Anda di halaman 1dari 16

Referat

VITILIGO

Oleh:
Muhammad Fawwazi Multazam, S.Ked
04084821921100

Pembimbing:
dr. Susanti Budiamal, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

BAGIAN/KSM/KELOMPOK STAF MEDIK DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Referat

Vitiligo

Oleh
Muhammad Fawwazi Multazam, S.Ked
04084821921100

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/KSM/Kelompok Staf Medik Dermatologi dan
Venereologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin/Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang Periode 16 Desember 2019 – 20 Januari 2020.

Palembang, Januari 2020


Pembimbing,

dr. Susanti Budiamal, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

2
Vitiligo
Muhammad Fawwazi Multazam, S.Ked
Bagian/KSM Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP DR. Mohammad Hoesin Palembang

PENDAHULUAN
Vitiligo merupakan suatu gangguan pigmentasi kulit didapat, ditandai dengan adanya
makula depigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas disebabkan oleh hilangnya fungsi
melanosit secara kronik dan progresif dari epidermis. 1 Vitiligo merupakan penyakit
multifaktorial, gangguan poligenik, dengan patogenesis yang masih belum jelas. Berbagai
teori patogenesis vitiligo telah diungkapkan, namun yang paling diterima adalah faktor
genetik dan non-genetik yang berinteraksi untuk mempengaruhi fungsi dan kelangsungan
hidup melanosit, sehingga menyebabkan kerusakan autoimun dari melanosit.2
Insiden vitiligo rata-rata 1% di seluruh dunia. Penyakit ini dapat mengenai semua ras
dan jenis kelamin, Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang terjadi pada perempuan lebih berat
dibanding laki-laki, hal ini terjadi karena banyak laporan dari pasien perempuan dengan
masalah kosmetik.3 Angka kejadian vitiligo di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan kelamin
Rumah Sakit Pusat Moehammad Hoesin Tahun 2011 adalah 29 kasus.4
Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta
ditunjang oleh pemeriksaan histopatologik dan pemeriksaan lampu Wood. Lampu Wood
bermanfaat dalam menegakkan diagnosis vitiligo dan membedakannya dari pitiriasis alba dan
hipopigmentasi pasca inflamasi.5
Aspek penting pada vitiligo adalah efek psikologis, terutama bila terlihat oleh orang
lain. Pasien sering mengalami efek sosial dan emosional, misalnya percaya diri yang kurang,
kecemasan sosial, depresi, stigmatisasi, dan yang paling luar biasa adalah penolakan
lingkungan.6

3
DEFINISI
Vitiligo ialah penyakit kulit dan membran mukosa kronis yang terjadi akibat destruksi
melanosit, dengan karakteristik makula depigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas dan
menimbulkan keluhan kosmetik pada penderita.1

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi vitiligo diperkirakan kurang dari 1 %, walaupun data ini dapat berubah-
ubah menurut populasi yang dinilai. Sebenarnya vitiligo dapat menyerang semua bangsa,
namun pada ras kulit gelap hal ini menjadi lebih diperhatikan. Vitiligo tidak membedakan
gender, tetapi pada umumnya pasien perempuan lebih banyak mengunjungi dokter daripada
laki-laki. Kelainan ini dapat teradi pada semua umur, kajian di Belanda 25% muncul sebelum
umur 10 tahun, 50% sebelum umur 20 tahun, dan 95% sebelum umur 40 tahun. Vitiligo
dengan riwayat keluarga berkisar 6.25%-38% kasus, namun pola genetiknya masih
merupakan silang pendapat.6
Penelitian deskriptif vitiligo di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung periode
Februari 2012hingga April 2014 dari 242 pasien, perempuan merupakan jenis kelamin
terbanyak (66,12%), usia di bawah 20 tahun (33,47%), dan awitan vitiligo terjadi pada dekade
pertama kehidupan (29,34%). Sekitar 19,42% memiliki riwayat vitiligo pada keluarga dan
hanya 6,2% yang memiliki penyakit autoimun.7 Angka kejadian vitiligo di bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan kelamin Rumah Sakit Pusat Moehammad Hoesin Tahun 2011 adalah 29
kasus.4

