Anda di halaman 1dari 6

12/19/2019 Halalkah e-Money?

« Konsultasi Islam

Konsultasi Islam

Mengatasi Masalah dengan Syariah

Halalkah e-Money?

Posted by Farid Ma'ruf pada 15 November 2017

Soal:

Bagaimana status e-Money, halal atau haram? Bagaimana hukum menggunakan e-Money,
termasuk pengisian ulang (Top Up) dengan biaya administrasi tertentu, boleh atau tidak?

Jawab:

e-Money (uang elektronik) wujudnya tidak lagi berbentuk fisik, melainkan berupa data digital
yang disimpan dalam memori sebuah kartu yang praktis dibawa ke mana-mana.

Banyak varian e-Money ini. Sebagian mengharuskan penggunanya mempunyai rekening di sebuah
bank tertentu. Ada pula yag berbentuk kartu e-Money yang dijual bebas.

Kita cukup membeli kartu e-Money itu dengan uang fisik sesuai nilai yang kita inginkan. Lalu kita
bebas menggunakan kartu tersebut cukup dengan melakukan tapping atau gesek di kasir
pembayaran sebuah merchant.

Menurut Bank Indonesia, uang elektronik adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur:

(1) diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor oleh pemegang kepada penerbit;

(2) nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip;

(3) alat pembayaran kepada pemegang yang bukan penerbit uang elektronik itu; dan

(4) nilai uang elektronik itu bukan merupakan simpanan sebagaimana disebut dalam undang-
undang perbankan.

https://konsultasi.wordpress.com/2017/11/15/halalkah-e-money/ 1/6
12/19/2019 Halalkah e-Money? « Konsultasi Islam

Layaknya uang, e-Money ini tidak hanya untuk membayar telepon umum, tetapi dapat pula
digunakan untuk membayar tagihan listrik, telepon, tv berlangganan, pembelian tiket, jalan tol,
tiket kereta, bus, pembelian bahan bakar, dan belanja keperluan sehari-hari.

Secara umum uang elektronik dibedakan dua jenis yaitu:

(1) uang elektronik bentuk kartu yang di dalamnya identitas pemegang terdaftar dan tercatat pada
penerbit atau teregistrasi;

(2) uang elektronik bentuk kartu yang tanpa identitas pemegang. Ada pula uang elektronik yang
menggunakan telepon seluler sebagaimedium penyimpanannya.

Keunggulan uang elektronik yakni bersifat praktis karena kita tidak perlu membawa fisik uang.
Keunggulan lainnya, transaksi lebih cepat, tinggal menempel kartu dan tidak perlu menghitung
lembar demi lembar uang.

Keunggulan selanjutnya, kita bisa melacak setiap pengeluaran sehingga memudahkan dalam
mengelola keuangan.

Adapun kekurangan uang elektronik di antaranya tidak semua penyedia barang dan jasa dapat
menerima transaksi elektronik, apalagi di pedesaan dan pasar tradisional. Uang elektronik ini juga
mempunyai risiko hilang dan rusak. Apalagi jika kita memasukkan uang dalam jumlah besar.
Sekali kartu itu rusak atau hilang, hilanglah semua uang kita.

Inilah fakta uang elektronik atau e-Money.

Status Hukum e-Money

Mengenai status hokum uang elektronik dapat dilihat dari bebrapa aspek:

1. Aspek fisik kartu fisik elektronik

Secara faktual uang elektronik berbeda dengan kartu pulsa. Kartu pulsa terkait dengan jasa
layanan telekomunikasi. Adapun uang elektronik adalah alat yang berfungsi sebagai uang. Di
dalamnya ada nominal uang yang kita simpan di kartu tersebut. Meski Bank Indonesia
menyatakan uang elektronik bukan merupakan simpanan, sebagaimana lazimnya dalam
perbankan, nyatanya tetap merupakan simpanan.

Karena itu uang elektronik ini faktanya seperti kartu Debit. Bank mengeluarkan kartu Debit karena
pemilik kartu tersebut mempunyai deposit di bank tempat kartu Debit tersebut dikeluarkan.

Pemegang kartu Debit bisa menggunakannya untuk melakukan transaksi karena ada deposit uang
yang dia simpan di bank penerbit kartu Debit tersebut.

Bedanya:

https://konsultasi.wordpress.com/2017/11/15/halalkah-e-money/ 2/6
12/19/2019 Halalkah e-Money? « Konsultasi Islam

Pertama, pemilik uang elektronik tidak harus mempunyai rekening di bank atau Lembaga
keuangan penerbit uang elektronik tersebut. Kedua, pemilik uang elektronik tersebut bisa mengisi
uang elektroniknya dimana saja, tanpa harus terikat dengan bank penerbitnya dengan biaya
tertentu.

