
berupa titik pertemuan batang, tumpuan maupun ujung bebas. Tumpuan dapat berupa
jepit, sendi atau rol, dan dalam kondisi tertentu tumpuan dapat bersifat elastis (semi
kaku).

Gambar I.1. Jenis struktur : (a) balok, (b) rangka batang bidang, (c) rangka batang
ruang, (d) balok silang, (e) portal bidang dan (f) portal ruang.

1
Pertemuan antara batang-batang (joint) dapat merupakan pertemuan yang sifatnya
kaku (rigid), dapat juga merupakan pertemuan engsel (sendi). Pada struktur balok,
portal (frame) bidang/ruang joint merupakan pertemuan yang kaku, sedangkan pada
struktur rangka batang (truss) bidang/ruang joint merupakan pertemuan sendi. Sehingga
pada struktur rangka batang (truss) gaya-gaya dalam elemen yang terjadi hanya gaya
aksial saja, sedangkan gaya-gaya yang terjadi pada struktur balok maupun portal dapat
berupa gaya aksial, momen lentur, gaya geser dan torsi.
Pada pembahasan selajutnya strutkur yang ditinjau dianggap terdiri dari batang
prismatis, atau dengan kata lain setiap batang mempunyai sumbu yang lurus, yang
seragam diseluruh panjang batangnya. Untuk struktur dengan batang tidak prismatis
akan dibahas pada analisis struktur yang lain.
I.2. Aksi dan perpindahan
Aksi dan perpindahan digunakan untuk menjabarkan konsep dasar tertentu dalam
analisis struktur. Suatu aksi (gaya) biasanya berupa gaya atau kopel tunggal, tetapi aksi

dapat jugatersebut.
aksi-aksi merupakan gabungan antara gaya dan kopel, beban merata atau gabungan
Selain aksi luar pada struktur, ada juga aksi dalam struktur, yang merupakan
resultante distribusi tegangan dalam yang meliputi : momen lentur, gaya geser, gaya
aksial dan momen puntir (torsi). Pada gambar I.2 balok kantilever dibebani pada ujung
B dalam bentuk aksi P1 dan M1, pada ujung jepit A akan terjadi gaya dan momen reaksi
yang diberi notasi RA dan MA yang digambarkan dengan tanda panah dan garis miring.
Untuk menghitung gaya aksial N, momen lentur M dan gaya geser V pada suatu
potongan balok, misalnya di tengah bentang, perlu ditinjau keseimbangan statis suatu
bagian balok, salah satu cara misalnya dengan diagram benda bebas (free body
diagram) setengah bagian kanan balok seperti pada gambar I.2.(b)

Gambar I.2. Balok Kantilever


Beberapa contoh perpindahan balok prismatis yang disebabkan oleh aksi tertentu pada
balok diberikan pada Tabel I.1.

2
Tabel I.1. Perpindahan Balok Prismatis

No. Balok Translasi Rotasi

1. 5wL 4
wL3
c   A   B 
384EI 24 EI

2. PL3 PL2
c   A   B 
48EI 16 EI

3. c  0 ML
 A B 
24 EI

4. ML2 ML
c  A 
16 EI 6 EI
ML
B  
3EI
5. wL4
wL3
B  B 
8EI 6 EI

6. PL2
PL3 B 
B  2 EI
3EI

ML
7. ML2 B 
B  EI
2 EI

Pb
8.
C 
Pb A 
6 EIL
L2
 b2 
6 EIL
L
2

 b2 a  a3  Pa
B  
6 EIL
L 2
 a2

3
I.3. Keseimbangan
Tujuan analisis struktur ialah untuk menentukan berbagai aksi pada struktur,
seperti reaksi tumpuan dari resultante tegangan (momen lentur, gaya geser dan
sebagainya). Penyelesaian yang tepat untuk besaran tersebut harus memenuhi syarat
keseimbangan statis, yang bukan hanya untuk keseluruhan struktur, tetapi juga untuk
setiap bagian struktur sebagai benda bebas.
Misalnya ditinjau benda bebas yang menahan beberapa aksi. Resultante semua aksi
ini dapat berupa gaya, kopel, atau keduanya. Jika benda bebas tersebut berada dalam
keseimbangan statis, maka resultante vektor gaya dan vektor momen harus nol. Vektor
dalam ruang dapat diuraikan dalam ketiga komponen sumbu yang saling tegak lurus,
misalnya arah X, Y dan Z. Jika resultante gaya dan resultante momen sama dengan nol,
maka persamaan keseimbangan statis adalah :
 Fx = 0  Fy = 0  Fz = 0
 Mx = 0  My = 0  Mz (1-1)

Enam persamaan tersebut merupakan persamaan keseimbangan statis dalam tiga


dimensi yang dapat diterapkan pada sembarang benda bebas seperti struktur secara
keseluruhan, bagian dari struktur, batang tunggal atau titik kumpul struktur.
Apabila benda bebas ditinjau pada suatu bidang, dan semua vektor kopel tegak
lurus pada bidang yang bersangkutan, maka hanya ada tiga persamaan keseimbangan.
Misalnya ditinjau benda bebas pada bidang X-Y, maka akan diperoleh persamaan
keseimbangan :
 Fx = 0  Fy = 0 =0Mz (1-2)
karena persamaan  Fz = 0 ,  Mx = 0 dan  My = 0 dengan sendirinya telah
terpenuhi.
I.4. Kesepadanan
Syarat kesepadanan menyatakan kontinuitas perpindahan di seluruh bagian
struktur, dan kadang-kadang disebut syarat geometris. Syarat kesepadanan ini harus

dipenuhi kumpul (joint


konsisten pada
semua titik tumpuan, ). Padapada
tumpuan, perpindahan
jepit tidakstruktur
harus
dengan kondisi misalnya tumpuan akan terjadi
translasi dan rotasi sumbu batang. Pada bagian dalam struktur, misalnya pada titik
kumpul struktur yang dihubungkan kaku (rigid), translasi dan rotasi kedua batang harus
sama besarnya.
I.5. Ketidak-tentuan Statis
Tujuan analisis struktur secara umum ialah untuk menentukan reaksi tumpuan dan
resultante tegangan dalam. Apabila kedua hal tersebut dapat ditentukan dengan
persamaan statika, maka struktur bersifat statis tertentu.

4
Pada umumnya struktur dalam praktek bersifat statis tak tertentu. Ketidak-tentuan
struktur dapat bersifat luar, dalam atau keduanya. Suatu struktur disebut tidak tertentu
luar apabila jumlah komponen reaksinya melebihi jumlah persamaan keseimbangan.
Oleh karena itu, pada struktur ruang akan bersifat statis tak tertentu bila jumlah
komponen reaksinya lebih dari enam, dan pada struktur bidang bersifat statis tak
tertentu jika jumlah komponen reaksinya lebih dari tiga. Gambar I.3 merupakan contoh
struktur statis tak tertentu luar.

R1
R1
R2
R3 R4
R2 R3 R4

(a) (b)

Gambar I.3. Struktur statis tak tentu luar

Karena jumlah persamaan keseimbangan statis hanya tiga, maka ada satu gaya kele-
bihan yang tidak dapat dihitung dengan persamaan statika, sehingga struktur pada
gambar I.3 bersifat statis tak tertentu luar.
Pada beberapa struktur dibuat sedemikian rupa, sehingga resultante tegangan pada
penampang tertentu dibuat sama dengan nol. Syarat ini menambah sebuah persamaan
keseimbangan statis, dan dapat untuk menentukan sebuah komponen reaksi yang lain.
Struktur pada gambar I.4. secara eksternal bersifat statis tertentu, tetapi secara
internal bersifat statis tak tertentu. Rangka batang (truss) pada gambar I.4(a), gaya
batangnya tidak dapat dihitung hanya dengan persamaan statika. Apabila salah satu
batang diagonal dihilangkan (dipenggal), gaya-gaya batang dapat dihitung dengan
persamaan statika. Jadi rangka batang tersebut bersifat statis tak tertentu dalam. Portal
(frame) pada gambar I.4(b) bersifat statis tak tertentu dalam berderajad tiga, dan akan
menjadi statis tertentu bila salah satu batangnya dipenggal, misalnya batang CD.
Pemenggalan batang CD ini merupakan pelepasan (release) tiga buah resultante
tegangan yaitu : gaya aksial, gaya geser dan momen lentur. Jumlah pelepasan yang
dibutuhkan agar struktur menjadi statis tertentu merupakan derajad ketidak tentuan.

