Anda di halaman 1dari 21

HEGEMONI AGAMA DALAM PERKAWINAN (PERJODOHAN

DALAM SATU LINGKUP KEANGGOTAAN KELOMPOK DAKWAH


ISLAM)

Eni Palupi, Siany Indria Liestyasari, Nurhadi


Pendidikan Sosiologi Antropologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
palupieni@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui relasi kekuasaan dalam
perjodohan satu lingkup keanggotaan kelompok Dakwah Islam. (2) Mengetahui
hegemoni agama yang terjadi dalam perjodohan kelompok Dakwah Islam.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi
kasus.
Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan studi
dokumen. Teknik pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling.
Informan yang digunakan sebagai sumber data pada penelitian ini adalah orang-
orang yang berhubungan dengan praktek perjodohan yang dilakukan, meliputi
pelaku perjodohan, tim pernikahan, putri kiai kelompok, guru ngaji dan mantan
anggota kelompok tersebut. Tahap analisis penelitian ini yaitu reduksi data,
penyajian data , dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa (1)Relasi kekuasaan yang bersifat
dominatif terjadi pada penentuan keputusan dalam mekanisme perjodohan yang
dilakukan Kelompok Dakwah Islam. Untuk memilih pasangan yang akan dijadikan
suami-istri, anggota Kelompok Dakwah Islam dibatasi dengan kesamaan
keanggotaan kelompok. Masuknya anggota kelompok dalam pengajian Usia Nikah
ketika telah memasuki umur yang dianggap sesuai, dilakukan secara sepihak.
Penunjukan tim pernikahan juga bersifat sepihak oleh Kelompok Dakwah Islam,
tim ini juga sebagai perpanjangan dari kelompok dakwah Islam dalam perkawinan
para anggotanya. (2)Hegemoni agama dilakukan melalui tafsir sepihak terhadap
beberapa ayat suci Alquran dan Hadits yang dijadikan suatu pondasi ideologis
dalam Kelompok Dakwah Islam. Melalui pemikiran para anggota tentang suatu
penafsiran yang kurang kritis (common sense), wacana hegemonik yang merupakan
kontruksi yang dialamiahkan oleh kelompok tersebut di internalisasikan. Termasuk
dalam ranah perkawinan, dimana melalui pemikiran adanya orang luar dan dalam
(outsider-insider), maka perkawinan hanya dilakukan dalam keanggotaan sehingga
perjodohan satu lingkup keanggotaan yang dibantu tim pernikahan terbentuk.
Hegemoni agama dalam perkawinan kemudian dilakukan dengan dua metode, baik
koersif maupun persuasif yang dilakukan secara beriringan dan terwujud dalam
ajaran, dan kultur dalam keanggotaan Kelompok Dakwah Islam, yang
menghasilkan hegemoni dalam ranah perkawinan dan perjodohan dalam
keanggotaan.

Kata kunci: hegemoni agama, perkawinan kelompok, Kelompok Dakwah Islam


ABSTRACT
The research was aimed to (1) Know the power relation in the arranged
marriage of one scope membership of Kelompok Dakwah Islam. (2) Know the
hegemony of religion that occurred in arranged marriage of Kelompok Dakwah
Islam.
The research used qualitative research method with case study approach.
The data collection techniques used in-depth interviews and document study.
Techniques of selecting informants used purposive sampling technique. Informants
who are used as data sources in this research are people who deal with arranged
marriage practices that are done, including the doers of arranged marriage,
marriage teams, kiai’s daughter of the regional group, teacher, and former member
of gruop. The stage of this research analysis are data reduction, data dispaly and
data analysis /verification.
The results showed that (1) Dominative power relation occurs in decision
making in the mechanism of arranged marriage which is done by the Kelompok
Dakwah Islam. To choose the couple to be married, the members of the Kelompok
Dakwah Islam are limited by the similarity of group membership. The inclusion of
group members in the study of the marriage age (UNIK) is when they have turned
into the appropriate age which is one-sided done. The appointment of the marriage
team is also one-sided done bya the Kelompok Dakwah Islam, this team is also as
an extension Kelompok Dakwah Islam in the marriage of its members. (2)
Hegemony of religion is done through one-sided interpretation of several verses of
the Qur’an and Hadith which is become as an ideological foundation in the
Kelompok Dakwah Islam. Through member’s thoughts about a less critical
interpretation (commen sense), the hegemonic discourse is a contruction that is
constructed by the group is internalized. Included in the realm of marriage, where
through the thought of the outsider-insider, the mariage can only be done in the
membership so that arranged marriage of one scope membership who assisted by
the marriage teams is formed. Then, hegemony of religion in marriage is done by
two methods, both coercive and persuasive which are done in tandem and embodied
in the lesson, and culture in the membership of Kelompok Dakwah Islam, which
produces hegemony in the realm of marriage and arranged marriage in
membership.

