Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Hepatitis B adalah proses terjadinya inflamasi atau nekrosis jaringan hati
yang dapat disebabkan oleh virus, obat-obatan, toksin, gangguan metabolik,
maupun kelainan autoimun. Pertama kali terinfeksi, infeksi pada orang tersebut
dapat berkembang menjadi infeksi akut, yang bisa menyebabkan infeksi kronis,
yang dimulai dari infeksi yang sangat ringan, dengan sedikit atau tanpa gejala,
sampai menyebabkan kondisi yang sangat serius dan membutuhkan rawat inap
(Hutapea,2014).
Penularan Virus Hepatitis B dapat melalui cairan tubuh seseorang yang
terinfeksi virus Hepatitis B. Orang yang beresiko terkena penyakit Hepatitis B
adalah bayi yang baru saja lahir dari rahim ibu yang menderita Hepatitis B.
Hepatitis B dapat ditularkan melalui air susu ibu atau ASI (Aini Dan
Susiloningsih, 2013).
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksi ke dalam tubuh agar membuat antibodi untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu, dengan imunisasi diharapkan virus hepatitis
B tidak mudah masuk kedalam tubuh. Vaksin ini merupakan bahan yang dipakai
untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh
melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, Polio, dan Hepatitis
(Harahap,2008).
Imunisasi Hepatitis B yang digunakan saat ini berasal dari antigen permukaan
virus hepatitis B (surface antigen/HBsAg), dibuat dengan teknik rekombinasi
DNA yaitu dengan menginsersi gen S virus hepatitis B. Vaksin HB mengandung
protein HBsAg yang mampu menginduksi respon imun sel inang sehingga
terbentuk anti-HBs, yaitu sebagai komponen antibodi secara khusus yang mampu
menghambat penempelan virus dan masuknya VHB ke dalam sel inang. Vaksinasi
hepatitis B dilakukan sebanyak tiga tahap dimana setelah pemberian vaksinasi
tersebut tubuh akan merespon yang ditandai dengan timbulnya anti HBsAg. Anti
HBsAg tersebut aktif dalam tubuh kurang lebih 5 tahun. Anti HBsAg merupakan
antibodi terhadap HBsAg, selain itu anti HbsAg yang diperoleh dari antibodi pasif
dari hepatitis B imunoglobulin (HBIG) atau respon imun dari pemberian vaksin
hepatitis B virus (HBV) (Rulistiana, 2008).
Tingginya prevalensi infeksi VHB, World Health Organization (WHO)
membagi menjadi 3 macam daerah endemis yaitu : tinggi (10-15%), sedang (8%)
dan rendah (5%). Prevalensi VHB di negara-negara berkembang Indonesia (10%),
Malaysia (5,3%), Brunei Darussalam (6,1%), Thailand (8%-10%), Filipina (3,4%-
7%). Indonesia menjadi negara dengan penderita hepatitis B ketiga terbanyak di
dunia setelah China dan India dengan jumlah penderita 13 juta orang, sementara
di Jakarta diperkirakan 1 dari 20 penduduk menderita penyakit hepatitis B.
Sebagian besar penduduk kawasan ini terinfeksi virus hepatitis B (VHB) sejak
usia kanak-kanak. Sejumlah negara di Asia, 8-10% populasi orang menderita
hepatitis B kronis. Lamanya anti HBsAg dalam melindungi tubuh tidak dapat
diketahui, tetapi imunitas dapat menetap bahkan setelah anti HBsAg menurun/
tidak dapat dideteksi maka perlu dilakukan pertimbangan untuk melakukan
revaksinasi (Pracoyo, 2016).
Menurut hasil Riskesdas tahun 2013 bahwa jumlah orang yang menderita
penyakit Hepatitis B di Jawa tengah berjumlah 26 orang dan Kabupaten Grobogan
termasuk dalam daerah yang mempunyai prevelensi tinggi terkena penyakit
Hepatitis B. Prevalensi tertinggi pada anak-anak yang terkena penyakit Hepatitis
adalah kelompok umur 10 tahun yaitu 1,0%. Penderita Hepatitis yang paling
beresiko adalah kaum laki-laki karena kaum laki-laki lebih aktif daripada kaum
perempuan (Kemenkes, 2014).
Penentuan diagnosis seseorang yang terinfeksi HBV bisa secara imunologi,
salah satunya dengan menemukan ada atau tidaknya HBsAg yaitu suatu lapisan
luar hepatitis B yang memicu reaksi dari sistem kekebalan tubuh. Metode
pemeriksaan antara lain : Rapid test, immunokromatografi, NAAT, ELISA, RIA,
dan RPHA. Pada pemeriksaan ini penelitian menggunakan sampel berupa plasma
anak-anak usia 10 tahun di SD Negeri 4 Grobogan Kecamatan Grobogan
Kabupaten Grobogan, menggunakan metode rapid test, karena metode ini cara
kerjanya lebih mudah, membutuhkan waktu yang cepat dan tidak membutuhkan
biaya yang mahal.
Berdasarakan latar belakang di atas perlu diketahui gambaran HBsAg pada
anak-anak usia 10 tahun di SD Negeri 4 Grobogan karena kurangnya pengetahuan
anak-anak tentang bahayanya penyakit Hepatitis B dan adanya angka kesakitan
yang terjadi di Kabupaten Grobogan, diharapkan anak-anak dapat meningkat
kewaspadaan tentang bahayanya Virus Hepatitis B. Dari data yang diterima bisa
dijadikan evakuasi mengenai pengendalian penyakit hepatitis B.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalah yaitu
berapa jumlah anak-anak usia 10 tahun di SD Negeri 4 Grobogan di Kecamatan
Grobogan Kabupaten Grobogan yang reaktif (+) terinfeksi HBV dengan metode
rapid test.