5
Gambar I.4. Struktur statis tak tertentu dalam

I.6. Ketidak-tentuan Kinematis


Bila suatu struktur yang terdiri dari beberapa batang dibebani, maka titik-titik
kumpul (joint) akan mengalami perpindahan dalam bentuk putaran sudut dan

translasi . Suatu sistem


bernilai sembarang dan perpindahan jointyang
bebas terhadap disebut bebas,Jumlah
lainnya. bila setiap perpindahan
perpindahan joint dapat
yang
bebas pada struktur disebut derajad ketidak-tentuan kinematis atau jumlah derajad
kebebasan. Jumlah ini sama dengan jumlah derajad kebebasan yang berupa putaran
sudut dan translasi (kebebasan goyangan).
Gambar I.5 merupakan contoh portal untuk menetukan jumlah derajad kebebasan.
Joint A dan D adalah jepit, joint B dan C masing-masing mempunyai tiga komponen
perpindahan yaitu : translasi arah horisontal, vertikal dan putaran sudut. Jika perubahan
panjang batang akibat gaya aksial diabaikan, keenam perpindahan akan saling
bergantung, karena translasi joint B dan C arahnya tegak lurus terhadap arah batang
semula. Jika suatu nilai sembarang diberikan pada salah satu arah per-pindahan
translasi, maka tiga perpindahan lainnya dapat ditentukan dengan hubungan geomteris.
Contoh portal Gambar I.5 tersebut mempunyai putaran sudut pada joint B dan C
saling tidak tergantung, tetapi perpindahan translalsi pada joint B dan C saling ter-
gantung. Jadi portal tersebut mempunyai dua derajad kebebasan putaran sudut di B dan

C, dan satutiga.
berderajad derajad
Jika kebebasan
perubahan goyangan, sehingga
bentuk aksial tidakketidak-tentuan kinematisnya
diabaikan, maka keempat
perpindahan translasi tidak saling bergantung, dan derajad ketidak-tentuan
kinematisnya menjadi enam.
Ketidak-tentuan kinematis dan ketidak-tentuan statis tidak boleh dirancukan satu
dengan yang lain. Sebagai contoh portal pada gambar I.5(a) mempunyai enam
komponen reaksi di A dan D, sehingga derajad ketidak-tentuan statisnya tiga. Jika
jepitan di A diganti sendi, maka derajad ketidak-tentuan statisnya akan berkurang satu.
Tetapi hal ini akan memyebabkan terjadinya putaran sudut (rotasi) di A, sehingga
derajad ketidak-tentuan kinematisnya bertambah satu. Pada umumnya dengan pelepasan
derajad ketidak-tentuan statis akan menambah derajad ketidak-tentuan kinematis. Oleh

6
karena itu semakin besar ketidak-tentuan statis, akan semakin memudahkan dalam
analisis struktur dengan metode perpindahan.

Gambar I. 5. Ketidak-tentuan Kinematis Portal Bidang

I.7. Persamaan Derajad Ketidak-tentuan


Untuk menentukan derajad ketidak-tentuan berbagai macam struktur dapat
dilakukan dengan cara pemeriksaan atau dengan menentukan jumlah pelepasan yang
diperlukan untuk membuat struktur menjadi statis tertentu. Pada struktur yang jumlah
batangnya banyak, pendekatan semacam itu akan menjadi sulit, sehingga penggunaan
prosedur yang formal akan lebih banyak membantu.
Pada struktur rangka batang (truss) bidang dengan m buah batang dan j buah joint
(termasuk tumpuan). Jumlah gaya yang tidak diketahui ialah tiga kompo-nen reaksi dan
gaya pada setiap batang, yaitu 3 + m. Pada tiap joint terdapat persamaan keseimbangan
 Fx = 0 dan  Fy = 0, penjumlahan ini adalah untuk seluruh komponen gaya, baik
gaya dalam maupun gaya yang di luar struktur. Sehingga jumlah persamaam
keseluruhan adalah 2 j.
Pada struktur statis tertentu, jumlah persamaan statika sama dengan jumlah yang
tidak diketahui, ialah :
+3 2j=m (1-3)
Apabila struktur dalam kondisi stabil, jumlah batang dan jumlah komponen reaksi r
dapat ditukar, sehingga secara keseluruhan syarat
2j=m+r (1-4)
harus dipenuhi agar struktur bersifat statis tertentu.

7
Dengan demikian derajad ketidak-tentuan struktur dapat dituliskan dengan
i = (m + r)  2 j (1-5)

Gambar I. 6. Gaya-gaya ujung pada rangka, (a) rangka batang (truss),


(b) portal bidang dan (c) portal ruang

Pada rangka batang ruang, tiga persamaan keseimbangan ialah seperti pada
persamaan (1-1) :  Fx = 0 ,  Fy = 0 dan  Fz = 0, sedangkan jumlah persamaaan
keseluruhan adalah 3 j , dan syarat statis tertentu ialah :
3j=m+r (1-6)
Sehingga derajad ketidak-tentuannya ialah :

i = (m + r)  3 j (1-7)
Persamaan seperti (1-5) dan (1-7) dapat juga diturunkan untuk portal dengan joint
yang kaku. Pada portal bidang, setiap joint kaku mempunyai dua persamaan gaya dan
satu persamaan momen. Resultante tegangan pada setiap batangnya dapat ditentukan
bila tiga dari enam gaya ujung diketahui, sehingga tiap batang memberi-kan tiga gaya
dalam yang tidak diketahui. Suatu portal bidang yang kaku akan bersifat statis tertentu,
jika
3j=3m+r (1-8)
Derajad ketidak-tentuannya ditentukan dengan

8
i = (3 m + r)  3 j (1-9)
Dalam persamaan (1-9) ini j adalah jumlah semua joint yang kaku termasuk tumpuan,
dan m adalah jumlah batang.
Pada portal ruang, tiap joint yang kaku mempunyai tiga persamaan gaya dan tiga
persamaan momen. Resultante tegangan di setiap batang dapat ditentukan apa-bila
enam dari duabelas gaya diketahui, sehingga setiap batang memberikan enam gaya
yang tidak diketahui. Portal ruang bersifat statis tertentu apabila :
6j=6m+r (1-10)
dan derajad ketidak-tentuannya ditentukan dengan
i = (6 m + r)  6 j (1-11)