Keywords : hegemony of religion, group marriage, Kelompok Dakwah Islam


PENDAHULUAN Pada mulanya, pemilihan calon
Latar Belakang suami-istri merupakan perkara
Terlahir sebagai mahkluk sosial dibawah kuasa pihak-pihak tertentu
dengan kecenderungan untuk selalu seperti orang tua dan kerabat yang
hidup saling berdampingan, dituakan (Groenen, 1993:24) dengan
menempatkan perkawinan sebagai memegang nilai-nilai tradisi dan
sesuatu yang penting dalam fase budaya. Beberapa hal menjadi
kehidupan manusia. Perkawinan pertimbangan dalam memilih jodoh
membawa manusia dalam suatu relasi yang terbaik untuk keturunan mereka,
sosial baru (Goode, 2004:64), yang termasuk batasan tentang kelompok
dapat memenuhi beberapa fungsi kekerabatan mana yang boleh dan
pentingnya, termasuk kebutuhan tidak boleh dinikahi, apakah harus
dasarnya atas seksualitas yang terakui dalam satu kelompok (endogamy)
legalitasnya dalam masyarakat atau diluar kelompoknya (exogamy)
(Groenen, 1993:24). (Kamanto Sunarto, 2004:63).
Sebagai suatu penerimaan status Dalam masyarakat Jawa,
baru dalam relasi sosial di perkawinan termasuk pemilihan
masyarakat, urusan perkawinan jodoh menjadi urusan orang tua
bukanlah masalah individual semata, mempelai (Cliffort Geertz, 1989:69),
namun menyangkut hubungan dua dimana kepasrahan mereka terhadap
kelompok kekerabatan (Octavio Paz, jodoh yang dipilihkan dengan
1997:22), dimana melalui dua mempertimbangkan faktor jenjang
individu yang disatukan dalam sosial, wawasan keagamaan dan
perkawinan maka menyatu pulalah larangan incest, dianggap sebagai
dua kelompok kekerabatan tersebut. suatu bentuk pengabdian dan
Sehingga pemilihan calon suami-istri kepatuhannya pada orang tua mereka
juga merupakan pemilihan terhadap (Hildred Geertz, 1983:59). Penelitian
kelompok kekerabatan baru, yang yang dilakukan M.E.R Mathivha
menempati posisi krusial dalam Centre for African Languanges, Art
perkawinan. and Culture, School of Human and
Social Science, mendapati
masyarakat Vhavenda, distrik perkawinan menyebutkan bahwa
Vembe, Limpopo Afrika Selatan yang pengaruh media massa membawa
menjadikan perjodohan sebagai satu- kontak dengan ide-ide baru dan
satunya cara untuk melangsungkan contoh perilaku asing yang berasal
perkawinan. Dimana orang tua dari Eropa Barat dan Amerika Serikat
mengirimkan anak-anaknya ke dengan kecenderungan mereka
sekolah inisiasi budaya untuk memilih pasangan mereka sendiri.
membentuk mereka menjadi mitra Penelitian University of Pretoria
pernikahan sesuai pespektif budaya, Afrika Selatan (2012) tentang tujuan
hal tersebut bahkan menjadi suatu perkawinan pada kalangan pemuda di
prasyarat dalam melangsungkan Malaysia, menemukan adanya motif-
perkawinan. motif yang bersifat individual seperti
Perjodohan yang diatur oleh saling cinta, persahabatan,
orang tua dan tradisi tidak selalu kebahagiaan, harapan, keyakinan
disetujui oleh para pelakunya, pribadi, budaya hidup serta kehidupan
individu berkeinginan untuk memilih individu dalam berbagai motif
sendiri pasangannya, hal ini telah individu untuk melangsungkan
lama hadir seperti yang diungkapkan perkawinan. Temuan-temuan tersebut
Geertz dalam Abangan, Santri, menegaskan perkawinan yang diatur
Priyayi tetapi saat itu kehadirannya oleh orang tua melalui perjodohan
dianggap sebagai suatu gangguan di mengalami kemunduran prevalensi,
tengah tradisi yang telah ada. dan lazimnya perkawinan yang
Perkembangan jaman memudahkan dilakukan atas dasar pilihan individu
masuknya berbagai kebudayaan baru itu sendiri saat ini.
yang membawa pengaruh terhadap Menariknya, di masa seperti ini
sistem dan struktur dalam kehidupan hadir pengaturan perkawinan dan
masyarakat, tak terkecuali tradisi praktek perjodohan di tengah
terkait perkawinan yang dianut. masyarakat. Bukan lagi dibawah
Penelitian University of Chicago tradisi dan kebudayaan tetapi
dalam American Journal of dilakukan oleh kelompok-kelompok
Sociology, terkait perubahan pola sosial yang lahir dan berkembang di
tengah masyarakat, yang tentu saja penelitian Vita Agustina (2014)
kemudian perjodohan tersebut mengungkapkan bagaimana Kiai
dilakukan dengan aturan dan sebagai kaum intelektual atau tokoh
pandangan hidup masing-masing berpengaruh di dalam masyarakat
kelompok tersebut, salah satunya yang paham agama mengunakan
mereka yang berbasiskan agama. ketokohan dan kekuasaannya untuk
Agama hadir sebagai sebuah ajaran melegalisasi praktek poligami.
yang bukan hanya mengatur Kelompok Dakwah Islam
hubungan manusia dengann merupakan salah satu kelompok atau
Tuhannya namun lebih dari itu, organisasi agama yang memiliki
Thomas F. O’dea (1990:3) pengaturan terkait pemilihan jodoh
mengungkapkan bahwa agama telah pada seluruh anggotanya.
dicirikan sebagai pemersatu aspirasi Berdasarkan hasil wawancara dengan
manusia yang paling sublim, sebagai anggotanya yang berdomisili di Kota
sejumlah besar moralitas, sumber Surakarta, kelompok ini memiliki
tatanan masyarakat dan perdamaian pengaturan bahwa tiap anggotanya
batin individu, sebagai sesuatu yang harus melakukan perkawinan dengan
membuat manusia beradab. Bahkan sesama anggota kelompok. Selain itu,
sejarah menunjukkan bahwa kelompok memfasilitasi anggota
lembaga-lembaga keagamaan yang siap menikah untuk mengikuti
merupakan bentuk asosiasi manusia kegiatan “perjodohan” dibantu oleh
yang paling mungkin untuk terus tim pernikahan yang ada di tiap unit
bertahan. daerah. Dari uraian tersebut, maka
Kelompok agama juga memiliki kemudian peneliti merasa tertarik
suatu kekuatan tersendiri, dimana untuk melakukan penelitian terkait
mereka memiliki dasar kuat (firman bagaimana relasi kekuasaan dalam
Tuhan) sebagai dogma bagi perjodohan satu lingkup kelompok
pengikutnya hingga dapat mereka, serta bagaimana hegemoni
menghadirkan dominasi dan otoritas agama terjadi dalam perjodohan satu
terhadap para anggotanya termasuk lingkup kelompok mereka.
dalam ranah perkawinan. Seperti pada
Kajian Pustaka kelompok-kelompok kekerabatan,
Perkawinan dan Perjodohan dalam dimana wanita merupakan wahana
Masyarakat bagi berlangsungnya proses
Perkawinan menjadi suatu kajian komunikasi tersebut.
yang cukup penting dalam studi Dapat dimaknai pula bahwa
sosiologi dan antropologi. perkawinan merupakan relasi antara
Pemaknaan yang beragam mengenai dua kelompok keluarga/kekerabatan
