Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.............................................................. i

DAFTAR ISI ................................................... ..................... ii

KATA PENGANTAR .......................................................... iii


BAB I PENDAHULUAN ......................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................ ……. 1
B. Fokus Penelitian ... .............................. .. ................. 6
C. Rumusan Masalah .................................................. 7
D. Tujuan Penelitian ..................................... ................ 8
E. Manfaat Penelitian .................................................... 9
F. Kerangka Berfikir .................................................... 10
BAB II LANDASAN TEORI ............................................ 14
A. Model Komunikasi Hindu Sadharananikarana .... 14
B. Teori Simbol dan Mitos............................................ 35
C. Eori Fungsional dari B Molinowski ...................... 38
D. Teori Realitas yang Sakral dari Merccea Elliade 40
E. Teori Intrasionisme Simbolik .............................. 42
BAB III METODE PENELITIAN ................................. 45
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................. 45
B. Jenis dan Sumber Data ........................................... 45
C. Penentuan Informan ............................................... 45
D. Instrumen Penelitian ............................................... 46
iv
E. Metode Pengumpulan Data ........................................ 46
F. Teknik Analisa Data ................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 49
ii
KATA PENGANTAR

Atas Asung Ketha Waranugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa, penulis dapat menyelesaikan Proposal Tesis
Penelitian yang berjudul “Studi Tentang analisis Isi Komunikasi dalam Lontar Tutur Rare Angon Berkaitan
Dengan Pembangunan Karakter Bangsa “ Adapun isi dari lontar Tutur Rere Angon ini adalah pengetahuan
tentang dharma dari aliran Siwaistik, mengenai ritual (upacara dan Upakara ) Dewa Yadnya, Rsi Yadnya,
Manusa Yadnya dan Bhuta Yadnya. Proposal Tesis ini ditulis bertujuan untuk memenuhi sebahagian syarat-
syarat mengikuti Mata Kuliah Kompilasi Pemikiran Komunikasi Agama Hindu II, Penelitian dan Pengkajian sastra
Hindu yang masih digunakan dalam kehidupan beragama di Bali dan lombok.
Dapat tersusunnya Proposal Tesis ini berkat dorongan dan bimbingan dari beberapa pihak, untuk itu
penulis ucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. I Ketut Widnya Sebagai Dosen
Pengampu Mata kuliah Studi Agama Hindu Pada Program Magister ( S2 ) Komunikasi Hindu
STAHN Gde Pudja Mataram.
2. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah membantu, penulis samapaikan
terimaksaih.
Peper ini tidak sempurna karena keterbatasan pengetahuan penulis dan kekurangan daftar pustaka untuk
itu saran dan kritik yang sifatnya membangun penulis sangat harapkan.

Mataram, Juni 2015


Penulis,

I GUSTI BAGUS ARI SUTISNA


NIM : 14121107

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lontar Rare Angon ini tergolong lontar yang tikak terlalu tua umurnya. Hal ini
tampak dari tidak adanya teks Sansekertanya yang digunakan adalah bahasa kawi dan bahasa
Bali, namun lebih banyak uraiannya dalam bahasa kawi dan keadaan teksnya cukup baik. Isinya
adalah percakapan atau mengandung benih-benih komunikasi Ajaran Hindu tentang Dharma,
dengan metode dialog, sebagai tokoh sentra dalam Lontar Rare Angon adalah Dewa Siwa yang
mewujudkan diri-Nya sebagai Rare Angon atau seorang anak sedang mengembalakan lembu.
Dengan demikian Lontar Rare Angon adalah tergolong ajaran Siwaistik. Kejadian dalam cerita
ini adalah di daerah pegunungan disebut Giri Windhya. Dalam mitologi Siwa Tattwa, Dewa
Siwa berstana di Gunung Maha Meru.
Dilain pihak ada dua orang Bhujangga (Wiku ) bersaudara yang sedang bertapa
di Gunung Jantuk, bernama Si Tahak dan Si Tuwek. Kedua Bhujanggatersebut menginginkan
lembunya Rare Angon, karena tidak bisa diminta atau di beli maka lembunya Rare Angon di
ambil paksa, sebelumnya Rare Angon harus di bunuh. Disini ada
ajaran dharma tentang ahimsa karma.
Setelah Si Rare Angon di potong lehernya, maka dari atas mayat Rare
Angon muncul Dewa Siwa, memberikan ajaran tentang dharma dan