1.3 Tujuan Penelitian


1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran HBsAg pada anak-anak usia 10 tahun di SD
Negeri 4 Grobogan yang reatif (+) terinfeksi HBV.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui jumlah anak-anak usia 10 tahun di SD Negeri 4
Grobogan yang reaktif (+) terinfeksi HBV.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna bagi :
1. Bagi pembaca
Memberikan infornasi dan pengetahuan kepada pembaca mengenai
HBV, sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dengan cara melakukan
pencegahan awal.
2. Bagi akademis
Menambah sumber kepustakaan dan dapat menjadi referensi
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hepatitis B

VHB (Virus Hepatitis B) termasuk dalam anggota famili Hepadnavirus


yang memiliki 3 jenis antigen spesifik yaitu HBsAg, HBeAg dan HBcAg. Protein
pada selubung virus membentuk HBsAg, sedangkan pada inti virus terdapat
HBcAg dan pada nukleokapsid terdapat HBeAg. (Dienstag,2008)
VHB memilih “bersembunyi” di dalam hati dan sel-sel lain dan tidak
memproduksi virus-virus baru yang bisa menginfeksi orang lain, atau
memproduksi dalam jumlah yang kecil sedemikian hingga tidak bisa ditemukan di
dalam darah. Orang-orang dengan kondisi seperti ini disebut sebagai karier. Pada
saat sistem imunitas penderita menurun, virus di dalam tubuh terus menerus
bereplikasi yang dapat selanjutnya menginfeksi hati dan menular pada orang lain.
Pada kedua kasus ini, HbsAg akan tetap positif. Tes berikutnya dapat membantu
membedakan antara kedua kondisi tersebut. (Cahya, 2015)

2.2 Etiologi Hepatitis B

Hepatitis B virus merupakan jenis virus DNA untai ganda, dengan ukuran
sekitar 42 nm yang terdiri dari 7 nm lapisan luar yang tipis dan 27 nm inti
didalamnya. VHB dapat tetap inaktif ketika disimpan pada suhu 30-32°C selama
paling sedikit 6 bulan dan ketika dibekukan pada suhu -15°C dalam 15 tahun.
(WHO, 2002) Virus ini memiliki tiga antigen spesifik yaitu antigen surface,
envelope dan core. Hepatitis B surface antigen (HBsAg) merupakan kompleks
antigen yang ditemukan pada permukaan VHB, dahulu disebut dengan
Australia(Au) antigen atau hepatitis associated antigen (HAA). Adanya antigen ini
menunjukkan infeksi akut atau karier kronis yaitu lebih dari 6 bulan. Hepatitis B
core antigen (HbcAg) merupakan antigen spesifik yang berhubungan dengan 27
nm inti pada VHB (WHO,2002). Antigen ini tidak terdeteksi secara rutin dalam
serum penderita infeksi VHB karena hanya berada di hepatosit. Hepatitis B
envelope antigen (HBeAg) merupakan antigen yang lebih dekat hubungannya
dengN nukleokapsid VHB. Antigen ini bersirkulasi sebagai protein yang larut di
serum. Antigen ini timbul bersamaan atau segera setelah HBsAg, dan hilang
beberapa minggu sebelum HBsAg hilang (Price&Wilson, 2005). Antigen ini
ditemukan pada infeksi akut dan pada beberapa karier kronis. (Mandal & Wilkins,
2006)