PATOGENESIS

 Genetik pada Vitiligo


Riwayat menderita vitiligo pada beberapa anggota dalam satu keluarga
menunjukkan mungkin terdapat suseptibilitas genetik yang berperan dalam vitiligo.
Gen dapat berkaitan dengan biosintesis melanin, respon terhadap stres oksidatif, dan
regulasi autoimunitas. Telah diidentifikasi sedikitnya 10 lokus yang berbeda. Tujuh
lokus dijumpai terkait dengan penyakit autoimun (antara lain: HLA kelas I dan II,
PTPN22, LPP, NALP1, TYR mengkode tirosinase yang merupakan enzim penting
dalam sintesis melanin). Pada tipe segmental diduga adanya mutasigen mosaik de novo
bersifat sporadis.6,8

 Hipotesis Autoimun

4
Maksud Autoimun Theory adalah perubahan imunitas seluler dan humoral
menghasilkan destruksi melanosit. Disfungsi komponen humoral dihubungkan
penyakit autoimun endokrinopati seperti hipo/hiperthyroidisme dan anemia
perniciosa, juga Addison’s Disease. Kelompok penyakit ini membuat anti-organ
antobodi yang beredar dalam sirkulasi (Seperti TYRP 1 dan TYRP 2) yang nantinya
akan mengenali melanosit sebagai antigen kemudian melawan melonist dan
mendestruksi melanosit tersebut. Factor Transkripsi (SOX9 dan SOX10) dan melanin-
consentrating hormone reseptor-1, akan diekpresikan pada melanosit kulit pada
beberapa orang dikenal sebagai antigen, sehingga dihancurkan oleh imunitas orang itu
sendiri akibatnya akan timbul Idiopathic Vitiligo. 8

Teori Neural
Hipotesis ini menunjukkan adanya mediator neurokimia yang bersifat
sitotoksik terhadap sel pigmen dan dikeluarkan oleh ujung saraf didekatnya. Teori ini
didukung oleh kenyataan: 6
1. Vitiligo lokalisata yang terbatas secara segmental tidak dermatomal melainkan
menyerang beberapa dermatom.
2. Vitiligo segmental tidak berefek dengan obatobat vitiligo konvensional tetapi
membaik terhadap obat-obat yang memodulasi fungsi saraf.
3. Terjadinya vitiligo dilaporkan setelah mengalami tekanan emosional berat atau
setelah kejadian neurologikal, misalnya ensefalitis, multipel sklerosis, dan jejas
saraf perifer.


Hipotesis Biokimia
Kerusakan mitokondria memengaruhi terbentuknya melanocyte growth factors
dan sitokin perugalsi ketahanan melanosit. Kadar antioksidan biologik pada vitiligo:
katalase dan glutation peroksidase berkurang, disebabkan kadar H2O2 epidermis yang
meningkat. Bukti histopatologis menunjukkan adanya kerusakan yang diperantarai
stress oxidative berupa degenerasi vakuol. 6
Beberapa penulis menekankan adanya sensitivitas melanosit terhadap agen
peroksidatif Walaupun melemahnya sifat scavenging radikal bebas pada masa
biosintesis melanin belum jelas, namun dua teori yang paling menjanjikan adalah:
akumulasi H2O2 di epidermis dan ekspresi abnormal tyrosin related protein (TRP-1 ).6

5
GEJALA KLINIS
Vitiligo non-segmental atau generalisata sering juga disebut dengan vitiligo vulgaris,
adalah depigmentasi kronis yang dapat ditandai dengan makula putih susu homogen berbatas
tegas. Berdasarkan penyebaran dan jumlahnya vitiligo dibagi atas generalisata dan lokalisata
(fokal, segmental, dan mukosal) yang mungkin tidak disadari pasien.6

