Anda di halaman 1dari 12

FISIKA LINGKUNGAN

Nama : Muhammad Anroyi Rahmanatha


NIM : 1910815310005
UDARA EMISI DAN UDARA AMBIEN
Perkembangan kendaraan bermotor yang dialami oleh Indonesia, serta
perkembangan di salah satu perkotaan, seperti DKI Jakarta, tentunya menimbulkan
masalah pada sistem transportasi, dan merupakan salah satu yang mempengaruhi udara
sebagai commons, sebagaimana yang diungkapkan oleh Hardin Z dalam tulisannya
“Tragedy of the commons”. Udara sebagai commons dirusak oleh beberapa
kepentingan. Tidak ada yang bisa menepis, betapa, emisi gas buang, berupa asap
knalpot, adalah akibat terjadinya proses pembakaran yang tidak sempurna, dan
mengandung timbal/timah hitam (Pb), suspended particulate matter (SPM), oksida
nitrogen (NOx), oksida sulfur (SO2 ), hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan
oksida fotokimia (Ox).
Udara dibedakan menjadi udara emisi dan udara ambien. Udara emisi yaitu
udara yang dikeluarkan oleh sumber emisi seperti knalpot kendaraan bermotor dan
cerobong gas buang industri. Sedangkan udara ambien adalah udara bebas di
permukaan bumi yang sehari-hari dihirup oleh makhluk hidup (PP No.41 Tahun 1999).
Untuk mendapatkan udara ambien yang berkualitas baik perlu dilakukan pengendalian
pencemaran udara. Pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan salah satunya
dengan memantau atau mengukur kualitas udara, baik udara ambien ataupun udara
emisi. Pengukuran kualitas udara ambien dilakukan di kawasan perumahan, kawasan
industri, dan kawasan padat lalu lintas dimana di kawasankawasan tersebut banyak
terjadi kegiatan manusia. pengukuran kualitas udara ambien juga dilakukan terhadap
zat-zat yang dapat menjadi polutan seperti SO2, NO2, CO, dan HC.
Selanjutnya, dari beberapa penyebab polusi udara yang ada, terbukti, emisi
transportasi adalah sebagai penyumbang pencemaran udara tertinggi, yakni sekitar 85
persen emisi gas buang yang paling signifikan dari kendaraan bermotor ke atmosfer
berdasarkan massa, adalah gas karbondioksida (CO2 ), dan uap air (H2 O) yang
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang berlangsung sempurna yang dapat
dicapai dengan tersedianya suplai udara yang berlebih. Sebagaimana kita ketahui
bersama, pencemaran udara atau perubahan salah satu komposisi udara dari keadaan
normal, mengakibatkan terjadinya perubahan suhu dalam kehidupan manusia
Pembangunan transportasi yang terus dikembangkan menyusul dengan permintaan
pasar, ternyata, telah mendorong terjadinya bencana pembangunan.
Saat ini, kita semua telah mengetahui bahwa pengaruh polusi udara juga dapat
menyebabkan pemanasan efek rumah kaca (ERK) bakal menimbulkan pemanasan
global atau (global warming). Dalam melihat kasus pencemaran udara akibat
kendaraan bermotor sebagai suatu dampak, adalah bukan satu-satunya penyebab yang
disalahkan. Akan tetapi, penggunaannya yang tidak teratur (disorder) adalah yang
dapat menimbulkan ”abuse” bagi lingkungan kita, terutama udara. Singgungan antara
transportasi dan lingkungan juga dapat diungkapkan lewat masalah perilaku manusia
terhadap lingkungannya. . Hal tersebut bertolakbelakang, mengingat, transportasi yang
seharusnya merupakan salah satu perangkat teknologi untuk memudahkan manusia,
malahan menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan
lingkungannya.
Kualitas udara pada umumnya dinilai dari konsentrasi parameter pencemaran
udara yang terukur lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai Baku Mutu Udara Ambien
Nasional. Baku mutu udara adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemaran udara
yang dapat ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Udara ambien adalah
udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer (lapisan udara setebal 16 km
dari permukaan bumi ) yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia
yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, mahluk hidup dan unsur
lingkungan hidup lainnya. Baku mutu udara ambien nasional ditetapkan sebagai batas
maksimum mutu udara ambien untuk mencegah terjadinya pencemaran udara
sebagaimana terlampir dalam PP No 41 Tahun 1999. Pemerintah menetapkan Baku
Mutu Udara Ambien Nasional untuk melindungi kesehatan dan kenyamanan
masyarakat.