I. 8. Metode Energi

Dalam ilmu mekanika energi didefinisikan sebagai kapasitas untuk melakukan


kerja, dan kerja adalah hasil kali suatu gaya dengan jarak kearah gerak gaya. Pada
benda padat yang berdeformasi (berubah bentuk), tegangan yang dikalikan dengan luas
adalah gaya, sedangkan deformasi adalah jarak. Hasil kali kedua besaran ini meru-
pakan kerja dalam ( internal work) yang dilakukan oleh benda akibat gaya luar. Kerja
dalam ini disimpan dalam benda sebagai energi deformasi elastis dalam atau energi
regangan elastis (elastic strain energi). Kemudian dengan menggunakan azas
kekekalan energi dan menyamakan kerja dalam dan kerja luar akan diperoleh defleksi
batang yang dibebani aksial, lenturan dan geser.
Pemecahan masalah dengan menyamakan kerja luar dan kerja dalam, terbatas pada
kejadian hanya satu gaya saja yang bekerja pada batang. Oleh karena itu prosedur yang
umum digunakan ialah dengan kerja maya (virtual work).
Pada gambar I.7(a) ditinjau sebuah elemen kecil tak berhingga, yang mengalami
tegangan normal x . Gaya yang bekerja pada permukaan kanan atau kiri elemen ialah
ialah x dy dz , dengan dy dz adalah luas kecil tak berhingga dari elemen tersebut.
Karena gaya tersebut elemen akan bertambah panjang/pendek sebesar x dx, dengan x
adalah regangan pada arah x. Bila elemen tersebut terdiri dari bahan yang elastis linier,
maka tegangan akan sebanding dengan regangan, seperti ditunjukkan pada gambar
I.7(b). Apabila gaya yang diberikan berangsur-angsur dari nol sampai besaran tertentu,
maka gaya rata-rata yang bekerja pada elemen ketika terjadi deformasi besarnya adalah
x dy dz / 2. Gaya rata-rata ini jika dikalikan dengan jarak yang ditempuh akan
merupakan kerja yang dilakukan pada elemen tersebut. Pada benda yang elastis
sempurna tidak ada energi yang hilang, sedang kerja yang dila-kukan pada elemen
disimpan sebagai energi regangan dalam yang dapat dikembali-kan. Jadi energi
regangan dalam, diberi notasi U, untuk sebuah elemen kecil tak berhingga yang
mengalami tegangan arah sumbu tunggal ( uniaxial) dapat dituliskan sebagai :

9
dU    x dy dz  x dx    x  x dx dy dz   x  x dv
1 1 1
(1-12)
2  2 2
dengan dv adalah volume elemen.

Gambar I. 7. Elemen dan Energi Regangan

Dengan menyusun kembali persamaan (1-12), akan diperoleh energi regangan


yang disimpan dalam sebuah benda elastis per-satuan volume bahan, atau kerapatan
energi regangannya (strain energy density) Uo . Sehingga :
dU  x  x
Uo   (1-13)
dV 2
Pernyataan ini secara grafis dapat ditafsirkan sebagai luas dibawah garis miring pada
diagram tegangan-regangan pada gambar I.7(b). Sedangkan luas yang dibatasi oleh
garis miring dan sumbu tegangan pada digarm tersebut disebut energi komplementer
(complementary energy), yang diberi notasi U*. Untuk bahan yang elastis linier U=U*,
sedangkan untuk bahan yang tidak elastis linier seperti pada gambar I.7(c) U  U*.
Pada benda yang elastis akan berlaku Hukum Hooke, sehingga x = E  x , maka
persamaan (1-13) dapat ditulis :
2 2

U o  dU  E x   x (1-14)
dV 2 2E
 x2
atau U  dV (1-15)
v
2E

Pada bahan tertentu substitusi nilai tegangan pada batas proporsional ke-
persamaan (1-14) akan memberikan indeks kemampuan bahan untuk menyimpan atau
menyerap energi tanpa deformasi permanen. Besaran yang diperoleh tersebut dina-
makan Modulus Kelentingan (Modulus of Resilience) dan digunakan untuk mem-
bedakan bahan-bahan dengan mempertimbangkan pemakaian energi yang harus diserap

10
oleh bahan. Sebagai contoh baja yang mempunyai kuat proporsianal 200 MPa dan
modulus E = 2 . 105 MPa, akan mempunyai modulus kelentingan sebesar :

2 (200) 2
  0,10 Nmm/mm3
2E 2( 2.105 )

Dengan pertimbangan yang sama, luas dibawah diagram tegangan-regangan yang


lengkap akan memberikan suatu pengukuran kemampuan bahan untuk menahan beban
energi sampai patah (rusak). Hal ini disebut ketangguhan (toughness). Se-hingga
makin besar luas total yang ada dibawah diagram tegangan-regangan, makin tangguh
bahan tersebut. Dalam daerah tak elastis, hanya sebagian kecil energi yang dapat
diserap oleh bahan dan dapat dikembalikan lagi. Kebanyakan energi tersebut tersebar
kedalam bahan yang berdeformasi permanen dan hilang menjadi panas. Hal ini
ditunjukkan seperti pada gambar I.7(c).

Contoh 1-1 : Dua batang elastis yang ukurannya seperti pada gambar I.8, harus
menyerap jumlah energi yang sama akibat gaya aksial dengan mengabaikan adanya
konsentrasi tegangan.

Gambar I. 8. Elemen Contoh 1-1

Elemen pada gambar I. 8(a) mempunyai luas penampang sama, sehingga :


2 2 2
U 1   1 dV  1  dV  1 ( AL)
v
2E 2E v 2E
Elemen pada gambar I.8(b) mempunyai penampang yang berbeda. Apabila 2 bekerja
pada batang yang bawah, maka tegangan yang bekerja pada batang bagian atas adalah
(1/2) 2 , sehingga :

11
2  22  2 2 2
U2   dV   dV   dv
v
2E 2E bawah
2E atas
2
 22  AL   2 2   2
3L    5 
    2 A   2  AL 
2E  4  2E  4  2E  8 
Bila kedua elemen menyerap energi yang sama, maka U1 = U2 dan

 12  22  5 
( AL)   AL    2  1,265  1
2E 2E  8 
Pembesaran luas penampang pada sebagian elemen dalam kasus (b) sebenarnya
tidak menguntungkan, karena untuk beban energi yang yang sama, tegangan pada
batang yang diperbesar adalah 26,6 % lebih besar daripada batang yang tidak
diperbesar.
Energi regangan elastis pada balok dengan beban lentur murni dapat juga
diperoleh seperti pada balok yang dibebani aksial. Untuk kasus ini tegangan normal
diketahui bervariasi linier dari sumbu netral sampai ketepi luar balok. Pada gambar I.9
tegangan elemen adalah dx dA , dengan dx adalah panjang elemen dan dA adalah luas
penampang. Dengan menggunakan persamaan (1-15) dan mengintegralkan dalam
volume balok V , maka pernyataan energi regangan elastis dalam pada balok adalah :
2
 x2 1  My 
U  dV     dx dA
v
2E v
2E  I 

Gambar I. 9. Balok dengan Lenturan

Karena M pada suatu potongan balok nilainya konstan dan karena I = y2 dA ,


maka persamaan di atas dapat dituliskan dengan :
L
M2 M2
U  2 EI 2
dx  y 2 dA  
2 EI
dx (1-16)
panjang luas 0

12
Pada elemen kecil tak berhingga yang mengalami geseran murni pernyataaan
energi regangan elastis dapat diturunkan dengan cara yang sama. Elemen kecil tak
berhingga seperti pada gambar I.10(a) bentuk deformasi akibat geser diperlihatkan
seperti pada gambar I.10(b), dengan mengandaikan bahwa bidang dasar dari lemen
tersebut berada dalam kedudukan yang tetap (karena pengandaian ini tidak membuat
ungkapan menjadi kurang berlaku umum). Setelah elemen berdeformasi, gaya pada
bidang atas mencapai nilai akhir sebesar  dx dz . Pada gambar I.10(b) pergeseran total
gaya ini untuk deformasi elemen yang kecil adalah  dy . Karena kerja luar yang
dilakukan elemen sama dengan energi regangan elastis dalam yang dapat pulih kembali,
maka :
1 1 1
dU   dx dz ( dy )    dx dy dz    dV (1-17)
2 2 2
dengan dV adalah volume elemen kecil tak berhingga.