Lesi membesar secara sentrifugal dengan kecepatan yang tidak dapat diperkirakan dan
dapat terjadi pada lokasi tubuh manapun, termasuk membran mukosa. Akan tetapi, lesi inisial
paling sering terjadi pada tangan, lengan bawah, kaki, dan wajah. Vitiligo pada wajah,
distribusi sering pada daerah perioral dan periokular.2

KLASIFIKASI

Tabel 1. Klasifikasi Vitiligo Menurut Ortonne.1

Vitiligo Lokalisata Vitiligo Generalisata Vitiligo Universalis

1 Fokalis : hanya satu atau Akrofasial : distal ekstremitas Depigmentasi > 80%
lebih makula dalam satu area dan wajah
tetapi tidak jelas segmental
atau zosteriformis
2 Segmentalis : satu atau lebih Vulgaris : makula tersebar pada
makula dengan pola seluruh tubuh dengan pola
quasidermatomal distribusi asimetris
3 Mukosa : hanya mengenai Mixed akrofasial dan/atau
daerah mukosa vulgaris, dan/segmentalis


Vitiligo Fokal: Satu atau lebih macula pada satu area, tetapi tidak terdistribusi
secara segmental. 2

6
Gambar 1. Vitiligo Fokal

 Vitiligo Mukosal
Vitiligo yang hanya melibatkan lokasi pada membran mukosa.2

 Vitiligo Segmental
Makula unilateral pada satu dermatom atau distribusi quasi-dermatom. Jenis ini
cenderung memiliki pada usia muda, dan tak seperti jenis lain, jenis ini tidak
berhubungan dengan penyakit tiroid atau penyakit autoimun lainnya. Jenis ini lebih
sering terjadi pada anak-anak. Perubahan pada neural peptida turut dipengaruhi pada
patogenesis jenis ini. Lebih dari separuh pasien dengan vitiligo segmental memiliki
patch pada rambut yang memutih yang dikenal sebagai poliosis.2

Gambar 2. Vitiligo Segmental: (A) distribusi quasi dermatom pada wajah dan leher (B)
Poliosis pada alis dan bulu mata.

 Vitiligo Akrofasial
Depigmentasi pada jari-jari bagian distal dan area periorificium. 2

Gambar 3 . Akrofacial Vitiligo.

 Vitiligo Generalisata
7
Juga disebut vitiligo vulgaris, merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Patch
depigmentasi meluas dan biasanya memiliki distribusi yang simetris. 2

Gambar 4. Vitiligo Generalisata (A) pada dewasa (B) pada anak

 Vitiligo Universal
Makula dan patch depigmentasi meliputi hampir seluruh tubuh, sering
berhubungan dengan sindroma endokrinopati multipel. 2

Gambar 5. Vitiligo Universalis

DIAGNOSIS
Vitiligo mudah dikenali, sehingga diagnosis dapat ditegakkan cukup secara klinis.
Penegakkan diagnosis vitiligo berdasarkan lesi kulit yang khas, yaitu makula depigmentasi

8
berupa bercak putih dengan batas tegas serta distribusi yang jelas. Umur penderita saat lesi
mulai muncul penting untuk menyingkirkan kausa kongenital. 6

Pemeriksaan Wood’s Lamp
Pada keadaan kulit penderita yang berwarna putih sehingga sulit dibedakan antara
vitiligo dengan kulit yang normal, dapat dilakukan pemeriksaan sinar wood yang akan
memberikan hasil berupa makula amelanosis yang putih berkilau.7

