Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Tanaman tomat diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae

Genus : Lycopersicum

Spesies : Solanum licopersicum Mill. (Redaksi Agromedia, 2007).

Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar serabut

yang berwarna keputih-putihan dan berbau khas. Perakaran tanaman tidak terlalu

dalam, menyebar ke semua arah hingga kedalaman rata-rata 30-40 cm, namun

dapat mencapai kedalaman hingga 60-70 cm. Akar tanaman tomat berfungsi

untuk menopang berdirinya tanaman serta menyerap air dan unsur hara dari dalam

tanah. Oleh karena itu tingkat kesuburan tanah di bagian atas sangat berpengaruh

terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi buah, serta benih tomat yang

dihasilkan (Redaksi Agromedia, 2007).

Batang tanaman tomat bentuknya bulat dan membengkak pada buku-buku.

Bagian yang masih muda berambut biasa dan ada yang berkelenjar. Mudah patah,

dapat naik bersandar pada turus atau merambat pada tali, namun harus dibantu

Universitas Sumatera Utara


dengan beberapa ikatan. Tanaman tomat dibiarkan melata dan cukup rimbun

menutupi tanah. Bercabang banyak sehingga secara keseluruhan berbentuk perdu

(Rismunandar, 2001).

Daun tomat berbentuk oval dengan panjang 20-30 cm. Tepi daun bergerigi

dan membentuk celah-celah yang menyirip. Diantara daun-daun yang menyirip

besar terdapat sirip kecil dan ada pula yan bersirip besar lagi (bipinnatus).

Umumnya, daun tomat tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang, memiliki warna

hijau, dan berbulu (Redaksi Agromedia, 2007).

Bunga tanaman tomat berwarna kuning dan tersusun dalam dompolan

dengan jumlah 5-10 bunga per dompolan atau tergantung dari varietasnya.

Kuntum bunganya terdiri dari lima helai daun kelopak dan lima helai mahkota.

Pada serbuk sari bunga terdapat kantong yang letaknya menjadi satu dan

membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai kepala putik. Bunga tomat dapat

melakukan penyerbukan sendiri karena tipe bunganya berumah satu. Meskipun

demikian tidak menutup kemungkinan terjadi penyerbukan silang

(Wiryanta, 2004).

Buah tomat adalah buah buni, selagi masih muda berwarna hijau dan

berbulu serta relatif keras, setelah tua berwarna merah muda, merah, atau kuning,

cerah dan mengkilat, serta relatif lunak. Bentuk buah tomat beragam: lonjong,

oval, pipih, meruncing, dan bulat. Diameter buah tomat antara 2-15 cm,

tergantung varietasnya. Jumlah ruang di dalam buah juga bervariasi, ada yang

hanya dua seperti pada buah tomat cherry dan tomat roma atau lebih dari dua

seperti tomat marmade yang beruang delapan. Pada buah masih terdapat tangkai

Universitas Sumatera Utara


bunga yang berubah fungsi menjadi sebagai tangkai buah serta kelopak bunga

yang beralih fungsi menjadi kelopak bunga (Wiryanta, 2004).

Biji tomat berbentuk pipih, berbulu, dan berwarna putih, putih kekuningan

atau coklat muda. Panjangnya 3-5 mm dan lebar 2-4 mm. Biji saling melekat,

diselimuti daging buah, dan tersusun berkelompok dengan dibatasi daging buah.

Jumlah biji setiap buahnya bervariasi, tergantung pada varietas dan lingkungan,

maksimum 200 biji per buah. Umumnya biji digunakan untuk bahan perbanyakan

tanaman. Biji mulai tumbuh setelah ditanam 5-10 hari

(Redaksi Agromedia, 2007).

Syarat tumbuh

Iklim

Tanaman tomat pada fase vegetatif memerlukan curah hujan yang cukup.

