Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KIMIA ORGANIK

“KETAMIN”

DOSEN PEMBIMBING
Oktaviana Maria Simbolon, M.Farm. Klin., Apt

DISUSUN OLEH
1. Ade Prasetya(181148201002)
2. Agus Kristin Ruminda (181148201004)
3. Angela Tinungki (181148201005)
4. Charry Maria Gabriela (181148201012)
5. Cindy Steffanie (181148201014)
6. Crisanta Yosia Deor (181148201018)
7. Demitha Darius (181148201021)
8. Dwi Ayu Riningsih (181148201022)
9. Cica Juniskia (181148201027)

STIKES DIRGAHAYU SAMARINDA


FAKULTAS S1 FARMASI
2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha kuasa,karena atas rahmatnya kita
Diberi kesehatan,sehingga dapat menyelesaikan makalah tentang Ketamin
Pertama-tama,kami ingin mengucapkan limpah terimakasih,kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas
ini,semoga dengan selesainya tugas ini dapat membantu kami juga untuk lebih memahami materi ini
Kami sadar , masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini dengan rendah hati kami
Meminta kritik dan saran yang dapat membangun,sehingga dapat membantu untuk tugas makalah selanjutnya.

Samarinda, Kamis 16 Mei 2019

2
Daftar isi

Halaman Judul .................................................................................................1

Kata pengantar .................................................................................................2

Daftar isi ............................................................................................................ 3

BAB I .................................................................................................................4

1. Pendahuluan

BAB II

1. Pembahasan ..........................................................................................10

BAB III...............................................................................................................12

1. Penutup

A. Kesimpulan

Daftar pustaka ..................................................................................................13

3
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Ketamin
Ketamin telah dikenal lebih dari 30 tahun, namun baru dalam beberapatahun
belakangan dapat diterima secara luas dalam praktek anastesi. Ketamin ditemukan
oleh Steven dari Detroid dan dicobakan pada sukarelawan di penjara Michican pada
tahun 1964. Ketamin mulai digunakan untuk anastesi pada tahun 1965 oleh Domino
dan Corssen (Stoelting, 2006; Miller, 2009).
Ketamin telah terbukti dapat dipakai pada berbagai kasus gawat darurat dan
dianjurkan untuk pasien dengan sepsis atau pasien dengan kondisi kritis, hal ini karena
efek stimulasi ketamin terhadap kardiovaskuler. Ketamin akan meningkatkan cardiac
outputdan systemic vascular resistance lewat stimulasi pada sistem saraf simpatis
akibat pelepasan katekolamin. Penggunaan ketamin dalam anesthesia sangat
bervariasi. Ketamin dapatdigunakan untuk premedikasi, sedasi, induksi dan rumatan
anestesi umum. Selain itu penderita dengan risiko tinggi gangguan respirasi dan
hemodinamik merupakan indikasi penggunaan ketamin. Hal ini oleh karena beberapa
sifat ketamin seperti indeks terapeutik yang tinggi, mempertahankan fungsi
kardiovaskuler, kecukupan ventilasi spontan dan tetap utuhnya reflek-reflek laryngeal
dan faringeal.(Morgan etal,2014).

B. Sifat Kimia Ketamin


Ketamin adalah larutan yang tidak berwarna,stabil pada suhu kamar dan relatif
aman. Ketamin merupakan defirat sikloheksana beupa lipofil 5-10 kali lebih tinggi
daripada thiopental.
Ketamin atau 2-0-chlorophenyl-2-metylaminocyclohexanonehydrochloride
adalah suatu molekul yang dapat larut dalam air yang dari sudut bangunannya
menyerupai phencyclidine, adanya suatu atom karbon yang tidak simetris
mengakibatkan keberadaan dua isomer optis ketamin, yaitu isomer S (+) dan R (-).
Hanya campuran yang berisi sejumlah sama dua ketamin isometri yang tersedia
untuk penggunaan secara klinis. Ketika dipelajari secara terpisah, isometri yang
positif (S) menghasilkan analgesia yang lebih baik, kesadaran lebih cepat, dan lebih
rendahnya insiden reaksi terbangun dibandingkan isomer negatif.(R). Kedua isometri