Gambar I. 10. Elemen dan Regangan Geser

Dengan menyusun persamaan (1-17), maka kerapatan energi regangan geser


menjadi :
 dU  
(U o ) geser     (1-18)
 dV  geser 2

Dengan menggunakan Hukum Hooke untuk tegangan geser,  = G , maka


persamaan (1-18) dapat dituliskan sebagai :
 dU  2
(U o ) geser     (1-19)
 dV  geser 2G
2
atau U geser   dV (1-20)
v
2G

Persamaan (1-13) seperti yang telah diberikan dapat juga diberikan untuk
tegangan-tegangan arah y dan z dan regangan-regangan arah y dan z . Untuk men-

13
jadikan bentuk persamaan seperti pada (1-18) berlaku umum dengan mengikut serta-
kan semua komponen tegangan geser yang mungkin, serta regangan-regangan geser
yang bersangkutan. Persamaan (1-18) ditulis pada sumbu koordinat x dan y , sehingga
dapat ditulis lagi sebagai (Uo)geser = xy xy / 2 . Dengan menukarkan tanda huruf
(subskrip), maka energi regangan untuk yz dan zx dapat dituliskan. Sehingga dengan
superposisi energi, energi regangan untuk tegangan tiga dimensi dapat ditulis :
dU 1 1 1 1 1 1
Uo    x  x   y  y   z  z   xy xy   yz yz   zx zx (1-21)
dV 2 2 2 2 2 2

x y z   xy 
x      xy  
E E E  G 
x y    yz 
Bila :  y     z  dan  yz   menurut Hukum Hooke umum,
E E E  G 
 y    zx 
 z   Ex  E  Ez   zx  G 

serta dilakukan manipulasi aljabar sederhana, maka persamaan (1-21) dapat dituliskan
menjadi :
dU 1  1
Uo  
dV 2 E
 E

 x2   y2   z2   x y   y z   z x  
2G

2
 xy
2
  yz 2
  zx  (1-22)

Persamaan (1-22) menyatakan energi regangan elastis per-satuan volume untuk bahan
isotropik . Apabila tidak ada tegangan geser, maka suku terakhir persamaan (1-22)
sama dengan nol, dan untuk kasus tegangan bidang dua dimensi dengan z = 0 dan
yz = zx = 0, maka persamaan (1-22) akan menjadi :
2 2
dU  x2  y   xy
Uo      x y  (1-23)
dV 2 E 2 E E 2G

Prinsip kekekalan energi dapat digunakan untuk menentukan defleksi sebuah


batang yang dibebani. Untuk maksud tersebut, energi regangan dalam (U) ditentukan
dengan persamaan yang telah dibahas, kemudian dengan menyamakan energi dalam ini
dengan kerja luar (We) yang dilakukan oleh gaya, dapat diperoleh defleksi dalam arah
gaya yang dikerjakan. Untuk jelasnya diberikan contoh-contoh sebagai berikut.

Contoh 1-2 : Sebuah batang elastis dengan penampang konstan A dan panjang L
dibebani gaya P aksial. Berapakah defleksi pada ujung bebasnya ? .

14
Energi regangan dalam dari batang :
2 P2L
U AL , karena  = P/A maka : U
2E 2 AE
Beban P dikerjakan secara berangsur-angsur dari nol, maka kerja luar yang dilaku-kan
adalah gaya rata-rata dikalikan dengan defleksinya ().
Sehingga : We = P/2
P P2L PL
Jika We = U maka :  sehingga : 
2 2 AE AE

Contoh 1-3 : Sebuah kantilever panjang L dan mempunyai penampang segi-empat


dibebani P pada ujung bebasnya (gambar I. 11), akan dihitung defleksi pada ujung
bebasnya dengan memperhitungkan pengaruh deformasi lentur dan geser.

Gambar I. 11. Balok Kantilever

Akibat kerja luar P yang dikerjakan secara berangsur-angsur pada balok, maka kerja
luar We = (1/2) P, dengan  adalah defleksi total balok.
Energi regangan dalam terdiri dari dua bagian. Satu bagian disebabkan oleh tegangan
lentur, dan yang kedua disebabkan oleh tegangan geser. Energi regangan ini dapat di-
super-posisikan secara langsung, karena bahan elastis linier.
2
Energi regangan karena lentur : U  M dx , dengan M = P x
 2 EI
2
Energi regangan karena geser : dU geser  dV
2G
h/2
P  h  
h/2 2
P P P y2
  y dA  Ib
Ib luas diarsir  b y dy  I 2     y 2 
2 I  2 
y y  
Pada keadaan y sembarang tegangan geser ini tidak berubah sepanjang lebar b dan
sepanjang L balok tersebut. Sehingga volume dV dalam persamaan energi untuk geser
dapat diambil sebagai L b dy. Sehingga :

15
L L
U lentur  
M2
dx  
 Px 2 dx  P 2 L3
0
2 EI 0
2 EI 6 EI
2

2
1  P
h/2  h  2  
U geser  dV       y 2   L b dy
v
2G 2G h / 2  2 I
  2   
2
P 2 Lb h 5 P 2 Lbh 5  12  3P 2 L
 2
  3 
8GI 30 240G  bh  5 AG

dengan A = bh merupakan luas penampang balok.


Selanjutnya : We = Ulentur + Ugeser

P P 2 L3 3P 2 L
 
2 6 EI 5 AG
PL3 6 PL
 
3EI 5 AG

Suku pertama dari  merupakan defleksi karena lentur, sedang suku kedua merupa-kan
defleksi karena geser. Faktor (6/5) pada suku kedua nilainya berbeda-beda tergantung
bentuk penampang balok, karena faktor tersebut merupakan pernyataan distribusi
tegangan geser.
Defleksi  dicoba untuk disederhanakan lagi menjadi persamaan :
PL3  2 
 1  3E h 

3EI  10G L 2 

Untuk mendapatkan pengertian yang lebih dalam, dicoba dengan memberikan nilai
E
G untuk baja dengan v = 0,25 , sehingga nilai E/G = 2,5 dan akan di-peroleh
21   
2 2

 = (1 rasio
apabila + 0,75 h /L dan
tinggi ) lentur . Dapat
panjang balokdilihat
sangatbahwa
besar (hpengaruh geser
mendekati L). akan sangat besar

I..9. Metode Kerja Maya


Metode untuk menentukan defleksi dengan menyamakan kerja luar dan kerja
dalam seperti yang telah dibahas, kegunaaannya sangat terbatas hanya untuk defleksi
yang disebabkan oleh satu gaya saja. Untuk menentukan defleksi yang disebabkan oleh
beberapa gaya, metode kerja semu atau kerja maya (virtual work) akan sangat
membantu. Metode kerja maya ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

16
Pada gambar I. 12(a) struktur dibebani oleh gaya semu  F searah AB, dan
akan menyebabkan gaya dalam setiap elemen sebesar  f , yang dapat diperoleh dalam
sistem statis tertentu.

Gambar I. 12. Struktur Dibebani Gaya Semu dan Gaya Nyata

Pada gambar I.12(b) dengan gaya semu yang ada pada struktur, dikerjakan
gaya luar nyata, yang akan menyebabkan deformasi nyata pada setiap elemen sebesar
L. Kerja luar oleh gaya semu  F yang bergerak sejauh  yang nyata dalam arah gaya
ini sama dengan kerja total yang dilakukan pada setiap elemen dalam oleh gaya  f
yang bergerak dengan jarak L. Sehingga dapat dituliskan bentuk persamaan kerja
semu sebagai berikut.