Gambar 6. Pemeriksaan dengan menggunakan Lampu Wood

Lampu Wood merupakan alat pencahayaan yang menggunakan sinar ultraviolet A


yang dipancarkan pada gelombang 365nm. Pemeriksaan ini dilakukan didalam ruang yang
gelap. Pemeriksa dibiarkan beradaptasi dengan ruangan gelap selama 30s sebelum
memulakan pemeriksaan. Lampu Wood memberi kesan putih berkilau pada lesi
hipopigmentasi (Gambar A) berbanding pada pencahayaan menggunakan sinar normal
(Gambar B).2


Pemeriksaan Histopatologik
Tanda spesifik adalah kehilangan melanin dan melanosit, dalam pemeriksaan
histopatologi yang diwarnai dengan Fontana Masson atau DOPA, dengan menggunakan
mikroskop electron terlihat pada bagian pinggir makula hipopigmentasi, melanosit dengan
inti piknotik dan sitoplasma bervakuol.6

DIAGNOSIS BANDING

Piebaldism

9
Merupakan bercak kulit yang tidak mengandung pigmen yang ditemukan sejak lahir dan
menetap seumur hidup. Penyakit ini diturunkan secara dominan autosomal, akibat
diferensiasi dan mungkin migrasi melanoblas. Gejala klinis berupa bercak kulit yang
tidak mengandung pigmen terdapat di dahi, median atau paramedian, disertai pula rambut
yang putih. Bercak putih tersebut kadang-kadang ditemukan pula di dada bagian atas,
perut, dan tungkai. 6

Pitriasis Versikolor
Merupakan infeksi kronik oleh Malassezia furfur, yang tampak sebagai hiperpigmentasi
atau yang lebih umum yaitu makula hipopigmentasi dan bersisik. Umumnya menyerang
usia muda antara 15- 35 tahun, dengan lesi terlokalisasi pada dada, leher, lengan atas dan
punggung. Pada neonates dan anak-anak, beberapa kasus menyerang pada bagian muka
dengan transmisi dari orangtua yang terinfeksi. Pemeriksaa PV yaitu menggunakan
Wood’s lamp atau pemeriksaan KOH dengan hasilnya tampak hifa pendek dan sel ragi
bulat, kadang oval.6,11

Hipomelanosis Gutata
Tampil dengan bentuk makula hipopigmentasi multipel di daerah batang tubuh dan
daerah terpajan matahari.6

Pytiriasis Alba
Bentuk dermatitis yang tidak spesifik dan belum diketahui penyebabnya. Ditandai dengan
adanya bercak kemerahan dan skuama halus yang akan menghilang serta meninggalkan
area yang depigmentasi. Diduga adanya infeksi Streptococcus, tetapi belum dapat
dibuktikan. Sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun. Wanita dan pria sama
banyak. Lesi berbentuk bulat, oval atau plakat yang tak teratur. Warna merah muda atau
sesuai warna kulit dengan skuama halus.9

Nevus depigmentosus
Merupakan bercak hipopigmentasi yang besar, dijumpai pada semua umur, tidak
mengalami depigmentasi dan umumnya tidak berkembang. Pemeriksaan histologi
dijumpai melanosit dan melanin tetapi dengan jumlah sel dan pigmen yang berkurang
dibandingkan pada kulit yang normal.9

10
TATALAKSANA

Prinsip terapi vitiligo adalah untuk mengurangi penghancuran melanosit dan


mendorong repopulasi melanosit di epidermal, baik dengan cara merangsang perbaikan dari
melanosit in situ yang rusak maupun dengan mereaktivasi melanosit residual atau merangsang
migrasi melanosit dari folikel rambut atau daerah kulit yang berdekatan.2
Pendekatan penatalaksaana yang digunakan dengan meninjau pathogenesis penyakit
adalah dengan menghambat system imun yang menyebabkan destruksi dari melanosit juga
meningkatkan repopulasi melanosit pada epidermis, keduanya dengan meraktifkan kembali
melanosit residu atau dengan menstimulasi melosit bermigrasi dari kulit sekitar atau dari
folikel rambut. Kedua pendekatan ini akan memberikan efikasi pengobatan yang maksimal. 2