2
tatatining melaksanakan upacara ( ritual ), Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya,
Bhuta Yadnya.
Dalam kehidupan beragama serta mendalami ajaran-ajaran agama Hindu, dengan
menggunakan pendekatan rasional-filosofis dalam upaya menembus kegelapan sebagai
kungkungan dari dogmatisme, dengan menggunakan kajian sastra agama yang terhimpun dalam
berbagai pustaka yang ada di Bali dan Lombok. Dalam kritik ini pula patut disadari betapa
pentingnya bentuk-bentukupacara dan upakara agama Hindu mendapat kajian saksama dalam
pelaksanakanupacara tertentu.
Disamping itu dengan pengkajian itu pula dapat diketahui makna yang
bersifat konsepsi dan makna yang bersifat tradisi. Konsepsi merupakan suatu
ajaran konseptual yang patut dijadikan pegangan atau dijaga keajegannya,sedangkan tradisi
dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis merasa tertarik dan penting untuk
mengadakan pengkajian, guna membedah Lontar Rare Angon , sebagai salah satu Lontar yang
masih digunakan sebagai pedoman upacara oleh umat Hindu di Bali dan Lombok serta
mengadung benih-benih komunikasi Hindu.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat di rumuskan permasalahannya adalah sebagai berikut :
1. Ajaran Apa yang terkandung dalam Lontar Rare Angon ?
2. Bagaimana Proses komunikasi tentang ajaran Siwa kepada Bhujangga (umat Hindu)
3. Makna apa yang terkandung dalam Lontar Rare Angon

3
C. Tujuan
Tujuan disusunnya peper ini adalah :
1. Pengkajian ini adalah Bertujuan untuk mengetahui ajaran apa yang terkandung dalam Lontar
Rare Angon.
2. Pengkajian ini adalah bertujuan untuk mengetahuai bagai mana proses komunikasi yang terjadi
dalam Lontar Rare Angon.
3. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui makna apa yang terkandung dalamLontar Rare
Angon.
4. Pengkajian Lontar Angon adalah bertujuan Untuk memenuhi sebahagian syarat-syarat
mengikuti Mata Kuliah Kompilasi Pemikiran Komunikasi Agama Hindu I, Program Magister (
S 2 ) Ilmu Komunikasi Hindu pada Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Gde Pudja
Mataram.

D. Manfaat Penulisan
Setelah suatu kegiatan pengkajian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik
perorangan, masyarakat maupun lembaga yang berkompeten. Demikian juga pengkajian ini
diharapkan memberi manfaat teortis maupun manfaat praktik.
1. Dari Pengkajian yang dilakukan, diharapkan pengkajian ini dapat menambah Pengetahuan dan
pengalaman wawasan kegamaan bagi penulis atau umat pada umumnya.
2. Bermanfaat bagi Lembaga Keagamaan Hindu, Generasi muda Hindu bahkan bagi Pemerintah,.
3. Sebagai dasar pemikiran untuk menyusun Ilmu Komunikasi Hindu, karena sampai saan ini
belum ada khusus buku yang membahas Komunikasi Hindu.
4
II. TEKS DAN PEMBAHASAN ISI LONTAR
A. Teks Lontar Rare Angon
“Om Awighnam astu Nama Sidhyam”

“Nihan tata kramaning Rary Angon, duksira atapa ring Giri Windya, Iku Sang dadi
Hyang, satata gawenya engwan mahisa, katattwan nikang, sattwa dharma,nga; Asuwe den
ira ajar-ajaring Giri Windhya “
“Hana ta Bhujangga rwa sanaknya, apuspata si Tahak mwang si Tuwek, atapa ring
Gunung Jantuk, mahas ta ya amengameng tanwa kapangguh tekang Rary Angon,
anunggang mahisa, hantyan ta gong nya, kapengin manah kang Bhujangga kalih, ri
kahalepan ikang mahisa, iku tan wenang hinret hyunya, mojar tayeng harinya, uduh yayi,
angapa denta , tuminghali Rary Angon, tan pahi nikang rare, menggep bhawanya kukuncung
angklang caluk, asungluh salaka tambra, mwang timah wesi den sarwa ngagem cemeti,
tununtungan lawe tridatu, kinamba lan helar ning mayura, tinebusin wesi putih, hatyanta
arsa ning hulun, tumoning mahisanya, kinangan sukha wreddhi, aheed suddhamala,
kinalungan patawala, kinembangan kaya unggah ning pati kredhap, tinuntunan lawe tri
warna”

