Ellsa-Lp Hiv - Sakura
Ellsa-Lp Hiv - Sakura
oleh
Elsa Windasari, S.Kep
NIM 192311101096
Hari, Tanggal :
Tempat :
ii
LAPORAN PENDAHULUAN
A. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem imun merupakan kumpulan mekanisme dalam suatu mahluk hidup yang
melindunginya terhadap infeksi dengan mengidenti•kasi dan membunuh
substansi patogen. Sistem ini dapat mendeteksi bahan patogen, mulai dari virus
sampai parasit dan cacing serta membedakannya dari sel dan jaringan normal.
Deteksi merupakan suatu hal yang rumit karena bahan patogen mampu
beradaptasi dan melakukan cara-cara baru untuk menginfeksi tubuh dengan
sukses. Sebagai suatu organ kompleks yang disusun oleh sel-sel spesifik, sistem
imun juga merupakan suatu sistem sirkulasi yang terpisah dari pembuluh darah
yang kesemuanya bekerja sama untuk menghilangkan infeksi dari tubuh. Organ
sistem imun terletak di seluruh tubuh, dan disebut organ limfoid (Sudiono, 2014).
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe merupakan bagian dari sistem sirkulasi
khusus yang membawa cairan limfe, suatu cairan transparan yang berisi sel darah
putih terutama limfosit. Kata lymph dalam bahasa Yunani berarti murni, aliran
yang bersih, suatu istilah yang sesuai dengan penampilan dan kegunaannya.
Cairan limfe membasahi jaringan tubuh, sementara pembuluh limfe
mengumpulkan cairan limfe serta membawanya kembali ke sirkulasi darah.
Kelenjar limfe berisi jala pembuluh limfe dan menyediakan media bagi sel sistem
imun untuk mempertahankan tubuh terhadap agen penyerang. Limfe juga
merupakan media dan tempat bagi sel sistem imun memerangi benda asing
(Sudiono, 2014).
Sel imun dan molekul asing memasuki kelenjar limfe melalui pembuluh darah
atau pembuluh limfe. Semua sel imun keluar dari sistem limfatik dan akhirnya
kembali ke aliran darah. Begitu berada dalam aliran darah, sel sistem imun, yaitu
limfosit dibawa ke jaringan di seluruh tubuh, bekerja sebagai suatu pusat
penjagaan terhadap antigen asing (Sudiono, 2014).
Banyak masalah yang dapat terjadi dari kerja sistem imun yang keliru atau
tidak diharapkan, contohnya alergi, diabetes melitus, artritis reumatoid, penolakan
jaringan transplantasi, AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), dan
tumor ganas limfoma. Pada AIDS, kelainan fungsi imun terjadi karena sel yang
bekerja dalam sistem imun berkurang baik dalam jumlah maupun fungsinya,
seperti sel makrofag dan sel T, karena kerja virus. Kelainan dalam bentuk
peningkatan jumlah dan fungsi sel-sel sistem imun, selain terjadi pada alergi dan
keadaan hipersensitivitas, dapat pula terjadi pada tumor ganas, misalnya limfoma
(Sudiono, 2014)
B. Definisi
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sel
darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan
tubuh manusia. Orang yang dalam darahnya terdapat virus HIV dapat menularkan
virusnya kepada orang lain bila melakukan hubungan seks berisiko dan berbagi
penggunaan alat suntik dengan orang lain (Kemenkes RI, 2015). Acquired
Immune Deficiency Syndrome atau AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang
timbul karena kekebalan tubuh yang menurun yang disebabkan oleh infeksi HIV
dan ditandai oleh suatu kondisi imunosupresi yang memicu infeksi oportunistik,
neoplasma sekunder, dan manifestasi neurologis (Kummar, et al. 2015). Akibat
menurunnya kekebalan tubuh pada seseorang maka orang tersebut sangat mudah
terkena penyakit seperti TBC, kandidiasis, berbagai radang pada kulit, paru,
saluran penernaan, otak dan kanker. Orang dengan HIV memerlukan pengobatan
Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh,
sedangkan orang dengan AIDS juga memerlukan ARV untuk mencegah
terjadinya infeksi oportunistik dan komplikasinya (Kemenkes RI, 2015).
