Anda di halaman 1dari 21

CASE REPORT

KATARAK KOMPLIKATA ODS + HIPERTENSI

Disusun oleh:

Putu Arya Laksmi Amrita Kirana


1718012210

Perceptor:
Dr. Aryanti Ibrahim, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SMF BAGIAN MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny.Turniati
Umur : 43 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pakuan Ratu, Way Kanan
Tanggal Pemeriksaan : 19 Desember 2019

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Penglihatan buram berkabut pada mata kanan dan kiri sejak 20 tahun lalu dan
memberat sejak 3 tahun ini tanpa disertai mata merah

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien rujukan dari RSUD Zainal Abidin, datang ke Poliklinik Mata RSUD Abdul
Moeloek pada tanggal 19 Desember 2019 dengan keluhan Penglihatan buram berkabut
pada mata kanan sejak ± 20 tahun lalu dan memberat sejak ±3 tahun ini tanpa disertai
mata merah.
Pada awalnya,20 tahun yang lalu, pasien mengaku kelilipan namun tidak
dilakukan pengobatan hingga terjadi mata merah, belek lengket yang keluar terus
menerus disertai pandangan buram dan terlihat seperti ada bintik putih. Sekarang keluhan
mata merah disangkal, namun pandangan buram berkabut semakin memberat sejak ± 3
tahun yang lalu.
Beberapa bulan setelah muncul keluhan pada mata kiri, keluhan berupa
pandangan buram berkabut dirasakan. Semakin lama semakin buram hingga pasien tidak
dapat melihat hingga jarak yang sangat dekat. Mata merah disangkal, gatal disangkal.
Pasien memiliki hipertensi tidak terkontrol.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat trauma pada mata (+), riwayat memakai kaca mata (+), hipertensi (+), DM
(-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Keluhan serupa pada keluarga tidak ada
 Riwayat penyakit mata lainnya tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Present :
- Keadaan Umum : Baik, Aktif
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan Darah : 150/90mmHg
- Nadi : 92x/menit
- Pernafasan : 20x/menit
- Suhu : 36,8○C

Status Generalis:
A. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 92x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,6oC

Status Generalis
Kepala
Muka : Simetris, normochepal, oedem (-)
Rambut : Hitam, pertumbuhan merata
Mata : Simetris
Telinga : Simetris, sekret (-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-)
Kesan : Dalam batas normal

Leher
Trakea : Deviasi trachea (-), letak normal
KGB : Tidak pembesaran pada KGB leher
Kesan : Dalam batas normal

Thoraks
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Systolic thrill tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)
Kesan : Pemeriksaan jantung dalam batas normal

Paru

Anterior Posterior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Inspeksi Normochest, Normochest, Normochest, Normochest,
pergerakan dada pergerakan dada pergerakan dada pergerakan dada
simetris simetris simetris simetris
Palpasi Fremitus taktil Fremitus taktil Fremitus taktil, Fremitus taktil,
dan ekspansi dada dan ekspansi dada ekspansi dada ekspansi dada
dextra = sinistra dextra = sinistra dextra = sinistra dextra = sinistra
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (N), Vesikuler (N), Vesikuler (N), Vesikuler (N),
ronki -/-, ronki -/- ronki -/-, ronki -/-,
wheezing -/- wheezing -/- wheezing -/- wheezing -/-

Kesan : Pemeriksaan paru dalam batas normal


Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar & lien tidak teraba
Kesan : Pemeriksaan abdomen dalam batas normal

Ekstremitas
Superior : Lengkap, cacat (-), oedem (-/-)
Infrerior : Lengkap, cacat (-), oedem (-/-)
Kesan : Dalam batas normal
STATUS OFTALMOLOGIS

Lensa keruh

OD OS
½ /60 VISUS 1/60
Normal GERAK BOLA MATA Normal
Tidak dilakukan skiaskopi SKIASKOPI Tidak dilakukan skiaskopi
Eksoftalmus (-), Eksoftalmus (-),
endoftalmus (-), deviasi (-), BULBUS OCULI endoftalmus (-), deviasi (-),
strabismus (-), nistagmus (-) strabismus (-), nistagmus (-)
Dalam batas normal SUPERSILIA Dalam batas normal
Parese (-), paralise (-) PARESE/PARALISE Parese (-), paralise (-)
Edem (-), hiperemis (-) PALPEBRA SUPERIOR Edem (-), hiperemis (-)
Edem (-), hiperemis (-) PALPEBRA INFERIOR Edem (-), hiperemis (+)
Injeksi (-), sekret (-) KONJUNGTIVA PALPEBRA Injeksi (-), sekret (-)
Injeksi (-) KONJUNGTIVA FORNIKS Injeksi (-)
Injeksi (-), Sekret (-) KONJUNGTIVA BULBI Injeksi (-), sekret (-)
Ikterik (-), injeksi (-) SKLERA Ikterik (-), injeksi (-)
Keruh, sikatrik (+) KORNEA Keruh, sikatrik (+)
Dalam, hipopion (-), CAMERA OCULI Sulit dinilai
hifema (-) ANTERIOR
Coklat, kripta sulit dinilai IRIS Sulit dinilai
Bulat, Regular, Refleks Bulat, Regular
PUPIL
Cahaya (+)
Kekeruhan sebagian LENSA Kekeruhan sebagian
Refleks (+) SHADOW TEST Sulit dinilai

IV. RESUME
Pasien wanita berusia 43 tahun datang ke poliklinik mata RSUD Abdul Moeloek dengan
keluhan penglihatan buram berkabut pada mata kanan dan kiri sejak 20 tahun lalu dan
memberat sejak 3 tahun ini tanpa disertai mata merah. 20 tahun yang lalu, pasien mengaku
kelilipan namun tidak dilakukan pengobatan hingga terjadi mata merah, belek lengket yang
keluar terus menerus disertai pandangan buram dan terlihat seperti ada bintik putih.
Sekarang keluhan mata merah disangkal, namun pandangan buram berkabut semakin
memberat sejak ± 3 tahun yang lalu. Keluhan serupa dirasakan pada mata kanan beberapa
bulan setelahnya dan semakin memberat seiring berjalan nya waktu. Hipertensi (+), DM (-
). Hasil pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal, VOD ½ /60, VOS 1/60,
kornea ODS keruh dan tampak sikatrik, COA OD dalam, iris OD sulit dinilai, reflek pupil
OD (+), lensa OD keruh sebagian, shadow test OD (+). COA OS sulit dinilai, iris OS sulit
dinilai, reflek pupil dan shadow test OS sulit dinilai.

V. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Slit lamp
- Pemeriksaan Biometri

VI. DIAGNOSA BANDING


- Katarak Komplikata ODS
- Katarak Imature ODS
- Keratopati ODS
- Hipertensi

VII. DIAGNOSA KERJA


- Katarak komplikata ODS + hipertensi

VIII. PENATALAKSANAAN
- Fakoemulsifikasi dan implantasi lensa intraokular (IOL)

IX. PROGNOSA
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Fungtionam : Dubia
Quo ad Sanationam : Dubia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa


2.1.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah bagian dari bola mata yang berbentuk bikonveks, avaskular,
transparan, terletak di belakang iris dan di depan vitreus, ditopang oleh Zonula Zinii
yang melekat ke korpus siliaris (Gambar 1). Lensa terdiri dari kapsul, epitel, korteks,
dan nukleus. Kapsul lensa yang bersifat elastik berfungsi untuk mengubah bentuk
lensa pada proses akomodasi.
Pada bagian anterior lensa terdapat humor aquaeus dan disebelah posterior
terdapat viterus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang dapat
dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular.
Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia,
serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi
kurang elastik.
Lensa terdiri dari 60% air, 35% protein, dan sedikit mineral yang biasa ada di
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada kebanyakan
jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun
tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf di lensa.

Gambar 1 : Anatomi lensa manusia


2.1.2 Fisiologi Lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan
serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang
terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus
ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi
sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya.
Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan
pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang. Selain itu
juga terdapat fungsi refraksi, yang mana sebagai bagian optik bola mata untuk
memfokuskan sinar ke retina.

2.1.3 Metabolisme Lensa Normal


Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium
dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium
di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di
bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke
aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian
anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase,
sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase.
Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur
HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga
untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah
enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose
oleh enzim sorbitol dehidrogenase. Gangguan lensa adalah kekeruhan, distorsi,
dislokasi, dan anomali geometrik. Pasien yang mengalami gangguan-gangguan
tersebut akan menderita kekaburan penglihatan tanpa nyeri.
2.2 Katarak
2.2.1 Definisi Katarak
Katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa mata
sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata. Katarak dapat disebabkan
karena terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air dan elektrolit, karena
denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya. Sekitar 90% kasus katarak
berkaitan dengan usia dan penyebab lain adalah kongenital dan trauma.
Katarak berasal dari terminologi Yunani yaitu cataractos, yang berarti air yang
mengalir cepat. Saat air turbulen, maka air akan menjadi berbuih. Orang Yunani pada
jaman dulu juga melihat hal yang sama terjadi pada katarak yaitu penurunan tajam
penglihatan akibat akumulasi cairan turbulen. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.
Kekeruhan lensa pada katarak biasanya mengenai kedua mata dan berjalan
progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu lama. Katarak
umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam
penyakit mata dapat mengakibatkan katarak, seperti glaukoma, ablasi, uveitis, dan
retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan dengan proses intraokular lainnya.
Katarak dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu katarak kongenital
adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia
kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi
yang cukup berarti terutama akibat penanganan yang kurang tepat.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan
riwayat prenatal ineksi ibu seperti Rubella pada kehamilan trimester pertama dan
pemakaian obat selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat riwayat
kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali. Pemeriksaan darah pada katarakk
kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes
mellitus, kalsium, dan fosfor. Hampir 50% katarak kongenital adalah sporadik dan
tidak diketahui penyebabnya.
Katarak juvenil terjadi pada orang muda yang mulai terbentuknya pada usia
kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya, seperti:
1. Katarak metabolik
a. Katarak diabetik dan galaktosemia
b. Katarak hipokalsemik
c. Katarak defisiensi gizi
d. Katarak aminoasidur
e. Penyakit Wilson
f. Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain
2. Otot
a. Distrofi miotonik
3. Katarak traumatik
4. Katarak komplikata
a. Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikrotalmia,
aniridia, pembuluh haloid persisten, heterokromia iridis)
b. Katarak degeneratif (dengan myopia dan distrofi vitreoretinal)
c. Katarak anoksik
d. Toksik
e. Katarak radiasi

Katarak senilis, terjadi pada orang berusia lanjut yang dicirikan dengan
kekeruhan pada lensa, yang berlanjut menjadi pembengkakan lensa, dan penyusutan
dengan hilangnya kejernihan lensa secara total. Lebih lanjut lagi, korteks akan
mencair untuk membentuk cairan putih (katarak Morgagni) yang akan menyebabkan
peradangan berat jika kapsul lensa pecah dan bocor. Katarak yang sangat lanjut
dengan zonula yang lemah rentan terhadap dislokasi ke anterior atau posterior.

2.2.3 Epidemiologi
Penelitian-penelitian di Amerika Serikat mengidentifikasi adanya katarak pada
sekitar 10% orang, dan angka kejadian ini meningkat hingga sekitar 50% untuk
mereka yang berusia antara 65 sampai 74 tahun, dan hingga sekitar 70% untuk
mereka yang berusia lebih dari 75 tahun. Pada tahun 2010, prevalensi katarak di
Amerika Serikat adalah 17,1%. Menurut Sperduto dan Hiller menyatakan bahwa
katarak ditemukan lebih sering pada wanita dibanding pria. Pada penelitian lain oleh
Nishikori dan Yamomoto, rasio pria dan wanita adalah 1:8 dengan dominasi pasien
wanita yang berusia lebih dari 65 tahun dan menjalani operasi katarak.

Sama halnya di Indonesia, katarak juga merupakan penyebab utama


berkurangnya penglihatan. Diketahui bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia
berkisar 1,2 % dari jumlah penduduk dan katarak menduduki peringkat pertama
dengan persentase terbanyak yaitu 0,7 %. Berdasarkan beberapa penelitian katarak
lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria dengan ras kulit hitam paling banyak.

2.2.4 Manifestasi Klinis


A. Anamnesis
Anamnesis yang cermat penting dalam menentukan progresi dan gangguan
fungsional penglihatan akibat katarak dan juga dalam mengidentifikasi penyebab
lain yang terjadi kekeruhan pada lensa.
1. Penurunan Tajam Penglihatan
Penurunan tajam penglihatan merupakan keluhan paling umum pada
pasien dengan katarak. Keluhan berupa penglihatan berasap dan tajam
penglihatan yang menurun secara progresif. Visus mundur yang derajatnya
tergantung pada lokalisasi dan tebal tipisnya kekeruhan. Bila kekeruhan lensa
tipis, kemunduran visus sedikit atau sebaliknya. Jika kekeruhan terletak di
equator, penderita tidak akan mengalami keluhan penglihatan.
2. Glare
Keluhan ini berupa menurunnya sensitivitas kontras pada cahaya terang
atau silau pada siang hari atau pada arah datangnya sinar pada malam hari.
Gangguan seperti ini muncul utamanya pada pasien dengan katarak
subkapsular posterior dan pada pasien dengan katarak kortikal.
3. Myopic Shift
Progresi katarak seringkali meningkatkan kekuatan dioptrik lensa
menyebabkan terjadinya myopia or myopic shift derajat ringan hingga
sedang. Akibatnya, ada pasien presbiopik melaporkan peningkatan
penglihatan jarak dekat dan tidak membutuhkan kacamata baca saat mereka
mengalami hal yang disebut second sight. Namun, munculnya sementara dan
saat kualitas optis lensa mengalami gangguan, maka second sight tersebut
akan hilang. Myopic shift dan second sight tidak terjadi pada katarak kortikal
dan subkapsular posterior.
4. Monocular Diplopia
Penderita melihat dua bayangan yang disebabkan refraksi dari lensa
sehingga benda-benda yang dilihat penderita akan menyebabkan silau.

2.2.5 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan katarak meliputi pemeriksaan mata lengkap dimulai dari tes tajam
penglihatan. Pada katarak senil, tajam penglihatan akan menurun secara perlahan-
lahansesuai dengan grading densitas kekeruhan lensa menurut Burrato:
a. Grade 1: visus masih baik > 6/12, dengan lensa yang tampak sedikit keruh,
b. Grade 2: nukleus dengan kekeruhan ringan, visus 6/12 – 6/30, dengan nukleus
yang kekuningan
c. Grade 3: nukleus dengan kekeruhan medium, visus 3/60 – 6/30, korteks telah
mengalami kekeruhan
d. Grade 4: nukleus telah mengeras, visus antara 1/60 – 3/60, nucleus berwarna
kuning kecoklatan.
e. Grade 5: nukleus sangat keras dengan visus 1/60 atau lebih jelek dengan nukleus
berwarna coklat atau hitam.

Pemeriksaan pada lensa dilakukan dengan menyinarinya dari samping. Lensa


akan tampak keruh keabuan atau keputihan dengan latar hitam. Kamera anterior
dapat menjadi dangkal dan iris terdorong kedepan, sudut kamera anterior menyempit
sehingga tekanan intraokuler meningkat, akibatnya akan terjadi glaukoma sekunder.
Pemeriksaan dengan slitlamp juga penting selain untuk memeriksa kekeruhan
lensa juga untuk struktur mata lainnya (misal konjungtiva, kornea, iris, kamera
anterior). Selain itu, pemeriksaan dengan ophthalmoskopi langsung maupun tak
langsung penting untuk mengevaluasi bagian posterior mata sehingga dapat diketahui
prognosis setelah ekstraksi lensa. Pada fundus reflex dengan pemeriksaan
opthalmoskop kekeruhan tersebut tampak hitam dengan latar oranye. dan pada
stadium matur hanya didapatkan warna putih atau tampak kehitaman tanpa latar
orange, hal ini menunjukkan bahwa lensa sudah keruh seluruhnya.

2.2.6 Penatalaksanaan
Satu-satunya pengobatan untuk katarak adalah pembedahan. Pembedahan
dilakukan jika penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata
untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa
penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya, menggunakan
kaca mata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak
tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan. Pembedahan katarak
terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan.
A. Pengangkatan Lensa
Macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa:
1. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE) atau ekstraksi intrakapsular
- Jenis pembedahan yang sudah jarang dilakukan ini adalah mengangkat lensa in
toto, yakni mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya, melalui insisi limbus
superior 140 hingga 160 derajat.
- Pembedahan ini dapat dilakukan pada zonula Zinn yang telah rapuh atau
berdegenerasi dan mudah putus. Pada ekstraksi ini tidak akan terjadi katarak
sekunder.
2. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) atau ekstraksi ekstrakapsular.
- Ekstraksi ini adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior
sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut.
- Jenis pembedahan ini sejak beberapa tahun silam telah menjadi operasi
pembedahan katarak yang paling sering dilakukan karena apabila kapsul
posterior utuh, maka lensa intraokuler dimasukkan ke dalam kamera posterior.
Insidensi komplikasi pasca-operatif lebih kecil terjadi jika kapsul posteriornya
utuh.
3. Fakoemulsifikasi
- Fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya) adalah teknik
ekstrakapsular yang menggunakan getaran - getaran ultrasonik untuk
mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi limbus yang kecil (2-5 mm),
sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca operasi.

B. Penanaman Lensa Baru


Penderita yang telah menjalani pembedahan katarak biasanya akan mendapatkan
lensa buatan sebagai pengganti lensa yang telah diangkat. Lensa buatan ini
merupakan lempengan plastik yang disebut lensa intraokular, biasanya lensa
intraokular dimasukkan ke dalam kapsul lensa di dalam mata.

Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan


jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan
gangguan penglihatan yang serius. Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan
dan mempercepat penyembuhan, selama beberapa minggu setelah pembedahan
diberikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera, penderita
sebaiknya menggunakan kaca mata atau pelindung mata yang terbuat dari logam
sampai luka pembedahan benar-benar sembuh.

2.6 Komplikasi
Glaukoma dikatakan sebagai komplikasi katarak. Glaukoma ini dapat timbul
akibat intumesenensi atau pembengkakan lensa. Jika katarak ini muncul dengan
komplikasi glaukoma maka diindikasikan ekstraksi lensa secara bedah. Selain itu
Uveitis kronik yang terjadi setelah adanya operasi katarak telah banyak dilaporkan.
Hal ini berhubungan dengan terdapatnya bakteri patogen termasuk
Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.
2.7 Prognosis
Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan
tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-
kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian pengelihatan
pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah
operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak
kongenital bilateral inkomplit yang progesif lambat.

2.8 Pencegahan
Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur yang tidak
dapat dicegah. Pemeriksaan mata secara teratur sangat perlu untuk mengetahui
adanya katarak. Bila telah berusia 60 tahun sebaiknya mata diperiksa setiap tahun.
Pada saat ini dapat dijaga kecepatan berkembangnya katarak dengan:
- Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan radikal bebas
dalam tubuh, sehingga risiko katarak akan bertambah
- Pola makan yang sehat, memperbanyak konsumsi buah dan sayur
- Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar UV mengakibatkan katarak pada
mata
- Menjaga kesehatan tubuh seperti kencing manis dan penyakit lainnya

2.3 Katarak Komplikata


Katarak komplikata adalah katarak yang terjadi sebagai akibat dari penyakit
intraokuler sehingga untuk penanganannya perlu untuk mempertimbangkan penyakit yang
mendasari. Penyakit intraokuler yang menyebabkan kekeruhan lensa pada katarak
komplikata adalah uveitis, hereditary retinal and vitreo retinal disorder, myopia tinggi dan
glaucoma.

2.3.1 Metabolisme Lensa yang Berhubungan dengan Katarak Komplikata

Nutrisi lensa berasal dari aquous humor. Pemberian nutrisi organ avascular dan
tidak mengandung saraf ini terjdi secara difusi dari aquous humor. Dalam hal ini
lensa bertindak sepenuhnya sebagai membrane semi permeable yang mengalirkan zat
nutrisi. Kerusakan kapsul akan merubah permeabilitas yang dapat menyebabkan
kekeruhan korteks lensa.

Lensa memiliki kadar protein tinggi yaitu 30% dari berat lensa. Kristialin
merupakan protein spesifik yang terdapat pada lensa. Pembentukannya dimulai pada
saat awal diferensiasi lensa dan selanjutnya pembentukannya terbatas. Ada dua
bentuk protein lensa yaitu water soluble dan water insoluble. Protein water soluble
terdiri dari kristalin α, β, γ yang dibedakan berdasarkan titik isoelektrik dan berat
molekulnya. Fungsinya sebagai penentu tingginya index refraksi lensa, penentu
factor genetic, dan sebagai antioksidan. Sedangkan water insoluble terdiri dari
albuminoid, protein membrane, yang berfungsi sebagai media transport melalui
membrane dan cytoskeletal protein yang merupakan elemen protein yang terdapat
pada kapsul lensa yang berfungsi pada saat akomodasi.

2.3.1 Mekanisme Pembentukan Katarak pada Uveitis

Mekanisme terjadinya katarak pada uveitis dipengaruhi oleh banyak factor


seperti adanya factor mediator inflamasi, dengan berbagai akibat seperti terjadinya
peningkatan permeabilitas sel lensa, diikuti perubahan non fisiologi pada aquous
humor atau vitreous.

Pada inflamasi terjadi reaksi berupa lepasnya radikal bebas. Respons sel epitel
terhadap lepasnya radikal bebas pada proses inflamasi intraokuler dimulai dari
lepasnya sel fagositik (neutrophil dan marofag). Sel-sel ini akan menghasilkan
superoxide, hydrogen peroxide dan hipoclorit. Primernya produk-produk ini
merupakan salah satu dari mekanisme anti bacterial killing tetapi jika dalam jumlah
banyak dapat berpotensi merusak jaringan local termasuk epitel lensa, sehingga
terjadi kekeruhan di epitel dan subscapular.

Kerusakan epitel lensa mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas


sehingga keseimbangan kation didalam dan dilua lensa terganggu akibat kandungan
air didalam lensa bertambah dan kadar protein total menurun. Semua hal tersebut
mengganggu transparansi lensa.
Semua keadaan ini berperan dalam hal transparansi lensa. Perubahan yang
terjadi bervariasi tergantung berat ringan, luas dan lamanya proses inflamasi. Secara
klinis penderita katarak komplikata karena uveitis adalah katarak sub capsular
posterior dengan keluhan silau, dan pandangan kabur, penglihatan dekat terasa lebih
terganggu dibandingkan penglihata jauh, dan pemeriksaan dengan slit lamp untuk
menilai kapsul posterior harus dengan pupil yang lebar.

2.3.2 Mekanisme Pembentukan Katarak karena Glaukoma

Mekanismenya adalah karena adanya peningkatan tekanan intraokuler yang


merusak centrak lentikuler epithelial cell serta degenerasi epitel korteks di anterior.
Pada glaucoma akut, kapsul berubah bentuk menjadi bergelombang tetapi tetap utuh
sehingga disebut fibrous metaplasia dan hyperplasia.

Secara histologis, sel epitel akan menjadi lebih gepeng, multilayered, rapuh,
mudah rusak dan keruh. Bersamaan dengan terjadinya perubahan-perubahan di
bagian anterior, korteks mengalami degenerasi sitoplasma dan menjadi encer. Secara
klinis, setelah serangan akut glaucoma akibat tekanan intraocular yang sangat tinggi
terlihat bercak ireguler di kapsul anterior, berwarna keputihan di area pupil.

2.3.3 Mekanisme Pembentukan Katarak pada Myopia Tinggi dan Hereditary Vitreo
Retinal Disorders

Pada myopia berat, sering terjadi komplikasi katarak sub kapsuler posterior.
Mekanisme terjadinya disebabkan oleh penyakit di bagian posterior sel-sel lensa
seperti inflamasi vitritis, myopia degenerasi, degenerasi di retina termasuk retinitis
pigmentosa yang mengakibatkan migrasi dan degenerasi sel-sel ekuator ke posterior
pole.

Proses migrasi ini tidak cukup dengan satu stimulus. Pada cataractogenesis
yang berperan adalah proses degenerasi, seperti pada retinitis pigmentosa katarak
terjadi karena factor degenerasi retina
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien wanita berusia 43 tahun datang ke poliklinik mata RSUD Abdul Moeloek
dengan keluhan penglihatan buram berkabut pada mata kanan dan kiri sejak 20 tahun lalu
dan memberat sejak 3 tahun ini tanpa disertai mata merah. 20 tahun yang lalu, pasien
mengaku kelilipan namun tidak dilakukan pengobatan hingga terjadi mata merah, belek
lengket yang keluar terus menerus disertai pandangan buram dan terlihat seperti ada bintik
putih. Sekarang keluhan mata merah disangkal, namun pandangan buram berkabut
semakin memberat sejak ± 3 tahun yang lalu. Keluhan serupa dirasakan pada mata kanan
beberapa bulan setelahnya dan semakin memberat seiring berjalan nya waktu. Hipertensi
(+), DM (-). Hasil pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal, VOD ½ /60,
VOS 1/60, kornea ODS keruh dan tampak sikatrik, COA OD dalam, iris OD sulit dinilai,
reflek pupil OD (+), lensa OD keruh sebagian, shadow test OD (+). COA OS sulit dinilai,
iris OS sulit dinilai, reflek pupil dan shadow test OS sulit dinilai.
Katarak adalah kekeruhan lensa mata yang dapat diakibatkan oleh sebab apapun dan
menimbulkan penurunan fungsi penglihatan berupa penurunan senstivitas kontras dan
tajam penglihatan. Kekeruhan pada lensa menyebabkan penurunan kemampuan tajam
penglihatan oleh karena lensa memiliki fungsi optik untuk memfokuskan sinar yang
masuk ke dalam mata dapat jatuh tepat pada retina. Penyebab katarak dapat disebabkan
oleh banyak faktor, namun yang terutama ialah akibat proses penuaan. Proses percepatan
timbulnya katarak biasanya berhubungan dengan adanya penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus dan juga pemakaian obat-obatan seperti steroid. Selain itu katarak juga dapat
disebabkan oleh penyakit intraokuler lainnya sehingga disebut sebagai katarak komplikata

Pada kasus ini, pasien berusia 43 tahun, mengalami pandangan buram berkabut sejak
20 tahun yang lalu. Sebelum muncul keluhan, ada riwayat trauma yang menyebabkan mata
pasien nyeri, merah, belek lengket yang keluar terus menerus, dan pandangan yang buram,
dan muncul bintik putih di pinggir limbus pasien. tetapi pasien tidak berobat hingga
pandangan buram semakin bertambah seiring berjalan nya waktu. Tidak ada riwayat
penggunaan obat steroid jangka panjang. Selain usia, penyebab lain yang dapat
menyebabkan katarak ialah adanya peradangan intraokular yang biasanya berhubungan
dengan uveitis dan glaukoma akut. Faktor lingkungan seperti kebiasaan merokok dan
pajanan ultraviolet ternyata juga berkorelasi signifikan dengan pravalensi katarak.Pasien
memiliki riwayat hipertensi. Menurut beberapa sumber, hipertensi tidak menyebabkan
secara langsung terjadinya katarak pada lansia, tetapi hipertensi menjadi salah satu factor
predisposisi penyakit katarak yang disebabkan proses metabolism darah tidak optimal,
sehingga dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.

Pada hasil pemeriksaan ophtalmologi, didapatkan hasil, VOD ½ /60, VOS 1/60,
kornea ODS keruh dan tampak sikatrik, COA OD dalam, iris OD sulit dinilai, reflek pupil
OD (+), lensa OD keruh sebagian, shadow test OD (+). COA OS sulit dinilai, iris OS sulit
dinilai, reflek pupil dan shadow test OS sulit dinilai. Menunjukkan pasien mengalami
katarak stadium immature.
Pada penatalaksanaan direncanakan tindakan fakoemulsifikasi dan IOL.
Fakoemulsifikasi merupakan teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular yang paling sering
digunakan saat ini. Teknik ini menggunakan vibrator ultrasonik genggam untuk
menghancurkan nukleus yang keras hingga substansi nukleu dan korteks dapat diaspirasi
melalui suatu insisi berukuran sekitar 3 mm untuk memasukkan lensa intraokular yang
dapat dilipat (foldable intraocular lens). Teknik ini digunakan karena didapatkan kondisi
intraoperasi lebih terkendali, perbaikan luka yang lebih cepat dengan derajat distorsi
kornea yang lebih rendah, dan mengurangi peradangan pascaoperasi, sehingga berakibat
pada rehabilitasi penglihatan yang lebih singkat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Olver J, Cassidy L. Ophthalmology at A Glance. Hongkong: SNP Best-set Typesetter


Ltd; 2005. p36-9.
2. KBI Gemari. 2002. Penderita katarak di Indonesia selalu bertambah 210.000 orang per
tahun. Available at: http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php.
3. Vaughan, DG dkk.2000.Oftalmologi Umum edisi 14, Jakarta: Widya Medika.
4. PERDAMI. 2006. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum & Mahasiswa Kedokteran,
PERDAMI.
5. Fajaru. Semua Tetang Katarak. Available at: http://kinton.multiply.com/reviews/item/5.
Accessed : 9th Oktober 2009.
6. Iljas, S. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
7. Mehta, R., Patil, M., & Page, S. (2016).Comparative study of cataract in hypertensive
patients and non-hypertensive patients. Indian Journal of Clinical and Experimental
Ophtalmology, 2(2), 153–157.
8. Beebe, D. C., Shui, Y. B., & Holekamp, N. M. (2010). Biochemical Mechanism of Age-
Related Cataract. Ocular Disease Mechanism and Management, 231-237

Anda mungkin juga menyukai