4
ketamin mampu menghalangi pengambilan kembali katekolamin ke saraf simpatik
postganglion (suatu efek seperti kokain). Pada percobaan secara in vivo
menunjukkan bahwa isomer S (+) ketamin 2 – 3 kali lebih poten dari padaisomer R(-
) ketamin dalam analgesia. Pada faktanya bahwa isomer optis ketamin oleh para ahli
farmakologis dinyatakan bahwa obat ini saling berhubungan dengan rangsangan
yang spesifik (Miller,2009).

Keterangan gambar R (-) Ketamin, S ( +) Ketamin

Ketamin dapat menimbulkan “dissociative anesthesia” yang ditandai dengan


adanya bukti pada electroencephalogram (EEG) tentang dissosiasiantara
talamokortikal dan sistem limbik. Anestesi disosiasi menyerupai suatu keadaan
kataleptik di mana mata membuka dengan suatu tatapan nistagmus lambat, pasien
tidak komunikatif, walaupun nampak seperti sadar, terjadi berbagai derajat gerakan
otot skelet hipertonus yang sering terjadi tanpa tergantung dari stimulasi bedah dan
pasien tersebut mengalami amnesia serta analgesi yang kuat (Miller, 2009).

Ketamin adalah suatu obat penghilang rasa sakit yang kuat pada konsentrasi
plasma subanestetik dan efek anestetik dan analgesia mungkin diperantarai oleh
mekanisme yang berbeda. Secara rinci,efek analgesia didugaterkait dengan suatu
interaksi antara ketamin dan reseptor opioid di dalam sistem saraf pusat. Ketamin
dan campuran seperti phencyclidintelah memperlihatkan blok nonkompetitif
eksitansi neural induksi dengan asam amin N-methyl-D-aspartate (Morganet al,
2014).
Ketamin dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik

5
yang ringan. Efek terhadap kardiovaskuler adalah peningkatan tekanan darah arteri
paru dan sistemik, laju jantung dan kebutuhan oksigen jantung. Ketamin dapat pula
meningkatkan isi semenit jantung pada menit ke 5 sampai 15 sejak induksi. Cardiac
index(CI) akan meningkat dari 3,1 liter/menit/m2menjadi 3,5 liter/menit/m2. Ketamin
tidak menyebabkan pengeluaran histamin.

C. Farmakokinetik Ketamin.
Farmakokinetik ketamin menyerupai tiopental dalam onset yang cepat, durasi
yang singkat, dan daya larut tinggi dalam lemak.Umumya dipakai sebagai obat
induksi pada anestesi umum pada dosis 1-2 mg/kg berat badan. Ketamin mempunyai
suatu pKa 7,5 pada pH fisiologis. Konsentrasi plasma puncak ketamin terjadi dalam
1 menit pada pemberian IV dan dalam 5 menit pada suntikan IM. Ketamin tidaklah
harus signifikan menempel ke protein plasma dan meninggalkan darah dengan cepat
dan didistribusikan kedalam jaringan. Pada awalnya, ketamin didistribusikan ke
jaringan yang perfusinya tinggi seperti otak, di mana puncak konsentrasi mungkin
empat sampai lima kali di dalam plasma. Daya larut ketamin dalam lemak sangat
tinggi (5-10 kali dari tiopental) memastikan perpindahan yang cepat dalam sawar
darah otak. Induksi menggunakan ketamin dapat meningkatkan tekanan darah
cerebral sehingga memudahkan penyerapan obat dan dengan demikian meningkatkan
kecepatan tercapainya konsentrasi yang tinggi dalam otak. Sesudah itu, ketamin
didistribusikan lagi dari otak dan jaringan lain yang perfusinya tinggi ke lebih sedikit
jaringan yang perfusinya baik. Waktu paruh ketamin adalah 10 – 15 menit (Morgan
et all2014).

Kegagalan fungsi ginjal atau enzim tidak mengubah durasi dari dosis tunggal
ketamin yang mempengaruhi distribusi kembali obat dari otak ke lokasi jaringan
non-aktip.

Metabolisme hepar, seperti halnya dengan tiopental, adalah penting


untukbersihan ketamin dari tubuh. Ketamin tersimpan dalam jaringan dimana dapat
berperan pada efek kumulatif obat dengan pengulangan atau pemakaian yang
kontinyu.Metabolisme ketamin terjadi secara ekstensif oleh microsomal enzim
hepatik. Suatu jalur metabolisme yang penting adalah demetilasi ketamin oleh
sitokrom P-450 menghasilkan bentuk norketamin (Morgan et all 2014)

6
Pada binatang percobaan, norketamin adalah seperlima sampai sepertiga sama
kuat seperti ketamin. Metabolit yang aktif ini berperan untukterjadinya perpanjangan
efek ketamin. Norketamin adalah hydroxylateddan kemudian menghubungkan ke
glucuronide metabolit yang non-aktif dan dapat larut dalam air. Pada pemberian
secara intra vena (IV), kurang dari 4% dosis ketamin dapat ditemukan dalam air seni
tanpa perubahan.Fecalkotoran badan meliputi kurang dari 5% dari dosis ketamin
injeksi. Halotan atau diazepam memperlambat metabolisme dari ketamin dan
memperpanjang efek obat tersebut (Morgan et al, 2014).

Gambar :Metabolismeketamine

(Morgan et al, 2014)

7
D. Farmakodinamik Ketamin
1. Efek pada sistem saraf

Ketamin mempunyai pengaruh yangkurang menguntungkan pada sistem saraf pusat


yaitu meningkatkan konsumsi oksigen otak, aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Efek
inilah yang tentunya dihindari pada pasien yang cenderung mengalami kondisi peningkatan
tekanan intrakranial seperti trauma kepala dan tumor otak. Meskipun demikian disebutkan
bahwa penggunaan bersamaa ketamin dengan benzodiasepin (atau obat intravena lain yang
bekerja pada reseptor GABA) dan respirasi kontrol, mampu meminimalisasi efek efek
tersebut. Ketamin meningkatkan aktivitas listrik subkortikal otak dan efek psikotomimetik
terutama pada pasien anak. Ketamin menjadi salah satu agen intravena yang paling ideal
memberikan efek analgesia, amnesia dan sedasi (Morgan et al, 2014).

2. Efek pada sistem pernapasan

Ketamin pada dosis induksi hampir tidak mempengaruhi sistem respirasi pasien.
Namun begitu pemberian intravena yang terlampau cepat atau dikombinasikan dengan
golongan opioid terkadang berakibat henti napas. Kelebihan yang dimiliki ketamin pada
sistem respirasi adalah efek bronkodilator sehingga menguntungkan untuk pasien dengan
riwayat asma, meskipun S(+) ketamin disebutkan mempunyai efek bronkodilator yang
minimal. Reflek jalan napas atas umumnya tidak banyak berubah namun obtruksi parsial
jalan napas dapat terjadi selama pemberian ketamin. Pasien dengan peningkatan resiko
pneumonia aspirasi atau lambung penuh sebaiknya tetap diintubasi selama penggunaan
ketamin. Efek peningkatan produksi saliva tetap harus diperhatikan setelah pemberian
ketamin dan bisa diberikan premedikasi golongan antikolinergik seperti sulfas atropin atau
glikopirolat sebelum pemberian ketamin (Morgan et al, 2014).

3. Efek Pada Sistem Kardiovaskuler.

Berlawanan dengan agen anestesi yang lain, ketamin mampu meningkatkan tekanan
darah, heart rate dan kardiak output. Efek ini muncul karena stimulasi sistem saraf simpatis
sentral dan menghambat ambilan (reuptake) noreepineprine setelah disekresi di saraf
terminal. Efek ini mengakibatkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan kerja otot
jantung. Oleh karena itu penyuntikan ketamin intravena secara berlanjut dalam dosis besar
akan beresiko pada pasien dengan penyakit jantung koroner, hipertensi tidak terkontrol,

8
gagal jantung kongestif dan aneurisma arteri. Namun ketamin mempunyai keuntungan untuk
pasien pasien yang mengalami syok akut (Morgan et al,2014).
4. Efek Pada Fungsi Hepar dan Ginjal.
Ketamin relatif tidak mengganggu fungsi hepar dan ginjal. Kerusakan hepar dan ginjal
terjadi pada penggunaan tanpa indikasi dan penggunaan berkesinambungan dalam jangka
waktu lama pada penanganan nyeri kronis. Kejadian hepatotoksik dapat muncul pada
penggunaan ketamin berkesinambungan selama 100 jam intravena dalam interval 16 hari
(Miller,2009).

5. Efek Pada Tekanan Intra Okuler.

Pembedahan laparaskopi dinilai berhubungan dengan peningkatan TIO dan posisi


pasien saat laparoskopi meningkatkan resiko hipertensi okular. Pada kasus ini propofol
menurunkan TIO segera setelah induksi dan selama tindakan intubasi trakea. Penurunan TIO
ini meningkat pada pasein yang juga mendapatkan isofluran (Stoelting,2006).

6. Efek Pada Sistem Koagulasi.

Ketamin mempengaruhi agregasi trombosit melalui penghambatan pemecahan


phosphoinositide dan mobilisasi intraseluler kalsium sehingga mengakibatkan penurunanan
pembentukan tromboxan A2. Hal ini terkait langsung dengan insiden penurunan agregasi
trombosit pada pasien pasien yang menggunakan ketamine. (Nakagawa et al, 2002).