C. Epidemiologi
Diseluruh dunia pada tahun 2013 terdapat 35 juta orang dengan HIV yang
meliputi 16 juta perempuan dan 3.2 juta anak berusia < 15 tahun. Jumlah infeksi
baru HIV pada tahun 2013 sebesar 2.1 juta yang terdiri dari 1.9 juta dewasa dan
240.000 anak berusia < 15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1.5 juta
yang terdiri dari 1.3 juta orang dewasa dan 190.000 anak usia < 15 tahun
(Kemenkes RI, 2016). Indonesia HIV sudah menyebar di 386 kabupaten/kota di
seluruh provinsi di Indonesia. Peningkatan jumlah kasus baru AIDS selalu terjadi
setiap tahunnya, hingga puncaknya pada tahun 2013 tercatat 10.163 kasus
kemudian terjadi penurunan jumlah kasus baru pada tahun 2014 yaitu sebesar
5.494 kasus dengan jumlah kumulatif kasus AIDS sampai dengan akhir 2014
sebesar 65.790 kasus (Kemenkes RI, 2015). Dari keseluruhan penderita
HIV/AIDS yang ditemukan di Kabupaten Jember pada tahun 2016, sebanyak 567
penderita mendapatkan penanganan/perawatan di unit pelayanan kesehatan. Dari
data tersebut 107 diantara positif menderita AIDS (Dinkes, 2017). Pada bulan
Januari sampai dengan Maret 2017 jumlah infeksi HIV yang dilaporkan sebanyak
10.376 orang dan AIDS sebanyak 673 orang. Presentase infeksi pada kelompok
umur 25- 49 tahun (69,6%), 20-24 tahun (17,6%), dan >50 tahun (6,7%)
(Kemenkes RI, 2017).
D. Etiologi
Menurut WHO (2017), HIV dapat menular melalui sebagai berikut:
1. WPS, yaitu perempuan yang berusia 15 tahun ke atas yang menerima uang
atau barang untuk ditukar dengan seks penetratif dalam jangka waktu 12
bulan terakhir
2. LSL, yaitu orang yang secara biologis adalah laki-laki berusia 15 tahun ke
atas yang berhubungan seks dengan laki-laki lain dalam jangka waktu 12
bulan terakhir
3. Penasun, yaitu laki-laki atau perempuan berusia 15 tahun ke atas yang
menyuntikkan zat obatobatan yang masuk dalam golongan narkotika
dalam jangka waktu 12 bulan terakhir
4. Waria, yaitu orang yang secara biologis laki-laki berusia 15 tahun ke atas
yang mengidentifikasi gendernya sebagai perempuan
Menurut Purwokerto dkk., 2016 risiko penularan HIV dapat melalui parenteral
dan riwayat penyakit infeksi menular seksual yang pernah diderita sebelumnya.
Perilaku seksual yang berisiko merupakan faktor utama yang berkaitan dengan
penularan HIV/AIDS. Partner seks yang banyak dan tidak memakai kondom
dalam melakukan aktivitas seksual. Padahal, pemakaian kondom merupakan cara
pencegahan penularan HIV/AIDS yang efektif. Seks anal juga merupakan faktor
perilaku seksual yang memudahkan penularan serta pemakaian narkotika dan
obat-obatan terlarang (narkoba) secara suntik/injeksi atau injecting drug users
(IDU) merupakan faktor utama penularan HIV/AIDS, termasuk di Indonesia.
Sel imun menurun HIV masuk dan menginfeksi Diare Peristaltik usus meningkat Nutrisi tidak
tubuh adekuat
Defisiensi
Pengeluaran cairan berlebih Ketidakseimbangan
Merusak sel yang rentan volume cairan
AIDS nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
Sel kulit rusak, ada Gatal dan bersisikdigaruk
Muncul komplikasi lesi, herpes
Kekurangan energi
f. Wastern Blot
Pemeriksaan Western Blot merupakan uji konfirmasi dari hasil reaktif ELISA
atau hasil serologi rapid tes sebagai hasil yang benar-benar positif.
g. Indirect Fluorescent Antibody (IFA)
IFA juga merupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA positif. Uji ini
sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dan
sedikit lebih mahal dari uji Western blot.
h. Uji Virologi
Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes
amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs) , test
untuk menemukan asam nukleat HIV-1 seperti DNA atau RNA HIV-1 dan
test untuk komponen virus (seperti uji untuk protein kapsid virus (antigen
p24), dan PCR test.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada pasien dengan HIV/ AIDS menurut Kemenkes
RI (2016) adalah pemberian dosis pertama PPP (Profilaksis Pasca Pajanan)
secepat mungkin setelah pajanan dalam waktu tidak lebih dari 3 kali 24 jam, dan
jika perlu, tanpa menunggu konseling dan tes HIV atau hasil tes dari sumber
pajanan. Strategi ini digunakan jika yang memberikan perawatan awal adalah
bukan ahlinya, tetapi selanjutnya dirujuk segera kepada dokter ahli.
