Penanggulangan Bencana Gunung Merapi Ber PDF
Penanggulangan Bencana Gunung Merapi Ber PDF
Sarwidi
Anggota Pengarah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Guru Besar pada FTSP UII
Email: sarwidi@yahoo.com
ABSTRAK
Hampir sepanjang waktunya, Gunung Merapi memberikan manfaat yang luar biasa bagi
sekitarnya. Lereng Gunung Merapi terkenal dengan kesuburan tanahnya karena guyuran abu
Gunung Merapi. Selain padi, tanaman salak, dan pisang serta berbagai tanaman tmbuh sangat
subur di sebagian besar lereng Gunung Merapi. Karena kesuburan tanahnya, bidang
peternakan juga menjadi berkembang, diantaranya adalah peternakan sapi perah yang dikelola
oleh beberapa koperasi di Boyolali dan kaliurang Sleman. Pasir dan batuan hasil erupsi
Gunung Merapi juga sangat terkenal karena bermutu tinggi untuk bahan konstruksi. Selain itu
di lereng Gunung Merapi juga terdapat beberapa tempat untuk tempat peristirahatan dan
rekreasi yang cukup terkenal, diantaranya adalah wilayah Kaliurang Yogyakarta dan
sekitarnya. Namun demikian, pada sisi yang lain, pada waktu-waktu tertentu Gunung Merapi
memberikan ancaman bencana di wilayah sekitarnya, Ancaman primer Gunung Merapi berupa
awan panas yang keluar dari kawanya dan dapat menjangkau wilayah pemukiman di
lerengnya. Ancaman sekundernya adalah abu vulkanis serta lahar hujan yang dapat
menimbulkan gangguan dan banjir lahar dingin yang dapat menyapu wilayah di sekitar sungai
yang berhulu di puncak Gunung Merapi. Untuk mempertahankan dampak positif Gunung
Merapi dan menekan dampak negatif Gunung Merapi, maka penanggulangan bencana dengan
pendekatan pengurangan risiko bencana harus dilakukan secara sistematis agar tercapai hasil
yang maksimum. Makalah ini memaparkan secara singkat tentang penanggulangan bencana
Gunung Merapi yang sesuai dengan Sistem Nasional Penangulangan Bencana sebagaimana
yang tertuang dalam UU RI No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana di Indonesia.
Pemaparan ini bukan merupakan program formal institusi baik BNPB maupun UII, tetapi lebih
bersifat opini individual penulis selaku Pengarah BNPB serta sebagai akademisi UII dan
warga lereng Gunung Merapi. Dengan harapan, makalah ini dapat digunakan sebagai bahan
masukan semua fihak yang terkait dengan penanggulangan bencana (PB) ataupun
pengurangan risiko bencana (PRB) Gunung Merapi.
PENDAHULUAN
Hampir sepanjang waktunya Gunung Merapi memberikan manfaat bagi alam dan
makhluk yang ada di sekitarnya. Lereng dan wilayah sekitar Gunung Merapi terkenal
dengan kesuburan tanahnya karena guyuran abu vulkanis Gunung Merapi. Padi,
tanaman salak, dan pisang dan berbagai tanaman dapat tumbuh subur di sebagian besar
lerengnya. Karena kesuburan tanahnya, bidang peternakan juga cukup berkembang,
diantaranya adalah peternakan sapi perah yang dikelola oleh beberapa koperasi di
Boyolali dan Kaliurang Sleman. Selain itu, di lereng Gunung Merapi juga terdapat
beberapa tempat utuk rekreasi dan peristirahatan, diantaranya adalah obyek-obyek
wisata di wilayah Kaliurang Yogyakarta dan sekitarnya. Bahan tambang Gunung
Merapi yang berupa pasir dan batu vulkanis dikenal karena bermutu tinggi untuk bahan
konstruksi.
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 1
DPPM & MTS UII
Namun demikian, pada sisi yang lain, Gunung Merapi memberikan ancaman yang dapat
menyebabkan bencana di wilayah lerengnya pada waktu-waktu tertentu. Ancaman
Gunung Merapi yang telah menimbulkan bencana misalnya pada beberapa peristiwa
erupsi terakhir pada tahun 1994, 2006, dan 2010 baru-baru ini yang dapat dilihat secara
jelas karena terdokumentasi dengan baik. Ancaman primer Gunung Merapi berupa
awan panas yang keluar dari kawahnya dan dapat menjangkau wilayah pemukiman di
lerengnya dan dapat menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda. Serangkaian
erupsi Gunung Merapi yang diawali pada tanggal 26 Oktober 2010 hingga mencapai
puncak letusan terbesar 5 November 2010 menyebabkan kerusakan dan kerugian yang
besar di empat kabupaten yaitu Magelang, Boyolali, Klaten, dan Sleman. Serangkaian
erupsi tersebut menelan korban sebanyak 386 dengan jumlah pengungsi 399408 pada
puncak masa pengungsian (BNPB, 2010b). Pengungsi yang mendekati jumlah 400 ribu
tersebut belum termasuk pengungsi mandiri yang tinggal di rumah kerabat dan handai
taulan yang sempat teramati oleh beberapa kelompok relawan, misalnya FOREKA
(Forum Relawan Kaliurang), yang diperkirakan mencapai ribuan orang. Ancaman
sekunder Gunung Merapi berupa abu vulkanis serta lahar hujan yang dapat merusak
tanaman dan mengganggu kesehatan serta dapat menimbulkan banjir lahar dingin yang
pernah menyapu wilayah di sekitar sungai-sungai yang berhulu di puncak Gunung
Merapi. Banjir lahar dingin dasyat yang telah menerjang wilayah sekitar kali Putih dan
pemukiman Jumoyo, Magelang, Jawa Tengah yang dimulai pada akhir Desember 2010
yang lalu. Kerugian akibat bencana primer dan sekunder Gunung Merapi 2010
mencapai beberapa triliun rupiah dan akan dihitung secara rinci pada bulan Maret 2011
(www.bnpb.go.id).
Untuk mempertahankan dampak positif Gunung Merapi dan menekan dampak negatif
Gunung Merapi, penanggulangan bencana dengan pendekatan pengurangan risiko
bencana harus dilakukan secara sistematis agar tercapai hasil yang maksimum.
Pemaparan berikut ini adalah penanggulangan bencana Gunung Merapi yang sesuai
dengan Sistem Nasional Penangulangan Bencana yang tercantum dalam Undang-
Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 (UU RI No 24/2007) tentang
Penanggulangan Bencana di Indonesia. Pemaparan berikut ini bukan merupakan
program formal institusi BNPB maupun UII, tetapi lebih bersifat opini secara individual
penulis selaku Pengarah BNPB, akademisi UII, dan warga masyarakat lereng Gunung
Merapi. Pemaparan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan semua fihak yang
terkait dengan penanggulangan bencana (PB) ataupun pengurangan risiko bencana
(PRB) Gunung Merapi.
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 2
DPPM & MTS UII
Legislasi
Serangkaian perundangan dan peraturan sangat diperlukan dalam upaya mewujudkan
penanggulangan bencana yang optimal, baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah.
Di tingkat nasional, setelah UU RI No 24/2007 diterbitkan, serangkaian peraturan
turunannya yang sudah dan harus dibentuk antara lain adalah serangkaian peraturan
pemerintah (PP), peraturan Presiden (Perpres), serta peraturan menteri (Permen) atau
peraturan kepala lembaga (Perka). Serangkaian UU perlu dibuat dan disinkronkan
antara lain adalah yang terkait dengan penataan ruang. Salah satu dasar legislasi krusial
diterbitkan sebagai turunan implementasi UU No 24/2007 adalah Peraturan Presiden
(Perpres) No 8/2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam
hal penanggulangan bencana Gunung Merapi, serangkaian legislasi tersebut sangat
penting karena ada ketegasan negara dalam mengatur penanggulangan yang sistematis
untuk segala macam bencana, termasuk bencana akibat letusan gunung api.
Peraturan pemerintah (PP) yang sudah maupun yang masih perlu dibuat adalah yang
terkait dengan peran lembaga usaha dan internasional, penyelenggaraan
penanggulangan bencana serta pendanaan dan bantuan. PP yang terkait dengan
penyelenggaraan penanggulangan bencana misalnya adalah yang terkait dengan
rehabilitasi, rekonstruksi, dan kemudahan akses. Peraturan Presiden (Perpres) yang
sudah dan yang akan disusun antara lain adalah pembentukan BNPB serta penentuan
status bencana dan tingkatan bencana. Permen yang diperlukan misalnya adalah
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 26 Tahun 2008 (Permendagri No. 26/2008)
tentang Pedoman Organisasi serta Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD). Serangkaian legislasi tersebut penting dalam kaitannya dengan
penanggulangan bencana Gunung Merapi, karena penanggulangan bencana akan dapat
lebih terencana dan sistematis dan dimotori oleh institusi di sekeliling kawah Gunung
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 3
DPPM & MTS UII
Merapi yang lebih focus mengani bencana, yaitu 2 BPBD di Provinsi DIY dan Jawa
Tengah, serta 4 BPBD di Kabupaten Sleman, Magelang, Klaten, dan Boyolali.
Kelembagaan
Sebagai penanggung jawab penyelenggaraan penanggulangan di tingkat nasional,
pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sesuai
Pepres No 8/2008 tentang BNPB. Segera setelah terbentuknya BNPB, pemerintah
daerah berkewajiban membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
yang dilaksanakan melalui koordinasi dengan BNPB sesuai dengan Permendagri No.
26/2008 tentang Pedoman Organisasi serta Tata Kerja BPBD di tingkat provinsi serta
kabupaten dan kota. BNPB bertanggungjawab kepadan Presiden, BPBD tingkat
provinsi bertanggung jawab kepada Gubernur, dan BPBD tingkat Kabupaten/Kota
bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota. Badan Penanggulangan Bencana (BNPB
dan BPBD) teridiri atas unsur pengarah dan unsur pelaksana. Unsur pengarah terdiri
atas unsur pengarah dari masyarakat professional dan unsur pengarah dari pejabat
pemerintah. Unsur pengarah dari masyarakat professional BNPB dipilih melalui proses
seleksi yang ketat yang ujungnya dilakukan uji kepatutan dan kelayakan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk diserahkan kepada Presiden
untuk mendapatkan surat pengangkatan.
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 4
DPPM & MTS UII
Gunung Merapi setiap 3 6 tahun, pengalaman akan lebih cepat terakumulasi dan
pengembangan dalam bidang PB maupun PRB dalam banyak aspek akan dapat
dilakukan dengan lebih mudah. Pengembangan berdasarkan pengalaman tersebut pada
akhirnya akan banyak memberikan kontribusi pada masyarakat baik secara lokal,
nasional, maupun internasional. Aspek yang terkait dengan pengembangan kapasitas
kelembagaan beserta dengan kapasitas masyarakat misalnya adalah aspek sumber daya
manusia (SDM) dalam birokrasi (sebagai unsur pengarah atau sebagai unsur pelaksana)
maupun SDM di luar birokrasi pemerintahan.
Pendanaan
Biaya untuk mendukung kegiatan rutin BPB (Badan Penanggulangan Bencana:
BNPB/BPBD) berasal dari DIPA yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Biaya
Nasional (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Biaya Daerah (APBD). Dalam
keadaan kritis bencana, penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat menggunakan
Dana Siap Pakai (On Call) untuk tingkat nasional serta Dekon untuk tingkat provinsi
dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk tingkat kabupaten/kota. Selain itu
penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat menggunakan dana yang bersumber
dari masyarakat secara individu maupun lembaga, baik tingkat lokal, nasional, maupun
internasional asalkan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
Perencanaan
Agar upaya penanggulangan bencana dapat berjalan maksimal, perencanaan
penanggulangan bencana yang terpadu sangat diperlukan, yaitu melalui pemaduan
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dalam perencanaan kegiatan, baik di tingkat
nasional maupun di tingkat daerah, baik yang berupa Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RJP), Rencana Jangka Menengah (RJM), maupun Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) tahunan.
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 5
DPPM & MTS UII
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 6
DPPM & MTS UII
Gunung Merapi dan sekitarnya, pengembangan teknologi deteksi dini erupsi Gunung
Merapi melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, pengembangan dan
pembuatan bangunan/rumah tahan gempa yang sekaligus dapat digunakan untuk
perlindungan sementara terhadap awan panas Gunung Merapi, misalnya RULINDA®
Merapi (Sarwidi, 2005; Sarwidi, 2008), pengembangan teknologi peralatan
penyelamatan korban awan panas Gunung Merapi, pengembangan teknologi tenda dan
hunian sementara (huntara) yang efektif untuk lereng Gunung Merapi, pengembangan
teknologi pertanian dan kehutanan yang efektif di lereng Gunung Merapi, serta
pengembangan sistem informasi dan komunikasi bencana Gunung Merapi (misalnya
oleh kelompok Jalin Merapi CRI, Kumunitas Balerante, CEVEDS International dan
FOREKA). Kultur dan karakteristik masyarakat lereng Gunung Merapi dan sekitarnya
juga harus diakomodasi dalam strategi penangulangan bencana Gunung Merapi agar
tercapai hasil yang maksimum.
Penyelenggaraan
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana sesuai dengan siklus bencana yang secara garis besar terdiri
atas tiga tahap, yaitu prabencana, tanggap darurat, dan pasca bencana. BNPB/BPBD
bertindak selaku koordinator dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana pada
tahap prabencana dan pasca bencana. BNPB/BPBD menjalankan fungsi komando dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat. Untuk
penanggulangan bencana letusan gunung berapi sebagaimana kasus bencana Gunung
Merapi, ada dua subtahapan kritis di luar masa tanggap darurat yang penangannya harus
mirip dengan penanganan saat tanggap darurat, yaitu subtahap siaga darurat pada tahap
prabencana dan subtahap awal rekoveri pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.
Upaya penetapan kebijakan yang berisiko timbulnya bencana Gunung Merapi harus
dilakukan pada semua tahapan penanggulangan bencana dengan melakukan perbaikan
secara terus menerus. Penyelenggaraan penanggulangan bencana Gunung Merapi pada
tahapan prabencana berlangsung baik dalam situasi tidak terjadi bencana maupun dalam
situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 7
DPPM & MTS UII
(Sumardani, 2010). Di tingkat perguruan tinggi, pendidikan serta kajian yang terkait
dengan penanggulangan bencana Gunung Merapi dapat ditemui misalnya pada Program
Unggulan Kemendiknas dalam bidang Manajemen Rekayasa Kegempaan di Magister
Teknik Sipil Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas
Islam Indonesia (MRK UII) serta pada PSBA UGM dan CEEDEDS UII.
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 8
DPPM & MTS UII
KESIMPULAN
UURI No. 24/2007 adalah landasan bagi pembentukan sistem (system building)
penanggulangan bencana di Indonesia. penanggulangan bencana Gunung Merapi harus
berpedoman pada Sistem Nasional Penanggulangan Bencana agar tercapai hasil yang
maksimum. Perbaikan secara terus menerus dalam penanggulangan bencana di segala
aspek harus dilakukan sesuai dengan perubahan acaman, dinamika masyarakat,
perubahan jaman, serta perubahan situasi dan kondisi riil di lapangan.
REFERENSI
BNPB
2010-
2010-
BNPB (
Desember 2010 pukul 24.00 WIB oleh Posko Aju BNPB di Jl. Kenari No. 14A,
Yogyakarta).
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 9
DPPM & MTS UII
Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 10