perkawinan diberikan oleh beberapa melalui hubungan seksual legal yang
tokohnya, misalnya Groenen mengikat antara pria dan wanita untuk
(1993:19), memaknai perkawinan mendapatkan keturunan yang
sebagai hubungan yang kurang lebih menciptakan suatu hubungan
mantap dan stabil antara pria dan kekerabatan baru dengan segala
wanita (entah seorang atau beberapa peran, status, dan kewajiban yang
orang) menjadi hubungan seksual, melekat dan harus dijalankan demi
yang oleh masyarakat yang terwujudnya berbagai fungsi serta
bersangkutan (kurang lebih luas) tujuan dalam pelaksanaan
sedikit banyak diatur, diakui dan perkawinan.
dilegalisasikan. Dalam pelaksanaan sebuah
Goodenough (Keesing, 1981:6) perkawinan, tiap kelompok
melihat suatu perkawinan dengan masyarakat memiliki aturan tersendiri
memusatkan pemikiran pada hak atas yang dianutnya. Kamanto Sunarto
seksualitas wanita yang diperoleh (2004:62-63) mengungkapkan, salah
berdasarkan kontrak. Bagi Paz (1997: satu aturan yang berlaku dalam
22) memandang perkawinan sebagai hubungan perkawinan ialah eksogami
suatu relasi antar kelompok yang dan endogami. Eksogami merupakan
dilakukan melalui tanda, bukanlah sistem yang melarang perkawinan
suatu hubungan antar individual dengan anggota kelompok,
semata. Sebagai suatu relasi antar sedangkan endogami ialah sistem
kelompok, perkawinan juga yang mewajibkan perkawinan dalam
merupakan suatu bentuk proses satu kelompok.
komunikasi yang terjalin diantara
Selain asal kekerabatan dari tidak lagi dijalankan, cinta menjadi
calon pasangan, biasanya banyak hal faktor yang dipertimbangkan oleh
yang menjadi pertimbangan lain calon mempelai, dan mereka
adalah kemapanan atau strata, memiliki hukum negara untuk
kepandaian, pekerjaan, serta sikap mendukung perlawanan atas hukum
dan santun dari sang calon pasangan adat tentang perjodohan, meski begitu
yang hendak dipilih menjadi praktek perjodohan masih
pendamping hidup. Dari aturan serta dipraktekkan oleh penganutnya,
pertimbangan ini, maka kemudian menurut hukum adat atau
seseorang biasanya dibantu oleh negara/agama.
orang-orang terdekat, utamanya pihak Di Indonesia sendiri praktek
keluarga untuk memilih dan perjodohan awalnya merupakan suatu
menentukan calon pendampingnya. tradisi di tiap daerah-daerah dengan
segala keunikan dan kekhasannya
Dari sinilah, sebuah perkawinan
masing-masing. Masyarakat Jawa
yang dibantu oleh pihak ketiga
misalnya, memiliki tradisi tersendiri
terbentuk dan sering kita sebut
terhadap sebuah perkawinan dan
perjodohan. Perjodohan pada
pemilihan jodoh. Dalam karya
awalnya lebih menitikberatkan pada
etnografi Clifford Geertz terhadap
kelompok kekerabatan, seperti ras,
masyarakat Mojokuto yang berjudul
suku, klen dan masalah keturunan
“Abangan, Santri, Priyayi dalam
(Groenen,1993:38). Di dalam praktek
masyarakat Jawa”, terdapat
perjodohan maka ada kelompok yang
pemaparan mengenai proses sebelum
biasanya adalah orang tua atau
melangsungkan perkawinan,
kerabat yang dianggap berwenang
bagaimana upacara perkawinan
untuk mengatur terlaksananya
berlangsung hingga bagaimana
perkawinan, sehingga para calon
kemudian sebuah perkawinan bisa
mempelai tidak memiliki kuasa atas
dianggap telah berakhir (perceraian)
perkawinannya. Namun dalam
yang dilakukan oleh ketiga golongan.
perkembangan jaman dan perubahan
Dalam tradisi masyarakat di Jawa
sosial budaya, tradisi dan hukum adat
orangtua memiliki kuasa atas
perkawinan anak-anak mereka, mulai Terkait dengan proses terjadinya
dari pemilihan pasangan suami atau kelompok sosial, Bierens de Haan
istri hingga dalam pengaturan upacara (Sri Wiyarti, 2007:36) Dikatakan
dengan berpegang pada nilai budaya bahwa suatu kelompok memperoleh
dan tradisi, “Hingga baru-baru ini bentuknya dari kesadaran akan
kebanyakan perkawinan di Jawa keterikatan yang ada pada anggota-
masih diatur oleh orangtua mempelai anggotanya. Kenyataan kelompok
wanita maupun pria” (Clifford ditentukan oleh nilai-nilai yang
Geertz, 1989:69). dihayati bersama oleh fungsi
Kajian Kelompok Sosial kelompok sebagaimana disadari
Terlahir sebagai makhluk sosial, anggotanya.
manusia memiliki kodrat untuk tidak Maka, suatu kelompok sosial
dapat hidup sendiri tanpa bantuan dalam proses pembentukannya
manusia lainnya. Dari sinilah didasari oleh beberapa hal yang
kemudian manusia hidup secara penting keberadaaanya, yaitu tujuan,
berkelompok-kelompok untuk harapan dan ideologi senada yang
pemenuhan kebutuhan hidupnya, dan mengikat anggotanya, yang saling
sering disebut kelompok sosial. berinteraksi secara psikologis/ mental
Terkait pengertian kelompok sosial, dengan komunikasi yang terjalin
Dwi Narwoko dan Bagong balik serta masing-masing memiliki
Suyanto(2014:23) mendefinisikan kesadaran sebagai bagian dari
kelompok-kelompok sosial kelompok.
merupakan kesatuan sosial yang Telah disebutkan tadi bahwa
terdiri dari kumpulan individu- kelompok sosial bukanlah kelompok
individu yang hidup bersama dengan statis, setiap kelompok sosial pasti
mengadakan hubungan timbal balik mengalami perkembangan dan
yang cukup intensif dan teratur, perubahan masing-masing, hal
sehingga daripadanya diharapkan tersebutlah yang kemudian
adanya pembagian tugas, struktur, memungkinkan terjadinya dinamika
serta norma-norma tertentu yang kelompok sosial. Menurut Heslin
berlaku bagi mereka. (2007:134), dinamika kelompok
merupakan istilah yang digunakan dimana filsafat dan praktek sosial
masyarakat menyatu dalam
oleh sosiolog untuk merujuk pada
keadaan seimbang : dominasi
bagaimana kelompok mempengaruhi merupakan konsep dari realitas
yang menyebar melalui
kita dan bagaimana kita
masyarakat dalam sebuah
mempengaruhi kelompok. Pengaruh lembaga dan manifestasi
perseorangan, pengaruh dari roh
itu meliputi bagaimana kelompok
ini membentuk moralitas, adat,
telah membawa perbedaan dan religi, prinsip-prinsip politik dan
semua relasi sosial, terutama dari
pembelajaran kepemimpinan,
intelektual dan hal-hal yang
konformitas, dan pengambilan menunjukkan pada moral.
Hegemoni selalu berhubungan
keputusan.
dengan penyusunan kekuatan
Hegemoni Antonio Gramsci negara sebagai klas diktator.
Konsep hegemoni merupakan
Meskipun terkait erat dengan
suatu teori sosial yang dibahas oleh
dimensi kekuasaan suatu negara dan
beberapa tokoh sebelumnya hingga