Setiap tatalaksana pajanan berisiko harus dilakukan tindak lanjut yaitu:
1. Evaluasi laboratorium, termasuk tes HIV pada saat terpajan dan 6 minggu, 3
bulan, dan 6 bulan setelahnya; tes HbsAg bagi yang terpajan dengan risiko
Hepatitis B
2. Pencatatan
3. Follow-up dan dukungan, termasuk tindak lanjut klinis atas gejala infeksi HIV,
Hepatitis B, efek samping obat PPP, konseling berkelanjutan untuk kepatuhan
terapi ARV.
Pengobatan untuk pasien dengan HIV pada remaja dan dewasa
menggunakan Tenofovir (TDR), Lamivudin (3TC), Emtricitabin (FTC),
Zidovudin (AZT), dan Lopinavis/ Ritonavir (LPV/r). Sedangkan pada anak (≤ 10
tahun) menggunakan AZT, 3TC, LPV/r, atau dapat menggunakan EFV/ NVP.
I. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian(Assessment)
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien memiliki riwayat melakukan hubungan seksual dengan
pasangan yang positif mengidap HIV/AIDS, pasangan seksual
multiple, aktivitas seksual yang tidak terlindung, seks anal,
homoseksual, penggunaan kondom yang tidak konsisten,
menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan
terhadap virus pada wanita yang terpajan karena peningkatan
kekeringan/friabilitasvagina), pemakai obat-obatan IV dengan jarum
suntik yang bergantian, riwayat menjalani transfusi darah berulang,
dan mengidap penyakit defesiensi imun.
2. Riwayat KesehatanSekarang
Pasien mengatakan mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap
aktivitas biasanya, sulit tidur, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak
berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, depresi, nyeri panggul,
rasa terbakar saat miksi, diare intermitten, terus-menerus yang
disertai/tanpa kram abdominal, tidak nafsu makan, mual/muntah, rasa
sakit/tidak nyaman pada bagian oral, nyeri retrosternal saat menelan,
pusing, sakit kepala, tidak mampu mengingat sesuatu, konsentrasi
menurun, tidak merasakan perubahan posisi/getaran, kekuatan otot
menurun, ketajaman penglihatan menurun, kesemutan pada
ekstremitas, nyeri, sakit, dan rasa terbakar pada kaki, nyeri dada
pleuritis, nafas pendek, sering batuk berulang, sering demam berulang,
berkeringat malam, takut mengungkapkan pada orang lain dan takut
ditolak lingkungan, merasa kesepian/isolasi, menurunnya libido dan
terlalu sakit untuk melakukan hubunganseksual.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan
HIV/AIDS, keluarga pengguna obat- obatan terlarang.
PengkajianFisik
1. Aktivitas dan istirahat
Massa otot menurun, terjadi respon fisiologis terhadap aktivitas
seperti perubahan pada tekanan darah, frekuensi denyut jantung, dan
pernafasan.
2. Sirkulasi
Takikardi, perubahan tekanan darah postural, penurunan volume nadi
perifer, pucat/sianosis, kapillary refill time meningkat.
3. Integritasego
Perilaku menarik diri, mengingkari, depresi, ekspresi takut, perilaku
marah, postur tubuh mengelak, menangis, kontak mata kurang, gagal
menepati janji atau banyak janji.
4. Eliminasi
Diare intermitten, terus menerus dengan/tanpa nyeri tekan abdomen,
lesi/abses rektal/perianal, feses encer dan/tanpa disertai mukus atau
darah, diare pekat, perubahan jumlah, warna, dan karakteristikurine.
5. Makanan/cairan
Adanya bising usus hiperaktif; penurunan berat badan: parawakan
kurus, menurunnya lemak subkutan/massa otot; turgor kulit buruk;
lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna;
kurangnya kebersihan gigi, adanya gigi yang tanggal; edema.
6. Hygiene
Penampilan tidak rapi, kekurangan dalam aktivitas perawatan diri.
7. Neurosensori
Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental sampai
dimensia, lupa, konsentrasi buruk, kesadaran menurun, apatis,
retardasi psikomotor/respon melambat.Ide paranoid, ansietas
berkembang bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul refleks tidak
normal, menurunnya kekuatan otot, gaya berjalanataksia.Tremor pada
motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis, hemiparase, kejang
Hemoragi retina dan eksudat (renitis CMV).
8. Nyeri/kenyamanan
Pembengkakan sendi, nyeri tekan, penurunan rentang gerak,
perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang sakit.
9. Pernapasan
Takipnea, distress pernafasan, perubahan bunyi nafas/bunyi nafas
adventisius, batuk (mulai sedang sampai parah)
produktif/nonproduktif, sputum kuning (pada pneumonia yang
menghasilkan sputum).
10. Keamanan
Perubahan integritas kulit : terpotong, ruam, mis. Ekzema, eksantem,
psoriasis, perubahan warna, ukuran/warna mola, mudah terjadi memar
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
11. Rektum luka, luka-luka perianal atau abses.
Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua/lebih area
tubuh (leher, ketiak, paha) Penurunan kekuatan umum, tekanan otot,
perubahan pada gaya berjalan.
12. Seksualitas
Herpes, kutil atau rabas pada kulit genitalia
13. Interaksisosial
Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, aktivitas yang tak
terorganisasi, perobahan penyusunan tujuan.
Pemeriksaan Penunjang
Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV , yaitu :
a. ELISA
b. Western blot
c. P24 antigen test
d. Kultur HIV
Tes untuk mendeteksi gangguan sistem imun, yaitu :
a. Hematokrit
b. LED
c. Rasio CD4 / CD Limposit
d. Serum mikroglobulin B2
e. Hemoglobin
e. Discharge Planning
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk discharge planning bagi klien dengan
cidera kepala antara lain:
1. Rutin untuk konseling
2. Rutin untuk konsumsi obat ARV
3. Segera menghubungi layanan kesehatan jika terdapat efek atau kondisi yang
tidak diinginkan
f. Evidance based
Judul Artikel
A pilot randomized aerobic exercise trial in older HIV-infectedmen: Insights into
strategies for successful aging with HIV
Sebuah percobaan percontohan latihan aerobik pada pria yang terinfeksi HIV
yang lebih tua: Wawasan ke dalam strategi untuk penuaan yang berhasil dengan
HIV
Jurnal
PLOS ONE – 2018
Penulis
Chandr Krisann K. Oursler, John D. Sorkin, Alice S. Ryan, Leslie I. Katzel
Intervensi
Pada penelitian ini, Orang dewasa yang terinfeksi HIV memiliki
peningkatan risiko penyakit yang berkaitan dengan usia dan rendahnya
pernapasan jantung kebugaran yang dapat dicegah dan ditingkatkan dengan
berolahraga. Untuk menentukan keamanan dan kemanjuran latihan aerobik pada
pria terinfeksi HIV yang lebih tua di uji coba dominasi yang membandingkan
berbagai tingkat intensitas latihan. Pada penelitian ini, peserta yang telah dipilih
untuk melakukan intervensi perawatan Kami melakukan uji coba latihan
percobaan pada 22 laki-laki yang terinfeksi HIV - 50 tahun yang menerima
antireas terapi troviral yang diacak 1: 1 untuk latihan aerob intensitas sedang
(Mod-AEX) atau latihan aerobik intensitas tinggi (High-AEX) yang dilakukan
tiga kali semingguselama 16 minggu dalam pengaturan yang diawasi. Hasil utama
adalah kebugaran kardiorespirasi (VO2peak) diukur dengan pengujian treadmill.
Hasil sekunder adalah ketahanan olahraga, enam menit berjalan kaki (6-MWD),
komposisi tubuh diukur dengan sinar-X Dual-energi absorptiometry (DXA), dan
kadar lipid dan glukosa plasma puasa. Uji coba latihan percontohan ini
menunjukkan bahwa latihan aerobik intensitas sedang hingga tinggi di Indonesia
laki-laki yang terinfeksi HIV yang lebih tua meningkatkan daya tahan dan fungsi
rawat jalan. Namun, meningkat kebugaran kardiorespirasi diamati hanya dengan
latihan aerobik intensitas tinggi meskipun penurunan dasar stantial. Penelitian di
masa depan diperlukan untuk menentukan strategi latihan di orang dewasa yang
lebih tua yang terinfeksi HIV yang mengatasi penuaan lanjut dan komorbiditas
namun tahan lama dan layak (Oursler dkk., 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. 2016. Program pengendalian hiv aids dan pims di fasilitas
kesehatan tigkat pertama
Kemenkes RI. 2017. Laporan perkembangan hiv- aids & penyakit infeksi menular
seksual (pms) triwulan i tahun 2017
Kummar, V., Abbas, AK., Aster JC (2015) Robbins and Cotran; Pathologic Basic
of Disease Ninth edition Philadelphia :Saunders Elsevier.