Sebaliknya, pada fase generatif memerlukan curah hujan yang sedikit. Curah

hujan yang tinggi pada fase pemasakan buah dapat menyebabkan daya tumbuh

benih rendah. Curah hujan yang ideal selama pertumbuhan tanaman tomat

berkisar antara 750-1.250 mm per tahun. Curah hujan tidak menjadi faktor

penghambat dalam penangkaran benih tomat di musim kemarau jika kebutuhan

air dapat dicukupi dari air irigasi, namun dalam musim yang basah tidak akan

terjamin baik hasilnya. iklim yang basah akan membentuk tanaman yang rimbun,

tetapi bunganya berkurang, dan didaerah pegunungan akan timbul penyakit daun

yang dapat membuat fatal pertumbuhannya. Musim kemarau yang terik dengan

angin yang kencang akan menghambat pertumbuhan bunga (mengering dan

berguguran). Walaupun tomat tahan terhadap kekeringan, namun tidak berarti

tomat dapat tumbuh subur dalam keadaan yang kering tanpa pengairan. Oleh

Universitas Sumatera Utara


karena itu baik di dataran tinggi maupun dataran rendah dalam musim kemarau,

tomat memerlukan penyiraman atau pengairan demi kelangsungan hidup dan

produksinya (Rismunandar, 2001).

Suhu yang paling ideal untuk perkecambahan benih tomat adalah

25-300C. Sementara itu, suhu ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 24 -

280C. Jika suhu terlalu rendah pertumbuhan tanaman akan terhambat. Demikian

juga pertumbuhan dan perkembangan bunga dan buahnya yang kurang sempurna.

Kelembaban relatif yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah

80%. Sewaktu musim hujan, kelembaban akan meningkat sehingga resiko

terserang bakteri dan cendawan cenderung tinggi. Karena itu, jarak tanamnya

perlu diperlebar dan areal pertanamannya perlu dibebaskan dari segala jenis

gulma (Wiryanta, 2004).

Tanaman tomat membutuhkan penyinaran penuh sepanjang hari untuk

produksi yanng menguntungkan, tetapi sinar matahari yang terik tidak disukai.

Daerah yang beriklim sejuklah yang disukainya. Tanaman ini tidak tahan terhadap

awan. Daerah yang dengan kondisi demikian tanaman mudah terserang cendawan

busuk daun dan sebangsanya. Angin kering dan udara panas juga kurang baik bagi

pertumbuhannya dan sering menyebabkan kerontokan bunga (Wiryanta, 2004).

Tanah

Tomat bisa ditanam pada semua jenis tanah, seperti andosol, regosol,

latosol, ultisol, dan grumusol. Namun demikian, tanah yang paling ideal dari jenis

lempung berpasir yang subur, gembur, memiliki kandungan bahan organik yang

tinggi, serta mudah mengikat air (porous). Jenis tanah berkaitan dengan peredaran

dan ketersediaan oksigen di dalam tanah. Ketersediaan oksigen penting bagi

Universitas Sumatera Utara


pernapasan akar yang memang rentan tehadap kekurangan oksigen. Kadar oksigen

yang mencukupi di sekitar akar bisa meningkatkan produksi buah. Oksigen di

sekitar akar bisa juga meningkatkan penyerapan unsur hara fosfat, kalium, dan

besi (Redaksi Agromedia, 2007).

Untuk pertumbuhannya yang baik, tanaman tomat membutuhkan tanah

yang gembur, kadar keasaman (pH) antara 5-6, tanah sedikit mengandung pasir,

dan banyak mengandung humus, serta pengairan yang teratur dan cukup mulai

tanam sampai waktu tanaman mulai dapat dipanen (Redaksi Agromedia, 2007).

Meloidogyne spp

Adapun Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp menurut (Luc et al, 1995)

adalah sebagai berikut :

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Sub Kelas : Secernenteae

Ordo : Thylenchina

Famili : Heteroderidae

Genus : Meloidogyne

Spesies : Meloidogyne spp.