“sumahur ta harinya, tuhu kaka mangkana, paran mangke, sumahur Si Tahak,


Harsani Nghulun humandhega ikang Rary Angon . Bhoh rare iki, pangher kakinta sekareng,
mandeng ikang rare, angrungu sabdaning Bhujangga, Ih Rare ki, dak pinta mahisanta iku
kaki, yan tan paweh, ngong tumbasanan, sewu pitungatus; Humeneng tekang ikang rare tan
sumahur, masengit tikang Bhujangga kalih, matangyan palo citta lawan harinya, majar Si
Tahak ; mapa denta yayi, humalap kang mahisa, apan tan paweh sapina akunta, ndan
karepi nghulun, walata juga kenanya, amejahana ikang rare, sumahur harinya; Uduh kaka,
tan yogya ngulahana mangkana, yan kadi kita ingsaka ngaranya, apan kita
5
huwus wiku; Sumahur Si Tahak, taha iku yayi, apa hinentasaken atmanig sarwa winuduh,
haywa kita sangsaya, mejahen ikang Rary Angon, hulun humentasaken atmanya marapwan
tan hana wighna kapanggih denta, mangkana ling Si Tahak; Amingsinggih ta harinya,
aselimpet hireng, neher anguwung, tumandang ta ya pareng, sumikep ikang Raryangon, tur
binandha-bandha, neher tinugel gulunya, pegat ikang Rayangon.
“ Tadanantara, mijil tikang teja sakeng gulunya sawa, lumbra kalangan
prabhaswara, ring tengah hana Dewa Murti, mawaraha ya ta Sang Hyang Siwa, naman
nira, kaweran tambek nirang Bhujangga kalih, tuminghali Sang Hyang mijil sawa, gelis
denya manembah; sambya ngastuti asasonteng ping 7 ngganya nembah; Ling ning Hyang,
He Tahak Tuwek, kita Bhujangga rwa sanak, aku dewa murti ning Rare Angon aku ta Hyang
ning Kayangan, an Rare Angon wuwus ku, apan kita mawak dedukun, wenang kita
amarahaken sopakara, tingkahing amras, akihis, haywa kita tan prayatna, haywa kita tan
pangastitya kang Rare Angon, anghing ri kalanta angarepaken pawiwahan agung, lwirnya :
tatani aluh, apekod, sakalwiring karya nistha madhya uttama, kengetakena haywa lupa, yang
hana wwang akarys angihis, ring parahyangan Dewa, mwang kabhuyutan, ring cungkub,
ameta tukang rumuhun, angarepaken panyanyan ring dewa, dudukun ika kang yogya
angratengaken caru ring luhur, mwang ring sor, marapwan trepti, mwang sorohan, saji, apan
yadnya patni katatwaning daksina,lwirnya ; ring tukang, mwang ring dadukun, angresyak,
anegteg, amulung, atakir limas, kengetakena kapwa dulurana daksina, sowang-sowang,
daksina ning amungku ika, daksina ning angresyak, jinahnya 5055, beras 5 catu, lawe 5
tukel, byu 5 ijas, taluh 5 bungkul, mwang kampuh saparadeg. `
Mwang banten paturon genep seprekara bhebanten wijinen kang daksina, mwang
daksina ning dudukun angareping swakaryane, 888855 , bras 5 catu, nyuh 5 bungkul, taluh 5
bungkul lawe 5 tukel, genep kramaning daksina, mwah pamereman dena genep.
Mwanh daksinaning Bhujangga, ngrayuning, 88855, pangajenganmwah hajengan
mentah, seprekara dan genep, tan kari
6
banten paturon, kampuh saparadeg, mwang lungka-lungka, pajeng, kakosor,
kakasang,menyan astanggi wrat 200;
Mwah banten karya, angupakara bras kang ginawe bebanten ngaturan penyanjan,
mwah ring pangingsahane, rekaakena kang beras, jinah pangrekannya 108, pinalih lanang
istri.
Malih jinah palinggih I Dewa Cili dateng 211, mwah palinggih I Dewa Cili 211,
pamuket bras ika reka dening janur nyuh gading sya (9) lembar, tulisakena sastra iki :
Lumekas ta mpungku amuja, mratisthakena babu swi, kunang ikang gegaluh, saha
bagya pula kerti, pula sakadaton, kadi nguni, pujakena, lisana, tepung tawarin.
Wus mangkana, ta gawe pemendak siwi, tingkahnya; Bagyapulakreti mwang pula
