PENDAHULUAN
1
besar. Selain itu, mioma juga dapat menimbulkan kompresi pada traktus urinarius
sehingga terjadi gangguan berkemih.1,2
Penatalaksanaan mioma uteri dapat dilakukan dengan pemberian obat-
obatan (medisinalis) maupun secara operatif. Pemberian GnRH analog merupakan
terapi medisinalis yang bertujuan untuk mengurangi gejala perdarahan yang terjadi
dan mengurangi ukuran mioma. Penatalaksanaan operatif terhadap gejala-gejala
yang timbul atau adanya pembesaran massa mioma adalah miomektomi atau
histerektomi.1
Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 49 tahun dengan diagnosa
mioma uteri, yang selanjutnya ditatalaksana untuk laparotomi dengan
Histerektomi.
2
BAB II
STATUS PASIEN
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang pada tanggal 17
Februari 2017 dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 4 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluar darah banyak sampai mengganti pembalut 4 kali sehari. Darah yang keluar
berupa prongkol – prongkol. Pasien mengaku sudah tidak menstruasi sejak 2 tahun
yang lalu. Keluhan pusing disangkal, mual disangkal, muntah disangkal, nyeri
sendi juga disangkal.
Riwayat Obstetri
Anak pertama lahir pada tahun 1986 dengan jenis kelamin laki-laki. Persalinan
secara spontan pervaginam, umur kehamilan aterm ditolong oleh bidan dengan
berat badan lahir 2500 gram. Anak ke dua keguguran pada usia 3 bulan dan
dikuret. Anak ke tiga lahir pada tahun 1992 dengan jenis kelamin perempuan,
persalinan secara spontan pervaginam, umur kehamilan aterm dan ditolong oleh
bidan dengan berat badan lahir 2500 gram.
Riwayat Menarche
3
Pasien pertama kali haid pada umur 12 tahun, haid rutin setiap bulan dengan lama
7 hari dan siklus 28 hari.
Riwayat KB
Pasien meminum pil KB selama 2 tahun
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 kali/ menit
Suhu : 36,9°C RR : 20 kali/ menit
Kepala : Mata konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Leher : KGB tidak teraba pembesaran
Thoraks : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), whezzing (-/-)
Jantung: S1 S2 reguler, murmur (-/-), gallop (-/-)
Abdomen : Bising usus (+) Normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat, capirally refill test < 2 detik. Oedem sinistra
(+) dextra (+)
4
Status Obstetrik
a. Pemeriksaan Luar
Perdarahan pervaginam (+)
b. Pemeriksan Dalam/Vaginal Toucher
Tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 18 Februari 2017
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan Metode
Rujukan
Hemoglobin 9.9 11.7 -15.5 g/dL Sulfa Hb
Leukosit 13.1 3.6 -11.0 ribu Sulfa Hb
E. Impedance
Eritrosit 3.84 3.8 - 5.2 Juta Integration
Volume
Hematokrit 29 35 - 47 % E. Impedance
MCV 75.5 82 -98 fL E. Impedance
MCH 25.8 27 - 32 Pg E. Impedance
MCHC 34.1 32 -37 g/dL E. Impedance
RDW 30.2 10 - 16 % E. Impedance
Focus
Trombosit 302 150 - 400 Ribu
Hidrodinamik
PDW 15.4 10 - 18 % E. Impedance
MPV 7.1 7 -11 Mikro m3 E. Impedance
Limfosit 1.3 1.0 – 4.5 10+3 mikro E. Impedance
Monosit 0.6 0.2 – 1.0 10+3 mikro E. Impedance
Granulosit 11.2 2–4 10+3 mikro E. Impedance
Limfosit % 10.1 25 – 40 % E. Impedance
Monosit % 4.4 2–8 % E. Impedance
Granulosit 85.5 50 – 80 % E. Impedance
PCT 0.214 0.2 – 0.5 % E. Impedance
5
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Metode
Hematologi
PTT 11.1 9.7 – 13.1 Detik Standart
INR 1.03 Detik
APTT 26.8 23.9 – 39.8 Detik Standart
Kimia Klinik
Glukosa
97 74 – 105 Mg/dL Heksokinase
Sewaktu
Enzyme UV
Ureum 30.7 10 – 50 Mg/dL
test
Kreatinin 0.59 0.45 - 0.75 Mg/dL Standart
Serologi
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif - Standart
SGOT 12 0 – 35 U/L IFCC
SGPT 8 0 - 35 IU/L IFCC
E. Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang pada
tanggal 17 Februari 2017 dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 4 hari
SMRS. Keluar darah banyak sampai mengganti pembalut 4 kali sehari. Darah yang
keluar berupa prongkol – prongkol. Pasien mengaku sudah tidak menstruasi sejak
2 tahun yang lalu. Keluhan pusing disangkal, mual disangkal, muntah disangkal,
nyeri sendi juga disangkal.