 F    f L (1-24)

Karena semua gaya semu mencapai nilai penuh sebelum terjadi deformasi nyata
dikerjakan, maka faktor setengah tidak ada dalam persamaan (1-24) tersebut. Suatu
tanda penjumlahan (integral) pada ruas kanan menyatakan bahwa semua kerja dalam
pada setiap elemen harus tercakup.
Pada persamaan (1-24) nilai  F dan  f tidak perlu berupa besaran kecil tak
berhingga. Pada penggunaan selanjutnya nilai  F diberikan sebesar satu satuan gaya,
sehingga persamaan (1-24) dapat dituliskan sebagai :

   f L (1-25)

dengan :  = defleksi nyata sebuah titik dalam arah gaya satu satuan semu
f = gaya-gaya dalam akibat gaya satu satuan semu
L = deformasi dalam yang nyata dari struktur

17
Pada struktur rangka batang ( truss) yang elastis, deformasi aksial pada masing-
masing batang ialah L = PL/(EA). Sehingga untuk struktur rangka batang persamaan
(1-25) akan menjadi :
n
 i Pi Li
 (1-26)
1 Ei Ai
dengan  i adalah gaya aksial pada setiap batang akibat gaya satu satuan semu.
Pada struktur balok, gaya semu yang diberikan akan memberikan momen-momen
lentur pada setiap potongan balok sebesar m. Kemudian gaya nyata M akan memutar
potongan balok sebesar d yang besarnya adalah :
d2y d  dy  d M M
     d  dx (1-27)
dx 2 dx  dx  dx EI EI
Jadi kerja yang dilakukan pada elemen sebuah balok oleh momen semu m adalah
mM dx /(EI). Dengan mengintegralkan terhadap panjang balok akan didapat kerja luar
pada elemen- elemen dalam. Sehingga bentuk persamaan (1-25) untuk balok :
L
mM
 dx (1-28)
0
EI

18
II. METODE FLEKSIBILITAS

2.1 Persamaan Aksi dan Perpindahan


Hubungan yang ada antara aksi dan perpindahan berperan penting dalam analisa
struktur dan banyak dipakai dalam metode gaya dan kekakuan. Cara yang mudah untuk
menyatakan hubungan antara aksi pada struktur dan perpindahan struktur ialah dengan
persamaan aksi dan perpindahan. Sebagai contoh persamaan ini, ditinjau pegas elastis
linier pada gambar II.1. Aksi A menekan pegas sehingga timbul perpindahan D di ujung
pegas tersebut. Hubungan antara A dan D dapat dinyatakan dengan persamaan
perpindahan, sebagai berikut:
D=F A (2-1)
Dalam persamaan ini, F adalah fleksibilitas pegas dan diindentifikasikan sebagai
perpindahan akibat satu satuan aksi A.

Gambar II. 1. Pegas Elastis Linier

Hubungan antara aksi A dan perpindahan D untuk pegas pada Gambar II.1 dapat
dituliskan dengan persamaan aksi yang menyatakan A dalam D :
A=S D (2-2)
Dalam persamaan ini, S adalah kekakuan pegas yang diidentifikasikan sebagai aksi
yang dibutuhkan untuk menimbulkan perpindahan satu satuan. Terlihat dari persamaan
(2-1) dan (2-2) bahwa fleksibilitas dan kekakuan pegas merupakan kebalikan (invers)
antara satu dengan lainnya, yaitu :
1 1 1 -1
F S S S= F =F (2-3)
Satuan fleksibilitas pegas ialah panjang dibagi gaya, sedang satuan kekakuan ialah
gaya dibagi panjang.
Hitungan di atas, yaitu persamaan (2-1) sampai (2-3), yang diterapkan pada pegas
juga akan berlaku bagi struktur elastis linier yang dibebani aksi tunggal. Contohnya
ialah balok bertumpuan sederhana dengan gaya terpusat A di tengah bentang pada
Gambar II. 2(a). Perpindahan D dalam gambar merupakan defleksi vertikal ke bawah di
titik tempat A bekerja pada balok. Jadi dalam contoh ini, perpindahan D tidak hanya
selaras dengan A tetapi juga diakibatkan oleh A. Persamaan aksi dan perpindahan di
atas, yaitu persamaan (2-2) dan (2-1) berlaku untuk balok pada Gambar II. 2(a), asal

19
fleksibilitas F dan kekakuan S ditentukan secara tepat. Dalam hal ini fleksibiltas F
adalah perpindahan akibat beban satu satuan seperti pada gambar II. 2(b). Sehingga :
L3
F (2-4)
48EI

Gambar II. 2. Fleksibilitas dan Kekakuan Balok dengan Aksi Tunggal

Kekakuan S sama dengan invers dari fleksibilitas, adalah aksi yang dibutuhkan untuk
memberikan perpindahan satu satuan, lihat gambar II.2(c), sehingga :
48EI
S 3 (2-5)
L

2.2 Matrik Fleksibilitas


Ditinjau struktur balok seperti pada gambar II. 3 yang dibebani A1 dan A2 pada
ujung bebas. Beban satuan yang selaras dengan A1 dan A2 masing-masing di-tunjukkan
pada gambar II. 3(b) dan gambar II. 3(c). Perpindahan akibat beban satu satuan ini dan
yang selaras dengan aksi A1 dan A2 adalah koefisien fleksibilitas, pada gambar
ditunjukkan dengan F11, F21, F12 dan F22.

20
Gambar II. 3. Balok dengan Koefisien Fleksibiltas

Dengan menggunakan prinsip superposisi (bahan dianggap elastik linier), setiap


perpindahan pada gambar II. 3 dapat dinyatakan sebagai jumlah perpindahan akibat
beban A 1 dan A2 yang bekerja secara terpisah. Perpindahan D1 dan D2 dapat dituliskan
sebagai :
D1 = D11 + D12
D2 = D21 + D22 (2-6)
D11 adalah perpindahan yang selaras dengan A1 dan diakibatkan oleh A1, D12 adalah
perpindahan yang selaras dengan A1 yang diakibatkan oleh A2. D21 adalah per-pindahan
yang selaras dengan A2 yang diakibatkan oleh A1, D 22 adalah perpindahan yang selaras
dengan A2 dan diakibatkan oleh A2.
Setiap suku perpindahan pada ruas kanan persamaan (2-6) adalah fungsi linier dari
salah satu beban, yaitu setiap perpindahan berbanding langsung dengan salah satu
beban. Misalnya D12 adalah perpindahan akibat A2 sendiri, yang nilainya sama dengan
A2 dikalikan koefisien tertentu. Apabila koefisien tersebut diberi notasi F, maka
persamaan (2-5) dapat dituliskan dengan :
D1 = F11 A1 + F12 A2
D2 = F21 A1 + F22 A2 (2-7)
Koefisien F pada persamaan (2-7) disebut dengan koefisien fleksibiltas atau untuk
mudahnya disebut fleksibiltas.
Pada struktur yang dibebani dengan n aksi dan menyebabkan n perpindahan yang
selaras, dapat dibentuk persamaan sebagi berikut :

21
D1 = F11 A1 + F12 A2 + . . . . . . . + F1n An
D2 = F21 A1 + F22 A2 + . . . . . . . + F2n An
.. = .... +.... +....... +......
Dn = Fn1 A1 + Fn2 A2 + . . . . . . . + Fnn An (2-8)

Pada persamaan (2-8), koefisien fleksibilitas Fij adalah perpindahan ke-i (perpindahan
yang selaras dengan aksi ke-i) akibat satu satuan aksi ke-j. Koefisien tersebut bernilai
positif jika searah dengan arah positif aksi ke-i.
Dalam bentuk matrik, persamaan (2-8) dapat ditulis :

 D1   F11 F12 ... F1n   A1 


D  F F22 ...
 
F2 n   A2 
 2    21 (2-9)
 ...   ... ... ... ...   ... 
    
 Dn   Fn1 Fn 2... Fnn   An 
atau secara ringkas dapat ditulis dengan : D=FA (2-10)
D = matrik dengan ordo n x 1
F = matrik dengan ordo n x n
A = matrik dengan ordo n x 1
Sebagai catatan, untuk membedakan notasi matrik dengan skalar, maka untuk notasi
matrik ditulis dengan huruf tebal (bold).
Koefisien fleksibiltas pada diagonal matrik F disebut koefisien fleksibiltas
langsung, yang menyatakan perpindahan akibat aksi satu satuan yang selaras. Koefi-
sien fleksibiltas yang lain disebut koefisien fleksibilitas silang, yang menyatakan
perpindahan akibat aksi satu satuan yang tidak selaras dengan perpindahan tersebut.
Jadi untuk fleksibiltas langsung i = j, sedang untuk fleksibiltas silang i  j.