2.3 Masa inkubasi VHB

Masa inkubasi VHB sekitar 15 – 180 hari (± 6 bulan) dengan rata-rata


60 – 90 hari, dimana setelah 2 minggu menginfeksi, HBsAg dalam darah
penderita sudah mulai terdeteksi. (Sudoyo et al., 2009). Semakin tua umur
penderita maka semakin besar kemungkinan menjadi kronis sehingga mempunyai
potensi menjadi sirosis (pengkerutan jaringan), keadaan ini masih akan berlanjut
menjadi karsinoma hepatoseluler. (Yatim, 2007).
2.4 Penularan Hepatitis B

Cara penularan VHB pada anak-anak, remaja dan orang dewasa dapat
terjadi melalui beberapa cara, yaitu kontak dengan darah atau komponen darah
dan cairan tubuh yang terkontaminasi melalui kulit yang terbuka seperti gigitan,
sayatan, atau luka memar. Virus dapat menetap diberbagai permukaan benda yang
berkontak dengannya selama kurang lebih satu minggu, tanpa mengurangi
kemampuan infeksinya. Virus hepatitis B tidak dapat melewati kulit atau barier
membran mukosa, virus sebagian akan hancur ketika melewati barier. Kontak
dengan virus terjadi melalui benda-benda yang biasa kontak dengan darah atau
cairan tubuh manusia, misalnya sikat gigi, alat cukur, atau alat pemantau dan alat
perawatan penyakit diabetes. Risiko juga didapatkan pada orang yang melakukan
hubungan seks tanpa pengaman dengan orang yang tertular, berbagi jarum saat
menyuntikkan obat, dan tertusuk jarum bekas. (WHO, 2002; Mustofa &
Kurniawaty, 2013) Virus dapat diidentifikasi di dalam sebagian besar cairan tubuh
seperti saliva, cairan semen, ASI, dan cairan rongga serosa dimana cairan tersebut
merupakan penyebab paling penting misalnya ascites. Kebanyakan orang yang
terinfeksi tampak sehat dan tanpa gejala, namun bisa saja bersifat infeksius.
(WHO, 2002)
Virus hepatitis B adalah virus yang berukuran besar dan tidak dapat
melewati plasenta sehingga tidak menginfeksi janin kecuali jika telah ada
kerusakan atau kelainan pada barier maternal-fetal seperti pada amniosintesis.
Namun wanita hamil yang terinfeksi VHB tetap dapat menularkan penyakit
kepada bayinya saat proses kelahiran. Bila tidak divaksinasi saat lahir akan
banyak bayi yang seumur hidup terinfeksi VHB dan banyak yang berkembang
menjadi kegagalan hati dan kanker hati di masa mendatang. (WHO, 2002) .
Hepatitis B adalah satu-satunya penyakit menular seksual yang dapat
diproteksi dengan vaksin. Darah bersifat inaktif saat beberapa minggu sebelum
muncul gejala pertama dan selama fase akut. Sifat inaktif pada setiap orang yang
mengalami infeksi kronis bervariasi mulai dari infeksius tinggi (HBeAg positif)
sampai sedikit infeksius (anti-Hbe positif). Semua orang berisiko terinfeksi.
Hanya orang yang telah divaksinasi lengkap atau orang yang punya antibodi
anti-HBs atau telah terinfeksi VHB yang kebal terhadap infeksi VHB. Pasien
yang banyak mengalami infeksi menetap oleh VHB adalah orang dengan
immunodefisiensi kongenital atau dapat termasuk infeksi HIV, orang dengan
immunosupresi, dan pasien yang menjalani terapi obat immunosupresif seperti
steroid serta orang yang menjalani perawatan hemodialisis. Infeksi VHB kronis
terjadi pada 90% janin yang terinfeksi saat kelahiran, 25-50% anak-anak usia 1-5
tahun, dan 1-5%pada anak usia lebih dari 5 tahun dan dewasa. (WHO, 2002)
2.5 Manifestasi Klinis Hepatitis B

Infeksi VHB memiliki manifestasi klinik yang berbeda-beda


bergantung pada usia pasien saat terinfeksi, status imun, dan derajat penyakit.
Fase inkubasi yang terjadi selama 6 – 24 minggu, gejala yang timbul pada pasien
dapat merasa tidak baik atau dengan mungkin mual, muntah, diare, anoreksia, dan
sakit kepala. Pasien dapat menjadi kekuningan, demam ringan, dan hilangnya
nafsu makan. Terkadang infeksi VHB tanpa gejala kekuningan dan gejala yang
nyata yang dapat diidentifikasi dengan deteksi biokimia atau serologi virus
spesifik pada darah penderita. (WHO, 2002)
Perjalanan penyakit hepatitis B dapat berkembang menjadi hepatitis
akut maupun hepatitis kronis. Hepatitis B akut terjadi jika perjalanan penyakit
kurang dari 6 bulan sedangkan hepatitis B kronis bila penyakit menentap, tidak
menyembuh secara klinis atau laboratorium, atau pada gambaran patologi anatomi
selama 6 bulan. Hepatitis B akut memiliki gejala yang perlahan yaitu ditandai
dengan gejala hilang nafsu makan, diare dan muntah, letih (malaise), rasa sakit
pada otot, tulang sendi, demam ringan, dan rasa tidak nyaman pada perut bagian
atas. (Mustofa & Kurniawaty,2013) Setelah 2 – 6 hari urin menjadi gelap, tinja
menjadi lebih pucat, dan timbul ikterus. (Mandal & Wilkins, 2006)
Banyak pasien dewasa pulih dari infeksi VHB, namun 5 – 10 % akan
tidak total bersih dari virus akibat gagal memberikan tanggapan imun yang
adekuat sehingga terjadi infeksi hepatitiss B perisiten, dapat bersifat karier inaktif
atau hepatitis kronis yang tidak menunjukkan gejala, tapi infeksi ini tetap menjadi
sangat serius dan dapat mengakibatkan kerusakan hati atau sirosis, kanker hati dan
kematian (WHO, 2002; Hazim, 2010).
Banyaknya jumlah virus yang menginfeksi dan usia pasien yang
terinfeksi merupakan faktor penting yang menentukan hepatitis B akut atau
kronis. Hanya sedikit infeksi VHB akut yang terlihat secara klinis. Kurang dari
10% anak dan 30 – 50 % dewasa dengan infeksi VHB akut yang mengalami
penyakit ikterik.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain


penelitian Cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari anak
yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis B Consecutive sampling adalah
pemilihan sampel denganmenetapkan subjek yang telah memenuhi kriteria
penilaian.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2018 di SD .

3.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa SD.

2. Sampel
Sampel dari pemeriksaan tersebut adalah serum pasien / siswa.

3.4 Variabel Penelitian


Penelitian ini menggunakan 2 variabel yaitu :
1. variabel bebas : Santri pondok pesantren Darussalam
2. Variabel terikat : kadar HBsAg
3.5 Definisi Operasional
Pemeriksaan Hepatitis B adalah pemeriksaan HbsAg dalam darah dengan
menggunakan sampel plasma dengan metode rapid test,sehingga antigen dapat
diketahui dalam plasma yang hasilnya dapat dinyatakan dalam bentuk garis pada
rapid test.
3.6 Alat dan Bahan
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Sampel (serum).
2. Tabung vacutainer (clot) berwarna merah dan centrifuge.
4. Spuit 3cc dan 5cc.
5. Tip kuning dan Micropipet.
6. Rapid test HBsAg kit Diaspot®
3.7 Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan dioleh
menggunakan program statistik. Kemudian, proses pengolahan data
menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah:
a. Editing, untuk melakukan pengecekan apakah semua datapemeriksaan
sudah lengkap, jelas, dan relevan.
b. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang
dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk
keperluan analisis.
c. Entry, merupakan suatu kegiatan memasukkan data ke dalam
komputer.
d. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang
telah dimasukkan ke komputer.

2. Analisis Data
Analisis data digunakan analisis diagnostik Receiver Operating
Charateristic (ROC). Metode ROC adalah suatu metode statistik yang
merupakan hasil tarik ulur antara nilai sensitivitas dan spesifisitas pada
berbagai titik potong yang disajikan dalam bentuk grafik. Beberapa
langkah analisis diantaranya:
a. Kurva ROC.
b. Menentukan titik potong.
c. Melalui titik potong didapatkan sensitivitas dan spesifisitas.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai