Anda di halaman 1dari 29

RESPONSIFITAS CAIRAN TERHADAP RESUSITASI CAIRAN

DI KAMAR OPERASI

PENDAHULUAN

Penilaian klinis dengan tanda-tanda vital adalah prediktor yang tidak adekuat
menggambarkan keadaan hemodinamik secara keseluruhan. Sebelumnya, pengukuran
responsifitas cairan yang optimal terhadap resusitasi memerlukan pengukuran invasif
dengan kateterisasi paru dan arteri radialis. Teknologi resusitasi terbaru yang non-
invasif menawarkan harapan yang lebih akurat dan aman dalam pemantauan
pengukuran terhadap pasien yang kritis saat sumber daya kurang. Respon cairan,
respon jantung terhadap beban volume, merupakan metode dinamis dalam
memperbaiki penilaian terhadap preload bila dibandingkan dengan pengukuran statis
seperti tekanan vena sentral.1

Dua konsep memiliki relevansi dengan penilaian status cairan pada perawatan
kritis dan perioperatif. Euvolemia menggambarkan keadaan volume cairan tubuh
normal yang memungkinkan pengisian bilik jantung yang adekuat dan, pada
gilirannya, memungkinkan jantung untuk menghasilkan kardiak output yang dapat
memenuhi kebutuhan oksigen tersebut. Dalam keadaan euvolemia, diperlukan
diuresis ataupun pemberian cairan. Responsifisitas cairan menggambarkan
kemampuan jantung untuk merespon terhadap variasi volume pengisian,
memodifikasi stroke volume-nya dan yang juga berakibat pada cardiac output. Dari
perspektif penatalaksanaan pasien, responsifisitas cairan menentukan sejauh mana
homeostasis sirkulatorik dapat dipertahankan dengan cairan saja versus
diperlukannya inotropik atau vasopressor. Pemahaman kedua konsep berasal dari
hubungan Frank-Starling yang menjelaskan perubahan stroke volume jantung dalam
merespon perubahan preload jantung. Bagian yang menaik dari kurva Frank-Starling

1
akan sesuai dengan fase responsif cairan pada resusitasi, seperti yang terlihat dengan
peningkatan kardiak output. Setelah ventrikel kiri mencapai fase plateau kurva,
pemberian cairan tidak akan meningkatkan curah jantung lebih jauh lagi, hal itu
malah dapat menyebabkan efek samping yang berkaitan dengan overloading cairan,
seperti edema paru hidrostatik.2

Pemberian cairan pada resusitasi bertujuan tercapainya euvolemia , maka


responsifisitas cairan mencerminkan proses kerja menuju tercapainya euvolemia,
dengan harapan terjaganya volume intravaskuler yang adekuat, tekanan pengisian
ventrikel kiri, cardiac output, tekanan darah sistemik, dan perfusi oksigen ke jaringan.
Dalam mengevaluasi berbagai teknik untuk menganalisis status cairan, akan sangat
membantu jika kita memperbandingkan utilitas mereka dalam memprediksi respon
cairan versus euvolemia dan untuk mempertimbangkan bagaimana kekurangan dan
kelebihan relatif dapat dipasangkan dengan situasi klinis yang berbeda untuk
menghasilkan informasi yang akurat dan bermakna. Metode menginterpretasikan
volume intravaskular berkisar dari penilaian klinis seperti pemeriksaan pembuluh
darah dan peng-elevasian kaki secara pasif, dengan metode yang lebih invasif seperti
kateterisasi vena sentral dan arteri pulmonalis, hingga ke metode intensif yang secara
teknis lebih baru seperti ekokardiografi dan analisis parameter aliran.3

1. PENILAIAN STATUS CAIRAN

Hanya cairan tubuh yang ekstrem yang dapat diprediksi dengan pemeriksaan
klinis. Takikardia dan hipotensi dan hilangnya turgor kulit berhubungan dengan
hipovolemia yang nyata pada pasien dewasa yang tidak teranestesi, sedangkan tenting
skin dan mata cekung dan fontanel dapat ditemukan pada bayi.4 Kemampuan untuk
mendeteksi hipervolemia lebih tergantung pada patologi jantung di mana nilai yang
lebih kecil dari cairan yang berlebih dapat menghasilkan temuan seperti rales, suara

2
jantung ketiga, desaturasi oksigen, distensi vena jugularis, dan edema perifer. Pada
pasien operasi, dokter yang berpengalaman seringkali dapat memprediksi
hipovolemia dari situasi klinis yang ada. Penggunaan agen inhalasi dan ventilasi
tekanan positif di awal kasus biasanya bisa menjadi indikasi untuk hipovolemia
relatif, dan ahli anestesi biasanya meresponnya dengan meningkatkan volume cairan
infus. Kehilangan darah dan pelepasan mediator inflamasi juga dapat mengurangi
volume darah, preload, dan tonus vaskular pada tahap akhir operasi, ketika, sekali
lagi, bolus tambahan kemungkinan akan diberikan dengan pemeriksaan yang seksama
terhadap respon tekanan darah. 2

2. KETERGANTUNGAN PRELOAD

Hubungan Frank-Starling adalah kurva linear, hubungan curam dan hampir


linier ada di bagian ketergantungan volume ascending dari kurva Frank- Starling
mana stroke volume (SV) erat kaitannya dengan preload, disebut ketergantungan
preload. Preload independen terjadi sebagai kurva pletau Frank- Starling. Respon
cairan (RC) secara umum didefinisikan sebagai peningkatan dari 10-15% stroke
volume (SV), cardiac output (CO), atau indeks jantung (IJ) dalam respon terhadap
ekspansi volume dan menunjukkan hipovolemia atau ketergantungan preload. Sekitar
40-72% dari pasien kritis merespon ekspansi volume dengan perubahan stroke
volume, menunjukkan masih diperlukan metode yang lebih baik dalam memprediksi
respon cairan. 1,5.

3
Gambar 1. Hubungan Frank-Starling. Ketika ventrikel berfungsi sebagai bagian dari kurva Frank Starling, terdapat
cadangan preload. Ekspansi volume menyebabkan peningkatan stroke volume. Variasi tekanan nadi (PPV) dan
variasi stroke volume (SSV) dan PLR dan oklusi akhir ekspirasi (EEO) bernilai positif dengan kontras, sekali
ventrikel bekerja dekat dengan kurva yang mendatar, tidak ada cadangan preload dan infus cairan sangat sedikit
efeknya terhadap stroke volume. Ada hubungan dekat dengan kurva Frank-Starling yang bergantung pula dengan
kontraktilitas ventrikel.
Dikutip dari : Marik P. Passive Leg raising and End-exp occlusion was good in pts with poor resp compliance; PPV was not .
Crit Care Med 2012;40(1):151

3. PENGUKURAN STATIS TERHADAP RESPON CAIRAN

3.1. TEKANAN VENA SENTRAL

Tekanan vena sentral atau Central venous pressure (CVP) merupakan


pengukuran statis yang paling umum digunakan untuk preload, secara klinis
diperkirakan melalui tekanan transduksi dalam saluran vena sentral. Ini berfungsi
sebagai komponen penting dari manajemen pasien kritis. Namun, pengukuran statis
seperti tekanan vena sentral dan tekanan kapiler pulmonal adalah pengukuran yang
juga tidak adekuat untuk menentukan preload jantung dan tidak memprediksikan
respon terhadap terapi cairan. Sebuah meta-analisis dari penelitian yang meneliti
kemampuan CVP dalam memprediksi respon cairan melaporkan hubungan buruk dan

4
menyimpulkan "CVP seharusnya tidak digunakan dalam membuat keputusan klinis
mengenai penanganan cairan". CVP sebagai alat untuk memprediksi respon cairan
cukup terbatas karena tidak memperhitungkan apakah pasien dalam keadaan
ketergantungan preload atau preload independen dari kurva Frank- Starling.
Keterbatasan utama lainnya adalah bahwa seseorang tidak dapat memperhitungkan
sejauh mana tekanan ditransmisikan dari penyakit penyerta (yaitu, cor pulmonale)
atau kondisi klinis (yaitu, ventilasi mekanis) yang dapat mempengaruhi akurasi
pengukuran. Kemampuan CVP dalam memprediksi respon cairan juga dipengaruhi
oleh perbedaan dalam pemenuhan ventrikel atau perubahan kontraktilitas ventrikel.
Seorang individu muda dengan pemenuhan ventrikel dapat berkelebihan volume pada
tekanan vena sentral yang sama dari individu yang lebih tua dengan ventrikel yang
kaku dimana volume dihabiskan. Kontraktilitas ventrikel dapat terganggu pada
kondisi seperti sepsis dimana pergeseran dalam pengisian ventrikel kiri ke arah kanan
dan bawah terjadi pada volume tertentu. Kurva datar yang dihasilkan dari depresi
fungsi sistolik ventrikel kiri membatasi eksploitasi hubungan Frank-Starling dalam
meningkatkan stroke volume dengan meningkatkan preload.6

CVP, bagaimanapun, merupakan kesempatan untuk memperkirakan tekanan


atrium kanan atau right atrial pressure (RAP) dan tekanan arteri pulmonalis atau
pulmonary artery pressure (PAP). CVP, diukur dengan diameter sonografi dari vena
cava inferior (VCI), hampir setara dengan RAP dan merupakan perkiraan yang wajar
dari PAP jika puncak aliran regurgitasi tricuspid (VpeakRT) adalah minimal :

CVP ≈ RAP, PAP = RAK + 4 ∗ (VpeakRT)2. (1)

Teknik ini secara akurat mencerminkan tekanan arteri pulmonalis dan jauh
lebih baik daripada perkiraan distensi vena jugularis. RAP dapat diperkirakan (Tabel
1) dengan memanfaatkan hubungan antara RAP dan diameter vena cava inferior
(VCI) dan indeks vena kava (perubahan fraksi dalam diameter VCI selama respirasi).
Penurunan lebih dari 50% pada diameter VCI dikaitkan dengan CVP <8 mmHg (r =

5
0,74) pada tahap awal resusitasi sepsis berat. Keterbatasan utama dari teknik ini pada
pasien bernapas spontan adalah bahwa situasi klinis tertentu dapat menginduksi
perubahan tekanan intrathoraks (seperti, asma, emfisema) yang dapat menyebabkan
perubahan diameter VCI yang lebih mencerminkan perubahan tekanan intrathoraks
dari mereka yang merespon preload. Sebagai alternatif, tidak adanya variasi
pernapasan dalam diameter VCI umumnya menunjukkan tidak adanya respon
preload. Keakuratan teknik ini juga tergantung pada lokasi sampling VCI dan
keandalan dari pendekatan ini yang belum ditetapkan. Jadi, ini merupakan tambahan
awal dalam pengelolaan pasien akut yang bersifat layak dan aman, tetapi
membutuhkan validasi lebih lanjut. Penelitian kecil baru – baru ini menunjukkan
bahwa perubahan pernafasan pada diameter vena cava inferior sebagai ukuran
dinamis dapat membantu dalam memprediksi respon cairan pada pasien sepsis
dengan ventilasi mekanik.

Tabel 1 : Tekanan vena sentral melalui ultrasonografi dari vena cava inferior

Diameter VCI (cm) Kolaps pernapasan RAP (mmHg)*


< 1.5 Kolaps Total 0–5
1.5 – 2.5 > 50 Kolaps 5 – 10
1.5 – 2.5 < 50 Kolaps 10 - 15
> 2.5 < 50 Kolaps 15 – 20
> 2.5 Tidak Kolaps >20
VCI : Vena Cava Inferior, RAP : Right Atrial Pressure

Penting untuk dicatat suatu pemahaman konseptual yang tepat bahwa


komplians dari vena dada besar (terutama vena cava) tidak mengalami perubahan
besar. Sebaliknya, situs utama untuk perubahan komplians vena adalah pembuluh
darah kecil yang terletak di luar dada. Vena-vena yang lebih kecil dapat mengalami
perubahan komplians signifikan.

6
Ketika komplians vena-vena ini menurun (misalnya, dengan stimulasi saraf
simpatik), konstriksi vena-vena ini dan tekanan meningkat yang dihasilkan
ditransmisikan ke vena dada, yang meningkatkan volume mereka dan tekanan.

Gambar 2. Hubungan volume (CVV)dan tekanan vena sentral (CVP)

Gambar 3. Pedoman penilaian awal dan diagnosis shock sirkulasi

7
3.2. Pulmonary Artery Catheters (PACs) and Pulmonary Artery Occlusion
(Wedge) Pressures.

Pada kebanyakan situasi CVP merupakan suatu petunjuk yang sesuai tentang
tekanan pengisian dari kedua sisi jantung; namun, situasi tertentu misalnya hipertensi
pulmonal atau disfungsi ventrikel kanan dapat mencetus peningkatan level CVP
walau dalam kondisi hipovolemia. Jika ini dicurigai, mungkin dapat dimasukkan
sebuah kateter arteri pulmonal sehingga tekanan aretri pulmonal dan PAWP, yang
mendekati tekanan atrium kiri dapat diukur.

Normal rata-rata PAWP terletak antara 8 dan 12 mmHg (diukur dari garis
tengah axiler) namun pada gagal jantung kiri mungkin dapat meningkat tinggi dan
bahkan melebihi 30 mmHg. Asalkan membran kapiler paru utuh, PAWP optimal saat
mengelola kegagalan sirkulasi akut pada pasien sakit kritis umumnya 12-15 mmHg
karena ini akan memastikan ventrikel kiri yang baik mengisi tanpa risiko edema paru
hidrostatik. Kateter-kateter ini juga dapat digunakan untuk mengukur cardiac output,
sampel darah dari arteri pulmonal (sampel “mixed vein”) dan, dengan oxymetri,
menyajikan pemantauan yang kontinyu dari mixed venous oxygen saturation (SvO2).
Pengukuran SvO2 memberikan suatu indikasi cardiac output yang adekuat
dalam kaitannya dengan kebutuhan metabolic tubuh dan sangat berguna pada kondisi
cardiac output rendah.

B.3. Wedge Pressure-Left Atrial Pressure-Left Ventricular End-Diastolic


Pressure (LVEDP).

Ketika resistensi pembuluh darah paru tidak meningkat, tekanan diastolik PA


mendekati pulmonary artery wedge pressure (PAWP) dan memberikan suatu
perkiraan yang berguna dari LVEDP. Kateter arteri paru juga dapat digunakan untuk
mengukur saturasi vena campuran dan CO melalui prinsip Fick dengan analisis darah

8
disedot dari ujung distal kateter. Biasanya, pengukuran paling CO dibuat oleh analisis
elektronik dari thermal wash-out curve cairan dari suhu yang dikenal terdeteksi
proksimal pada titik injeksi dan distal pada thermistor terletak 4 cm dari ujung
kateter. Pengukuran kontinyu CO dicapai dengan kateter mengandung filamen panas
tambahan dan modul perhitungan.

Untuk sebagian besar dari tiga dekade terakhir, penggunaan PAC didasarkan
pada asumsi yang tidak terbantahkan bahwa perbaikan ditargetkan parameter
fisiologis untuk endpoint atas normal adalah strategi yang diinginkan. Pendekatan ini
dimulai pada awal 1970-an ketika Shoemaker dan rekan menjelaskan pola kinerja
ventrikel lebih tinggi, pemberian oksigen, dan konsumsi oksigen yang diperkirakan
hidup pada pasien trauma Penelitian selanjutnya pada pasien bedah tampaknya untuk
mengkonfirmasi manfaat kelangsungan hidup menggunakan PAC untuk
memfasilitasi CO dan pengiriman oksigen. Dalam pasien bedah berisiko tinggi,
penurunan yang signifikan dalam mortalitas (4% versus 30%) awal protokol berusaha
untuk mencapai indeks jantung di atas normal (CI ≥ 4,5 L/min/m2). Penurunan
serupa dalam angka kematian (5,7% versus 22%) terlihat pada pasien berisiko tinggi
bedah acak sebuah protokol di mana pengiriman oksigen indeks lebih besar dari 600
ml/menit/m2 dicapai dengan infus dopexamine dan kemudian studi pasien trauma
menunjukkan penurunan angka kematian dari 37% menjadi 18% dengan protokol
yang sama dari PAC

Penggunaan PAC telah jatuh selama sepuluh tahun terakhir karena tingkat
komplikasi yang lebih tinggi. Saat ini tidak ada penelitian yang menunjukkan
hubungan positif antara penggunaan PAC untuk manajemen cairan dan kelangsungan
hidup. Penggunaan tersebut cenderung sangat individual dan tidak mungkin untuk
menyesuaikan diri dengan set protokol atau desain studi yang akan memungkinkan
pernyataan definitif manfaat. Oleh karena itu, bijaksana untuk menyadari kemampuan
PAC dan menjaga pikiran terbuka tentang nilai potensial bila pengetahuan fisiologis

9
lebih lengkap mungkin diperlukan untuk membuat keputusan mengenai respon cairan
dan status volume.

4. PENGUKURAN DINAMIS TERHADAP RESPON CAIRAN.

Parameter dinamis dapat memprediksi peningkatan cardiac output dari


ekspansi volume sebelum ekspansi volume tersebut dilakukan dan merupakan
prediktor respon cairan yang lebih baik daripada parameter statis. Dalam memahami
bagaimana langkah-langkah dinamis adalah merupakan prediktor dari respon cairan
maka diperlukan pemahaman tentang bagaimana variasi pernapasan dapat
mempengaruhi preload, tekanan nadi, dan stroke volume. Inspirasi spontan mengarah
ke aliran balik vena yang lebih besar ke sisi kanan jantung tetapi juga menyebabkan
perpindahan dari dilatasi septum dan dilatasi vena paru yang menyebabkan berkurang
preload ke sisi kiri jantung. Pengurangan preload menghasilkan penurunan pengisian
ventrikel dan stroke volume ventrikel kiri yang lebih rendah. Ekspirasi menyebabkan
penurunan tekanan intrathoraks, preload yang lebih tinggi, dan stroke volume yang
lebih besar di sisi kiri jantung. Peningkatan preload jantung kiri terjadi pada saat
ekspirasi sebagai hasil dari transmisi peningkatan preload jantung kanan setelah
waktu transit paru-paru. Perubahan dalam tekanan nadi selama respirasi spontan atau
dikenal sebagai pulsus paradoksus. Perubahan tekanan intrathoraks dari ventilasi
mekanik dapat mengakibatkan perubahan siklik, namun jika dibalik disebut pulsus
paradoksus terbalik. Perubahan kecil dalam preload ventrikel kanan yang disebabkan
oleh ventilasi mekanis dapat menyebabkan perubahan signifikan dalam stroke volume
di bagian ascending dari kurva Frank-Starling (yaitu, dalam individu dengan
ketergantungan preload). Di sisi kiri jantung, jika pemenuhan arteri adalah konstan
melalui siklus pernapasan maka variasi tekanan darah sistolik dan tekanan nadi (TN)
akan tercermin dalam stroke volume ventrikel kiri:

10
4.1. Variasi Tekanan Nadi

Studi klinis telah lama dilakukan sejak dibuatnya hubungan antara variasi
tekanan sistolik (VTS) dan retensi cairan. Sementara variasi tekanan nadi (VTN) dan
VTS pada pasien dengan ventilasi mekanik merupakan prediktor dari retensi cairan
pada pasien sepsis, VTN tampaknya menjadi ukuran yang lebih baik. VTN biasanya
direpresentasikan dalam persen:

Menurut berbagai penelitian, VTN sangat prediktif untuk respon cairan dengan
nilai treshold 11-13%. Pengukuran tradisional dari tekanan nadi berbasis denyut
sudah memerlukan kanulasi arteri. Namun, literatur terbaru membandingkan
amplitudo gelombang pulsa oksimetri noninvasif untuk standar kanulasi arteri telah
menunjukkan bahwa variasi pernapasan dalam bentuk gelombang pulsa oksimetri
noninvasif (POP) memiliki korelasi yang tinggi dengan VTN (r = 0,83) pada pasien
dengan ventilasi mekanik. Sebuah POP> 15% kira-kira setara dengan VTN> 13%.
Hasil ini divalidasi dalam ruang operasi dan pasca operasi pasien bedah jantung dan
bedah mayor. Studi klinis telah menjanjikan, POP dengan cutoff 13% diperkirakan

11
merespon cairan dengan sensitivitas 93% dan spesifisitas 90%. Teknologi dilengkapi
dengan kapasitas untuk menghitung POP secara substansial akan memperbaiki
resusitasi pasien kritis dengan ventilasi mekanik secara substansial dengan
menyediakan metode yang sederhana dan noninvasif dalam memprediksi respon
cairan. Namun, sementara potensi pengukuran noninvasif seperti pengukuran POP
menggantikan VTN arteri sangat menjanjikan, beberapa produk monitor telah
dikomersilkan seperti PiCCO monitor system, yang dapat mengukur Variasi Tekanan
Nadi dan Variasi Stroke Volume.

4.2. Variasi Stroke Volume.

Variasi stroke volume (VSV) diyakini kurang terpengaruh oleh tonus vasomotor
dan VTN, karena itu, kemungkinan besar menjadi ukuran yang lebih baik dari respon
cairan pada pasien dengan ventilasi mekanik. Sebuah studi membandingkan VSV
untuk kateterisasi arteri paru oleh termodilusi (PAC-TD) menunjukkan VSV (ROC =
0,82) menjadi setara jika tidak lebih daripada VTN (ROC = 0,80) pada pasien dengan
ventilasi mekanik. Dalam kedua studi, TVS tetap indikator buruk dalam pengukuran
respon preload. Kebanyakan monitor hemodinamik noninvasif (dibahas di bawah)
dapat mengukur variasi stroke volume dengan kurva tekanan arteri. SVS, seperti
VTN, terbatas pada pasien dengan ventilasi mekanik, seperti preload yang sangat
rentan terhadap perubahan tekanan intrathoraks.

Meskipun hasil yang menjanjikan dari studi VTN dan VSV pada pasien dengan
ventilasi mekanik, keterbatasan tetap ada dalam metodologi ini. Pada pasien dengan
ventilasi mekanik, hubungan linear yang ada antara volume tidal dan VSV atau VTN,
volume tidal kurang dari 8 mL / kg adalah tidak lagi akurat daripada pengukuran
preload secara tradisional. Karya baru – baru ini telah menunjukkan bahwa volume
tidal yang lebih rendah, gangguan kontraktilitas, atau peningkatan pernapasan
menghasilkan VSV yang lebih rendah dan VTN mengarah kepada suatu peningkatan

12
hasil tes negatif palsu untuk respon cairan. Sementara itu, disfungsi ventrikel kanan
dapat menyebabkan positif palsu VTN, sebuah hasil yang dapat menyebabkan
volume menjadi overload dan berefek merusak pada daerah tertentu. Menariknya,
peningkatan kontraktilitas tidak mempengaruhi VTN atau VSV. Augmentasi awal
inspirasi pada stroke volume ventrikel kiri dan irama jantung yang tidak teratur dapat
mempengaruhi keandalan parameter.

Periode Pra-ejeksi.

Periode pra-ejeksi (PPE), waktu antara onset depolarisasi ventrikel dan ejeksi
ventrikel, adalah selang waktu sistolik yang diyakini mewakili kontraktilitas. Seperti
ditunjukkan pada kurva Frank-Starling, semakin rendah preload ventrikel maka
semakin pendek PPE. Perubahan pernapasan pada periode pra-ejeksi (rPPE)
merupakan ukuran yang akurat dari respon cairan pada pasien septik yang
terventilasi. PPE, seperti VSV, dapat diukur dengan beberapa monitor noninvasif
yang tersedia saat ini. Namun, rPPE belum diteliti dengan menggunakan sebagian
pemantauan noninvasive karena hanya beberapa monitor noninvasif yang secara
simultan merekam elektrokardiogram (EKG) dan gelombang tekanan arteri. Sebuah
metode noninvasif diperlukan dalam mengukur respon cairan pada pasien yang
bernapas spontan maupun pasien dengan ventilasi mekanik.

5. Pemantauan Hemodinamik Noninvasif

Beberapa metodologi untuk hemodinamik noninvasif dan pemantauan resusitasi


tersedia dalam pengelolaan pasien akut di Unit Gawat Darurat (UGD). Masing-
masing teknologi menawarkan keuntungan dan keterbatasan yang unik (diringkas
dalam Tabel 2). Literatur mempertanyakan efektivitas penggunaan rutin PAC-TD,
keterbatasan akurasi, dan keinginan untuk menggunakan alternatif non-invasif telah

13
menyebabkan pertimbangan yang lebih luas terhadap pemantauan ini. Ultrasonografi,
Transcutaneous Doppler Ultrasonography (TCDU), bioimpedance thorax, dan
bioreactance mewakili beberapa alternatif yang akan dibahas di bawah ini :

5.1. Ultrasonografi portabel

Penggunaan ultrasonografi portabel pada pasien sakit yang kritis menjadi lebih
sering sebagai kemajuan teknis, pengurangan biaya, dan masalah keamanan telah
menyebabkan banyak Unit Gawat Darurat (UGD) dan Intensive Care Unit (ICU)
memiliki USG portabel. Sementara metode volumetrik dalam mengukur stroke
volume yang ada (disebut metode cakram atau Simpson’s rule), ukuran yang lebih
handal dari cardiac output berasal dari fisika sederhana. Arus adalah produk dari
kecepatan (V) dari cairan yang bergerak melalui lokasi tertentu dan Cross Sectional
Area (CSA) dari lokasi itu. Oleh karena itu, stroke volume dapat diukur dengan
menghitung kecepatan darah dari saluran keluar ventrikel kiri, sehingga :

CO = HR ∗ SV , (4)

SV = VTI ∗ CSALVOT. (5)

14
Teknik ini adalah sebuah validasi, pengukuran akurat dari stroke volume yang
digunakan secara ekstensif dalam echocardiography. Dokter yang mencoba untuk
memanfaatkan teknik ini harus lancar dalam mengidentifikasi saluran keluar ventrikel
kiri, pengukuran integral waktu kecepatan melalui daerah (VTI), dan memperoleh
pandangan apikal dari 5 ruang yang sulit dilakukan pada pasien sakit yang kritis.
Salah satu hal umum yang digunakan dalam mengukur VTI yaitu dengan
menempatkan probe Doppler pada kedudukan suprasternal dan bertujuan berlawanan
langsung dengan arah aliran darah. Teknik ini telah digunakan secara luas di
echocardiografi dan merupakan dasar untuk Transcutaneous Doppler Ultrasonografi
(TCDU).

Gambar 5: Penilaian Doppler terhadap stroke volume melalui saluran keluar ventrikel kiri.
Ilustrasi ini menunjukkan prinsip fisiologis mengukur stroke volume dengan mengukur
diameter saluran keluar ventrikel kiri dan VTI pada titik tersebut. Sebuah kurva karakteristik
yang dihasilkan oleh penempatan yang tepat dari probe sejalan dengan aliran darah keluar
dari saluran keluar ventrikel kiri tersebut. Angka ini diterbitkan dalam Textbook of Clinical
Echocardiography, 3rd edition, Elsevier, Ltd, 2004.p 147.

Meskipun kesulitan dalam menggunakan ultrasonografi dalam pengukuran


stroke volume dan cardiac output, echocardiografi yang difokuskan semakin diakui
sebagai tambahan penting dalam perawatan pasien sakit yang kritis karena banyak
informasi yang bisa diperoleh. Beberapa studi telah menunjukkan kalau program
pelatihan singkat memadai dapat melatih pengguna pemula dalam keterampilan yang

15
diperlukan untuk ultrasonografi. Keterampilan ini meliputi penilaian fungsi
keseluruhan ventrikel kiri, ukuran ventrikel, diameter vena cava inferior, dan
mengidentifikasi adanya efusi perikard dan tamponade jantung. Penilaian fungsi
ventrikel kanan oleh echocardiografi adalah penting dalam beberapa jenis syok dan
dapat berkontribusi terhadap respon cairan terbatas pada resusitasi cairan. Sementara
indeks kemampuan kolaps vena cava inferior melalui ltransabdominal merupakan
pengukuran yang menjanjikan terhadap respon cairan dan tekanan vena sentral,
echocardiografi transesophageal ini juga menawarkan potensi untuk mengukur
kemampuan kolaps vena cava superior dan mungkin salah satu langkah terbaik dalam
pengukuran respon cairan.

Keuntungan

Seseorang dapat meningkatkan keterampilan dalam menggunakan


echocardiografi untuk memeriksa kelainan gerakan dinding dan penyakit katup.
Dengan pelatihan yang tepat, seseorang dapat mengukur SV dan TVS, membuat
penilaian kualitatif fungsi ventrikel, serta mengevaluasi etiologi primer dan sekunder
yang menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik (misalnya, tamponade jantung).
Untuk alasan ini, dalam pengukuran independen terhadap hemodinamik,
ultrasonografi memiliki peran penting dalam resusitasi pasien sakit yang kritis.

Keterbatasan

Keterbatasan terbesar ultrasonografi adalah bahwa hal itu tidak berkelanjutan.


Penemuan dapat menyebabkan perubahan definitif dalam penanganan tetapi untuk
memanfaatkan teknologi sebagai monitor hemodinamik atau untuk memantau
efektivitas terapi membutuhkan evaluasi kembali yang terus - menerus. Sementara
beberapa studi sekarang ini menunjukkan validitas kursus pelatihan singkat dan
kurikulum bagi pengguna pemula, beberapa studi saat ini ada yang menunjukkan
dampak terapeutik terhadap keterampilan ini.

16
5.2. Transcutaneous Doppler Ultrasonografi (TCDU)

Transcutaneous Doppler Ultrasonografi (TCDU) merupakan perpanjangan


dari echocardiografi yang didasarkan pada prinsip yang sama untuk mengukur VTI
pada saluran keluar ventrikel kiri (LVOT). Hubungan dalam studi mayat antara tinggi
dan diameter LVOT yang normal menyingkirkan kebutuhan untuk secara manual
mengukur diameter LVOT. Penyedia memperoleh stroke volume dengan
menyingkirkan ukuran tinggi badan pasien dan mengukur VTI menggunakan isyarat
visual dan pendengaran untuk memperbaiki posisi probe Doppler transkutan.

Tampaknya ada korelasi yang tinggi (r = 0,87) dengan PAC-TD, dengan bias
yang minimal dan batas-batas kesepakatan sekitar ± 1 L / menit. Flow time (FTc)
aorta yang dikoreksi, sebuah Doppler yang mengukur durasi aliran selama sistol
dikoreksi untuk denyut jantung, telah digunakan dalam hubungannya dengan TCDU
dan tampaknya menjadi ukuran efektif FR pada pasien pasien syok septik dengan
pernapasan spontan. TCDU juga dapat memprediksi FR bila digunakan dalam
hubungannya dengan PLR pada pasien sakit yang kritis.

Keuntungan

Transcutaneous Doppler Ultrasonografi cepat, mudah dipelajari, dan memiliki


keandalan yang tinggi bahkan bila digunakan oleh pemula. Sedangkan biaya awal
dari teknologi ini sebanding dengan yang lain, salah satu keuntungannya adalah
bahwa tidak ada biaya per-pasien yang terkait dengan bahan yang habis pakai.
Pengukuran yang diperoleh berada di suprasternal sehingga ada gangguan minimal
dengan perawatan pasien dan faktor-faktor spesifik pasien seperti obesitas, diaforesis,
atau posisi pasien memiliki efek terbatas pada keakuratan hasil.

17
Keterbatasan

Keterbatasan terbesar dari teknologi ini adalah bahwa pemantauan


terusmenerus tidak mungkin dilakukan. Meskipun tidak ada penelitian yang
menunjukkan bahwa pemantauan hemodinamik terus menerus memperbaiki hasil

Akhir pada pasien sakit yang kritis, pemantauan hemodinamik yang tidak
berkelanjutan membutuhkan seorang dokter untuk menentukan protokol pengukuran
berulang atau memanfaatkan teknologi ini ketika keadaan klinisnya memerintahkan
demikian. Karena dokter adalah prediktor buruk yang mendasari ketidakstabilan
hemodinamik, teknik pemantauan yang tidak berkelanjutan dapat membantu
pengobatan langsung bila dikombinasikan dengan protokol tetapi kemungkinan besar
tidak akan membantu dokter waspada terhadap penurunan hemodinamik. Sebagai
tambahan, karena diameter LVOT diasumsikan, perubahan anatomi seperti
regurgitasi katup aorta, stenosis katup aorta, atau aneurisma aorta proksimal / dilatasi
dapat menyebabkan perubahan signifikan dalam akurasi stroke volume. Meskipun
ujian klinis dapat mendeteksi berbagai kelainan ini, tidak jarang bagi pasien untuk
memiliki stenosis klinis yag tidak terdeteksi, regurgitasi, atau aneurisma terutama
pada penyakit kritis. Terakhir, uji klinis sebagian besar telah divalidasi terhadap
teknik pemantauan hemodinamik lainnya. Beberapa penelitian ada yang
membandingkan teknologi ini dengan metode lain untuk mengukur hemodinamik
pada pasien sakit yang kritis, mereka yang melakukan pertanyaan akurasi perangkat.

5.3. Kardiografi Impedansi atau Bioimpedansi Thorakal

Kardiografi impedansi (Impedance Cardiography / ICG) atau bioimpedansi


thorakal (Thoracic Bioimpedance / TEB) merupakan prosedur non-invasif yang
digunakan untuk memperoleh data hemodinamik secara berkesinambungan.

18
Teknologi ini telah divalidasi pada lebih dari 2000 pasien di berbagai keadaan yang
berbeda dan juga pada keadaan yang terstandarisasi baku.

Gambar 2: Penempatan transduser dan karakter gelombang menggunakan ultrasonografi


doppler transkutaneus. Gambar menunjukkan karakter arah transduser dan penangkapan
gambar menggunakan pengukuran langsung melalui aliran keluar dari ventrikel kiri. Gambar
diambil dari Clinical Echocardiography, edisi ketiga, Elsevier, Ltd, 2004, halaman 148,
dengan izin.

Pengukuran didasarkan pada perubahan impedensi thorakal frekuensi tinggi,


suatu besaran yang berubah-ubah sesuai keadaan rongga dada. Impedansi (Z) dari
masing-masing jaringan di dada dapat berubah seiring dengan waktu, tetapi darah
dalam aorta merupakan satu-satunya komponen di dalam rongga dada yang selalu
berubah setiap detiknya. Gelombang nadi akan secara alami berjalan turun melalui
aorta dan bertanggung jawab terhadap kelainan detak dalam impedensi, sehingga
menyebabkan timbulnya karakter gelombang yang dapat digunakan untuk mengukur
variabel hemodinamik (gambar 3). Area di bawah kurva gelombang tekanan nadi
mencerminkan stroke volume. Area ini khususnya dapat diperkirakan melalui
perubahan dengan tekanan tertinggi selama sistol yang dikalikan dengan waktu ejeksi
ventrikel (Ventricular Ejection Time / VET), waktu antara pembukaan dan penutupan
katup aorta. Melalui penggunaan bioimpedansi, dapat diperkirakan stroke volume
dengan menghitung perubahan puncak dari impedansi (dZ/dtmax) dikalikan dengan

19
VET. Pengukuran (dZ/dtmax) memerlukan sepasang lead impedensi thorakal dan
pengukuran VET memerlukan sinyal akustik ECG; diperlukan dua set lead dengan
masing-masing lead harus memiliki sinyal yang adekuat. Perubahan impedensi antara
dua set lead memerlukan pengukuran amplitudo dari sinyal impedansi pada masing-
masing lead dan mengukur jarak antar lead karena amplitudo dapat berubah setiap
saat. Penelitian terbaru menemukan cara untuk mempermudah dan meningkatkan
akurasi pengukuran yaitu dengan: (1) asumsi bahwa rongga dada merupakan ruang
silinder atau kerucut, (2) yang menempati kira-kira 17% dari total tinggi badan (H),
(3) dan dapat dinormalisasi dengan berat badan ideal. Oleh karena itu stroke dapat
dihitung dengan rumus berikut:

TEB juga dapat digunakan untuk mengukur volume cairan sentral thorakal
melalui pengukuran impedansi keseluruhan (Z), sebagaimana pengukuran interval
waktu sistolik dan indeks jantung akselerasi, semua pengukuran yang dapat
digunakan pada situasi klinis tertentu. Penelitian sebelumnya cukup menjanjikan
tetapi masih kurang meyakinkan yaitu mengenai penggunaan TEB untuk
menggantikan PACTD karena masih banyaknya kekurangan. Sejalan dengan waktu,
algoritma tersebut telah diuji; penelitian multisentral dalam skala besar dengan 2000
pengukuran pada 861 kasus kritis di UGD, ICU, atau ruang operasi menunjukkan
adanya korelasi yang cukup kuat (r=0.85) dengan bias -0.12 + 0.75 L/min/m2.
Penelitian ini melibatkan satu multisenter terbesar untuk validasi monitoring
hemodinamik non-invasif pada pasien kritis. Nilai rata-rata dan korelasi meta-analitik
koefisien yang membandingkan TEB dengan metode lain dalam pengukuran cardiac
output mendemonstasikan hubungan yang bervariasi dari r=0.61 (ekhokardiografi
doppler) hingga r=0.89 (left ventricular assist device), dengan korelasi keseluruhan
r=0.81 (n > 16,000) dan korelasi yang sama (r=0.81) di penelitian perbandingan TEB

20
dengan PAC-TD (n=10,959). Penelitian terbesar pada pasien kritis menemukan
persen limit of agreement (LOA) antara TEB dan PADC-TD sebesar 16,6% dengan
performa terbaik (9.8% 6.7%, r=0.93) ketika memperhitungkan artefak gerakan dan
kondisi klinik yang mempengaruhi keseragaman dari impedansi thorakal .

Keuntungan

Teknologi TEB memungkinkan dokter untuk mempelajari metode non-invasif


dan monitoring hemodinamik berkelanjutan. Kapasitas pengukuran denyut ke denyut
dari gelombang impedansi memungkinkan pengukuran yang lebih akurat dan
responsif pada pengukuran stroke volume dengan periode yang dapat dipilih oleh
pengguna. TEB mendapat pengakuan terbesar dan terluas secara literatur. Hal ini juga
menjadi satu-satunya teknologi yang telah divalidasi, khususnya pada pasien kritis.

Gambar 3: Karakter gelombang untuk monitoring bioimpedensi thorakal. Gambar dicetak ulang
dengan izin dari SonoSite; perubahan elektrik dan mekanik dari impedensi di sepanjang waktu. Tanda
dan logo merupakan lambang dari SonoSite, Inc. PEP: preejection period (periode pre-ejeksi). LVET:
left ventricular ejection time (waktu ejeksi ventrikel kiri), DZ: perubahan impedensi. dZ/dt: derivatif
pertama dari gelombang impedensi.

21
Gambar 4: Penilaian stroke volume dengan menggunakan bioimpedensi atau bioreaktan. Gambaran
skematik dari pengukuran stroke volume melalui aliran darah aorta dengan pengukuran menggunakan
perubahan impedensi (dZ/dtmax) menggunakan bioimpedensi atau pergeseran relatif (dF/dt max)
menggunakan bioreaktan. Parameter ini merupakan gambaran dari puncak aliran darah dan stroke
volume proporsional melalui waktu ventrikular (VET) untuk masing-masing alat.

Keterbatasan

Obesitas morbid, leher pendek, rambut, diaforesis, dan ketidakmampuan untuk


melokalisasi petanda anatomi merupakan hak yang menyebabkan alat ini memiliki
keterbatasan. Kondisi seperti pneumonia, efusi pleura, hemo / pneumothoraks, atau
sepsis tahap akhir juga dapat mengganggu akurasi pengukuran cardiac output pada
pasien dengan ventilasi mekanik selama PEEP. Penempatan yang tidak benar atau
kesalahan dalam mengasumsikan hubungan antara tinggi dan panjang thoraks dapat
menyebabkan kesalahan yang signifikan karena perumusan matematika yang
digunakan untuk menentukan stroke volume. Meskipun terdapat keterbatasan,
reabilitas inter-rater sangat baik. Keterbatasan dan variabilitas terutama pada keadaan
kritis telah menghambat proses adopsi dari teknologi ini.

5.4. Bioreaktan

Bioreaktan adalah teknik terbaru untuk pemantauan hemodinamik non-invasif


Bioreaktan (BR) sangat mirip dengan TEB, dimana arus listrik dengan amplitudo

22
rendah dan frekuensi yang telah diketahui diaplikasikan antara dua lead di dada.
Perbedaan antara dua metode mirip dengan perbedaan gelombang radio AM
(amplitude modulated) - mewakili TEB, dan FM (frequency modulated) -mewakili
BR dari impedansi hemodinamik. Dengan demikian, frekuensi sinyal tidak akan
menurun dengan jarak, dan kemampuan untuk merekam intensitas sinyal menjadi
lebih akurat karena tidak dipengaruhi oleh jarak. BR mengukur fase relatif pergeseran
ketika sinyal diarahkan dan diterima di antara kedua lead, dimana hal tersebut tercipta
akibat perubahan volume intra-thorakal yang dihubungkan dengan perubahan aliran
darah. Pergeseran fase juga umumnya kurang rentan terhadap degradasi sinyal dan
lebih bisa menerima penjaringan high-pass untuk menghilangkan gangguan, yang
secara teoritis, dapat mengarahkan ke pemulihan sinyal yang lebih akurat. Sebagai
tandingan TEB, SV dengan BR tidak diperoleh dari jarak antara lead, tetapi dari
fungsi sederhana (VET), fase pergeseran maksimum dari waktu ke waktu (dφ /
dtmax), dan konstanta (c).

Teknologi ini jauh lebih baru dibanding TEB. Penelitian terbaru mengenai

akurasi teknik pemantauan terhadap TD dan pemantauan hemodinamik lainnya

memberikan angka yang sama atau bahkan lebih baik. Validasi dari salah satu situs

terbesar mengenai studi monitoring hemodinamik non-invasif dari 110 operasi post-

kardiak berturut-turut dengan total 65.888 pemasangan pengukuran antara BR dan

PAC-TD, diperoleh korelasi r = 0,82 dengan bias dari 0,16 ± 0,52 L / min (yang

disamakan dengan bias persen dari 4 ± 11,3%). Sebuah multisenter selanjutnya

23
melakukan validasi BR dibandingkan dengan PAC-TD dimana diperoleh korelasi

yang sama (r = 0,78) dimana batasan persetujuan yang serupa dengan penilitian

sebelumnya dibanding dengan bolus PAC-TD. Hasil dari penelitian sebelumnya

pada pasien dengan syok septik yang dibandingkan BR ke PAC-TD menunjukkan

bahwa akurasi dan presisi dapat dipertahankan pada kedua pengukuran dasar (r = ,88)

dan selama pengujian PLR (bias 6,8 ± 13%).

Keuntungan

Keuntungan yang paling penting dari BR adalah bahwa frekuensi modulasi dan

pergeseran fase yang tidak bergantung dari jarak antara sumber sinyal dan tempat

terdeteksinya. Penempatan lead menggunakan BR tidak memerlukan jarak yang tepat

atau lokasi yang tepat pada dada. Hal ini memungkinkan gangguan kenyamanan dan

penempatan menjadi lebih sedikit. Selain itu, kondisi anatomi atau klinis seperti

obesitas, leher pendek, dan diaforesis tidak menurunkan akurasi dari frekuensi sinyal

termodulasi. Pengukuran tidak terpengaruh oleh sumber tegangan lain dan gangguan

frekuensi lainnya (seperti kebisingan).

Keterbatasan

Teknologi ini cukup baru, tetapi tetap memiliki beberapa kelemahan. Ada

literatur validasi yang sangat kuat mengenai kelemahan alat ini namun ada juga

beberapa penelitian klinis yang menunjukkan bahwa penggunaan teknologi ini

memberikan hasil yang berbeda terutama pada populasi pasien kritis. TEB telah

24
digunakan secara luas baik di pada kondisi klinis umum dan kondisi kritis. Namun

teknologi ini masih kontroversial karena adanya laporan akurasi variabel.

Gambar 6: Representasi bagan dari modulator hemodinamik ternormalisasi yang digunakan untuk
memeriksa keadaan hemodinamik. Ilustrasi mencakup empat modulator hemodinamik (preload,
afterload, inotropik, dan kronotropik). Pengukuran dasar per-denyut dan normalisasi setiap pengukuran
memungkinkan representasi persentil dari masing-masing modulator.

25
KESIMPULAN

Pada pasien dengan napas spontan, frekuensi pernafasan dapat menyebabkan


berbagai tingkat perubahan tekanan thoraks. Bahkan dalam keadaan stabil, ditemukan
20-30% variasi detak denyut jantung dan stroke voleme per-denyut. Sementara
konvensi standar untuk pengukuran dasar per-menit biasanya tidak dapat dilakukan
hanya dalam satu menit. Periode waktu pengukuran yang sebenarnya dan frekuensi
pernafasan selama waktu pengukuran cenderung berbeda-beda dan bergantung pada
metodologi; termodilusi diukur selama satu periode waktu sementara teknologi non
invasif lainnya menggunakan periode waktu yang berbeda atau menggunakan ukuran
denyut diatas rata-rata. Teknologi non invasif yang lebih baru lebih reflektif untuk
menilai respon hemodinamik terhadap kondisi klinis.

Algoritma berdasarkan parameter hemodinamik non-invasif yang mewakili


respon hemodinamik tubuh terhadap penyakit dapat menjadi lebih intuitif dan
berpotensi dapat diterapkan dalam populasi yang lebih besar. Sebagian besar
hemodinamik non-invasif pemantauan literatur sampai saat ini berfokus pada validasi
akurat dari satu atau multisenter, bukti dari konsep, atau percobaan pengamatan pada
kapasitas prognostik parameter hemodinamik individual. Teknik hemodinamik non-
invasif yang dibahas dapat memberkan perbaikan agresif dalam usaha resusitasi,
sementara teknik pengukuran non invasif baru lainnya dapat membantu tenaga medis
dalam menentukan responsifitas cairan, seperti pengukuran VTN, VSV cukup akurat
dalam menentukan respon cairan terhadap pemberian ekspansi volume, metode
dengan alat doppler transesofageal dalam mengukur secara kontinyu setiap saat juga
dapat memberikan prediksi akan responsifitas cairan.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Napoli AM. Physiologic and clinical principles behind noninvasive


resuscitation techniques and cardiac output monitoring 2011;2012:p1-12.

2. Singh S, Kuschner WG, Lighthall G. Perioperative intravcascular fluid


assessment and monitoring. Review article, 2011;231493:p1-8.

3. Kalamas AG. Fluid management. In: Stoelting RK, Miller RD, editors. 5th
edition. Basics of anesthesia. Philadelphia : Churchill Livingstone
Elsevier;2007.p347-53.

4. Karthikeyan C, Jacob R, Sajan PG. Fluid management in pediatric patient.


In : Jacob R, editor. 2nd editon. New Delhi: BI Publicatons; 2008.p70-80.

5. Berne RM, Levy MN. Cardiovascular physiology. 7th edition. St Louis


USA: Mosby Ltd; 1997. P370-447.

6. Marik PE, Baram M, and Vahid B. Does central venous pressure predict
fluid responsiveness? A systematic review of the literature and the tale of
seven mares, Chest2008;134:172-78.

7. Marik P. Passive Leg raising and End-exp occlusion was good in pts with
poor resp compliance; PPV was not . Crit Care Med 2012;40(1):151.

8. Kumar A, Anel R, Bunnell E. Pulmonary artery occlusion pressure and


central venous pressure fail to predict ventricular filling volume, cardiac
performance, or the respon to volume infusion in normal subject. Crit
Care Med 2004;32:691-99.

9. Shah V, Hasselblad LW, Stevenson. Impact of the pulmonary artery


catheter in critically ill patient : metaanalysis of randomized clinical trials.
J AMA 2005;294(13):1664-70.

10. Harvey S, Harrison DA, Singer M. Assessment of the clinical


effectiveness of pulmonary artery catheters in management of patients in
intensive care (PAC-Man): a randomised controlled trial. The Lancet
2005; 366(9484):472-77.

27
11. Li J, Yang JP. Evaluation of stroke volume variation obtained by the
Flotrac/Vigileo system to guide preoperative fluid therapy in pastients
undergoing brain surgery. J Int Med Res 2012;40:1175-81.

12. Cannesson M, Attof P. Rosamel. Respiratory variations in pulse oximetry


plethysmographic waveformmplitude to predict fluid responsiveness in
the operating room. Anesthesiology 2007;106(6):1105-11.

13. Hofer CK, Muller M, Furrer L, Klaghofer M,Genoni, Zollinger A. Stroke


volume and pulse pressure variation for prediction of fluid responsiveness
in patients undergoing off-pump coronary artery bypass grafting Chest
2005;128(2):848–54.

14. Backer DD, Taccone FS, Holsten F, Ibrahimi, Vincent JL. Influence of
respiratory rate on stroke volume variation inmechanically ventilated
patients. Anesthesiology 2005;110(5):1092-97.

15. Maizel J, Airapetian N, Lorne E, Tribouilloy C, Massy Z, Slama M.


Diagnosis of central hypovolemia by using passive leg raising. Int Care
Med 2007;33(7):1133-38.

16. Knobloch K, Lichtenberg A, Winterhalter M, Rossner D, Pichlmaier M,


Phillips R. Non-invasive cardiac out determination by two-dimensional
independent Doppler during and after cardiac surgery. Annals of Thoracic
Surgery 2005; 80(4):1479-83.

17. Raux O, Spencer A, Fesseau R, Mercier G, Bringuier S, Lakhal K, et all.


Intraoperative use of transoesophageal Doppler to predict response to
volume axpansion in infants and neonates. British J Anaesth
2012;108(1):100-7.

18. Nguyen HB, Banta DP, Stewart G. Cardiac index measurements by


transcutaneous Doppler ultrasound and transthoracic echocardiography in
adult and pediatric emergency patients. Journal of Clinical Monitoring and
Computing 2010; 24( 3):237–47.

19. Shoemaker WC, Belzberg H, Wo JC. Multicenter study of noninvasive


monitoring systems as alternatives to invasive monitoring of acutely III
emergency patients. Chest 1998;114(6):1643-52.

28
20. Raval NY, Squara P, Cleman M, Yalamanchili M, Winklmaier KM,
Burkhoff D. Multicenter evaluation ofnoninvasive cardiac output
measurement by bioreactance technique. J Clin Mon Comp
2008;22(2):113-119.

21. Rose M, Marieke BG, Breukers E , Ronald, Trof , Rob BP, et all. Relative
value of pressures and volumes in assessing fluid responsiveness after
valvular and coronary artery surgery. European J Car Tho Surg
2009;35:62-68

22. Biais M, Gaulain KN, Roullet S, Quinart A, Revel P, Sztark F. A


comparison of stroke volume variation measured by Vigileo™/FloTrac™
system and aortic doppler echocardiography. Anesth Analg 2009;109:466-
69.

29

Anda mungkin juga menyukai