Contoh 2-1 : Sebuah balok kantilever seperti gambar II. 4. Dibebani aksi A1 dan A2 di
ujung bebas. Perpindahan yang selaras diberi notasi D dan D . Koefisien fleksibiltas
1 2
ditunjukkan pada gambar II. 4(b) dan II. 4(c) dan dapat ditentukan dengan bantuan
tabel I.1 untuk kasus 6 dan 7.
L3 L2
Akibat A1 satu satuan didapat : F11  dan F21 
3EI 2 EI
L2 L
Akibat A2 satu satuan didapat : F12  dan F22 
2 EI EI

22
Sehingga persamaan perpindahan dapat dituliskan :
L3 L2
D1  A1  A2
3EI 2 EI
L2 L
D2  A1  A2
2 EI EI
dan matrik fleksibiltasnya dapat dituliskan dengan :
 L3 L2 
 
F =  3EI2
2 EI 
 L L 
 2 EI EI 

Gambar II. 4. Balok Kantilever

2.3 Metode Fleksibilitas pada Balok


Untuk menentukan kelebihan gaya reaksi pada balok statis tak tertentu seperti pada
gambar II. 5(a) dapat dilakukan dengan metode fleksibiltas. Pada gambar II. 5(a) reaksi
yang terjadi pada struktur ada empat, dua pada sendi A, satu pada rol B dan satu lagi
pada rol C, sehingga struktur merupakan statis tak tertentu berderajad satu. Karena
beban arahnya vertikal, maka reaksi di A arah horisontal tidak perlu ditinjau. Reaksi di
B ( RB) diambil sebagai kelebihan statis (redundant), walaupun dapat juga dipilih reaksi
pada C. Setelah kelebihan RB diambil maka akan diperoleh struktur statis tertentu

23
seperti pada gambar II. 5(b) dan struktur ini disebut struktur terlepas (released
structure).
Akibat beban w struktur terlepas pada joint B akan terjadi defleksi sebesar B
seperti gambar II. 5(b), yang besarnya :
5wL4
B  , lihat Tabel I. 1 kasus 1
384 EI

Gambar II. 5. Balok dengan tiga dukungan

Sebenarnya pada joint B ini tidak ada defleksi, karena joint B merupakan dukungan,
sehingga reaksi pada B harus sedemikian rupa sehingga defleksi ke atas akibat RB harus
sebesar  B , lihat gambar II. 5(c). Dengan prinsip super-posisi perpindahan akhir pada
joint B pada struktur terlepas adalah resultante perpindahan akibat beban w dan reaksi
RB. Perpindahan ke atas akibat RB ialah :

RB L3
B  , lihat Tabel I. 1. kasus 2
48 EI

Dengan menyamakan dua persamaan B akan diperoleh :

5wL4 RB L3
 (2-11)
384 EI 48 EI
5wL
Sehingga reaksi RB adalah : RB 
8
Setelah reaksi RB diperoleh, maka reaksi-reaksi yang lain dapat dihitung dengan
persamaan keseimbangan statis.
Persamaan (2-11) disebut persamaan kesepadanan (compatibility), yang
menyatakan bahwa perpindahan ke bawah akibat beban w sama dengan perpindahan ke
atas akibat reaksi kelebihan.

24
Pada kasus balok dengan tiga tumpuan seperti pada gambar II. 5(a) tersebut dapat
juga diselesaikan dengan dengan pendekatan lebih umum sebagai berikut. Pertama
perpindahan akibat satu satuan RB dihitung, kemudian perpindahan ini dikalikan dengan
RB untuk menentukan perpindahan akibat RB. Prosedurnya akan lebih umum dan
sistematis bila perjanjian tandanya konsisten dengan aksi dan perpindahan di B. Jadi
dengan memberi gaya satu satuan pada joint B yang selaras dengan RB akan terjadi
perpindahan B, yang besarnya ialah :

L3
B  (2-12)
48 EI

Perpindahan akibat RB yang bekerja pada struktur ialah B R B , dan perpindahan akibat
beban luar w ialah :

5wL4
B   (2-13)
384 EI
Perpindahan ini tandanya negatif karena arahnya ke bawah. Superposisi perpindahan
akibat beban luar w dan reaksi RB harus menghasilkan perpindahan nol pada joint B.
Jadi persamaan kesepadanannya ialah :
B += 0B RB (2-14)

B 5wL
Sehingga akan diperoleh : RB   
B 8
tanda positif artinya reaksi RB arahnya ke atas.
Pada persamaan (2-14) menyatakan bahwa B adalah perpindahan akibat satu unit
beban yang selaras dengan RB , sedangkan B adalah perpindahan akibat beban luar w.
Apabila derajad ketidak-tentuan statis struktur lebih dari satu, pendekatan dalam
contoh tersebut harus diorganisir lebih lanjut, dan notasi yang lebih umum harus
digunakan. Untuk jelasnya ditinjau pada kasus contoh 2-2 sebagai berikut.

Contoh 2-2 : Balok dengan kedua ujung dijepit pada gambar II. 6(a), dengan modulus
elastis E dan momen inersia potongan I. Momen-momen ujung diambil sebagai
redundant dengan notasi R1 dan R2 , dan akan dihitung besarnya momen-momen ujung
tersebut.

25
Gambar II. 6. Balok Contoh 2-2

ditentukan R1 dan R2 ditentukan


Arah positifkoefisien-koefisen searah
sebagai jarum jam, dan dengan bantuan Tabel I.1 dapat
berikut.
 Akibat aksi yang selaras dengan R1 , gambar II.6(c)

L L
F11  F21  
3EI 6 EI
 Akibat aksi yang selaras dengan R2 , gambar II.6(d)
L L
F12   F22 
6 EI 3EI
 Akibat beban luar P , gambar II.6(b)
Pb
Q1 
6 EIL
L
2
 b2 
Pa
Q2   L 2
 a2 
6 EIL
Analog dengan persamaan (2-14) akan diperoleh persamaan :
{Q} + [F] {R} = 0
dengan {Q} adalah matrik perpindahan akibat beban luar, [F] adalah matrik
perpindahan akibat gaya satu satuan yang selaras dengan R1 dan R2 (matrik fleksi-
biltas), dan {R} adalah matrik reaksi sebagai redundant.

26
 L 
L 
 6 EI   L  2  1
Matrik fleksibiltas-nya ialah : [F] =  3EI
L L  6 EI  1 2 
 
 6 EI 3EI 
 Pb 2 2
 L b   
Matrik {Q} -nya ialah : {Q} =  6 EIL 
Pa 2

 6 EIL
L  a2  
Sehingga persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut.

 Pb 2 2

 6 EIL L  b   L  2  1  R1 
 Pa  +    = 0
 
L2  a 2  6 EI  1 2   R2 
 6 EIL
atau
 Pb 2 2
 R1  6 EI  2  1
1
 6 EIL L  b   
  =     Pa 
R
 2 L  1 2   L2  a 2  
 6 EIL
 Pb 2  2 
 R1  2 EI 2 1   6 EIL
L  b2     Pab 2 
  =      =  L 
 R2  L 1 2  Pa L2  a 2    Pba
2

 6 EIL  2
L 
2
Pab Pba 2
Jadi momen pada ujung A , MFAB =  2
momen pada ujung B , MFBA =
L L2
tanda positif berarti searah dengan arah aksi R , dan tanda negatif berarti kebalikan

dengan arah aksi R yang diasumsikan pada awal.


Contoh 2-3 : Balok menerus seperti pada gambar II. 7(a) dengan EI konstan, beban
seperti pada gambar. Dukungan A sendi , B , C dan D rol akan dihitung momen-momen
pada joint B dan C dengan metode fleksibilitas.

 Matrik {R} : ialah reaksi R1 dan R2.

 Matrik [Q] :
Pada gambar II. 7(b) akibat beban luar dan dengan bantuan tabel I. 1 akan
diperoleh : Q1 akibat rotasi berlawanan arah jarum jam pada joint B batang AB dan

27
rotasi searah jarum jam pada joint B batang BC. Q2 akibat rotasi berlawanan arah
jarum jam pada joint C batang BC dan rotasi searah jarum jam pada joint C batang CD.

wL3 P L2 20(10) 3 100(10) 2 4375


Q1 =  1   
24 EI 16 EI 24 EI 16 EI 3EI
P1 L2 P2 L2 100(10) 2 200(10) 2 1875
Q2 =    
16 EI 16 EI 16 EI 16 EI EI
 4375 
 
Jadi matrik { Q} =  3EI 
1875
 
 EI 

Gambar II. 7. Balok Contoh 2-3

28
 Matrik {F} :
Pada gambar II. 7(c) akibat satu unit gaya yang selaras dengan R1 pada joint B
berlawanan jarum jam dan searah jarum jam diperoleh :
L L 2(10) 20
F11 =   
3EI 3EI 3EI 3 EI
L 10
F21 = 
6 EI 6 EI
Pada gambar II. 7(d) akibat satu unit gaya yang selaras dengan R2 pada joint C
berlawanan jarum jam dan searah jarum jam diperoleh :
L 10
F12 = 
6 EI 6 EI
L L 2(10) 20
F22 =   
3EI 3EI 3EI 3EI

 20 10 
 6 EI   1 40 10 
Jadi matrik [F] =  3EI
10 20  6 EI 10 40
 
 6 EI 3EI 

Kemudian akan diperoleh persamaan : {Q} + [F] {R} = 0

1
 4375 
 R1  40 10   3EI 
   6 EI    
 R2  10 40  1875 
 EI 
 4375 
 R1  EI  12  3  3EI    158,333 
      
 R2  75  3 12   1875   241,667
 EI 
Sehingga MB = 158,333 kNm dan MC =  241,667 kNm

II. 4. Metode Fleksibilitas Pada Portal


Pada struktur portal statis tak tertentu dapat juga dilakukan analisis seperti pada
balok menerus seperti yang telah diuraikan. Hal ini dapat dijelaskan seperti pada contoh
2-4 sebagai berikut.

29
Contoh 2-4 : Portal dengan dukungan A sendi dan dukungan D jepit dibebani seperti
pada gambar II. 8(a). EI masing-masing batang seperti tergambar, reaksi VA vertikal dan
HA horisontal diambil sebagai redundant.
Untuk menyelesaikan kasus pada contoh 2-4, pertama dihitung perpindahan yang
diakibatkan oleh beban luar pada joint A, ialah AH ( = Q1 ) dan AV ( = Q2 ). Ke-mudian
dihitung perpindahan akibat gaya satu satuan yang selaras dengan AH dan AV pada jointa
A, sehingga diperoleh [F]. Selanjutnya digunakan persamaan {Q} + [F] {R} = 0,
dengan R1=HA dan R2=VA.

Gambar II. 8. Portal Contoh 2-4

 R1   H A 
 Matrik {R} :   
 R2   V A 

 Menentukan Matrik {Q} :


Pada gambar II. 8(d) luas dan titik berat bidang momen ditentukan sebagai berikut
:

30
Tabel II.1. Luas bidang momen dan titik berat

Bidang Luas Bidang Momen Titik Berat


A1 (1/2)(600)(3) = 900 (1/3)(3) = 1 dari C
A2 (80)(5) = 400 (1/2)(5) = 2,5 dari C
A3 (520)(4) = 2080 (1/2)(4) = 2 dari C
A4 (1/2)(160)(4) = 320 (1/3)(4) = 1,333 dari C
A5 (1/3)(80)(4) = 106,667 (1/4)(4) = 1 dari B

Dengan memperhatikan kurva elastis struktur terlepas pada gambar II. 8(c) maka
dapat ditentukan.
(a) Pada batang CD, dengan metode moment area akan didapat :
C = luas bidang ( M/EI) antara C dan D
= (1/2EI) (A3 + A4) = (1/2EI) (2080 + 320) = 1200/EI

’CD = C’C = momen luas bidang (M/EI) antara C dan D terhadap C


= (1/2EI) [2080(2) + 320(4/3)] = 2293,333 / EI (ke kiri)
Karena batang BC tidak memanjang atau memendek maka B1B = C’C
(b) Pada batang BC, dengan metode moment area akan didapat :
B = C + luas bidang (M/EI) antara B dan C
= 1200/EI + (1/5EI) (A1 + A2) = 1200EI) + (1/5EI) (900 + 400) = 1460/EI
B1B’ = B1B2 + B2B’
= LBC C + ’BC
’BC = momen luas bidang (M/EI) antara B dan C terhadap B
= (1/5EI) [900(2+2) + 400(2,5)] = 920/EI
B1B’ = (5) 1200/EI + 920/EI = 6920/EI
Karena batang AB tidak memanjang atau memendek maka B 1B’ = A1A’ ,
sehingga V pada A=A 1A’ = 6920/EI (ke bawah)
(c) Pada batang AB, dengan metode moment area akan didapat :
H pada A = AA1 = A2A3 + A3A’  B1B
A2A3 = LAB B = 4 (1460/EI) = 5840/EI
A3A’ = momen luas bidang (M/EI) antara A dan B terhadap A
= 106,667/(3EI) (3) = 106,667/EI
B1B = C’C = 2293,333/EI
H pada A = (5840 + 106,667  2293,333)/EI = 3653,333 / EI (ke kanan)
Sehingga Q1 = H dan Q2 = V pada joint A dan nilainya adalah :
 Q1  1 3653,333
   
Q2  EI  6920 

31
 Menentukan Matrik [F]
Dengan memperhatikan gambar II. 8(e) dan II. 8(f) akan diperoleh perpindahan
pada joint A akibat satu satuan gaya yang selaras dengan R1 dan R2 sebagai berikut.

(a) Defleksi horisontal pada joint A akibat satu satuan gaya yang selaras dengan HA :
L
Mm
H   EI
dx
0
4 5 4
1 1 1 33,778H A
3EI 0 5EI 0 2 EI 0
 ( H A x1 ) x1dx1  ( 4 H A )(4)dx2  ( H A x3 ) x3dx3 
EI
33,778
Sehingga F11 = (ke kanan)
EI
(b) Defleksi vertikal pada joint A akibat satu satuan gaya yang selaras dengan HA :
5 4
1 1 30 H A
V  5EI ( 4 H A ) x2 dx2  2 EI 0 ( H A x3 )(5)dx3  EI
0
30
Sehingga F21 = (ke bawah)
EI
(c) Defleksi horisontal pada joint A akibat satu satuan gaya yang selaras dengan VA :
4 4
1 1 30V A
H  
5 EI 0
(V A x 2 )(4) dx 2  
2 EI 0
(5V A ) x 3 dx 3 
EI
30
Sehingga F12 = (ke kanan)
EI
(d) Defleksi vertikal pada joint A akibat satu satuan gaya yang selaras dengan VA :
5 4
1 1 58,333V A
5EI  2 EI 
V  (V A x2 )( x2 ) dx2  (5V A )(5)dx3 
0 0
EI
58,333
Sehingga F22 = (ke bawah)
EI
1 33,778 30 
Matrik fleksibiltas [F] = 
EI  30
  dan inverse-nya adalah :
58,333

 0,054498  0,0280276
[F]1 = EI  
 0,0280276 0,03155725 
Sehingga persamaan {Q} + [F] {R} = 0 dapat dituliskan dengan :

32
1 3653,333 1 33,778 30   R1 
    0
EI  6920  EI  30 58,333  R2 

 R1   0,054498  0,0280276 1 3653,333   5,1483 


    EI     
R
 2  0,0280276 0,03155725  EI  6920   115,8052

Jadi : R1 = 5,1483 kN arahnya kebalikan dari arah gaya satu


R2 = 115,8052 kN unit yang diberikan.