Pertumbuhan sektor industri ini tentu mengakibatkan penambahan emisi
pencemar ke udara, sehingga berpotensi mempengaruhi konsentrasi polutan pada udara
ambien. Polutan yang diemisikan oleh industri akan mengalami penyebaran di atmosfer
yang dipengaruhi oleh dinamika atmosfer seperti kecepatan dan arah angin, turbulensi,
suhu udara dan kestabilan atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan kontaminasi udara
ambien di wilayah sekitar pusat pencemar yang luas penyebarannya tergantung dari
kondisi atmosfer saat itu sehingga perlu dilakukan pemantauan kualitas udara yang
efektif dan representatif. Berdasarkan KLHK (2014), pada tahun 2014 pengukuran
kualitas udara di Indonesia hanya dua kali per tahun karena dianggap sudah mewakili
kualitas udara tahunan untuk masing-masing parameter.
Pada umumnya, dari berbagai sektor yang potensial dalam mencemari udara,
maka, sektor transportasi memegang peran yang sangat besar dibanding dengan sektor
yang lainnya. Di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai
sumber polusi udara mencapai 60-70%, sementara, kontribusi gas buang dari cerobong
asap industri hanya berkisar 10-15%, dan sisanya berasal dari sumber pembakaran lain;
misalnya rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain. Dari
uraian di atas, maka, tampak dengan jelas beberapa faktor penting yang menyeba Oleh
sebab itu, kejadian-kejadian seperti pencemaran udara pun tidak terhindarkan. Bukan
hanya itu, ternyata, permasalahan ekologi yang terjadi akibat transportasi ini juga
menjadi permasalahan psikologis yang ada pada masyarakat urban. Dominannya
pengaruh sektor transportasi terhadap pencemaran udara.
Baku mutu udara ambien untuk SO2 sebesar 632 , NO2 sebesar 316 , CO
sebesar 15000 , dan HC sebesar 160 . Pencemaran udara ambien dirasakan semakin
hari semakin meningkat, terutama di kawasan perumahan, kawasan industri, dan
kawasan padat lalu lintas, dimana di kawasankawasan tersebut banyak terjadi kegiatan
manusia. Pencemaran udara ambien dapat pula menimbulkan dampak terhadap
lingkungan alam, antara lain: hujan asam, penipisan lapisan ozon dan pemanasan
global. Menurut PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, baku
mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi dan/atau komponen yang
ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang Menurut PP
No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, udara ambien adalah
udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah
yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia,
makhluk hidup, dan unsur lingkungan hidup lainnya. Unsur-unsur berbahaya yang
masuk ke dalam atmosfer dapat berupa Karbonmonoksida (CO), Nitrogendioksida
(NO2), Sulfurdioksida (SO2), Hidrokarbon (HC), dan lain-lain.
Pencemaran udara terjadi pada saat zat pencemar melebih baku mutu udara
ambien yang telah ditentukan. Baku mutu udara ambien dalam pengukuran telah
ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 dan baku mutu emisi
untuk sumber tidak bergerak telah ditetapkan pada Permen LH No. 21 Tahun 2008.
pencemaran udara merupakan masuknya zat pencemar ke dalam udara yang
disebabkan secara alamiah atau aktivtias manusia. Sumber pencemar udara dapat
berasal dari industri, kendaraan bermotor, pembakaran sampah, dan kebakaran hutan.
Konsentrasi polutan pada malam hari lebih rendah dibandingkan pada siang hari
dikarenakan pada malam hari polutan tersebar secara lebih merata.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, penggunaan bahan bakar untuk kendaraan
bermotor dapat mengemisikan zat-zat pencemar seperti CO, NOx, SOx, debu,
hidrokarbon juga timbal. Udara yang tercemar oleh zat-zat tersebut dapat menyebabkan
gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam,
ukuran dan komposisi kimiawinya. Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal
dari organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah, atau menyebabkan iritasi pada
mata dan kulit. Biasanya, pencemaran udara karena partikel debu dapat menyebabkan
penyakit pernapasan kronis seperti bronchitis kronis, emfiesma paru, asma bronchial
dan bahkan kanker paru-paru. Kadar timbal yang tinggi di udara juga dapat
mengganggu pembentukan sel darah merah.