Terapi pada vitiligo adalah


1. Topical: Corticosteroid, Calcineurin inhibitor
2. Physical : Ultraviolet B (narrow band)Systemik psoralen dan Ultraviolet A light
(PUVA)
3. Ultraviolet B Narrow Band (NB-UVB) light. 9

1. Psoralen dan UVA (PUVA)


PUVA digunakan untuk vitiligo yang luas. PUVA (320-400nm) digunakan dengan
dikombinasikan dengan pemberian psoralen yaitu methoxalen. Metoxalen diberikan dosis
oral 0,4 mg/kgBB, 1-2 jam sebelum paparan UVA. Untuk paparan UVA secara topical
diberikan methoxalen topical 0,1 % yang diberikan pada area vitiligo 20-30 menit
sebelum paparan UVA. PUVA topical diindikasikan pada pasien dengan area vitiligo
kurang dari 20% dari permukaan tubuh, dan nyeri bakar akibat terapi. PUVA tidak
direkomendasikan pada anak-anak. 2

Gambar 7. Repigmentasi Folikular setelah terapi PUVA .


2. Ultraviolet B Narrow Band (NB-UVB)
Dengan emisi puncak pada 311 nm, ini lebih efektif dan lebih aman pada therapy
dari vitiligo, dan termasuk pilihan utama untuk GV. Studi menunjukkan UVA dengan
Psoralen dibandingkan dengan UVB, memberikan hasil yang berbeda yaitu hasil dari
UVB-NB lebih efektif dalam repigmentasi kulit. Efek samping UVB lebih sedikit
dibandingkan dengan PUVA, yaitu efek samping jangka pendek nyeri dengan eritem,
untuk jangkan panjang epidermis jadi tipis, atrofi dan karsinogenik. 2
Protokol NB-UVB digunakan 2 kali seminggu dengan dosis 0.21 J/cm 2. Kemudian
naik dosisnya 20% tiap kali sesi sampai terlihat efek samping minimal yang
menimbulkan eritem (dalam 24 jam). Terapi ini dilakukan paling tidak 9 bulan untuk
menghasilkan repigmentasi yang maximal, dan paling tidak 3 bulan untuk menilai
apakah terapi berspon atau tidak. Daerah tubuh yang paling responsive adalah bagian
wajah, truncus, tungkai, dan efek yang paling sedikit ditemukan adalah pada tangan dan
kaki. 2

3. Kortikosteroid

a. Kortikosteroid Topikal
Digunakan sebagai first line therapy untuk localized vitiligo, dan sangat
direkomendasikan untuk wajah juga lesi yang kecil pada anak-anak. Keuntungannya
selain harga yang murah, efek repigmentasinya lebih diffuse dengan cepat walaupun
kurang stabil. Localized vitiligo diterapi dengan Kortikosteroid dengan Potensi tinggi
(seperti Clobetasol propionate ointment 0,05%) selama 1-2 bulan. Penggunaan secara
bertahap diturunkan dengan Kortikosteroid potensi lebih rendah (seperti
Hydrocortison butirat Cream 0,1%). Namun diperhatikan pada menggunaan pada
kelopak mata yang dapatmeningkatkan tekanan intraocular dan menginduksi
Glaukoma. Efek sampingnya adalah atrophy kulit, telangiektasi, stria, dan jarang
dermatitis kontak). Kombinasi terapi Kortikosteroid+UVB,
Kortikosteroid+calsineurin inhibitor, kortikosteroid+Vit D analog) mungkin lebih
bermanfaat pada beberapa kasus, dan dapat bekerja secara sinergis untuk
penyimpanan pigmen dan supresi imun system. Pada individu dengan dosis yang
lebih rendah akan menurunkan efek samping dari pengobatan. 2
b. Kortikosteroid Sistemik
Digunakan untuk kasus Generalized Vitiligo. 2

4. Calcineurin Inhibitor.
Terapi ini berguna untuk menghambat aktivasi dari T cell dengan menurunkan
factor transkripsi dari gen yang mengkode proinflamasi sitokin seperti stoking IL-2,IL-
3, IL-4, IL-5, Interferon, TNF-α. Topikal Calcineurin inhibiot (seperti tacrolimus
Oinment 0,03-0,1%) hasilnya lebih baik digunakan pada localized Vitiligo seperti pada
wajah dan leher. 2

5. Derifat Vitamin D Topical

Contohnya seperti Calcipotriol Oinment (0,005%) dan tacalcititol (20µg/g)


digunakan untuk menyimpan pigmentasi dengan menginduksi imunosupresan dari
kulit. Sama seperti yang lainnya, Vitamin D analog ini digunakan secara kombinasi
dengan yang lainnya karena akan menghasilkan efek yang lebih baik lagi mengingat
pathogenesis yang komplek yang terjadi pada vitiligo. 2

6. Surgical Treatment

Skin draft Autogolous adalah pilihan untuk pasien dengan vitiligo yang stabil ,
yang dengan terapi medikamentosa hanya berespon secara parsial, dan Vitiligo yang
Luas. 2

7. Total Depigmentasi

Jika lebih dari 50-80% dari luas permukaan tubuh terkena vitiligo, pasien dapat
mempertimbangkan depigmentasi. Bentuk pengobatan dianggap permanen dan
tujuannya adalah jumlah depigmentasi. Monobenzona (monobenzyl eter
hydroquinone) 20% digunakan dua kali sehari selama 3-6 bulan ke daerah sisa yang
berpigmen . Sampai dengan 10 bulan dilakukan untuk menyelesaikan pengobatan.
Setelah pasien mencapai penampilan depigmented seluruhnya, pasien merasa sangat
puas.10
Topikal 20% 4-methoxyphenol cream (mequinol, monomethylether
hydroquinone) juga dapat digunakan untuk depigmentasi. The Q-switched laser yang
selektif menghancurkan melanosit dan juga dapat mencapai depigmentasi. Hal ini
dapat dikombinasikan dengan agen depigmentasi topikal untuk menambah
kegunaannya.10
Tabel 2. Manajemen Vitiligo pada Dewasa.9

Tipe Vitiligo Penanganan


Segmental dan non- Lini pertama: hindari faktor pemicu atau pencetus, terapi lokal
segmental terbatas (inhibitor kalsineurin)
(melibatkan <2-3%
permukaan tubuh) Lini kedua: terapi NB-UVB, terutama lampu monokromatis
excimer atau laser

Lini ketiga: pertimbangkan teknik pembedahan jika


repigmentasi secara kosmetik di daerah yang terlihat kurang
memuaskan

Non-segmental Lini pertama: stabilkan dengan terapi NB-UVB minimal 3


(melibatkan >3% bulan, durasi optimal setidaknya 9 bulan jika ada respon,
permukaan tubuh) kombinasikan dengan terapi topikal, termasuk pengoptimalan
(reinforcement) dengan terapi UVB pada target

Lini kedua: pertimbangkan kortikosteroid sistemik atau agen


imunosupresif bila masih terdapat perluasan dengan terapi NB-
UVB, namun data pendukung pendekatan ini terbatas

Lini ketiga: pertimbangkan pembedahan di daerah yang tidak


menunjukkan respon dalam jangka waktu minimal 1 tahun,
terutama di daerah bernilai kosmetik tinggi (misalnya: wajah);
bagaimanapun fenomena Koebner’s dapat merusak
kelangsungan hidup cangkok kulit (graft survival);
kontraindikasi relatif di daerah seperti punggung tangan

Lini keempat: pertimbangkan depigmentasi (monobenzyl ether


of hydroquinone atau hanya mequinol, atau berhubungan
dengan Q switched ruby laser) jika lebih dari 50% area yang
dirawat atau diterapi tidak berespon, atau jika area terlihat amat
jelas, seperti di wajah atau tangan

PROGNOSIS
Perjalanan penyakit vitiligo pada seseorang tidak dapat diduga, dapat stabil selama
beberapa tahun, tetapi dapat pula membesar, sementara lesi lain muncul atau menghilang.
Repigmentasi spontan dapat terjadi terutama pada anak-anak, tetapi juga tidak menghilang
sempuma, terutama pada daerah terpajan matahari. Pada kenyataan repigmentasi berlangsung
lambat, tidak sempuma dan tidak permanen, keadaan ini terutama bila menggunakan
fototerapi. Ketiadaan rambut sebagai sumber pigmen diperkirakan terjadi kegagalan terapi,
misalnya pada jari-jari tangan dan kaki.6
SIMPULAN
Vitiligo adalah penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit ditandai dengan adanya
makula putih yang dapat meluas. Vitiligo mudah dikenali, sehingga diagnosis dapat
ditegakkan cukup secara klinis. Kunci yang prinsipel dari terapi vitiligo adalah dengan
membantu repopulasi dari bercak depigmentasi dari interfolikuler epidermis dengan aktif
melanosit yang dapat bermigrasi, membuat depigmentasi kulit menjadi repopulasi, menjaga
biosintesis melanin.Terapi pada vitiligo dapat dilakukan dengan Psoralen UVA (PUVA),
kortikosteroid, surgical treatment, hingga total depigmentasi. Perjalanan penyakit vitiligo
pada seseorang tidak dapat diduga, dapat stabil selama beberapa tahun, tetapi dapat pula
membesar, sementara lesi lain muncul atau menghilang. Pada kenyataan repigmentasi
berlangsung lambat, tidak sempuma dan tidak permanen.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ortonne JP. Vitiligo and other disorders of hypopigmentation. Dalam: Bolognia JL,
Jorizzo JL, Rapini RP, Callen JP, Horn TD, Mancini AJ, dkk (editor). Dermatology
Volume 1. 2nd edition. New York: Mosby Elsevier; 2008. h.913-20.
2. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitiligo. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, eds. Fitzpatrick's dermatology in general medicine,
Volume 1. 8th ed; vol. 1. New York: McGraw Hill. 2012. h.792-803.
3. Rook A, Wilkinson DS, Ebling FJG, editors. Textbook of dermatology. Edisi ke-6.
Malden: Blackwell Science. 1998. h. 1802-5.
4. Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Moehammad Hoesin. Data rekam medis divisi
dermato-kosmetologi poliklinik ilmu kesehatan kulit dan kelamin rumah sakit umum
pusat Moehammad Hoesin/Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang:
RSUPMH/ FK UNSRI. 2011.
5. Gupta KL, Singhi MK. Wood’s lamp. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2004. 70:131-5
6. Djuanda A, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2018. h. 352-358
7. Dwiyana RF, dkk. Cinico-Epidemiological Profile of Vitiligo Patients in Dr. Hasan
Sadikin General Hospital Bandung. Bandung: FK Unpad. 2017.
8. Alikhan A, Felsten LM, Daly M, Petronic- Rosic V. Vitiligo: a comprehensive overview
introduction, epidemilology, quality of life, diagnosis, associations, histopathology,
etiology, and work-up. J Am Acad Dermatol. 2011. 65(3):473-91.
9. Taieb A, Picardo M. Epidemiology, Definitions and Classification of Vitiligo. Dalam:
Picardo M, Taieb A, Penyunting. Vitiligo. Roma: Springer. 2008.

10. James. William, G.Tmimothy. Vitiligo.In :Andrew’s Disease of the Skin Clinical. Ed.11.
2011. h. 865
11. Djuanda A, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2018. h. 103-105

Anda mungkin juga menyukai