politik, nyatanya konsep hegemoni
akhirnya dimantapkan oleh Gramsci
milik Gramsci memiliki dimensi
sebagai suatu gagasan yang dianggap
kebudayaan didalamnya. Gramsci
memiliki orisinalitas, terutama karena
menggunakan konsep hegemoni
kemampuannya memisahkan konsep
untuk mendeskripsikan bagaimana
hegemoninya dengan pendekatan
masyarakat-masyarakat kapitalis
marxisme yang dogmatis (Boccock,
modern diorganisasikan atau
2007:37).
dimaksudkan untuk diorganisasikan
Konsep-konsep hegemoni pada
dalam masa lalu dan masa ini.
masanya banyak digunakan dalam
Sehingga bukan hanya dapat
kaitannya kekuasaan negara dan
digunakan dalam memandang
bagaimana suatu politik dominasi
kekuasaan dan dominasi suatu negara,
dijalankan, Gramsci merumuskan
konsep Gramsci kemudian dapat
konsepnya sebagai beikut (William,
digunakan dalam melihat suatu
dalam Nezar Patria dan Andi Arief,
bentuk kekuasaan suatu kelompok
2003:121)
dominasi yang mendominasi
yang merujuk pada pengertian
kelompok lainnya dengan suatu
tentang situasi sosial politik,
dalam terminologinya” momen”, pendekatan khusus hingga
menciptakan suatu hegemonik bagi nasional, sifat-sifat kelompok sosial
pihak yang dihegemoni. Dalam suatu yang dominan dan sebagainya,
hegemoni, suatu wacana atau ideologi termasuk keberadaan kaum
menjadi suatu kunci dalam intelektual. Hal-hal ini yang
menjalankan dominasi ini, selain itu kemudian membuat ideologi
peran kepemimpinan moral juga kemudian dapat terinternalisasi
sangat penting. Bocock (2007:41), didalam perspektik kelompok yang
dalam uraiannya mengenai konsep terhegemoni.
hegemoni dari Gramsci, Selain itu peran kaum intelektual
kepemimpinan hegemonik mencakup dalam hegemoni tidak dapat
mengembangkan persetujuan dipisahkan, disebutkan Gramsci
intelektual, moral, dan filosofis dari (2013 : 17) bahwa kaum intelekstual
semua kelompok utama dalam suatu merupakan wakil dari kelompok
bangsa. Hal itu mencakup emosional, dominan yang memiliki fungsi sosial,
karena para pemimpin politik yang yang juga menjadi media
berusaha mencapai kepemimpinan menyebarluaskan ideologi
hegemoni harus memperhatikan hegemonik tadi.
sentimen-sentimen dari masyarakat- Melalui penjelasan Gramsci atas
bangsa dan tidak boleh tampak krisis otoritas, Faruk (2010:141-144)
sebagai makhluk aneh atau asing yang memberikan kesimpulan,
terpisah dari massa. Hegemoni mendefinisikan sifat
kompleks dari hubungan antara
Agar dapat mencapai hegemoni,
massa rakyat dengan kelompok-
ideologi harus disebarkan. Menurut kelompok pemimpin masyarakat,
suatu hubungan yang tidak hanya
Gramsci (Faruk, 2010:150),
politis dalam pengertian sempit,
penyebaran itu tidak dapat terjadi tetapi juga persoalan mengenai
gagasan-gagasan atau kesadaran.
dengan sendirinya. Melainkan
Tekanan inilah yang menandakan
melalui lembaga-lembaga sosial orisinalitas konsep hegemoni.
Apabila marxisme ortodoks
tertentu yang menjadi pusatnya,
meemberikan tekanan secara
misalnya bentuk-bentuk sekolahan berlebihan pada pentingnya dasar
ekonomik masyarakat,
dan pengajaran, kematangan dan
sedangkan filsafat liberal pada
ketidakmatangan relatif bahasa peranan gagasan-gagasan,
Gramsci berpegang teguh pada contoh organisasi religius yang tetap.
penyatuan kedua aspek tersebut
Disini agama memainkan peran yang
secara bersama-sama. Salah satu
cara didalamnya “pemimpin” dan penting dalam analisis Gramsci
“yang dipimpin disatukan lewat
tentang peran suatu organisasi kaum
“kepercayaan-kepercayaan
populer.” intelektual dan massa dalam
Dari berbagai uraian terkait
menghasilkan hegemoni untuk
pemahaman hegemoni milik Gramsci
konsep tertentu tentang dunia.
maka, dapat kita simpulkan bahwa
METODE
hegemoni merupakan suatu bentuk
Metode penelitian yang
kepemimpinan untuk mendapatkan
digunakan dalam penelitian ini adalah
dominasi atas suatu kelompok
metode kualitatif, menggunakan
melalui ideologi yang disebarkan
pendekatan Studi Kasus. Penelitian
dengan memperhatikan tokoh
ini termasuk dalam jenis studi kasus
intelektual, media menyebaran,
intrinsik (intrinsic case study)
karakteristik kelompok tersebut,serta
(Denzin dan Lincoln, 2009:301).
menciptakan suatu kedekatan
Pengumpulan data dilakukan dengan
tertentu, sehingga dengan kesadaran
wawancara mendalam terhadap
tercipta suatu kepercayaan-
informan, dan studi dokumen terkait
kepercayaan yang membentuk
melalui website resmi Kelompok
dominasi yang direncanakan dan
Dakwah Islam, buku yang
dituju.
dikeluarkan kelompok tersebut dan
Terkait dengan agama, bagi
penelitian terdahulu yang terkait.
Gramsci agama-agama dianggap
Tehnik pengambilan sampel
beroperasi sebagai wawasan-
menggunakan tehnik Purposive
wawasan dunia yang populer, dengan
Sampling, yaitu orang-orang didalam
suatu sistem nilai moral, suatu sistem
keanggotaan kelompok Dakwah
kepercayaan yang berkaitan dan suatu
Islam yang berhubungan baik
sistem ritual/simbolik (Bocock
langsung atau tidak langsung dengan
2007:124-125). Gramsci (Bocock
praktek perjodohan. Maka kemudian
2007:126) mengacu pada gereja
subyek penelitian yang dipilih
Katolik Roma sebagai salah satu
meliputi, pelaku perjodohan, tim
pernikahan, putri kiai kelompok, tersebut. Pemikiran yang kelompok
pengajar, dan mantan anggota sebagai dakwah islam miliki membawa
tambahan. dampak besar terhadap berbagai segi
Uji validitas data dilakukan kehidupan anggotanya. Termasuk
dengan Teknik triangulasi, peneliti dalam perkawinan yang akan
menggunakan Tehnik Trianggulasi dilangsungkan oleh para anggotanya.
data, melalui wawancara mendalam Dikarenakan pemikiran bahwa orang
sebagai proses penggalian data dari diluar keanggotaan berbeda dengan
sumber yang berbeda, ditambah mereka, maka mereka memiliki
dengan studi dokumen terkait. pemikiran bahwa anggota kelompok
Analisis data menggunakan model hanya menikah dengan sesama
analisis interaktif, yaitu reduksi data, anggota yang juga dianggap sebagai
penyajian data dan penarikan suatu kodrat atau ketentuan dari
kesimpulan. Tuhan yang tidak dapat disangkal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan calon pasangan
Relasi Dominatif dalam dilakukan dengan 2 cara, pertama
Mekanisme Perjodohan Kelompok
dapat meminta bantuan dari tim
Dakwah Islam
Skema siklus perkawinan dan perjodohan pernikahan melalui proses
pemilihan calon
pasangan suami- perjodohan. Kedua, anggota dapat
istri