2.5 Metode Fleksibiltas Pada Rangka Batang ( Truss)


Pada struktur rangka batang ( truss) statis tak tertentu, untuk menyelesaikan gaya-
gaya kelebihan pada struktur dapat juga digunakan metode fleksibiltas. Hal ini dapat
dijelaskan seperti pada contoh 2-5. Gambar II. 9(a) merupakan struktur rangka batang
statis tak tertentu berderajad dua, dengan reaksi horisontal pada joint B dan gaya aksial
pada batang AD diambil sebagai redundant.

Contoh 2-5 : Rangka batang pada gambar II. 9(a) semua batang mempunyai keka-
kuan aksial (EA) sama dan dibebani seperti pada gambar. Langkah-langkah untuk
menyelesaikan kasus tersebut dijelaskan sebagai berikut.

a. Ditentukan struktur terlepas seperti pada ga mbar II. 9(b) .


b. Gaya-gaya batang akibat beban luar P dihitung, hasilnya adalah gaya S diberikan
pada tabel II.2 pada kolom 3.
c. Gaya-gaya batang akibat beban satu satuan pada joint B yang selaras dengan R1
dihitung, hasilnya adalah gaya  diberikan pada tabel II.2 pada kolom 4.
d. Gaya-gaya batang akibat beban satu satuan pada arah batang AD yang selaras
dengan R 2 dihitung, hasilnya adalah gaya  diberikan pada tabel II.2 pada kolom
6.
e. Dari tabel II. 1 dapat diperoleh matrik { Q} dan matrik [F]. Dengan Q1 = 1SL/EA
dan Q 2 = 2SL/EA. Koefisien matrik [F] diperoleh dengan F11 = 1 1 L/EA ,
F12= 1 2 L/EA , F21 = 2 1L /EA dan F22 = 2 2 L/EA .

 Q1  PL 3,828
Jadi matrik {Q} :    
Q2  EA  2 

33
Gambar II. 9. Rangka Batang Contoh 2-5

Tabel II. 2. Gaya-gaya Batang Dan Perpindahan

Batang L/EA S 1 1S L/EA 2 2S L/EA


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

AB L/EA P 0 0 1/2 PL/(2EA)


CD L/EA
0 0 0 1/2 0

AC L/EA 2 P 0 0 1/2 2PL/(2EA)


BD L/EA P 1 PL/EA 1/2 PL/(2EA)
CB L/EA 2 2 P 2 22 PL/EA 1 2PL/EA
AD L/EA2 0 0 0 1 0

 3,828 PL/EA 2PL/EA

34
Tanda negatif berarti arah perpindahan berlawanan dengan arah satu satuan gaya yang
diberikan.
F11 = 1 1 L/EA = { (1)( 1) + (2)(2)(2) } L/EA = 3,828 L/EA
F12 = 1 2 L/EA = { (1)( 1/2)+(2)(2)(1) } L/EA = 2,707 L/EA
F21 = 2 1L /EA = { (1)( 1/2)+(2)(2)(1) } L/EA = 2,707 L/EA
F22 = 2 2 L/EA = { (1/2)+(1/2)+(1/2)+(1/2)+2+2 } L/EA = 4,828 L/EA

L  3,828 2,707 1 EA  0,4328  0,2427


Matrik [ F] =   dan [ F] = L  0,2427 0,3432 
EA 2,707 4,828  

 R1  EA  0,4328  0,2427 PL 3,828


Sehingga :      
 R2  L  0,2427 0,3432  EA  2 

yang akan diperoleh : R1 = 1,172 P dan R2 = 0,243 P (tanda negatif berarti


arahnya berlawanan dengan arah gaya satu satuan yang diberikan).

35
III. METODE “SLOPE DEFLECTION”
III. 1. Umum
Untuk analisis struktur statis tak tertentu dikenal beberapa metode. Salah satunya
ialah Metode Slope Deflection, atau sering disebut dengan Metode Defleksi Lereng.
Pada prinsipnya Metode Slope Deflection ialah metode untuk menentukan momen-
momen ujung batang pada portal (frame).
Beberapa anggapan pada analisis struktur dengan Metode Slope Deflection ialah :
1. semua joint dihubungkan secara kaku ( rigid),
2. sudut pada pertemuan batang besarnya tetap sama setelah mengalami rotasi
akibat pembebanan dan sebelum adanya pembebanan (gambar III.1),
3. perubahan akibat gaya aksial dan akibat pengaruh geser diabaikan,
4. rotasi-rotasi pada joint besarnya be lum diketahui, yang merupakan bilangan anu
yang harus dihitung,
5. jumlah momen ujung pada setiap joint sama dengan nol (  M = 0), kecuali pada
tumpuan yang berdiri sendiri.

Gambar III. 1 . Balok Menerus dan Portal

Pada setiap penampang batang akan terjadi gaya aksial, momen dan gaya geser.
Karena pengaruh gaya aksial dan gaya geser diabaikan, maka untuk analisis struktur
yang dominan adalah pengaruh momen lentur. Untuk menentukan gaya-gaya reaksi dan
tegangan dalam harus dipenuhi syarat-syarat statika dan syarat geometri, seperti yang
telah dijelaskan pada Bab I. Selanjutnya untuk analisis dengan Metode Slope Deflection
diperlukan pengertian tentang Momen Jepit Ujung (Fixed End Momen) seperti yang
akan dijelaskan di bawah ini.

III. 2. Momen Jepit Ujung (Fixed End Momen= Momen Primer)


Momen Jepit Ujung (Momen Primer) ialah momen pada batang yang ujungnya
dijepit sempurna. Pada gambar III. 2(a) diperlihatkan sebuah balok dengan ujung A
dijepit dan ujung B rol, maka momen MFAB pada jepitan A disebut momen primer akibat
beban P.

36
Pada gambar III. 2(a) A = 0, karena dukungan pada A jepit. Untuk mennetukan momen
ujung A, jepitan di A dilepas, sehingga struktur se-perti pada gambar III. 2(b) dan
hubungan A1 dan B1 seperti yang diberikan pada tabel I.1 kasus nomor 8, sebagai
berikut :
Pb 2
 A1 
6 EIL
 L  b2 (3-1)

Gambar III.2. Balok Jepit-Rol

Akibat momen ujung pada A pada gambar III. 2(c), akan diperoleh hubungan seperti
pada tabel I.1 pada kasus nomor 4, sebagai berikut :
F
 A 2   M AB L (3-2)
3EI
Pada A seharusnya tidak ada rotasi, karena dukungan jepit, sehingga :
=A1
0 + A2 (3-3)
Sehingga jika persamaan (3-1) dan (3-2) disubstitusikan ke persamaan (3-3) akan
diperoleh :
Pb 2 MF L
6 EIL
 
L  b 2  AB
3EI
= 0

37
F
M AB  Pb2 L2  b 2
  (3-4)
2L

Untuk selanjutnya momen primer pada beberapa kasus pembebanan balok


diberikan seperti pada tabel III. 1.

III. 3. Persamaan Slope Deflection


Momen ujung batang pada struktur dipengaruhi oleh beban luar pada batang, rotasi
ujung dekat , rotasi ujung jauh dan perpindahan joint. Hal ini dapat dijelaskan seperti
pada gambar III. 3.

Gambar III. 3. Rotasi dan Translasi Joint pada Balok


Momen MAB dan MBA pada ujung-ujung batang pada gambar III. 3(a) meru-pakan
hasil superposisi gambar III. 3(b), III. 3(c ), III. 3(d) dan III. 3(e). Dengan
menggunakan tabel I.1 dapat ditentukan :
M L M L
 A1   1 A2  2
3EI 6 EI
(3-5)
M 1L M 2L
 B1  B 2  
6 EI 3EI

Pada gambar III.3(a) : A = A1 + A2


B = B1 + B2 (3-6)
Dari persamaan (3-5) dan (3-6) dieliminasi M2, sehingga :
M L M L
A   1  2
3EI 6 EI
M 1L M 2 L
B   +
6 EI 3EI
M 1L 2 EI
2 A + B =  , sehingga M 1   2 A   B  (3-7)
2 EI L

38

Anda mungkin juga menyukai