sakadaton ika, tinuntunan rejang, tinalenan lawe tri warn a, mwang Dewa sedhana, Dewa
Nini, mwang panging dadap canggah tiga (3), tan kari gegaluh, sehampilan, dinulurin twek,
payung pagut, mwang cendhek saupacara, tekeng papadha, katuring Hyang Kabuyutan,
angadegang Raryangon, anuntuna mahisa, sopakara kadi nguni, mwang artha pada ning
kebo, wrat 200, daksina winadaha tamas 4, beras, taluh padha asiki (1), jinah padha 200,
dinuluran hunyan-hunyan.
Mwah ikang Bhujangga ngraynin, kong lumekas amuja ring paryangan,
amrethitaakena gegaluh ring sanggar mwang hampilan, dulurakena pamuja, saha sembah,
papendhetan, canang oyodan, mwah canang cane, jaja den agenep.
Yang wus mangkana, wenang gumelarakena caru bhuta yadnya kramaning
mapadha, saha madhana-dhana, i telas mangkana, anuli malasti ring segara kading prelagi.
Kunang ri tekaning dina swakarya makihis, ta gawe sanggar tawang, banten suci
den agenep, sekadi caru ring sor tan kari banten ring kabhuyutan; kunang ikang sanggar
tawang, lamakakena wastra cepuk, nisthanya. Madhyanya patola bang, ring utamanya
patola sutra; utamaningutama pitawala/patola sutra pinaradha, riwusing swakarya wastra ika
kahatur ring sang angajengin swakarya, tekeng daksina kabeh,
7
padha kehatur ring sang angamong karya. Yan tan samangkana, byakta tan siddha ikang
karya, tan kawulatana den watek Dewata.
Kunang maka tattwaning mahisa, yang ring jawa dwipa, maka tungganganing
watek dewata lumaku nangkil ring parhyangan Bhatara ring gunung Semeru; kunang yan
ring Bali rajya, atmaning kebo ikang winuduh, pinaka tunggangan ning watek Dewata
anangkil ring Gunung Agung, pomo ingetakena haywa marlupa.
Mwah ri tutug tigang rahina, angremekin swakaryanta banten suci den agenep,
munggah ring Kabuyutan, kaya sopacara ning dangu, rikalaning amangkring sanggar
tawang,ring kabuyutan, mwang laywaning kembang gegaluh, tekaning mis,karyanta kabeh
ring parhyangan, pada pupulakena, haywa wiwor den hanut nistha madhya uttamanya, anuli
bhinasmi, kinasturi kang puspa; wus mangkana pinuja de sang Bhujangga, sang angrayunin
swakaryanta, dudukun wenang, ingulihakenn ring sapta patala, wusing amuja, turunakena
ikang puspa, anuli pinendem ring loring parhyangan, uttama dahat duluranan kawangi.
Mwah sopakaraning banten jinahnya, telas kahatur ring tukang, mwah ring
dedukun, dulurana wastra rong peradeg, mwang tiyuk 2, wekas ning pamulu, nga. Sabagya
yan dulurana ratna, uttama dahat, karyanta.
Mwah kita Si Tahak , Si Tuwek, apan kita wruh ring tataning kayra ka panca
yadnya, kita anggurwaning ngke ring madhya pada, lwirnya :
Andewa yadnya ta prayam, Angresi yadnya tandado, Ambhuta yadnya surayam, manusa
yadnya taleteh.
Ngaranya : Adewa yadnya, Udhang muka,ca, dasa amasta.
Ambhuta yadnya, daksina muka, ca, kang amuja, Manusa yadnya, pascima muka, ca, tinuting
ajapa-japa. Angesi yadnya uttara muka, ca, kang amuja. Yatika tan wenang amuja tungleh,
mwang paniron.
Mwah hana wenang kaweruhana den ta, maka purwaka ning sasamuhan, pangreka
nira Bhagawan Sukra nguning atitia, sakrama ning suci kabeh, muksa Bhatara Siwa, tekeng
mahisa tanpajamuga, wus
8
mantuking sunyata, sukha ambek ikang Bhujangga kalih, padha mulih bhyantitan.
Nihan kramaning saji-saji ling Bhagawan Sukra; kengetaken, aywa tan panuting
krama, den prayatnaakena kita sang ataki-taki, agawe karya rahayu, maka siddha ning karya
pamahayu bhuana, parincianing saji banten.

B. Pembahasan
Dalam pembahasan ini penulis menterjemahkan secara bebas isi Lontar Rare
Angon kemudian, menganalisis maknanya.
Setiap awal penulisan sastra dalam lontar, pasti diawali dengan do’a Ya Tuhan semoga
tidak ada halangana dan berasil. Makna dari do’a ini adalah setiap mengawali suatu kegitan atau
pekerja terlebih dahulu mohon Wara Nugraha dari Tuhan supaya dijauhkan dari halangan dan
semoga apa yang di harapkan mencapai tujuan.
Dalam lontar ini diceritakan tentang Rare Angon, yang sedang bertapa di
Gunung Windhya, disana menjadi Dewa, selalu pekerjaannya mengembalakan lembu. Cerita ini
tentang dharma namanya. Lama beliau memberikan pelajaran di Gunung Windhya.
Dalam Cerita Rare Angon, Dewa Siwa Turun ke dunia memberikan ajaran kepada umat manusia
tentang dharma, beliau berujud anak kecil yang sedang mengembalakan lembu. Makna
mengembala disini adalah menuntun umat manusia kejalan dharma, sedangkan lembu itu
sendiri adalah wahana/ kendaraanDewa Siwa.

Dalam Lontar Rare Angon diceritakan juga ada dua orang Bhujangga
(Wiku/Pandita dari penulis) bersaudara, bernama Si Tahak dan Si Tuwek, yang sedang bertapa
di Gunung Jantuk, kedua Bhujangga tersebut sedang berjalan- jalan dan bertemu dengan Rare
Angon, yang sedang menaiki lembu. KeduaBhujangga tersebut sangat kagum dan mempunyai
niat untuk memiliki lembu tersebut serta tidak dapat ditahan keinginannya, bertanya Si
Tahak kepada adiknya( Si Tuwek), duh adikku, kenapa denganku, melihat Rare Angon sangat
berwibhawa, dandanan
9
rambut seperti Pandita (magelung user dari penulis), dan terselip dipinggang sebuah caluk (
sabit besar), dengan tangkai perak timah dan besi serta memegang cemeti (pecut), menuntun
lembu dengan tali benang tri datu ( merah, putih dan hitam), juga memegang bulu burung merak,
di ikat dengan benang putih, Si Tahakmenginginkanya, Rare Angon sambil bernyanyi kidung
kematian, dan pegang benang tridatu/ tiga warna. Makna benang tiga warna yaitu merah
simbol Dewa Brahm, Putih sombol Dewa Iswara dan Hitam simbol Dewa Wisnu. Sedangkan
bulu burung merak adalah simbol kewibawaan, serta caluk sudamala bermakna pembuka jalan
ini biasa digunakan pada upacara kematian menuju kuburan berjalan paling depan berfungsi
pembuka jalan secara niskala.
Benih-benih komunikasi Hindu dalam Lontar Rare Angon sangat jelas, karena ada
tiga pihak yang berkomunikasi, dengan metode dialog, metode ini sebagian besar digunakan oleh
pengawi, untuk menyampaikan ajaran dharma, ini dapat dilihat dari berbagai sastra sebagai
contoh : dalam Bhagavadgita (dialog Kresna dengan Arjuna. Lontar Wraspatitattwa dll).
Siwa menampakkan dirinya dengan berujud Rare Angon, dan
keduaBhujangga mempunyai keinginan untuk memiliki apa yang di miliki oleh Rare Angon.
Sehingga akan timbul komunikasi verbal, kepada ketiga pihak tersebut. Dalam Mahabaratha
Siwa menunjukkan diri kepada Arjuna dalam wujud Pemburu saat Arjuna bertapa di Gunung
Idrakila, Siwa Turun untuk memberikan anugrah senjata Pasupati kepada arjuna, sedangkan
dalam lontar Rere Angon, Siwa Turun untuk memberikan ajaran dharma.
Terjadi percakapan kedua Bhujanga tersebut, atas pertanyaan kakaknya adiknyapun
menjawab, betul demikian kakak, bagai mana sekarang keinginanku, memjawab Si Tahak,
Demikian keinginan Si Tahak , dan Rare Angon berenti sejenak, mendengar percakapan
kedua Bhujangga tersebut, menurut Si Tahak, Rare Angon polos, Si Tahak meminta
lembunya Rare Angon, kalau tidak dikasi minta beli dengan harga 1700, Rare Angon diam ,
maka marahlah keduaBhujangga tersebut, berbicara dengan adiknya Si Tuwek , lembunya akan
di minta paksa, karena tidak diberi walaupun dengan cara dibeli. Direncanakan Rare
Angon akan dubunuh, dan dilarang oleh adiknya untuk membunuh karena ahimsa
10
karma namanya, dijawab oleh Si Tahak, karena kedua Bhujangga itu adalahWiku /
Pandita wenang angentas/melepas atma yang ada, dan jangan ragu, tidak ada dosa didapat
demikian kata Si Tahak, mempersilahkan kakaknya, kemudian kedua Bhujangga melepas
pakiannya, diganti dengan kain poleng dan merah, serta meselimpet hitam ( kain silang didada ),
berteriak mereka berdua, Rare Angonmelipat tangan di dada, dan dipotong leher Rare
Angon sampai putus.
Dari teks ini ada komunikasi atara 3 orang yaitu Rare Angon, Si Tahak dan Si
Tuwek, Si Tahak menginginkan lembunya Rare Angon, dengan cara diminta atau di beli, tetapi
tidak diberikan oleh Rare Angon. Disini ada ajaran jangan memaksa milik orang lain apa lagi
sampai membunuh, ada ajaran ahimsa karma, disini juga ajaran tentang Wiku yang wenang
mengentas atma.
Setelah dipotong leher Rare Angon tiba-tiba muncul sinar dari kepala mayat Rare
Angon, menyebabkan terang bendrang, ditengah-tengahnya munculDewa Siwa Murti, kemudian
beliau bersabda, kedua Bhujangga mendekat dan mengaturkan semabah, dengan puja tutjuh kali
kepada Dewa Siwa. Sabda Dewa Siwa hai Tahak dan Tuwek Bhujangga dua bersaudara, akau
adalah Dewa Murtidari Rare Angon ( Dewa Siwa), aku turun dari kayangan, dengarkanlah
sabdaku, apan anda sebagai dudukun (pengrajeg karya /yajamana ), harus paham
tentangupacara ameras, hakihis, jangan sampai tidak tanggap, jangan sampai tidak
mohon waranugraha dari Rare Angon, pada waktu upacara wiwaha agung, dan
semua upacara tingkat nista (kecil), tingkat madhya (sedang) dan tingkat uttama )
beaar, ingatlah selalu, kalau ada upacara di pura, di merajaan. Ring cungkub, carilah tukang
terlebih dahulu, untuk menghadapi dan merencanakan upacara kedewa ke sor (kebawah
sejenis caru ) yang mempunyai kewenangan adalahdudukun karya (pengrajeg karya ). Supaya
lancar jalannya upacara jangan sampai tanpa daksina, karena daksina adalah
yadnya patni (kekuatana dariyadnya/ saktinya yadnya ), yang wajib
mendapatkan daksina adalah tukangbanten, pengrajeg karya (duduku), uang daksina tersebut
5055, beras 5 catu, benang 5 tukel, pisang 5 sisir, telur 5 biji, lengkap yang
namanya daksina.Daksina dalam hal ini
11
mempunyai beberapa makna yaitu sebagai persembahan, sebagai penghormatan dan sebagai
upah.
Munculnya Dewa Siwa dari mayat Rare Angon, kedua Bhujanggamengaturkan
sembah, kemudian terjadi komunikasi antara Dewa Siwa danBhujangga, Sabda Dewa Siwa,
setiap melaksanakan
upacara dalam tingkatan nista (kecil ), tingkat madaya (menengah ) dan tingkatutama jangan
lupa ngadegang Rare Angon supaya upacara yadnya dapat berjalan dengan lancar. Bila umat
akan melaksanakan upacara tukang banten lah dicari pertama kemudian pengrajeg karya.
Setiap upacara tingkat kecil, tingkat sedang dan tingkat besar, selalu wajib
ada daksinanya, karena sakti / kekuatan dari upakara adalah daksina (yadnya Patni
). Daksina dalam hal ini mempunyai beberapa makna yaitu sebagai yadnya
patni (kekuatanan yadnya/ulu yadnya atau kepala ), sebagai penghormatan, dan sebagai upah,
isi daksina dengan ketentuan seperti di atas.
Banten pada ayaban lengkap dan daksina pengrajeg karya 88855,beras 5 catu,
kelapa 5 buah, telur 5 biji, benang 5 tukel. Daksina bagi pengrajeg karya lebih besar volumenya
dari tukang banten terutama uangnya. Pengrajeg karya atau sang yajamana, mendapatkan
pengormatan dengan berikannya daksina, punya yang ada pada daksina pengrajeg karya lebih
besar dari punyatukang banten, ini disebabkan tanggung jawab pengrajeg karya lebih besar.
Sedangkan daksina Bhujangga / wiku Manggala Upacaradaksinanya,88855, rayunan
mentah (atos ) lengkap, serta berisi punya berpakampuh( kain seperadeg), lunggka (kasur
tempat duduk), payung, kekasang,arum-aruman (wangi-wangian ). Selain sesari Uang juga
dilengkapai punya , ini pengormatan kepada sang muput yadnya, agar yadnya itu dapat berasil
dengan baik, Bila tanpa daksina kemungkinan yadnya tidak berasil, kalau berasil sang muput
yang mendapat pahala (mahabharata Aswamedha Yadnya ).Penghormatan terhadap Manggala
upacara (wiku) pemuput juga lebih tinggi dari pangrajeg karya, hal ini karena manggala upacara
sebagai pemuput yadnya yang bertanggung jawab sekala dan niskala.
12
Pada upacara negtegan beras, juga dilakuan upacara ngingsah, setelah beras
di ingsah (beras dicuci ) kemudian direka ,yaitu beras yang sudah dicuci dibentuk seperti
manusia, dua buah yaitu laki dan perempuan, dengan uang bolongpengrekaan 108. Buat daksina
Linggih 1 buah, memakai cili dan mesesari uang bolong 211. Makna dari pada ngingsah atau
menyucikan sarana yang akan dijadikan bahan upacara adalah, mohon
tirtha amertha, sebagai simbolisasi pemuteran Gunung Mandara Giri pada Adi Parwa,
keluarlah amertha. Air dari hasil ngingsah tersebut dipakai menyucikan tempat pedagingan di
pelinggih dan di ketiskan (siratkan ) di pelemahan tempatupacara, sebagai simbol penyucian.
Setelah selesai upacara pengingsahan, kemudian dilakukan upacara pemendak
Siwi, Siwi artinya jungjungan Siwi berarti Siwa/ Tuhan ,Ngadegang Ida Bhatara, Dewa Nini
(dewa Sri), Dewa sedana (dewa arta benda), penuntunan yang digunakan adalah carang dapdap
cabang tiga dan diikat dengan benang tridatu, Carang dapdap adalah kayu sakti atau
tongkatnya Siwa, cabang tiga bermanka Siwa bermata tiga, juga dilaksanakan
melaspas Bagyapula kerti, diiring tarian rejang, dilengkapi dengan alat-alat upacara yaitu
tombak (bandrang) lelontek, payung pagut, keris dan alat upacara lainnya.
Makna dari upacara ngadegan dan mendak
siwi adalah utpeti atau menstanakanpara Dewa. Bagya pula
kerti, Bagya artinya bahagia, pula artinya menanam,kerti artinya perbuatan atau karma,
jadi bagya pula kerti maknanya adalah perbuatan yang baik akan mendapatkan /pahala
kebahagiaan. Pada saat ini juga dilaksanakan upacara ngadegang Sanggar Rare
Angon agar yadnya yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik atau berasil atas
Waranugraha Rare Angon.
Setelah selesai upacara mendak Siwi, dan upacara ngadegang maka dilanjutkan
dengan Manggala Upacara munggah mapuja, didahului dengan penyucian lingkungan dan
serana upacara semua, dengan upacara (Bhumi Sudha).
Dilanjukan dengan mepadha tawur, yaitu upacara penyupatan
wewalungan /binatang yang akan dijadikan caru. Wiku /mangala upacara yang
memimpin upacara mepada menyucikan wewalungan dan
13
mengantarkan roh wewalungan /binatang ke tempat masing-masing, dengan puja sang
Sulinggih, yaitu binatang kaki dua ketimur ke Hyang Iswara, binatang kaki empat ke selatan
ke Hyang Brahma, binatang yang berjalan dengan dada ke barat ke Hyang Maha Dewa,
binatang yang hidup di air ke utara ke Hyang Wisnu, yang berkaki banyak ke tengah ke Hyang
Siwa. Manggala upacara mendoakan binatang tersebut apabila kalau terjadi punarbawa
nantinya agar lahir menjadiwiku sakti. Setelah upacara bhuta yadnya dilanjutkan
dengan upacara melasti kesegara. Makna upacara melasti yang dijelaskan dalam Lontar
Swamandala danLontar Sundarigama, yaitu menganyutkan kekotoran alam semesta termasuk
kekotoran badan manusia (bhuana alait ) , dan mohon air kehidupan di tengah samudra
( anganyut aken papaklesaning bhuana angamet sarining amertha ring telenging segara ).
Pada puncak upacara pelaksanaan yadnya, sangar tawang atau sanggar
pesaksi munggah banten suci dan perlengkapannya, dihiyas dengan kain Bali(cepuk) makna
nista, Patola Merah bermakna (madya ) Kain sutra bermakna(Utama ) dan
sutra diprada bermakna (utamaning utama ). Semua upakara dan perlengkapan di
sanggar tutwan, yaitu daksina, setelah selesai upacara diberikan kepada Pengrajeg
karya, sebagi simbol penghormatan. Bila tidak dilakukan makayadnya tidak sukses ( tan sida
ikang karya ).
Diceritakan tentang lembu, kalau di Jawa, lembu adalah kendaraan (wahana
) para Dewata untuk pergi ke parayangan Bhatara di Gunung Semeru. Sedangkan di Bali,
atmanya lembu/kerbau, sebagai kendaraan para Dewata untuk pergi ke Gunung Agung,
demikian jangan lupa. Lembu atau mahisa adalah kendaraan Dewa Siwa.
Pada hari ketiga Setelah puncak upacara , dilaksanakan upacara
ngremekin, upakara yang dipersembahkan di pelinggih pesaksi, Suci dan kelengkapannya.
Serta dipelinggih lainya juga mugah banten. Setelah selesaiupacara
ngremekin, semuaa layuan (bunga ) bekas upacara dikumpulkan dan di bakar, abunya
dimasukan dalam kelungah kelapa gading yang dikasturi,kemudian dibungkus dengan kain
putih serta isi kwangen dan tanam di belakangpelinggih tempat upacara. Makna dari
14
upacara ngremikin adalah mohon kesejahtraan (kesuburan), remekan artinya pupuk yang
membuat subur tanaman, ditanam dimasukkan kebumi/tanah agar tanah menjadi subur. Dengan
suburnya tanah semua yang ditanam akan mengasilkan, untuk kesejahtraan manusia.
Sebagai ucapan terimakasih kepada tukang banten dan pengrajeg karya, di
berikan punya berupa sesari, kain seperadeg ( satu setel), pisau 2 buah, dan apa bila ditambah
permata sangat utama. Hal ini dilakukan untuk penghormatan dan menjaga hubungan baik serta
sebagai sarana ikatan batin dan memudahkan komunikasi selanjutnya bila ada upacara lagi.
Dewa Siwa Bersabda , karena sekarang Si Tahak dan Si Tuwek, sudah paham
tentang upacara panca yadnya, maka mempunyai kewajiba mengajarkan kepada umat manusua
di dunia ini, yaitu : tentang upacara
Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Bhuta Yadnya,Manusa Yadnya.
Tata cara manggala upacara waktu mepuja yaitu jika upacara Dewa yadnyamanggala
upacara menghadap ke Timur, bila memuja upacara Bhuta yadnya, manggala
upacara menghadap selatan, bila memuja upacara manusa yadnyamanggala upacara waktu
memuja menghadap barat dan memuja upacara Rsi yadnya manggala upacara menghadap
utara. Upacara Dewa Yadnya danupacara Rsi yadnya manggala upacara menghadap
ke ulu. Yang dimaksud uluadalah timur sebagai terbinya matahari dan utara Gunung, yaitu
sebagai Siwa acala (linggih Bhatara Siwa ). Sedangkan upacara Bhuta Yadnya menghadap
selatan, karena selatan menurtut pengideran, selain tempat Dewa Brahma juga Tempat Durga
rajanya Bhuta kala. Sedangkan Upacara Manusa yadnya manggalaupacara menghadap Barat,
barat tempatnya Dewa Maha Dewa beliau adalahdewaning mule-mule (emas ), maknanya selain
mohon penyucian (samskara ) juga mohon kesejahtraan.
Untuk selanjutnya agar anda ketahui, tentang upakara yang lengkap, tentang
sesamuhan dan semua suci belajarlah kepada Bhagawan Sukra, demikianSabda Bhatara
Siwa. Karena Bagawan Sukra sudah terlebih dahulu mengetahuinya. Bhatara
Siwa Kembali kekayngan. Selanjutnya dalam lontar Rare Angon membicaraka
tentang upakara yang
15
diajarkan oleh Bhagawan Sukra. Kepada kedua bhujangga tersebut. Penulis tidak melanjutkan
lagi.
16
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan di atas penulis dapat menarik beberapa kesimpulkan sebagai
berikut :
1. Lontar Rare Angon tergolong ajaran Siwaistik
2. Siwa Berubah wujud menjadi pengembala lembu, untuk memberikan ajaran kepada Bhujangga
(Wiku ) yang bernama Si Tahak dan Si Tuwek.
3. Komunikasi yang di bangun dalam Lontar Rare Angon antara Siwa sebagai Komunikator
dan Si Tahak dan Si Tuwek Sebagai Komunikan, komunikasi yang terjadi adalah dengan
metode dialog Verbal.
4. Inti Ajaran yang di sampaikan adalah tentang Upacara Dewa Yadnya, Resi Yadnya, Manusa
Yadnya, dan Bhuata Yadnya.
5. Dalam upacara yadnya agar sukses ngadegan Rare Angon beserta Upakaranya.
6. Selain Manggala Upacara (Pemuput Yadnya yang mendapat pengormatan,tidak kalah
pentingnya, Pengrajeg Karya (dudukun/ yajamana )dan Tukang banten juga mendapat
pengormatan dalam Lontar Rare Angon, dengan memberikan Daksina ( Pengormatan/upah).
7. Dalam Lontar Rare Angon jelas sekali diurakan dedudonan yadnya secara berurutan yang
diajarkan oleh Dewa Siwa, yaitu : Mulai dari Nanceb Salon (Ngadegang Sanggar Tutwan ),
Negtegan Beras, Ngingsah, Bhumi sudha, Mapada Tawur, Bhuta Yadnya,
Ngadegang/Mendak Siwi, Mekiyis, Puncak karya, Nganyarin dan Nelun Nyineb Karya (
Ngremekin ).

17
B. Saran
Dari uraian tersebut di atas dapat disarankan sebagai berikut :
1. Bagi Pandita/Pemangku dan Tukang Banten wajib mengetahui isi dari Lontar Rare Angon
karena sampai saat ini masih digunakan rujukan dalam upacara panca yadnya.
2. Bagi yang berminat, penulis mempunyai teks yang berbahasa kawi akasara latin, dapat di kopi.
18

DAFTAR PUSTAKA

1. Transkrif Lontar Rare Angon


2. Transkrif Lontar Wraspati Tattwa,
3. Transkrif Lontar Kala tattwa,
4. Transkrif Lontar Swamandala
5. Transkrif Lontar Sundari Gama
6. Transkrif Lontar Bhuana Kosa

7. Transkrif Lontar Dewa Tattwa.

Anda mungkin juga menyukai