9
BAB II

PEMBAHASAN

Mekanisme kerja ketamin bekerja sebagai antagonis nonkompetitif pada reseptor NMDA
yang tidak tergantung pada tegangan akan mempengaruhi ikatan pada tempat ikatan
fensiklidin.
Reseptor NMDA adalah suatu reseptor kanal ion (untuk ionna+ ,ca2+,dan k+ ) maka
blockade reseptor ini berarti bahwa pada saat yang sama, ada blockade aliran ion sepanjang
membrane neuron sehingga terjadi hambatan pada depolarisasi neuron di SSP.
Mekanisme kerja ketamin mungkin dengan cara menghambat efek membrane eksitatori
neurotransmitter asam glutamat pada suptipe reseptor NMDA . Ketamin merupakan obat
yang sangat lipofilik dan didistribusikan dengan cepat ke dalam organ-organ yang kaya
vaskuler, termasuk otak, hati dan ginjal kemudian obat ini di distribusikan kembali kedalam
jaringan-jaringan yang kurang vaskularisasinya, bersamaan dengan metabolismenya di hati
untuk selanjutnya dibuang ke urin dan empedu.
Ketamin atau 2-0-chlorophenyl-2-metylaminocyclohexanonehydrochloride adalah
suatu molekul yang dapat larut dalam air yang dari sudut bangunannya menyerupai
phencyclidine, adanya suatu atom karbon yang tidak simetris mengakibatkan keberadaan dua
isomer optis ketamin, yaitu isomer S (+) dan R (-). Hanya campuran yang berisi sejumlah
sama dua ketamin isometri yang tersedia untuk penggunaan secara klinis.
S-ketamin (Ki = 0,30 μm) memiliki afinitas empat kali lebih besar untuk reseptor
NMDA daripada R-isomer (Ki = 1,40 μm) .Oleh karena itu, reseptor ini tidak memiliki peran
utama dalam jangka panjang. efek dari R-ketamin, walaupun antagonisme pada reseptor ini
dapat meningkatkan aksi cepatnya. Kemungkinan interaksi dengan sistem lain seperti
reseptor opioid, reseptor sigma-1 chaperone atau saluran ion yang tergantung tegangan juga
dapat memediasi efek antidepresan ketamin. Selain itu, R-ketamin menginduksi efek
menguntungkan yang lebih kuat pada penurunan kepadatan tulang belakang dendritik,
pensinyalan BDNF-TrkB dan sinaptogenesis dalam korteks prefrontal (PFC), CA3 dan
dentate gyrus (DG) dari hippocampus dari tikus yang depresi dibandingkan dengan S-
ketamine.
Sebuah studi tomografi emisi positron pada sukarelawan sehat menunjukkan bahwa
dosis psikotomimetik dari S-ketamine secara nyata meningkatkan metabolisme otak tingkat
glukosa di korteks frontal dan thalamus. Sebaliknya, dosis ekuolar R-ketamin cenderung
menurunkan laju metabolisme glukosa otak di seluruh otak, tidak menghasilkan gejala
10
psikotik, tetapi sebaliknya, keadaan relaksasi dan kesejahteraan.63 Dengan demikian , akan
tampak bahwa aksi metabolik psikotomimetik dan hiperrontal ketamin sebagian besar
disebabkan oleh S-isomernya.
Mekanisme kerja ketamin bekerja sebagai antagonis nonkompetitif pada reseptor
NMDA yang tidak tergantung pada tegangan akan mempengaruhi ikatan pada tempat ikatan
fensiklidin. Reseptor NMDA adalah suatu reseptor kanal ion (untuk ionna+ ,ca2+,dan k+ )
maka blockade reseptor ini berarti bahwa pada saat yang sama, ada blockade aliran ion
sepanjang membrane neuron sehingga terjadi hambatan pada depolarisasi neuron di
SSP.Mekanisme kerja ketamin mungkin dengan cara menghambat efek membrane eksitatori
neurotransmitter asam glutamat pada suptipe reseptor NMDA . Ketamin merupakan obat
yang sangat lipofilik dan didistribusikan dengan cepat ke dalam organ-organ yang kaya
vaskuler, termasuk otak, hati dan ginjal kemudian obat ini di distribusikan kembali kedalam
jaringan-jaringan yang kurang vaskularisasinya, bersamaan dengan metabolismenya di hati
untuk selanjutnya dibuang ke urin dan empedu.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Para peneliti memisahkan kedua isomernya dan didapatkan bahwa ketamin S
( +) mempunyai efek anastetik dan analgetik yang lebih kuat akan terapi
isomer tersebut juga memiliki efek samping psikoromimetik
2. Ketamin ialah larutan yang tidak berwarna,stabil pada suhu kamar dan relatif
aman. Ketamin merupakan derifat sikloheksana berupa lipofil 5-10 kali lebih
tinggi dari pada thiopental.
3. Ketamin mempunyai pusat pusat afimetri dimana enankomer S lebih efektif
daripada enantiomer R dan memberikan lebih sedikit reaksi saat pasien sadar
kembali.
4. Anastesik yang diperdagangkan berupa campuran rasemik
5. S-Ketamin berapa kali lebih paten daripada isomer R-ketamin

12
DAFTAR PUSTAKA

Morgan and Mikhail’s. 2014. Clinical Anesthesiology. Ed 5th. Lange Medical


Books/McGraw-Hill Medical Publishing. Chicago.
Nakagawa et al, 2002. Ketamine suppresses platelet agregation possibly by suppressed
inositolthriphosphat formation and subsequent suppression of cytosolic calsium
increase. Pubmed J.; 96 : 1147-52 (Abstr.).
Stoelting, Hiller, 2006. Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice. 4th Ed.:
Williams and Wilkins Philadelpia; pp141-54.
Miller, Ronald. 2009. Miller’s Anesthesia. 7th Ed. Elsevier Saunders.

Philadelphia.

13

Anda mungkin juga menyukai