Nematoda termasuk filum hewan, didalamnya termasuk nematoda parasit

tanaman dan hewan, serta spesies nematoda yang hidup bebas. Nematoda parasit

tanaman merupakan parasit obligat, mengambil nutrisi hanya dari sitoplasma sel

tanaman hidup. Memiliki ukuran yang sangat kecil, tetapi menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


kehancuran pada tanaman pangan dan hortikultura di seluruh dunia sehingga

menyebabkan kerugian milyaran dollar (Williamson & Richard, 1996).

Beberapa nematoda parasit tanaman adalah ektoparasit, hidup di luar

inangnya. Spesies jenis ini menyebabkan kerusakan berat pada akar dan dapat

menjadi vektor virus yang penting. Spesies lain, ada yang hidup di dalam akar,

bersifat endoparasit migratori dan sedentari. Parasit migratori bergerak melalui

akar dan menyebabkan nekrosis, sedangkan yang endoparasit sedentari dari famili

Heteroderidae menyebabkan kehancuran yang paling banyak di seluruh dunia

(Williamson & Richard, 1996).

Kumpulan telur nematoda Meloidogyne dilindungi oleh cairan pekat.

Larva stadium kedua akan ke luar dari telur, berbentuk cacing dengan ukuran

panjang 0,3-0,5 mm. Larva tersebut bergerak aktif melalui selaput air di antara

partikel-partikel tanah dan menyerang akar tanaman dengan cara melukai

epidermis ujung akar dengan stilet (alat penusuk dan pengisap pada mulutnya)

lalu masuk ke dalam jaringan sampai ke jaringan tengah. Larva tersebut mengisap

cairan sel akar. Cairan pencernaan yang dikeluarkan oleh nematoda ini

merangsang terjadinya pembelahan sel akar sehingga terjadi pembengkakan.

Keadaan ini dibutuhkan untuk perkembangan larva. Nematoda betina berbentuk

seperti buah per dengan ukuran panjang 0,5 - 1,2 mm. Nematoda jantan berbentuk

cacing memanjang dengan ukuran 1,0 - 2,0 mm. Saat ini telah banyak nematisida

untuk pengendalian nematoda Meloidogyne yang dapat digunakan. Pencegahan

penyakit ini dengan sterilisasi media tanam, penggunaan benih yang sehat, serta

sanitasi lingkungan pertanaman (Luc et al, 1995).

Universitas Sumatera Utara


Terdapat empat spesies nematoda Meloidogyne spp yang mempunyai arti

ekonomi penting khususnya dalam budi daya sayuran yaitu Meloidogyne

incognita, Meloidogyne arenaria, Meloidogyne javanica, Meloidogyne hapla.

Timbulnya puru pada sistem akar merupakan gejala awal yang berasosiasi dengan

infeksi Meloidogyne. Pada puru yang terjadi oleh seekor nematoda betina terdapat

pembengkakan pada silinder pusatnya, terjadi perubahan bentuk pada unsur

jaringan pengangkutan dan bagian nematoda betina yang berbentuk bulat

dikelilingi oleh parenkim dan mudah diamati dengan mikroskop perbesaran lemah

pada akar yang diberi zat warna (Luc et al, 1995).

Gambar 1. Nematoda Meloidogyne spp


(Sumber : Foto langsung)

Terdapat suhu optimum untuk stadium yang berbeda pada daur hidup

M. javanica. Kisaran suhu optimum untuk populasi Australia antara 25–30 °C dan

Kalifornia menunjukkan 32–34 °C. Suhu optimum untuk perkembangan

Universitas Sumatera Utara


nematoda berkaitan dengan budidaya sayuran didaerah tropik, suatu faktor yang

menjamin terjadinya infeksi nematoda puru akar secara serius (Luc et al, 1995).