Hasil pemeriksaan fisik status generalis ditemukan konjungtiva anemis
dextra dan sinistra. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan perdarahan pervaginam
(+). Pada pemeriksaan penunjang ditemukan Hb 9.9 mg/dL (rendah), Leukosit
13.1 juta (tinggi), Hematokrit 29% (rendah), MCV 75.5 IL (rendah), MCH 25.8 pg
(rendah), Granulosit 11.2 10+3/Mikro (tinggi), Limfosit% 10.1 % (rendah) dan
Granulossit% 85.5 % (tinggi).
F. Diagnosa
6
Diagnosis kerja :
Menometrorhagia.
K. Prognosis
a. Ad vitam: dubia ad bonam
b. Ad fungsionam: dubia
c. Ad sanasionam: dubia
L. Perjalanan Penyakit
18 Februari 2017, 07.00
S : Pasien mengeluh perdarahan pervaginam (+), nyeri abdomen (-), pusing (-),
BAK lancar, BAB lancar
O : KU : baik, CM, tampak anemis
VS : TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit T : 36,0⁰C
Kepala : conjungtiva anemis (+/+)
Thorax : pulmo : vesikular (+/+), COR : S1 S2 regular
Abdomen : nyeri tekan (-), peristaltik (+)
Extremitas : akral hangat,
nadi cukup
PPV (+)
A : Menometroragia
P :IVFD RL 20 tpm
Pro USG
7
Hasil USG :
Terdapat kesan gambaran mioma uteri dd missed aborsi
Planning :
- Transfusi PRC 2 Kolf
- Lab lengkap + PP test
- VT
- Konsul
- Pro Histerektomi
8
MPV 7.9 7 -11 Mikro m3 E. Impedance
Limfosit 1.3 1.0 – 4.5 10+3 mikro E. Impedance
Monosit 0.5 0.2 – 1.0 10+3 mikro E. Impedance
Granulosit 8.3 2–4 10+3 mikro E. Impedance
Limfosit % 12.8 25 – 40 % E. Impedance
Monosit % 4.5 2–8 % E. Impedance
Granulosit 82.6 50 – 80 % E. Impedance
PCT 0.220 0.2 – 0.5 % E. Impedance
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan Metode
Rujukan
Hemoglobin 10.3 11.7 -15.5 g/dL Sulfa Hb
Leukosit 8.4 3.6 -11.0 ribu Sulfa Hb
E. Impedance
Eritrosit 3.67 3.8 - 5.2 Juta Integration
Volume
Hematokrit 30.5 35 - 47 % E. Impedance
MCV 83.1 82 -98 fL E. Impedance
MCH 28.1 27 - 32 Pg E. Impedance
MCHC 33.8 32 -37 g/dL E. Impedance
9
RDW 13.1 10 - 16 % E. Impedance
Focus
Trombosit 251 150 - 400 Ribu
Hidrodinamik
PDW 13.5 10 - 18 % E. Impedance
MPV 7.7 7 -11 Mikro m3 E. Impedance
PCT 0.194 0.2 – 0.5 % E. Impedance
Pada pukul 10.45 pasien di histerektomi dengan diagnosis post operasi mioma
uteri subserosum.
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi
padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudokapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau
multipel. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri,
atau uterine fibroid. Mioma berwarna lebih pucat, relatif bulat, kenyal, berdinding
licin, dan apabila dibelah bagian dalamnya akan menonjol keluar sehingga
mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah kapsul.3
III.2 Epidemiologi
Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi
oleh faktor yang tidak diketahui dengan pasti. Insidensinya 3-9 kali lebih banyak
pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Mioma uteri belum
pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya
kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri
sekitar 20-30% dari seluruh wanita.. Tumor ini paling sering ditemukan pada
wanita umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan
wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit
kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang
tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri
berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali.
Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan
nulipara.3
III.3 Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada
beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma
uteri, yaitu :
11
1. Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor
ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
2. Paritas : lebih sering terjadi pada nulipara atau pada wanita yang relatif
infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil
menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang
menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita
berkulit hitam, angka kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor
ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga yang
menderita mioma.
4. Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen
dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah
menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah
menopause.4
III.4 Patogenesis
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator
dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih
belum diketahui dengan pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-
phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan yang
uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan
mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon
steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal
dalam proses pertumbuhan tumor.
Tidak terdapat bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab
mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma.
Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dibanding dari miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah
dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktivitas mitotik dari
12
mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat
tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor
dengan cara down- regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam
pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler. 1
Namun, tidak ada bukti yang kuat untuk mengatakan bahwa estrogen
menjadi penyebab mioma. Telah diketahui bahwa hormon memang menjadi
prekursor pertumbuhan miomatosa. Mioma tumbuh cepat saat penderita hamil atau
terpapar estrogen dan mengecil atau menghilang setelah menopause.3
Lokasi
1. Cervical (2,6%) umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi
2. Isthmica (7,2%) lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius
3. Corporal (91%) merupakan lokasi paling lazim dan seringkali tanpa
gejala
Lapisan Uterus
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa
(48%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).
1. Mioma Submukosa
Mioma submukosa berada di bawah endometrium dan menonjol ke
dalam rongga uterus. Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma.
Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain
meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi
mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan
perdarahan. Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip,
kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini
dapat menyebabkan dismenorrhea.
13
Dari sudut klinik, mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih
penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa
ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali
memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa
walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui
vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya
dilakukan histerektomi.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma
submukosa pedunculated. Mioma submukosa pedunculated adalah jenis
mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari
rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma
yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi, nekrosis, dan
infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis
karena proses di atas.
2. Mioma Intramural
Mioma intramural terdapat di dinding uterus di antara serabut
miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan
terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam
dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai
bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang
terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan
dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan
keluhan miksi.
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel
apabila masih kecil dan tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah
bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti
kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah
bawah. Kadangkala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-
kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat
(jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).
14
Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan
permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan
struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda
dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan.
Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi menjadi
lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara
histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang
membentuk pusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos
miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang
mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami atrofi,
ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi
perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh
karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini
terjadi secara sekunder dari atrofi postmenopausal, infeksi, perubahan
dalam sirkulasi atau transformasi maligna.
3. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol
pada permukaan uterus yang diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat
tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
intraligamenter.
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai
tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan
uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam
ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma
yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa.
Perlengketan dengan usus, omentum, atau mesenterium di sekitarnya
menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke
omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga
mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam
rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
15
4. Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain,
misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari
uterus sehingga disebut wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan
satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat
menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum
berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas
otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like
pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terdesak karena pertumbuhan.
16
III.6 Gejala Klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala klinis hanya
ditemukan pada 35-50% penderita mioma. Walaupun seringkali asimtomatik,
gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi, seperti metroragia, nyeri,
menoragia, hingga infertilitas.3 Berbagai keluhan penderita dapat berupa :
17
subserosa dari kavum uteri. Gejala akut abdomen dapat terjadi bila torsi
berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi merah yang mengiritasi
selaput peritoneum, seperti pada peritonitis. Mioma yang besar dapat
menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri
pinggang dapat terjadi pada penderita mioma akibat penekanan pada
persyarafan yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis.
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena
gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis
setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan
dilahirkan, pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat
menyebabkan juga dismenorrhea.
18
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan
pars intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan
terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk
kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi.
Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat
perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi
massa tumor.
III.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma
lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.4
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri
dapat diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk
yang tidak teratur, gerakan bebas, dan tidak nyeri. Mioma uteri dapat
ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma
uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus.2,4
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah
Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan
laboratorium lainnya disesuaikan dengan keluhan pasien. Anemia
merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan
perdarahan uterus yang berlebihan dan habisnya cadangan zat besi.
Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa
kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia
dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter
yang menyebabkan peningkatan tekanan balik ureter dan kemudian
menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.2
19
4. Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi
USG transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan
adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat
pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik
diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri
secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang
mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus.
Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan
bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang
hipoekoik.
b. Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri
submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut
sekaligus dapat diangkat. Dapat digunakan untuk mendeteksi mioma
uteri yang tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.
III.8 Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan
mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran
tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani, yaitu yang membesar secara
cepat dan bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan infertilitas. Secara
umum, penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.4
20
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post
menopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
♣ Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6
bulan.
♣ Bila anemia (Hb < 8 g/dl), maka lakukan transfusi.3
2. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma
yang menimbulkan gejala. Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan
histerektomi. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists
(ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi
pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah :
a) Perdarahan uterus yang tidak berespon terhadap terapi konservatif
b) Dugaan adanya keganasan
c) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
21
d) Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena
oklusi tuba
e) Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
f) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g) Anemia akibat perdarahan 1
Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang
ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan
histerektomi. Dewasa ini ada beberapa tindakan untuk melakukan
miomektomi berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma. Tindakan
miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histereskopi, maupun
dengan laparoskopi.1
Tindakan miomektomi dapat dikerjakan misalnya pada mioma
submukosum pada myoma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina.
Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan
apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena
keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan
adalah 30-50%.1,3
Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan pembedahan untuk pengangkatan
uterus. Histerektomi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan
pendekatan perabdominal (laparotomi), pervaginam, dan pada beberapa
kasus secara laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma uteri
sebesar 30% dari seluruh kasus. Tindakan histerektomi pada pasien
dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapatkan keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius, dan
ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.1,3
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi
(STAH). Masing-masing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan
22
dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari risiko operasi yang
lebih besar, seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter,
kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH akan
menyisakan serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks
dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut penelitian didapatkan
data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah dibandingkan
dengan yang menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan
fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina
dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca
operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani
STAH.1
Tindakan histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan
vagina, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen.
Histerektomi pervaginam jarang dilakukan karena uterus harus lebih
kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Secara
umum, histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur
operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal
sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi.
Selain itu, kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi juga lebih
minimal. Masa penyembuhan pada pasien yang menjalani histerektomi
vaginal lebih cepat dibandingkan dengan yang menjalani histerektomi
abdominal.1,3
Prosedur histerektomi dengan laparoskopi dapat berupa miolisis.
Miolisis per laparoskopi efektif untuk mengurangi ukuran mioma dan
menimbulkan devaskularisasi mioma sehingga mengurangi gejala yang
terjadi.1
.
23
Mioma
Konservatif Operatif
III.9 Komplikasi
a) Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6%
dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus
yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma
uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam
menopause.
24
c) Nekrosis dan Infeksi
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan
karena gangguan sirkulasi darah padanya.4
25
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 40
tahun dengan diagnosa mioma uteri. Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesa dan pemeriksaan fisik-ginekologik, serta pemeriksaan penunjang berupa
USG dan pemeriksaan laboratorium.
Dari hasil anamnesis didapatkan adanya keluhan menometroragi serta
munculnya benjolan pada perut bagian bawah pasien. Ada beberapa kemungkinan
diagnosis untuk pasien dengan menometroragi disertai benjolan pada perut bagian
bawah antara lain yaitu mioma uteri dan endometriosis
Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma (serviks,
intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang
terjadi. Gejala yang ditimbulkan dapat digolongkan menjadi empat yaitu
perdarahan abnormal, rasa nyeri, gejala dan tanda penekanan, serta infertilitas dan
abortus. Pada kasus ini, beberapa dari gejala tersebut didapatkan pada Ny.”M”.
Perdarahan abnormal berupa hipermenorhea dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium,
permukaan endomerium yang lebih luas daripada biasa, atrofi endometrium diatas
mioma submukosum, miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya
sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh
darah yang melaluinya dengan baik. Rasa nyeri yang dikeluhkan pasien dapat
disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai
nekrosis setempat dan peradangan. Gejala penekanan berupa gangguan BAB dan
BAK tidak didapatkan pada pasien karena ukuran mioma yang tidak terlalu besar.
Pemeriksaan status generalis menunjukkan keadaan umum serta vital sign
pasien dalam batas normal sehingga menunjukkan gangguan perdarahan serta
nyeri sudah berlangsung lama dan tubuh telah melakukan penyesuaian diri. Pada
pemeriksaan fisik, ditemukan konjunctiva tampak anemis. Anemia merupakan
akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang
26
banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan
eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia.
Pada pemeriksaan abdomen, palpasi daerah suprapubik kesan uterus
membesar, padat, mobile serta permukaannya licin. Pada mioma uteri, perlunakan
tergantung pada derajat degenerasi dan kerusakan vaskuler. Uterus sering dapat
digerakan, kecuali apabila keadaan patologik pada adneksa.
Pada pemeriksaan pelvis, serviks dalam batas normal. Namun, pada
keadaan tertentu, mioma submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi
serviks dan terlihat pada osteum servikalis. Hasil pemeriksaan inspekulo
didapatkan bentuk, warna dan permukaan porsio dalam batas normal, tidak terlihat
adanya fluksus yang berasal dari dalam (kanalis servikalis atau kavum uteri).
Didapatkan pula sekret/lendir berwarna putih pada forniks dan dinding vagina.
Pemeriksaan penunjang dengan USG pada pasien ini didapatkan gambaran uterus
antefleksi yang membesar, dengan kesan mioma uteri.
Penatalaksanaan mioma uteri berdasarkan besar kecilnya tumor, ada
tidaknya keluhan, umur dan paritas penderita. Pada pasien ini dilakukan tindakan
operatif mengingat pada hasil pasien memiliki keluhan subjektif berupa
perdarahan pervaginam abnormal yang berat, terlihat dari hasil pemeriksaan Hb
yang rendah.
Pada pasien dilakukan tindakan histerektomi. Tindakan histerektomi pada
pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapatkan keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius, dan ukuran
uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total
abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH).
Masing-masing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
STAH dilakukan untuk menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti
perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum.
Namun dengan melakukan STAH akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan
timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut
penelitian didapatkan data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah
dibandingkan dengan yang menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan
27
fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina dapat
menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi dimana
keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
28
BAB V
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
30