Gejala keracunan dini mulai ditunjukkan dengan terganggunya fungsi enzim
untuk pembentukan sel darah merah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
gangguan kesehatan lainnya; seperti anemia, kerusakan ginjal dan lain-lain, sedang
keracunan Pb bersifat akumulatif. Keracunan gas CO timbul sebagai akibat
terbentuknya karboksihemoglobin (COHb) dalam darah. Afinitas CO yang lebih besar
dibanding dengan oksigen (O2 ) terhadap Hb menyebabkan fungsi Hb untuk membawa
oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu (BPLH DKI Jakarta, 2013). Selaras
dengan itu, berkurangnya penyediaan oksigen ke seluruh tubuh, apabila tidak segera
mendapat udara segar, akan membuat sesak napas dan dapat menyebabkan kematian.
Sementara, bahan pencemar udara seperti NOx, SOx, dan H2 S dapat merangsang
pernapasan yang mengakibatkan iritasi dan peradangan.

HUKUM GAUSS DAN MODEL GAUSS


Hukum Gauss (Gauss's law) adalah sebuah alternatif dari Hukum Coulomb
untuk menyatakan hubungan antara muatan listrik dan medan listrik. Persamaan
tersebut di rumuskan oleh Carl Friedrich Gauss (1777-1855), salah seorang
matematikawan terbesar sepanjang masa. Banyak bidang hukum matematika yang di
pengaruhinya, dan membuat kontribusi yang sama pentingnya untuk fisika teoritis.
Rumusannya yang dikenal sebagai Hukum Gauss merupakan ungkapan tentang suatu
sifat penting medan elektrostatik [1]. Sebelum adanya Hukum Gauss, para fisikawan
seringkali berpikir, bagaimana dan berapa besar muatan yang terkandung dalam suatu
sumber muatan. Sejatinya, besarnya muatan tersebut tidak akan tak terbatas. Misalnya
saja besar medan listrik pada jarak yang lebih besar akan mempunyai nilai yang lebih
kecil bila dibandingkan dengan jarak yang lebih dekat dengan sumber muatan.
Kualitas udara harus terus dipantau secara intensif, namun pemantauan kualitas
udara tidak mudah untuk dilakukan karena memerlukan biaya, waktu, tenaga dan
teknologi, sehingga diperlukan sebuah alternatif untuk upaya pemantauan kualitas
udara yang lebih efektif serta representatif. Salah satu alternatif pemantauan kualitas
udara adalah menggunakan pemodelan kualitas udara, yaitu model dispersi Gauss yang
diaplikasikan untuk menduga pencemaran udara pada sumber emisi dari suatu sumber
pencemar seperti industry. Model Gauss hanya memperhitungkan pencemar yang
berasal dari sumber emisi, yaitu cerobong industri semen dalam penelitian ini dan tidak
mempertimbangkan emisi lain seperti kendaraan bermotor, debu di jalan serta industri
lain di sekitar industri yang bukan merupakan obyek penelitian.
Medan listrik dan kerapatan fluks listrik diformulasikan dari hokum Coulomb.
Hukum Coulomb mendefinisikan gaya vektor F antara dua muatan titik q1 dan q2 yang
dipisahkan oleh jarak r dalam medium yang di lambangkan oleh permitivitas s. Hukum
Gauss untuk medan listrik menyatakan bahwa total fluks listrik yang melewati
permukaan tertutup S sama dengan total muatan yang dikelilingi oleh permukaan Qenc.
Menurut hukum Gauss, jari-jari permukaan spiral menjadi besar dibandingkan dengan
ukuran elektroda, fluks listrik melalui permukaan spiral mendekati nol. Total fluks
melalui permukaan tertutup S dapat diperkirakan sebagai fluks melalui permukaan
bidang tanah melingkar saja. permukaan Gauss S yang melampirkan elektroda
bermuatan dapat didefinisikan sebagai lingkaran jari-jari R pada bidang tanah ditambah
permukaan spiral atas jari-jari R.
Hukum Gauss untuk medan listrik dalam bentuk integral, dalam memberikan
contoh eksplisit konsep vektor kalkulus mengenai Hukum Gauss. Keakuratan
pengukuran lapangan diverifikasi menggunakan Hukum Gauss dan ditunjukkan
melalui penentuan total muatan elektroda melalui integrasi data yang terukur. Hukum
Gauss dengan Hukum Coulomb dan konsep kapasitansi pada suatu bahan, yang mana
dalam hal ini menggunakan konduktor berbentuk bola pejal dan konduktor berbentuk
tabung pejal. Namun, hal tersebut tidak kita sadari secara mendetail bahwa terdapat
beberapa hal yang mempengaruhinya, seperti massa sebuah objek, tegangan yang
diberikan, muatan objek, dan kapasitansi dari sebuah bahan.
Hubungan antara konsentrasi debu, SO2 dan NOx dengan kecepatan angin
terlihat pola yang tidak teratur karena pola kecepatan angin lebih berkaitan dengan
jangkauan terjadinya pencemaran udara. Penentuan konsentrasi permukaan maksimum
(Maximum Ground Level Concentration (Cmax)) debu, SO2 dan NOx serta jarak
(Xmax) atau lokasi terjadinya Cmax dengan sumber emisi seperti cerobong industri
penting dilakukan karena standar kualitas udara serta peraturan tentang pencemaran
udara biasanya mengacu pada konsentrasi permukaan maksimum . Menurut Apiratikul.
Cmax dan Xmax merepresentasikan kondisi dan lokasi terjadinya kondisi terburuk
yang disebabkan oleh polutan yang diemisikan oleh cerobong industri. Model ini
mempunyai model dasar Gaussian Model.
Beberapa model yang dapat digunakan dalam memodelkan sebaran polutan
antara lain adalah model Gaussian, model Lagrangian, model Eulerian, dan
Computational Fluid Dynamics (CFD) (De Visscher, 2014). Namun, model Gaussian
merupakan model yang paling mudah dan dianggap tepat untuk melukiskan secara
matematis pola 3 dimensi dari perjalanan semburan (plume) emisi (De Visscher, 2014;
Qipra Galang Kualita. Model dispersi Gauss terbagi dua yaitu sumber titik (point
source) yang polutannya berasal dari cerobong asap dan sumber garis (line source)
yang polutannya berasal dari aktivitas kendaraan bermotor. Pada kasus PLTD Tello
digunakan persamaan umum model dispersi Gauss sumber titik (point source). Afinitas
COHb 250 kali lebih besar dibandingkan O2Hb (Oksihemglobin) akibatnya gas CO
sulit untuk lepas dari Hb dan menyebabkan berkurangnya fungsi Hb sebagai pembawa
Oksigen.
Berdasarkan perbedaan ukuran zat yang didispersikan, sistem dispersi dapat
dibedakan menjadi ,Dispersi kasar (suspensi) adalah partikel-partikel zat yang
didispersikan lebih besar daripada 100 milimikron. Dispersi halus adalah partikel-
partikel zat yang didispersikan berukuran antara satu sampai dengan 100 milimikron.
Dispersi molekular (larutan sejati) adalah partikel-partikel zat yang didispersikan lebih
kecil daripada satu milimikron. Karbon monoksida yang dihirup oleh manusia dalam
kadar rendah dapat mengganggu pernapasan, denyut nadi, tekanan darah, dan refleks
saraf sedangkan dalam kadar yang tinggi dapat menyebabkan kematian. Karbon
monoksida termasuk racun bagi makhluk hidup. Polutan ini dapat berikatan dengan
hemoglobin (Hb) dalam darah membentuk COHb (karboksihemoglobin).
Menggunakan model dispersi Gauss untuk memprediksi jarak pada arah
penyebaran polutan (Xmax) untuk menentukan konsentrasi maksimum polutan di
permukaan (Ground Level Maximum Concentration) yang disingkat dengan GLMC.
Memprediksi GLMC menjadi sesuatu yang penting untuk mengetahui proses dan
tempat dampak terburuk dari suatu pencemar dari cerobong asap. Dipsersi Gauss
sebagai alternatif dalam upaya pemantauan kualitas udara, Model Gauss hanya
memperhitungkan pencemar yang berasal dari sumber emisi, yaitu cerobong industri
semen dalam penelitian ini dan tidak mempertimbangkan emisi lain seperti kendaraan
bermotor, debu di jalan serta industri lain di sekitar industri yang bukan merupakan
obyek penelitian.

DISPERSI KONTAMINAN UDARA ( BOX MODEL)


Faktor meteorologi mempengaruhi pola dispersi debu (TSP), SO2 dan NOx di
udara serta merupakan faktor yang penting dijadikan pertimbangan dalam merumuskan
upaya pemantauan dan pengendalian pencemaran udara. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa konsentrasi permukaan debu, SO2 dan NOx tertinggi terjadi pada malam hari
(7-10PM), saat kondisi atmosfer stabil. Jarak maksimum (Xmax) terjadinya
konsentrasi maksimum di permukaan (Xmax) debu, SO2, dan NOx akan semakin jauh
dari sumber pencemar seiring dengan meningkatnya tingkat kestabilan atmosfer. Nilai
Xmax mempunyai korelasi negatif kuat (-0.82 ≤ r ≤ -1) dengan kecepatan angina.
Pemantauan kualitas udara sebaiknya dilakukan lebih intensif saat malam hari dan alat
pemantauan diletakkan di lokasi terjadinya konsentrasi maksimum.
Berdasarkan perbedaan ukuran zat yang didispersikan, sistem dispersi dapat
dibedakan menjadi ,Dispersi kasar (suspensi) adalah partikel-partikel zat yang
didispersikan lebih besar daripada 100 milimikron. Dispersi halus adalah partikel-
partikel zat yang didispersikan berukuran antara satu sampai dengan 100 milimikron.
Dispersi molekular (larutan sejati) adalah partikel-partikel zat yang didispersikan lebih
kecil daripada satu milimikron. Karbon monoksida yang dihirup oleh manusia dalam
kadar rendah dapat mengganggu pernapasan, denyut nadi, tekanan darah, dan refleks
saraf sedangkan dalam kadar yang tinggi dapat menyebabkan kematian. Karbon
monoksida termasuk racun bagi makhluk hidup. Polutan ini dapat berikatan dengan
hemoglobin (Hb) dalam darah membentuk COHb (karboksihemoglobin).

HUKUM BROWN DAN GERAK BROWN


Gerak Brown ditemukan oleh Robert Brown berkebangsaan Inggris, sehingga
pergerakan partikel koloid dinamakan Gerak Brown. Jika kita lihat dan amati sistem
koloid di bawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel
tersebut akan bergerak membentuk zig-zag karena partikelpartikel suatu zat senantiasa
bergerak. Istilah koloid berasal dari bahasa yunani yaitu “kolla” yang berarti lem dan
“oid” yang berarti seperti. Hal ini yang berkaitan dengan lem adalah sifat difusinya,
karena koloid mempunyai nilai difusi yang rendah seperti lem. Konsep koloid penting
untuk dipelajari karena berkaitan erat dengan kehidupan kita sehari-hari. Sistem koloid
merupakan suatu bentuk campuran yang keadaanya terletak antara larutan dan suspensi
(campuran kasar).
Brown mengamati beberapa partikel dengan mikroskop dan menemukan bahwa
pergerakan terus menerus dari partikel-partikel kecil tersebut makin lama makin cepat
bila temperaturnya makin tinggi. Gerak Brown menurut Zauderer Tahun 1983 adalah
gerakan terus menerus dalam suatu pola tak beraturan dari suatu partikel zat cair
ataupun gas, artinya partikel-partikel ini tidak pernah dalam keadaan stasioner atau
sepenuhnya diam. Hal ini pertama kali dibuktikan dan dicetuskan oleh Robert Brown
seorang botanis Skotlandia pada tahun 1827.
Salah satu konsep kimia tersebut yaitu sistem koloid. Banyak sekali kejadian,
peristiwa ataupun benda dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dihubungkan dengan
konsep koloid, misalnya pelarutan gula pasir dengan air, campuran air dan garam, air
dan susu, air dan kopi, dan lain-lain. Untuk mempelajari konsep koloidpun tidak hanya
dengan mempelajari teorinya saja, tetapi juga dengan melakukan eksperimen.
Eksperimen dan teori dapat saling berkaitan untuk dihubungkan. Sistem koloid ini
mempunyai sifat-sifat khas yang berbeda dari sifat larutan maupun suspensi. Secara
makroskopis, koloid tampak homogen, namun secara mikroskopis koloid bersifat
heterogen.
Berdasarkan perbedaan ukuran zat yang didispersikan, sistem dispersi dapat
dibedakan menjadi, Dispersi kasar (suspensi) adalah partikel-partikel zat yang
didispersikan lebih besar daripada 100 milimikron. Dispersi halus adalah partikel-
partikel zat yang didispersikan berukuran antara satu sampai dengan 100 milimikron.
Dispersi molekular (larutan sejati) adalah partikel-partikel zat yang didispersikan lebih
kecil daripada satu milimikron. Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-
1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu disebut efek Tyndall. Efek Tyndall
adalah efek yang terjadi jika suatu campuran disinari.
Semakin tinggi suhu makin cepat gerak Brown karena energi kinetik molekul
medium pendispersi meningkat sehingga menghasilkan tumbukan yang lebih kuat.
Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid, karena bergerak
terus-menerus bmaka partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga tidak
mengendap Partikel suatu zat senantiasa bergerak dan gerakannya ini dapat bersifat
acak seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bergetar di tempat seperti pada zat padat
Pergerakan partikel ini untuk sistem koloid dengan medium pendispersi zat cair atau
gas akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri Tumbukan
tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel koloid cukup kecil,
maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang, sehingga terjadi resultan
tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak
Brown atau gerak zigzag.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi. N. Y. S. P., June. T., Yani. M. & Mujito. 2018. Estimasi Pola Dispersi
Debu, SO2 Dan NOX Dari Industri Semen Menggunakan Model
Gauss yang Diintegrasi dengan Screen3 : Jurnal pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan (8): 109-119.
Ismiyati., Marlita. D. & Saidah. D. 2014. Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas
Buang Kendaraan Bermotor : Jurnal Manajemen Transportasi &
Logistik (1) : 241-247.
Rahman. F. A. R., Ermawati. R. I., Ripandi. S. & Fujiastuti. D.2018. Analisis
Kapasitansi Elektroda Dalam Hukum Gauss Pada Konduktor Bola
Pejal Dan Tabung Pejal : Prosiding Seminar Nasional Fisika
Universitas Riau ke-3. Pekanbaru.
Toto. E. I., Widjajanti. T. & Wyrasti. A. F. 2013. Model Kac Walks Untuk
Persamaan Difusi Dimensi Dua : Jurnal Beta (6) : 84-107. Papua.
Kurniawati. R. T. D., Rahmawati. R. & Wilandari. Y. 2015. Pengelompokkan
Kualitas Udara Ambien Menurut Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah
Menggunakan Analisis Klaster : Jurnal Gaussian (4) : 393-402.
Kurniawan. A. 2017. Pengukuran Parameter Kualitas Udara ( CO, NO2, SO2,
O3 Dan PM10) Di Bukit Kototabang Berbasis ISPU : Jurnal Teknosains
(7) : 1-13.
Aslim. M. A. F. I., Ihsan. N. & Yani. A. 2019. Pemodelan Sebaran Polutan
Udara Akibat Aktivitasi PLTD Tello Kota Makassar Menggunakan
Model Dispersi Gauss : Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika (1) : 36-
44.
Burhanudin. R, Subarkah. Z. C. & Sari. 2018. Penerapan Model Pembelajaran
Content Context Connection Researching Reasoning Reflecting
(3C3R) Untuk Mengembangkan Keterampilan Generik Sains Siswa
Pada Konsep Koloid : Jurnal Tadris Kimiya (3) : 11-21.
Sulaiman. A. & Sadly. M. 2014. Pemodelan Dispersi Gaussian Menggunakan
Metode Transformasi Laplace dan Integrasi Dengan Citra Satelit
Google Earth : Jurnal Gaussian.

Anda mungkin juga menyukai