Tekstur dan struktur tanah berkaitan langsung dengan kapasitas kandungan

air dan aerasi serta pengaruhnya terhadap kehidupan nematoda, penetasan dan

parahnya kerusakan. Tipe dan pH tanah berpengaruh terhadap distribusi

nematoda, larva di tanah pasiran mampu bergerak horizontal dan vertikal sejauh

75 cm dalam 9 hari. Efek pH tanah pada puru akar bervariasi, spesies

Meloidogyne dapat hidup bereproduksi pada pH berkisar 4.0-8,0 (Luc et al, 1995).

Gejala serangan

Mekanisme penyerangan oleh Meloidogyne spp dimulai dengan masuknya

nematoda kedalam akar tumbuhan melalui bagian-bagian epidermis yang terletak

dekat tudung akar. Nematoda ini mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan

dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari protein, polisakarida seperti pektin

sellulase dan hemisellulase serta patin sukrosa dan glikosid menjadi bahan-bahan

lain. Meloidogyne spp mengeluarkan enzim sellulase yang dapat menghidrolisis

selulosa enzim endopektin metal transeliminase yang dapat menguraikan pektin.

Dengan terurainya bahan-bahan penyusun dinding sel ini maka dinding sel akan

rusak dan terjadilah luka. Selanjutnya nematode ini bergerak diantara sel-sel atau

menembus sel-sel menuju jaringan sel yang terdapat cukupcairan makanan,

kemudian menetap dan berkembang biak kemudian nematoda tersebut masih

mengeluarkan enzim proteolitik dengan melepaskan IAA ( Asam indol asetat)

yang merupakan heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru

( Lamberti, 1979)

Universitas Sumatera Utara


Pada akar tanaman yang terserang menjadi bisul bulat atau memanjang

dengan besar bervariasi. Di dalam bisul ini terdapat nematoda betina, telur dan

juvenil. Bisul akar yang membusuk akan membebaskan nematoda dan telurnya ke

dalam tanah kemudian masuk kedalam akar tanaman lain. Ukuran dan bentuk

puru tergantung pada spesies, jumlah nematoda didalam jaringan, inang dan umur

tanaman. Pada akar-akar tanaman Cucurbutaceae, akar-akarnya bereaksi terhadap

kehadiran Meloidogyne dengan membentuk puru besar dan lunak sedangkan pada

kebanyakan tanamam sayuran lainnya purunya besar dan keras. Apabila tanaman

terinfeksi berat oleh Meloidogyne sistem akar yang normal berkurang sampai pada

batas jumlah akar yang berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan

mengalami disorganisasi secara total. Sistem akar fungsinya benar benar

terhambat dalam menyerap dan menyalurkan air maupun unsur hara. Tanaman

mudah layu, khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil

(Luc et al, 1995).

Di dalam akar yang terinfeksi oleh Meloidogyne spp. Diferensiasi secara

normal pada xilem dan phloem terganggu. Sel-sel periskel mengganti beberapa

pembuluh kayu dan tapis didalam puru akar dan fungsi akar berkurang, oleh

karena akar yang terinfeksi mengalami pertumbuhan baru dan pengangkutan dari

akar kebagian permukaan atas tanaman makin berkurang (Dropkin, 1992).

Gejala serangan lainnya yang terjadi di bawah tanah antara lain adalah

bintil-bintil akar, luka pada akar, nekrosis pada permukaan akar, percabangan

yang berlebihan, dan ujung akar yang tidak tumbuh. Setelah Meloidogyne makan

pada ujung akar tersebut sering kali berhenti tumbuh, namun demikian akar belum

tentu mati (Mustika, 1992).

Universitas Sumatera Utara


Serangan pada tanaman tomat terutama terjadi pada tanah yang bertekstur

kasar atau berpasir. Disamping memperlemah tanaman, nematoda ini dapat juga

menurunkan produksi. Pada populasi yang tinggi dapat menyebabkan kehilangan

hasil sebanyak 25-50% (Rahayu dan Mukidjo, 1977).