Karena itu penerbitan kartu yang berfungsi sebagai uang seperti ini boleh. Demikian juga biaya
administrasi, termasuk pembuatan fisik kartunya, juga boleh. Misalnya, penjual kartu e-Money
menjual kartu e-Money seharga Rp 50.000 tetapi isinya hanya Rp 25.000. Nilai uangnya Rp 25.000,
sedangkan Rp 25.000 lainnya merupakan biaya administrasi. Ini boleh. Ini seperti dalam aqod
hawalah di bank ketika kita mentransfer uang tertentu dikenai biaya administrasi per transaksi
senilai nominal tertentu. Ini juga boleh. Biaya administrasi ini dibenarkan, karena merupakan akad
ijarah, dalam bentuk layanan yang diberikan. Karena ini merupakan akad hawalah, uang
elektronik ini dalam akad hawalah bisa disebut [muhal bih [hutang yang dipindahkan].

Dalam konteks ini, para ulama merumuskan bahwa muhal bih ini harus memenuhi empat syarat:

1) Hutang tersebut merupakan piutang pemegang uang elektronik (mihil) kepada penerbit uang
elektronik (muhal ‘alayh).

2) Hutang tersebut harus merupakan hutang yang mengikat (laazim), bukan hutang yang tidak
mengikat (jaa’iz), sebagaimana hutang mahar suami kepada istri sebelum disetubuhi, atau harga
barang saat dalam tenggat khiyaar.

3) Jenis, kadar, nilai, dan tenggatnya sudah maklum.

4) Sesuatu yang bisa ditukar atau dialihkan.

Berdasarkan keempat syarat tersebut status uang elektronik tersebut terpenuhi. Karena itu, sebagai
muhal bih yang dipergunakan dalam akad hawalah ini, uang elektronik ini pun jelas-jelas sah.

Mengenai biaya pembuatan kartu dan biaya administrasi, ini sebenarnya merupakan nilai optional.
Bukan nilai yangtertera di dalam kartu. Faktanya, pembuatan dan biaya administrasi dalam kartu
itu sendiri sebenarnya terpisah dari hawalah-nya.

2. Aspek gharar dalam penerbitan kartu.

Gharar (ketidakjelan), menurut Imam al-Mawardi adalah apa yang diragukan diantara dua hal
yang bisa terjadi secara bersamaan, atau kemungkinan besar, lebih dikhawatirkan di antara
keduanya. Menurut al Jurjani, gharar adalah apa yang dampaknya tidak jelas, tidak diketahui
apakah akan terjadi atau tidak. Imam al-Ghurofi menyatakan, gharar adalah sesuatu yang bisa
terjadi dan tidak.

https://konsultasi.wordpress.com/2017/11/15/halalkah-e-money/ 3/6
12/19/2019 Halalkah e-Money? « Konsultasi Islam

Dari fakta gharar yang dikemukakan oleh para fuqoha, jelas uang elektronik ini tidak mengandung
aspek gharar. Pasalnya, nilai nominal yang bisa digunakan sama persis, sebagaimana yang
didepositokan.

Adapun biaya administrasi, dalam konteks ini, merupakan jasa yang dibolehkan karena adanya
layanan yang diperoleh oleh pemegang uang elektronik tersebut. Kalaupun ada Gharar sebenernya
terjadi jika uang elektronik tersebut dikeluarkan oleh pihak kedua, bukan pihak ketiga. Pasalnya,
karena pihak ke dua adalah penerbit langsung, sedangkan pihak ketiga adlah rekanan, yang saat
itu bekerjasama dengan pihak ke dua.

Ketika kerjasama tersebut berakhir, uang tersebut tidak akan bisa digunakan dalam kaitannya
dengan merchand pihak ke tiga. Kalaupun ini dianggap gharar, yang pasti nilai nominal uang
pemegang kartu tersebut tetap tidak hilang. Jadi, sebenarnya tidak bisa juga di sebut gharar.

3. Aspek penggunaannya

Karena faktanya seperti kartu Debid, karena uang yang kita gunakan didalam uang elektronik
adalah uang kita, bukan hutang yang disertai riba, maka stastus penggunaan uang elektronik ini
sebenarnya merupakan akad hawalah alasannya, sebagaimana kartu Debid yang dikeluarkan oleh
bank, kartu tersebut bisa digunakan oleh pemegang kartu berdasarkan nominal uang yang dia
miliki di bank. Karena itu penggunaan kartu Debit oleh pemegang kartu tersebut sesungguhnya
merupakan penggunaan dana yang dia miliki sendiri, bukan menggunakan dana yang dimiliki
orang lain. Hal yang sama jiga terjadi dalam konteks uang elektronik.

Ini berbeda dengan kartu kredit. Pengguna kartu kredit bisa menggunakan kartu tersebut untuk
melakukan transaksi tidak didasarkan pada jumlah nominal dana atau uang yang dia miliki.
Karena itu status akad penggunaan kartu kredit adalah akad hutang.

Adapun status akad penggunaan kartu debit adalah akad hawalah meski hawalah itu sendiri
dibangun berdasarkan hutang. Karena itu hokum penggunaan dua kartu tersebut berbeda.

Dalam penggunaan kartu Debit, pengguna kartu sebenarnya melakukan transaksi dengan
memindahkan dana yang dia miliki kepada orang lain, melalui pihak ke tiga [bank]. Dana yang
dimiliki nasabah tersebut ada di bank, kemudian dia memerintahkan kepada bank [yang
meminjam uang atau mendapat titipan uang nasabah] tersebut untuk mentransfer kepada pihak
lain. Karena itu didalam hawalah itu sebenarnya juga ada hutang, tetapi yang berhutang bukan
nasabah, pengguna kartu Debit, melainkan bank.

Hawalah adalah akad memindahkan hutang tanggungan [baca: piutang] kepada orang lain. Ini
adalah fakta hawalah. Karena itu hokum elektronik dan penggunaannya adalah hokum hawalah
itu sendiri. Karena hokum hawalah di dalam islsm itu dibolehkan maka pengguaan uang
elektronik juga boleh.

https://konsultasi.wordpress.com/2017/11/15/halalkah-e-money/ 4/6
12/19/2019 Halalkah e-Money? « Konsultasi Islam

Dalil kebolehan hawalah adalah Hadis Nabi saw. Dan ijmak Sohabat. Mengenai hadis, Nabi saw
bersabda:

“Orang kaya yang menangguhkan pembayaran hutang adalah dzalim. Jika salah seorang diantara
kalian yang hutangnya dipindahkan kepada orang yang berkelapangan, hendaknya ia pindahkan.”

[HR] al Bukhari].

Imam an-Nawawi menjelaskan hadis ini: Maknanya jika hutang yang mnjadi haknya dipindahkan
kepada orang yang berkelapangan heendaknya ia memindahkannya.

Namun, dalam praktiknya akad hawalah ini boleh dengan tiga syarat.

Pertama, dilakukan terhadap hutak yang sudah fix, sebagai tanggungan pihak bank atau penerbit
kartu.

Dalam kasus uang elektronik, dengan dana yang ada di pihak bank, jelas bahwa hutang yang ada
di pihak bank kepada pengguna tadi adalah fix.

Kedua, kedua hutang , baik yang ditanggung maupun yang akan di bayarkan sama. Dalam
kontesk pengguna uang elektronik apa yamg digunakan/dipindahkan kepada pihak lain, jelas
sesuai dengan batas limit yang dia miliki di bank atau penerbit kartu, tidak lebih. Sebab, kalau
melebihi limit, secara otomatis sistem akan menolak.

Ketiga, adanya keridhaan orang yang menjadi pemilik hak [muhil], yaitu pengguna uang
elektronik, bukan keridhaan pihak bank [muhal ‘alayh]. Kerdhaan ini jelas ada ketika pihak
pengguna uang elektronik ini memindahkan dananya pada pihak lain, dengan memerintahkan
kepada pihak bank/penerbit [muhal ‘alaiyh] untuk melakukan transfer pembayaran tersebut.

Dengan terpenuhinya tiga syarat ini jelas bahwa penggunaan uang elektronik ini merupakan
bentuk akad hawalah yang bolah. Karena itu, meski basisnya adlah pemindahan hutang, berbeda
hukumnya dengan kartu kredit. Karena itu penggunaan uang elektronik ini boleh dan tidak
dilarang di dalam Islam.

Inilah fakta uang elektronik, hukum fisik dan pengguanaannya.

Mengenai aspek lain, diluar itu, khususnya terkait dengan penggunaan system mata fiatmoney
adalah masalah lain di luar kontek pembahasan ini.

https://konsultasi.wordpress.com/2017/11/15/halalkah-e-money/ 5/6
12/19/2019 Halalkah e-Money? « Konsultasi Islam

WalLaahu a’lam.[]
__________

Oleh KH. Hafidz Abdurrahman |

This entry was posted on 15 November 2017 pada 19:46 and is filed under Ekonomi. Dengan
kaitkata: hukum emoney, hukum uang digital dalam Islam, uang digital, uang elektronik. You can
follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, atau
trackback from your own site.

« Hukum Transplantasi Katup Jantung Babi Pada Manusia


Orang Tua Menghibahkan Harta Kepada Anak-Anaknya Sebelum Meninggal, Bolehkah? »

Blog di WordPress.com.

https://konsultasi.wordpress.com/2017/11/15/halalkah-e-money/ 6/6

Anda mungkin juga menyukai