secara pribadi menentukan calon


pasangannya baik tanpa perantara

perkawinan dalam
ataupun direkomendasikan oleh pihak
perjodohan dibantu
satu lingkup
tim pernikahan
keanggotaan
lain, baik keluarga atau orang-orang

Sumber: wawancara peneliti


terdekat. Jadi pada level ini, individu
Terdapat anggapan di dalam yang mencari jodoh memiliki hak
pemikiran kelompok dakwah islam untuk menentukan apakah ia akan
bahwa orang-orang yang bukan mencari sendiri calonnya atau
anggota mereka itu tidaklah sama meminta bantuan pihak ketiga.
dengan mereka, sebutan “orang luar” Namun, dapat dipahami hak ini
dan “orang kita” memberikan sedikit dibatasi oleh pemikiran keharusan
banyak gambaran terhadap hal perkawinan dalam satu lingkup
keanggotaa yang harus dijalankan. Kegiatan perjodohan ditujukan
Meskipun begitu orang dari luar untuk para anggota muda yang telah
keanggotaan dapat melangsungkan masuk usia pengajian remaja yaitu
perkawinan dengan anggota mulai dari usia sekolah menengah
kelompok dakwah islam, hanya atas keatas (baik kuliah atau bekerja),
dengan masuknya orang yang Mereka kemudian akan ditanyai
bersangkutan dalam keanggotaan. kesiapannya untuk menikah, dan di
Dalam proses perjodohan yang kumpulkan dalam kelompok
dilakukan, kelompok dakwah islam pengajian pra-nikah. Peserta dalam
akan menunjuk satu orang di tiap pengajian pra-nikah ini merupakan
pengajian kelompok desa yang para anggota kelompok dakwah islam
merupakan kelompok terkecil. Orang yang masuk kedalam list UNIK atau
yang telah terpilih ini kemudian akan usia nikah, sehingga sebutan untuk
diminta untuk mengurus berbagai pengajian ini biasa disebut pengajian
urusan terkait perjodohan para pranikah atau pengajian usia nikah/
anggota dalam kelompoknya. Mereka UNIK. Pengelompokkan ini
ini kemudian disebut dengan tim dilakukan oleh para pengurus
pernikahan. Tim tersebut ditunjuk kelompok tersebut, suatu agenda
melalui musyawarah pengurus tanpa wajib yang diadakan di tiap kelompok
kriteria khusus namun dianggap pangajian desa. Masuknya anggota
mampu menjalankan tugas sebagai dalam daftar ini pun merupakan
tim pernikahan dengan baik. sesuatu yang bersifat otomatis, dan
Penunjukkan tim ini bersifat satu menjadi suatu kewajiban bagi
arah, dimana anggota yang terpilih anggota yang telah memasuk usia
harus melaksanakan tugas yang yang ditentukan.
diberikan. Selain mengurusi masalah Perjodohan yang dibantu tim
perjodohan, tim pernikahan juga pernikahan ini memiliki beberapa
membantu tiap-tiap anggota variasi dalam penyelenggaraannya.
kelompoknya yang akan Berikut skema beberapa jalur dalam
melangsungkan perkawinan. perjodohan kelompok dakwah islam.
Skema jalur perjodohan Skema proses pondasi ideologis

Terlihat andil kuat tim


pernikahan sebagai perpanjangan dari
kelompok dakwah Islam dalam
perkawinan para anggotanya, karena
seluruh perkawinan baik melalui
perjodohan atau tidak kemudian pada Pondasi ideologis yang
akhirnya akan tetap melibatkan tim disebarluaskan dan di internalisasikan
pernikahan didalamnya dalam proses kepada para anggota Kelompok
lamaran yang harus disampaikan Dakwah Islam terlihat dalam ajaran
melalui tim pernikahan masing- dan kultur kelompok tersebut, hal ini
masing kelompoknya. pada akhirnya sangat mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan dari para
Hegemoni Agama dalam anggotanya. Termasuk menciptakan
Perkawinan suatu hegemoni dalam ranah
Pembentukan kontruksi perkawinan bagi para anggota dengan
adanya orang dalam-orang luar landasan agama. Hegemoni dalam
dalam keanggotaan Kelompok perkawinan dengan bentuk lain juga
Dakwah Islam yang menjadi suatu di singgung oleh Budi Rhajab
pondasi ideologis dalam hegemoni (2003:67-82) dalam membahas
agama yang terjadi pada kelompok masalah poligami. Dalam
tersebut. Proses tersebut akan pembahasannya, praktek poligami
disajikan dalam bentuk skema yang terjadi dalam masyarakat
sebagai berikut. merupakan suatu bentuk hegemoni
struktur budaya patriarki yang Agama memberikan jawaban
dominan dan mengakar, ditambah terhadap masyarakat atas sesuatu
memiliki dukungan legitimasi dari diluar kuasa manusia yang dapat
agama, serta negara yang bahkan, menjawab fakta karakteristik dasar
melegalkannya dalam bentuk undang- eksistensi manusia, yaitu
undang, yang pada akhirnya ketidakpastian, ketidakberdayaan dan
membawa dampak ketertindasan bagi kelangkaan (O’dea, 1990:7).
perempuan dan dominasi bagi laki- Kekuatan inilah pula yang
laki. digunakan oleh kelompok-kelompok
Perjodohan dan perkawinan yang sosial yang berbasiskan agama dalam
dilakukan hanya dalam satu lingkup masyarakat untuk membangun massa.
keanggotaan Kelompok Dakwah Ini pula yang dijabarkan Askian
Islam merupakan bentuk hegemoni Adam (1999:39), dengan tertulisnya
agama yang kemudian dianalisis beberapa hal tentang perempuan
dengan konsep hegemoni Gramsci dalam literatur agama, kemudian
untuk mengetahui bagaimana interpretasi atasnya menjadi sebuah
hegemoni agama tersebut hal yang sulit untuk disangkal,
berlangsung. Berikut skema proses misalnya dalam persoalan hak waris
hegemoni tersebut. yang hanya setengah dari saudara
Skema proses Hegemoni Agama laki-lakinya, perkara ini tampaknya
menjadi mutlak untuk ditaati sebagai
perintah Tuhan yang berkonsekuensi
tentang surga neraka.
Dalam agama Islam sendiri,
ajaran yang diberikan oleh
penganutya bersumberkan kepada
kitab suci, meliputi kitab suci Alquran
dan Hadist. Kitab suci tersebut
kemudian harus dimaknai untuk
kemudian dapat menjadi suatu
pedoman hidup bagi seluruh umatnya.
Disinilah titik dimana kitab suci keberadaannya, bahkan Friedrich
Alqur’an dan Hadits ini menjadi suatu Engels diungkapkan Adriana Veni
media hegemonik, manakala tafsir (2002:118) dalam tulisannya,
yang dilakukan bukan lagi murni menuding loyalitas menjadi tujuan
bersifat agamis namun memuat sisi dari konsep cinta dalam perkawinan
ideologis untuk tujuan-tujuan tertentu yang dipelintir masyarakat borjuis
yang mempengaruhi interpretasi atas kapitalis untuk mengekang
tafsir yang diberikan. Seperti tafsir perempuan agar tetap tinggal
kitab suci yang lebih dipengaruhi oleh ditempat.
struktur patriarkal (Engineer, Gagasan tentang perkawinan
2003:84). tersebut kemudian menjadi bagian
Termasuk dalam pembentukan dari kontruksi yang dibangun
suatu kelompok sosial yang Kelompok Dakwah Islam.
berbasiskan/berasaskan agama seperti Bagaimana gagasan tersebut
Kelompok Dakwah Islam. Dimana kemudian menjadi hegemonik bagi
dengan mengambil beberapa ayat para anggotanya, dijelaskan oleh
dalam Alquran dan Hadist, mereka Gramsci sebagai sesuatu yang
membentuk pandangan hidup, dan disebutnya commen sense atau
tujuan yang hendak dicapai dalam pemikiran orang awam, tempat
kelompok tersebut. Hal ini dilakukan dimana ideologi dominan dibangun.
dengan tafsir sepihak atas beberapa Common sense bagi Gramsci
ayat kitab suci untuk merupakan konsepsi tentang dunia
mengalamiahkan kontruksi yang yang paling pervasif tetapi tidak
dibentuk kelompok tersebut. Sebuah sistematik. Dalam kasus ini common
kontruksi yang membedakan anggota sense dapat dimaknai sebagai
kelompok dengan orang-orang diluar pemikiran para anggota kelompok,
keanggotaan, kontruksi yang selain yaitu konsepsi terhadap tafsir kitab
membentuk kelompok sekaligus suci dan pemahaman agama yang
membangun suatu loyalitas kuat dari mereka miliki termasuk pandangan
para anggotanya. Loyalitas ini mengenai perkawinan yang baik,
menjadi sesuatu yang penting yang bersifat kolektif. Pada common
sense yang menonjol adalah ciri-ciri diperuntukkan bagi para anggota dari
yang tersebar, tak terkoordinasi, dari semua jenjang umur mulai dari usia
bentuk pikiran bersama pada periode dini hingga lansia, serta adanya
yang khusus dan dalam lingkungan pengajian kelompok usia nikah
yang khusus pula (Faruk, 2010:146). dimana terdapat penekanan yang
Dengan pandangan common sense ini dilakukan terkait masalah perkawinan
pula, dimensi hegemoni milik satu keanggotaan, yang dilakukan
Gramsci menuntut adanya kontak dengan pendekatan alur fikir para
antara yang memimpin dan yang anggota dengan ideologi mereka,
dipimpin, pada ranah perkawinan kita sekaligus menjadi suatu media
bisa melihat kehadiran tim internalisasi ajaran-ajaran yang
pernikahan pada tiap kelompok dimiliki oleh Kelompok Dakwah
pengajian daerah yang begitu dekat Islam.
keberadaannya dengan para Peran para tokoh-tokoh agama
anggotanya. Hingga hadirnya memiliki fungsi sosial tersendiri
perjodohan yang diatur dan diurus dalam proses terjadinya hegemoni.
langsung oleh para tim pernikahan Bahkan dalam Kelompok Dakwah
tersebut Islam diketahui bahwa peran kiai
Kelompok Dakwah Islam untuk dalam kelompok yang biasanya
mendapatkan supremasi atas para disebut imam memiliki posisi yang
anggotanya melakukan pedekatan kuat, dimana imam disini dianggap
yang maksimal, baik persuasif sebagai pembimbing, panutan dan
maupun koersif sehingga menjadi guru yang harus dipatuhi, hal ini
hegemonik bagi anggotanya. Dalam menjadi bentuk kepemimpinan moral
ranah perkawinan pun dilakukan intelektual yang terjadi dalam
dengan hal yang sama. Keberadaan kelompok tersebut.
gagasan adanya perbedaan antara Selain hal-hal tadi, secara koersif
orang luar dan dalam dari Kelompok Dakwah Islam juga
keanggotaan menjadi suatu kontrol dilakukan kepada para anggotanya.
sosial bagi para anggota. Pengajian Seperti keharusan anggota-anggota
yang dilakukan secara rutin bahkan yang memasuki usia Sekolah
Menengah Atas dan diatasnya ke dalam pengajian, akan ada pengurus
dalam UNIK, yaitu kelompok atau imam yang akan menegur dan
pengajian dan juga obyek yang menasehati anggota tersebut, hal ini
nantinya akan diikutsertakan dalam dianggap semacam pelanggaran.
kegiatan-kegiatan perjodohan dari tim Tafsir sepihak atas Alquran dan
pernikahan. Masuknya anggota ke Hadist yang menghasilkan berbagai
dalam pengajian kelompok UNIK, kontruksi yang dialamiahkan dengan
merupakan suatu kontrak tak tertulis landasan agama terasa sebagai suatu
yang harus ditaati oleh anggotanya kodrat bagi anggota kelompok,
ketika ia mulai masuk ke dalam seperti dalam tafsir ayat-ayat Alquran
keanggotaan Kelompok Dakwah yang seringkali digunakan untuk
Islam secara otomatis. Keberadaan mendukung legitimasi sebuah
tim pernikahan sendiri menjadi suatu poligami dalam masyarakat oleh
alat pengendali dari hegemoni dalam kaum patriarkal (Farida, 2002:74).
perjodohan satu lingkup kelompok Hal ini membuat mereka merasa
ini. Suatu bentuk paksaan yang sangat secara sadar melakukan perkawinan
kentara tentu saja terlihat dalam dalam satu lingkup keanggotaan
pengaturan perkawinan para anggota kelompok. Praktek perjodohan yang
yang harus dilakukan dalam satu dikembangkan juga diikuti oleh para
lingkup keanggotaan. Hal ini bahkan anggotanya dengan sukarela, tanpa
menjadi suatu kesulitan dan ganjalan mempertanyakan kebenarannya.
ketika anggota (insider) akan Mereka merasa bahwa konsep orang
menikah dengan orang diluar luar orang dalam, perbedaan beberapa
keanggotaan (outsider). Bentuk hal dalam cara beribadahan mereka
lainnya terlihat dari keharusan para merupakan suatu kebenaran mutlak
anggota mengikuti pengajian- yang seharusnya dilakukan tanpa
pengajian yang diselenggaraka oleh sanggahan. Sehingga ideologi
Kelompok Dakwah Islam, hal ini kelompok telah menjadi ideologi pula
didapat dari penjelasan informan dalam perspektif tiap-tiap anggota.
yang mengungkapkan bahwa ketika Perkawinan dalam lingkup
anggota tidak rajin atau membolos keanggotaanpun merupakan hal yang
sah-sah saja dan benar ideologis dalam Kelompok Dakwah
keberadaannya, malah ketika hal itu Islam. Melalui pemikiran para
dilanggarlah maka terjadi suatu anggota tentang suatu penafsiran
penyimpangan bagi mereka.Praktek yang kurang kritis (common sense),
perjodohan pun menjadi suatu wacana hegemonik yang merupakan
hegemonik bagi para anggotanya. kontruksi yang dialamiahkan oleh
SIMPULAN DAN SARAN kelompok tersebut di
Simpulan internalisasikan. Termasuk dalam
Relasi kekuasaan yang ranah perkawinan, dimana melalui
bersifat dominatif terjadi pada pemikiran adanya orang luar dan
penentuan pasangan yang akan dalam (outsider-insider), maka
dijadikan suami-istri, anggota perkawinan hanya dilakukan dalam
Kelompok Dakwah Islam dibatasi keanggotaan sehingga perjodohan
dengan kesamaan keanggotaan satu lingkup keanggotaan yang
kelompok, sehingga perkawinan dibantu tim pernikahan terbentuk.
tidak terjadi dengan orang di luar Hegemoni agama dalam perkawinan
keanggotaan. Masuknya anggota dilakukan dengan dua metode, baik
kelompok dalam pengajian Usia koersif maupun persuasif.
Nikah (UNIK) ketika telah Saran
memasuki umur yang dianggap Sebaiknya para pelaku perjodohan
sesuai, dilakukan secara sepihak. meminta kepada pihak tim
Penunjukan tim pernikahan juga pernikahan untuk memberikan
bersifat sepihak oleh Kelompok informasi sebanyak-banyaknya
Dakwah Islam, tim ini juga sebagai mengenai calon pasangannya
perpanjangan dari kelompok termasuk diadakannya pertemuan
dakwah Islam dalam perkawinan dengan orang terdekat untuk
para anggotanya. menggali informasi seperti teman,
Hegemoni agama dilakukan saudara dan orang tua calon pasangan
melalui tafsir sepihak terhadap sebelum memutuskan dilakukannya
beberapa ayat suci Alquran dan perkawinan, sehingga menjadi suatu
Hadits yang dijadikan suatu pondasi pertimbangan mendalam.
Hendaknya Kelompok Dakwah Gramsci, Antonio. (2013). Prison
Notebooks Catatan Catatan dari
Islam memberikan pendampingan
Penjara. Yogjakarta : Pustaka
lebih yang dilakukan dalam bentuk Pelajar.
pemberian materi dalam bentuk Groenen. (1992). Perkawinan
Sakramental (Antropologi dan
pangajian khusus, maupun konsultasi Sejarah Teologi, Sistematik,
yang dilakukan oleh pihak Kelompok Spiritualitas, Pastoral.
Yogyakarta : Kanisius.
Dakwah Islam kepada para pasangan
J. Goode, William. (2004). Sosiologi
suami-istri hasil perjodohan yang Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara.
dibantu oleh tim pernikahan. M. Heslin, James. (2007). Sosiologi
DAFTAR PUSTAKA dengan Pendekatan Membumi.
Jakarta:Erlangga.
Bocock, Robert. (2007). Pengantar
Komprehensif Untuk Memahami M. Keesing, Roger. (1981).
Hegemoni. Yogyakarta: Antropologi Budaya Suatu
Jalasutra. Prespektif Kontemporer. Jakarta:
Erlangga.
Denzin, K.N., & Yvonna S. Lincoln.
(2009). Handbook of Qualitative Narwoko, Dwi J dan Bagong Suyanto.
Research. Yogjakarta : Pustaka (2014). Sosiologi Teks Pengantar
Pelajar. dan Terapan. Jakarta :
Prenadamedia group.
Engineer, Asghar Ali. (2003). Matinya
Perempuan (Menyingkap Patria, Nezar dan Andi Arief. (2003).
Megaskandal Doktrin dan Laki- Antonio Gramsci : Negara dan
laki). Yogjakarta : IRCiSoD. Hegemoni. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
F. O’Dea , Thomas. (1990). Sosiologi
Agama. Jakarta : CV. Rajawali. Paz, Octavio. (1997). Levi-Strauss
(Empu Antropologi Struktural).
Farida. (2002). Jurnal Perempuan, Yogjakarta : Gambiran UH V.
Memikirkan Perkawinan, No. 22
: 74. Jakarta Selatan : Yayasan Rhajab, Budi. (2003). Jurnal
Jurnal Perempuan. Perempuan, Menimbang
Poligami, No. 31 : 67-82. Jakarta
Faruk. (2010). Pengantar Sosiologi Selatan : Yayasan Jurnal
Sastra. Yogyakarta : Pustaka Perempuan.
Pelajar.
Soekanto, Soerjono. (2012). Sosiologi
Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Suatu Pengantar. Jakarta : PT.
Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Rajagrafindo.
(1989). Jakarta : PT. Midas Surya
Grafindo. Sunarto, Kamanto. Pengantar
Sosiologi. (2004). Jakarta :
Geertz, Hildred. Keluarga Jawa. Lembaga Penerbit Fakultas
(1983). Jakarta : PT. Temprint. Ekonomi Universitas Indonesia.
Syarbaini, Syahrial dan Rusdiyanta. Vhavenda Community of the
(2009). Dasar-dasar Sosiologi. Vhembe District, Limpopo
Yogyakart: Graha Ilmu. Province, South Africa. Volume
4(2) pp18-22 April 2013.
Veni, Andriana. (2002). Jurnal
Diperoleh pada 15 Mei 2017, dari
Perempuan, Memikirkan
http://sciencedirect.com
Perkawinan, No. 22 : 118.
Jakarta Selatan : Yayasan Jurnal
Perempuan.
Wiyarti, MG Sri dan Sutapa Mulya
Widada. (2007). Sosiologi.
Surakarta : UNS Press
Agustina, Vita. (2014). Hegemoni Kiai
Terhadap Praktek Poligami
(Versi elektronik). Jurnal
Musawa, Vol. 13 No. 2.
Diperoleh pada 5 Februari 2017,
dari http:// ejournal.uin-
suka.ac.id
Dirgha J. Ghimire, William G. Axinn,
Scott T. Yabiku, & Ariand Thor.
(2006). Social Change
Premarital Nonfamily
Experience, and Spouse Choice
in an Arranged Marriage
Society. AJS Volume 111
Number 4 January 2006.
Diperoleh pada 15 Mei 2017, dari
http://umich.edu
Jamiah Manap, Arena Che Kassim,
Suzana Hoesni, Salina Nen,
Fazilah Idris & Fatihah Ghazali.
(2012). The Purpose of Marriage
Among Single Behavioral
Sciences, 82(2013) 112-116.
Diperoleh pada 5 Februari 2017,
dari http://sciencedirect.com
M, Hilmi. (2012). Pergulatan
Komunitas Lembaga Dakwah
Islam Indonesia di Kediri Jawa
Timur. Desertasi. Universitas
Indonesia, Jakarta.
T. D. Raphalalani and N. M.
Musehane. (2013). Arranged
Marriage Practices of the

Anda mungkin juga menyukai