Tanaman tomat yang terserang oleh Meloidogyne spp. menimbulkan gall

pada akarnya. Ukuran dan bentuk gall tergantung pada spesies nematoda, jumlah

nematoda di dalam akar, dan umur tanaman. Serangan berat pada akar

menyebabkan pengangkutan air dan unsur hara terhambat, tanaman mudah layu,

khususnya dalam keadaan panas dan kering, pertumbuhan tanaman terhambat atau

kerdil, dan daun mengalami klorosis akibat defisiensi unsur hara. Infeksi pada

akar oleh nematoda pada tanaman stadia generatif menyebabkan produksi bunga

dan buah tomat berkurang (Toto et al, 2003).

Pada gejala tanaman di atas permukaan tanah menyebabkan tanaman

menjadi kerdil, daunnya pucat dan layu, Pada musim panas tanaman yang

terserang nematoda akan mengalami kekurangan mineral. Akibat penyakit puru

akar ini bunga dan buah akan berkurang atau mutunya menjadi rendah. Tingkat

serangan nematoda yang tinggi menyebabkan kerusakan perakaran dan

terganggunya penyerapan unsur hara, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat

dan berat tanaman menjadi kecil (Dadan, 1991).

Serangan nematoda menyebabkan kerusakan pada akar, karena nematoda

mengisap sel-sel akar, sehingga pembuluh jaringan terganggu, akibatnya

translokasi air dan hara terhambat. Serangan nematoda juga dapat mempengaruhi

proses fotosintesa dan transpirasi sehingga pertumbuhan tanaman terhambat,

Universitas Sumatera Utara


warna daun menguning seperti gejala kekurangan hara, dan mudah layu. Karena

pertumbuhan terhambat, produktivitas tanaman menurun.

(Melakeberhan et al, 1987).

Serangan nematoda dapat mempengaruhi proses fotosintesa dan transpirasi

serta status hara tanaman. Akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat, warna

daun kuning klorosis dan akhirnya tanaman mati. Selain itu serangan nematoda

dapat menyebabkan tanaman lebih mudah terserang patogen atau OPT lainnya

seperti jamur, bakteri dan virus. Akibat serangan nematoda dapat menghambat

pertumbuhan tanaman, mengurangi produktivitas, dan kualitas produksi.

(Melakeberhan et al, 1987).

Gambar 3. Akar tanaman terserang nematoda Meloidogyne spp


(Sumber : Foto langsung)

Efek yang terjadi pada tanaman tertentu yang resisten terhadap

meloidogyne yaitu nekrosis sel yang terdapat disekitar tempat serangan larva

dapat merusak akar-akar tanaman inang dan nematoda mati tanpa menimbulkan

kerusakan lain. Perlakuan dengan menggunakan nematisida dapat mengurangi

populasi nematoda dan meningkatkan pertumbuhan tanaman, baik pada tanaman

inang yang resisten maupun pada yang rentan (Dropkin, 1992).

Universitas Sumatera Utara


Pestisida nabati

Nimba (Azarachta indica A.Juss)

Daun dan biji nimba mengandung berbagai senyawa kimia, misalnya

fenol, quinon, alkaloid dan substansi nitrogen lain, asam-asam, dan terpena.

Senyawa yang diyakini sebagai bahan bioaktif pestisida nabati adalah nimbin

(nimbinen), thionemon, meliantriol, azadirachtin, dan salannin, yang merupakan

senyawa kimia dari kelompok terpena. Bungkil atau limbah tanaman nimba

diketahui mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium. Hasil pengujian

menunjukkan bahwa produk nimba efektif untuk mengendalikan nematoda

bengkak akar, baik di laboratorium maupun di lapangan. Senyawa azadirachtin

dapat menghambat pertumbuhan serangga hama, mengurangi nafsu makan,

mengurangi produksi telur dan penetasan, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan

infertilitas (Kemala dan Mauludi,1993).

Azadirachtin sendiri terdiri sekitar 17 komponen dan komponen yang

mana yang paling bertanggung jawab sebagai pestisida atau obat, belum jelas

diketahui. Azadirachtin berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat

menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam

metamorfosis (Ermel, 1995).

Bagian nimba yang mengandung senyawa aktif bersifat sebagai pestisida,

terutama pada biji dan daun. Kandungan biji lebih banyak dibandingkan daun, ada

20 senyawa aktif yang terkandung didalamnya, seperti azadirachtim, meliantriol,

salamin, nimbin, dan nimbidin (Anonimous, 2008 ).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4. Tanaman nimba
Sumber. Foto langsung

Penambahan nimba sebagai bahan organik memberikan suatu pengaruh

kuat pada kepadatan populasi nematoda. Akibat ketersediaan azadirach sebuah

bahan aktif yang mungkin menghambat penetasan telur atau meningkatkan

mortalitas larva atau memperlambat keproduktifan betina. Penurunan yang

signifikan pada populasi nematoda berkaitan dengan dekomposisi bahan organik

oleh bakteri yang mampu menghasilkan senyawa yang beracun bagi nematoda

parasit tanaman. Daun nimba adalah kaya akan tanin yang dapat meracuni

nematoda dimana secara biologis bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak daun

nimba ini memiliki potensi nematisida, yang mudah aktif oleh panas atau

degradasi bakteri dalam tanah (Atungwu et al, 2009).

Kitin

Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya.

Fungsi kulit udang tersebut pada hewan golongan invertebrata yaitu sebagai

pelindung. Kulit udang mengandung protein (25 % - 40 %), kalsium karbonat

(45 % - 50 %), dan kitin (15 % - 20 %), tetapi besarnya kandungan komponen

tersebut tergantung pada jenis udangnya. sedangkan kulit kepiting mengandung

protein (15,60 % - 23,90 %), kalsium karbonat (53,70 % - 78,40 %), dan khitin

Universitas Sumatera Utara


(18,70 % - 32,20 %), hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat

hidupnya (Marganof, 2004).

Kitosan merupakan produk turunan dari polimer kitin, yakni produk

limbah dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Kitin

kemudian diproses menjadi kitosan. Limbah kepala udang mencapai 35 % - 50 %

dari total berat udang kitosan (Marganof, 2004).

Kitin (poli-N-acetilglucosamin) merupakan nematisida yang efektif

terhadap Meloidogyne spp dan Heterodera sp. Kitin bersifat nematisida erat

kaitannya dengan aktivitas amonia dan mikroorganisme penghasil enzim kitinase.

Hasil proses dekomposisi kitin di dalam tanah menghasilkan zat amonia (NH3).

Amonia dan mikroorganisme penghasil enzim kitinase dapat membunuh larva dan

menghambat proses penetasan telur Meloidogyne spp

(Grainge dan Ahmed, 1988).

Kitin digunakan untuk mengendalikan nematoda pada tanaman sayuran.

Hasil penelitian telah menunjukkan efek nematisida kitin, dimana nematoda

keracunan (chitinolytic) yaitu senyawa yang mengubah populasi mikroflora yang

menyebabkan perubahan populasi nematoda. Tanaman tomat yang diaplikasikan

kitin mengalami perubahan ekologis tanah. Pertumbuhan akar terhambat apabila

nematoda tanaman tidak dikendalikan yang mengurangi produksi daun.

Sementara protein dan isazofos yang terkandung dalam kitin efektif dalam

mengurangi kerusakan akar. Kitin adalah agen pengendali biologis yang efektif

dalam mengurangi jumlah telur dan populasi juvenil nematoda.

(Debora et al, 2008)

Universitas Sumatera Utara


Serai (Andropogan nardus L.)

Gambar 5. Tanaman serai


(Sumber.Foto langsung)

Serai merupakan tumbuhan menahun dan merupakan jenis rumput-

rumputan dengan tinggi antara 50 cm -100 cm. Daun tunggal berjumbai,

panjangnya 1 m x lebar 1,5 cm, tepi kasar dan tajam, tulang daun sejajar,

permukaan atas dan bawah berambut serta berwarna hijau muda. Serai

menghasilkan minyak atsiri yang efektif dalam menekan pertumbuhan nematoda

serta aman bagi manusia dan hewan. Serai dapur bersifat nematisida terhadap

M. incognita. Komponen utamanya adalah sitral (3,7-dimetil-2,6-oktadienal),

sedangkan serai wangi mengandung sitronellal, sitronellol dan geraniol

(Bahtiar,1991).

Jarak (Ricinus communis L)

Komposisi bahan kimia tanaman jarak yang bersifat toksik telah dievaluasi

oleh beberapa peneliti. Selain minyak jarak pagar terdapat pula bahan kimia yang

bersifat unsaponifiable, hydrocarbon/stereo ester, asam lemak bebas dan polar

lipid. Bahan yang diketahui bersifat toksik terhadap serangga adalah yang bersifat

unsaponifiable yang di dalamnya terdapat sterol dan tripenen alcohol. Asam

lemak yang memiliki berat molekul yang tinggi, seperti triaglycerols dan

pentacyclic triterpene acids ditengarai berfungsi sebagai antioviposisi dan ovicidal

Universitas Sumatera Utara


pada serangga (Soetopo dan Bambang, 2008).

Gambar 6. Buah Jarak


(Sumber. Foto langsung)
Selain itu terdapat pula kandungan curcin yang bersifat phytotoxin

(toxalbumin) yang terdapat pada biji dan buah, seperti halnya pada jarak kepyar

(Ricinus communis L.). Diduga bijinya mengandung hydrocyanic acid. Penelitian

menunjukkan bahwa dari setiap satu ton biji terdapat 34% minyak, 48% pupuk

organic dan 18% pestisida nabati. Komposisi kandungan bahan toksik/aktif

pestisida nabati diduga bervariasi bergantung pada species, varietas, klon,

strainsertalokasi (Deciyanto dan Bambang, 2008).

Daun, batang, dan biji mengandung ricin yang merupakan bahan aktif

tanaman ini. Biji jarak mengandung 40 – 60 % minyak, sedangkan minyaknya

mengandung 80 – 90 % asam ricinin. Meskipun sudah diambil minyak, ampas biji

jarak tidak bisa dipakai langsung untuk pakan ternak karena masih mengandung

racun. Sebaliknya, ampas biji jarak akan lebih lebih bermanfaat jika digunakan

untu membasmi nematoda tanah karena masih mengandung sifat-sifat pestisida.

Ampas biji jarak juga mengandung unsur nitrogen, fosfat, dan kalium yang cukup

baik digunakan sebagai pupuk organik

(http://farmakognocy.blogspot.com/2009/03/jarak-pagar.html).

Universitas Sumatera Utara


Mahoni (Swietenia spp)

Selain kayunya buah mahoni juga mengandung senyawa yang mirip

dengan BHC (Butane Hexane Chlor) sebesar 0,005 ppm. Senyawa BHC atau

nama barunya HCH (Hexa Chlorosiclo Hexana) merupakan insektisida

organoklorida yang bersifat racun perut dan racun pernapasan. Pembuatan

insektisida dari buah mahoni dengan jalan merendam 150 gram biji mahoni dalam

1 liter air selama 24 jam (Anonimus, 2008).

Gambar 7. Buah mahoni


(Sumber.Foto langsung)
Kelopak bunga pohon yang nama daerahnya mahagoni, maoni atau moni

ini lepas satu sama lain, bentuknya seperti sendok, dan warnanya hijau. Mahkota

silindris, kuning kecoklatan. Benang sari melekat pada mahkota. Kepala sari putih

atau kuning kecoklatan. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun. Bentuk

buahnya bulat telur, berlekuk lima, warnanya coklat. Biji pipih, warnanya coklat

atau hitam. Mahoni mengandung saponin dan flavonoida (Anonimus, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Pengendalian

Usaha pengendalian penyakit puru akar masih mengandalkan nematisida

dengan cara menaburkannya pada tanah di sekitar perakaran tanaman dan

memerlukan biaya yang cukup besar. Untuk mengurangi penggunaan nematisida

perlu adanya varietas tahan. Penggunaan varietas tahan mempunyai banyak

keuntungan yaitu murah, mengurangi penggunaan pestisida dan pencemaran

lingkungan, serta menurunkan sumber inokulum dan laju infeksi. Langkah awal

yang penting dilakukan untuk mendapatkan varietas tahan adalah menyediakan

sumber genetik dan informasi tentang ketahanannya terhadap Meloidogyne spp.

melalui eksplorasi, konservasi, karakterisasi, dan evaluasi plasma nutfah

(Sutopo dan Saleh, 1992).

Nematisida jenis karbamat seperti osamil, aldikarb, karbofuran dan lain

lain, menghambat aktivitas kolinesterase yang mengakibatkan kegagalan dalam

mengatur asetilkolin, yaitu sebagai penyalur syaraf. Hal itu menyebabkan paralisis

dan hilangnya persepsi syaraf, tetapi tidak segera menyebabkan kematian,

nematoda akan sembuh kembali setelah pestisida dihilangkan. Hal tersebut

menghambat makan beberapa jenis, yang mempengaruhi penularan virus, juga

menhalang-halangi pertumbuhan nematoda secara normal yang telah berada

didalam tanaman (Dropkin, 1992).

Telah tersedia beberapa cara pengendalian nematoda yang efektif,

walaupun faktor-faktor tertentu, seperti nilai dan jenis tumbuhan, membatasi

aplikasinya pada beberapa kasus. Telah digunakan empat jenis metode

pengendalian nematoda yaitu : kultur teknis, pengendalian hayati melalui varietas

tahan dan cara-cara yang lain, pengendalian secara fisik dan pengendalian dengan

Universitas Sumatera Utara


bahan kimia. Di dalam praktik, biasanya digunakan kombinasi beberapa metode

tersebut untuk mengendalikan penyakit tumbuhan yang disebakan nematoda

(Agrios, 2005).

Banyak ahli pemuliaan di seluruh dunia mencoba mencari gen-gen yang

resisten untuk dipadukan dalam satu tanaman di negara masing-masing. Sebagai

tambahan, pengkajian yang seksama tentang kisaran inang sedang dilakukan

untuk menemukan pergiliran tanaman yang baik. Serasah plastik digunakan untuk

memanaskan tanaman guna mengendaliakan nematoda di negara-negara yang

mendapat cahaya matahari banyak, teknik tersebut dinamakan solarisasi

(Dropkin, 1992).

Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan

tanah baik fisik, kimia, maupun biologi tanah, disamping sebagai sumber energin

bagi sebagian besar organisme tanah Sebagai sumber bahan organik, bagian-

bagian tanaman dapat langsung diaplikasikan ke dalam tanah dalam bentuk segar

atau masih hijau (Toto et al, 2003)

Bahan organik yang bersifat nematisida yang diberikan ke dalam tanah

berpengaruh terhadap penekanan perkembangan nematoda. Hasil dekomposisi

dari bahan organik yaitu terbentuknya asam lemak seperti asam asetat, asam

butirat, dan asam propionat. Asam-asam ini pada konsentrasi tinggi berbaya bagi

perkembangan nematoda (Singh dan Sitaramaiah, 1994).

Pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat menekan perkembangan

nematoda, hal ini diduga akibat dekomposisi bahan organik secara langsung

bersifat racun bagi nematoda. Bahan organik juga mempengaruhi lingkungan

Universitas Sumatera Utara


tanah yang menguntungkan bagi populasi mikroorganisme kompetitor, mikroflora

parasit telur nematoda (Baliadi, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai