Anda di halaman 1dari 46

askep komunitas pada keluarga dengan TBC

07 Des 2011 Tinggalkan komentar

by miratisel in Uncategorized

PROPOSAL KTI

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KELUARGA

DENGAN SALAH SATU ANGGOTA MENDERITA TBC DI

DUSUN MANUMUTIN KELURAHAN MANUMUTIN

KECAMATAN KOTA ATAMBUA WILAYAH

KERJA PUSKESMAS HALIWEN

KABUPATEN BELU

Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

Pendidikan Ahli Madya Keperawatan pada

Akademi Keperawatan Kabupaten Belu

OLEH

YULMIRA MARIA TISEL

NIM: 5306.09.602

PEMERINTAH KABUPATEN BELU

AKADEMI KEPERAWATAN

2011

LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal dengan judul “ Asuhan Keperawatan Komunitas pada Keluarga dengan salah satu anggota
keluarga tenderita TBC Paru di dusun Manumutin,Kelurahan Manumutin kecamatan kota
Atambua,wilayah kerja puskesmas Haliwen,Kabupaten Belu “

Telah disetujui untuk dilakukan studi kasus untuk asuhan keperawatan komunitas pada keluarga
dengan salah satu anggota keluarga menderita TBC Paru

Pada Hari : Kamis


Tanggal : 12 Mei 2011

Oleh

Pembimbing

Imelda Manek Laku,S.Kep.Ns.

NIP : 19860918 201001 2 033

Mengetahui

Direktur Akademi Keperawatan Kabupaten Belu

Djulianus Tes Mau,S.Kep.Ns,M.Kes

NIP : 19670729 198903 1 010

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena atas berkat dan rahmat- Nya
proposal” Asuhan Keperawatan Komunitas pada Keluarga dengan salah satu anggota keluarga
menderita TBC “ ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya walaupun masih dalam bentuk yang
sederhana.

Proposal ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk melakukan studi kasus yang merupakan salah
satu persyaratan yang haruss dipenuhi untuk menyelesaikan pendidikan ahli Madya Keperawatan pada
Akademi Keperawatan Kabupaten Belu. Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini banyak
mendapatkan masukan dan bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu penulis tidak lupa
mengucapkan limpah terima kasih kepada ;

1. Drs.Joachim Lopez,selaku Bupati Belu yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan.
2. dr.Lau Fabianus,selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Belu yang telah mengijinkan
peneliti untuk melanjutkan pendidikan diploma III.
3. Djulianus Tes Mau,S.Kep,Ns,M.Kes,selaku Direktur Akademi Keperawatan Kabupaten Belu
yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengeyam pendidikan di Akademi
Keperawatan ini.
4. Kepala Puskesmas Haliwen dan staf Puskesmas Haliwen yang telah menerima dan
mengijinkan penulis melakkn studi kasus di wilayah kerjanya.
5. Imelda Manek Laku,S.Kep,Ns. selaku pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing dan memberikan masukan bagi penulis dalam penyusunan proposal ini.
6. Petugas perpustakaan yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
mendapatakan sumber bacaan yang berkaitan dengan proposal ini.
7. Kedua orang tua dan adik – adik ku serta keluarga besarku yang selalu mendukung penulis
selama melalui proses ini.
8. Teman – teman progsus keperawatan sekelas yang selalu memberikan warna dan inspirasi
perjuangan tersendiri bagi penulis selama melalui proses ini.
Penulis berupaya semaksimal mungkin agar proposal ini bisa menjadi baik dan layak untuk
sesama,namun penulis menyadari kesempurnaan masilah jauh dari proposal ini. Maka saran dan kritik
yang membangun dari semua pihak demi perbaikan proposal ini sangatlah diharapkan dan akan
diterima dengan lapang dada. Kiranya semua bantuan yang telah penulis dapatkan dibalaskan oleh
Yang Maha Kuasa.

Atambua, April 2011

Peneliti.

DAFTTAR ISI

Halaman

Halaman Judul……………………………………………………………………………………………
i

Lembar Persetujuan……………………………………………………………………………………. ii
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………. iii

Daftar Isi …………………………………………………………………………………………………..


v

Daftar Tabel……………………………………………………………………………………………..
vii

Daftar Gambar…………………………………………………………………………………………
viii

Daftar Lampiran……………………………………………………………………………………….. ix

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang………………………………………………………………………… 1
2. Rumusan Masalah……………………………………………………………………. 4
3. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum……………………………………………………………………. 4
2. Tujuan Khusus…………………………………………………………………… 4
3. Manfaat Penulisan ………………………………………………………………….. 4
4. Metode Penulisan …………………………………………………………………… 5
5. Sistematika Penulisan………………………………………………………………. 5

BAB II TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Dasar Teori

1. Keperawatan Komunitas

1. Pengertian Keperawatan Komunitas……………………………….. 6


2. Tujuan Keperawatan Komunitas…………………………………….. 7
3. Sasaran Keperawatan Komunitas……………………………………. 7
4. Strategi intervensi Keperawatan Komunitas…………………….. 8
5. Keluarga
1. Pengertian keluarga……………………………………………………….. 8
2. Ciri – ciri Keluarga………………………………………………………… 9
3. Tipe Keluarga……………………………………………………………….. 9
4. Tahap Perkembangan Keluraga…………………………………….. 10
5. Fungsi Keluarga………………………………………………………….. 13
6. Struktur Keluarga……………………………………………………….. 14
6. Penyakit TBC Paru
1. Pengertian TBC………………………………………………………….. 14
2. Anatomi sistem pernapasan………………………………………….. 15
3. Etiologi …………………………………………………………………….. 19
4. Patofisiologi……………………………………………………………….. 20
5. Manifestasi klinis………………………………………………………… 22
6. Pemeriksaan diagnostik……………………………………………….. 22
7. Klasifikasi pasien TBC………………………………………………… 25
8. Manajemen terapi………………………………………………………… 26
9. Komplikasi…………………………………………………………………. 30
2. Konsep dasar Asuhan Keperawatan
1. Asuhan Keperawatan Keluarga dalam Komunitas

1. Pengkajian………………………………………………………………….. 31
2. Perumusan diagnosa Keperawatan………………………………… 36
3. Penyusunan rencana Kperawatan………………………………….. 40
4. Implementasi………………………………………………………………. 41
5. Evaluasi……………………………………………………………………… 43
2. Asuhan Keperawatan Penyakit TBC
1. Pengkajian………………………………………………………………….. 44
2. Diagnosa Keperawaatan………………………………………………. 46
3. Intervensi Keperawatan……………………………………………….. 46
4. Implementaasi Keperawatan…………………………………………. 53
5. Evaluasi …………………………………………………………………….. 55

Daftar Pustaka

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 1 Perbedaan tahap Perkembangan Keluarga ……………. 11

Tabel 2 Obat – obatan untuk pengobatan TBC Paru ……………. 28

Tabel 3 Obat TB Paru kategori I ……………. 29

Tabel 4 Obat TB Paru kategori II ……………. 29

Tabel 5 Obat TB Paru kategori III ……………. 30

Tabel 6 Obat TB Paru sisipan ……………. 30

Table 7 Kriteria Prioritas Masalah. ……………. 38

DAFTAR GAMBAR

Hal.
Gambar 1 Hidung dan bagian – bagiannya. …………………… 16

Gambar 2 Trakea. …………………… 17

Gambar 3 Bronkus dan bronkiolus. …………………… 18

Gambar 4 Paru – paru. …………………… 19

Gambar 5 Mycobakterium tuberkulosis. …………………… 20

Gambar 6 Bagan alur penegakkan diagnosa TBC …………………… 23

Gambar 7a Gambar hasil rontgen paru dengan kavitis. …………………… 25

Gambar 7b Gambar hasil rontgen paru dengan TBC …………………… 25


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Pathway TBC

Lampiran II Surat Ijin Pengambilan Data

Lampiran III Lembar Konsul

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan
komunitas. Apabila setiap keluarga sehat akan tercipta komunitas yang sehat pula. Masalah kesehatan
yang dialami oleh sebuah keluarga dapat mempengaruhi komunitas setempat bahkan dapat pula
mempengaruhi komunitas global. Sebagai contoh apabila ada seorang anggota keluarga yang menderita
penyakit demam berdarah,nyamuk sebagai vector penularan dan penyebab dapat menggigit anggota
keluarga lain dan juga tetangga,dimana hal tersebut dapat mempengaruhi system keluarga dan juga
komunitas tempat keluarga tersebut tinggal. Membangun Indonesa sehat seharusnya dimulai dengan
membangun keluarga yang sehat sesuai dengan budaya keluarga ( Sudiharto,2007: 22). Peningkatan
kesehatan yang dipusatkan pada peningkatan kesehatan keluarga dan kesehatan masyarakat tidak
mungkin terwujud tanpa perbaikan dan peningkatan pelayanan kesejahteraan serta penanggulangan
penyakit, untuk itu perawatan kesehatan keluarga pun dibutuhkan. Perawatan kesehatan keluarga
adalah perawatan kesehatan yang ditujukan ke masyarakat atau keluarga sebagai unit atau kesatuan
yang dirawat dengan sehat sebagai tujuannya dan melalui perawatan sebagai sarana. Keluarga
dikatakan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling
mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan mempengaruhi keluarga-keluarga sekitar atau
masyarakat umum (Nasrul Effendi, 1989). Oleh karena itu, dalam melaksanakan asuhan keperawatan
komunitas pada keluarga yang menjadi prioritas utama adalah keluarga dengan masalah kesehatan
yang rentan (menular atau menjangkiti) anggota keluarga lainnya, seperti pada keluarga yang salah satu
anggota keluarganya menderita penyakit TBC Paru.

Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis.
Kuman ini berbentuk batang dan tahan asam dapat berupa organisme pathogen dan saprovit
( Sylvia,A.Price.2005: 825). Tanda dan gejala yang sering dijumpai atau dikeluhkan berupa batuk –
batuk berlendir atau tidak berlendir lebih dari 3 minggu, keringat berlebihan pada malam hari,napsu
makan berkurang,berat badan menurun,serta kelelahan dan kelemahan.

WHO melaporkan angka kesakitan dan kematian akibat kuman mycobakterium tuberkulosis masih
tinggi pada saat ini.Tahun 2009 jumlah penderita yang meninggal karena TBC sebanyak 1,7 juta orang
(600.000 diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus TB baru didunia pada tahun 2009 juga.
Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita TB adalah
usia produktif (15 – 55 tahun). Dinegara – negara miskin kematian akibat tuberkulosis menempatkan
25 % dari seluruh kematian yang terjadi. Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari
bagian TBC global yakni sekitar 38 % dari kasus tuberkulosis di dunia. Di Indonesia pada tahun 2009
WHO mencatat jumlah penderita tuberkulosis menurun ke peringkat lima dunia dengan jumlah
penderita 429.000 orang. Kesakitan dan kematian akibat TBC mempunyai konsekuensi yang sangat
signifikan terhadap permasalahan ekonomi baik secara individu,keluarga maupun masyarakat. Strategi
DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO
merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dijalankan secara
sungguh(www.depkes.go.id). Menurut WHO seseorang yang menderita tuberkulosis akan kehilangan
pendapatan rumah tangganya sekitar tiga sampai empat bulan.

Di kabupaten Belu berdasarkan data yang diambil dari bagian pemberantasan penyakit menular ( P2M)
Dinas Kesehatan Kabupaten Belu tahun 2008 penderita tuberkulosis paru berjumlah 443 orang ( laki –
laki 233 orang dan perempuan 210 orang), pada tahun 2009 berjumlah 599 orang( laki – laki 307 orang
dan perempuan 292 orang) dan pada tahun 2010 berjumlah 508 orang(laki – laki 262 orang sedangkan
perempuan 246 orang). Sedangkan di Puskesmas Haliwen berdasarkan data yang diperoleh dari
pengelola program tuberkulosis paru pada tahun 2008 penderita tuberkulosis berjumlah 24 orang,tahun
2009 berjumlah 17 orang. Pada tahun 2010 jumlah penderita dengan tuberkulosis paru di puskesmas
haliwen meningkat menjadi 37 orang dan hingga triwulan I pada tahun 2011 ini( periode januari –
maret) jumlah penderita tuberkulosis paru di puskesmas haliwen sebanyak 8 orang.

Penyakit tuberkulosis paru atau lazim yang dikenal masyarakat umum dengan TBC paru dapat diobati
dengan obat paket TB kombipak/OAT yang pada saat ini bisa didapat di puskesmas dengan gratis.
Penyakit ini dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan tempat tinggal atau rumah,mengupayakan
ventilasi rumah yang cukup dan baik sehingga pertukaran udara didalam rumah dan luar rumah
lancar,menghindari tempat yang berdebu, atau yang banyak polusinya saat beraktivitas,mengupayakan
agar rumah tempat tinggal mendapatkan penyinaran yang cukup sehingga rumah tidak lembab karena
rumah yang lembab merupakan salah satu tempat terbaik untuk berkembang biaknya mycobakterium
tuberkulosis, meningkatkan asupan makanan bergizi bagi keluarga pun dapat membantu menigkatkan
daya tahan tubuh untuk melawann infeksi bakteri ini saat kita tertular atau beresiko
tertular,mengurangi merokok terutama bila terdapat bayi dan balita dalam rumah. Pada bayi dapat
diberikan imunisai BCG untuk mencegah penyakit TBC yang bisa didapatkan di posyandu. Apabila
ditemukan tanda dan gejala seperti batuk-batuk yang tidak sembuh selama lebih dari 3(tiga)
minggu,berkeringat pada malam hari serta disertai napsu makan yang berkurang sebaiknya dibawa ke
sarana kesehatan yang terdekat untuk dilakukan pemeriksaan BTA untuk mengetahui apakah terinfeksi
bakteri mycobakterium tuberkulosis. Bila hasil pemeriksaan BTA positif maka penderita akan
mendapatkan pengobatan dengan obat paket tuberkulosis OAT secara berkelanjutan.

Karena kesembuhan seorang penderita tuberkulosis paru bukanlah dengan usaha secara individu,namun
dukungan dari keluarga dan pengawasan terhadap ketepatan konsumsi obat serta melihat penyakit TBC
Paru yang penderitanya semakin bertambah serta mengingat penyakit ini dapat dicegah maka penulis
tertarik untuk mengambil ” Asuhan Keperawatan Komunitas pada Keluarga dengan TBC Paru ”
sebagai judul karya tulis.

1. RUMUSAN MASALAH

” Bagaimana melakukan Asuhan Keperawatan komunitas pada keluarga dengan salah satu anggota
keluarga menderita TBC paru ?’

1. TUJUAN PENULISAN

1. Tujun Umum

Agar mahasiswa memahami dan dapat mengembangkan pola pikir ilmiah dalam memberikan asuhan
keperawatan komunitas keluarga dengan salah satu anggota keluarganya menderita TBC paru melalui
pendekatan proses keperawatan.

1. Tujuan Khusus

Agar mahasiswa dapat atau mampu melakukan :


a) Pengkajian keperawatan komunitas pada keluarga dengan TBC.

b) Merumuskan diagnosa keperawatan dan melakukan pengskoringan dengan skala priortas


masalah.

c) Menyusun rencana tindakan keperawatan.

d) Mengimplementasikan atau melaksanakan rencana tindakan yang telah disusun.

e) Evaluasi keperawatan pada rencana dan implementasi tindakan keperawatan.

f) Mendokumentasikan asuhan keperawatan komunitas pada keluarga.

1. MANFAAT PENULISAN

1. Bagi Keluarga

Mengetahui bagaimana cara merawat anggota keluarga dengan TBC paru dan mengetahui cara
pencegahannya dalam konteks keluarga dari segi fisik,mental dan sosial budaya serta ekonomi dan
lingkungan.

1. Bagi Penulis

a) Memperoleh pengetahuan dan ketrampilan tentang penerapan asuhan keperawatan komunitas


pada keluarga dengan TBC paru.

b) Mendapatkan pengalaman nyata dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
tuberculosis paru dalam konteks keluarga.

1. Bagi Institusi

a) Akademi Keperawatan Kabupaten Belu

Sebagai salah satu bahan acuan atau referensi dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
TBC paru diperpustakaan.

b) Puskesmas Haliwen

Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya penanganan dan penanggulangan kasus TBC paru.

1. METODE PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penyusunan proposal karya tulis ilmiiah ini adalah metode
deskriptif yaitu melalui studi kepustakaan terhadap buku – buku yang berhubungan dengan TBC paru
dan studi kasus pada pasien dengan TBC paru di keluarga dalam komunitas.

1. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I : Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang,rumusan

masalah, tujuan penulisan,manfaat penulisan,metode penulisan dan sisttematika penulisan.


Bab II :Tinjauan teoritis,menguraikan tentang konsep dasar komunitas, konsep dasar
keluarga,konsep dasar penyakit TBC Paru dan konsep dasar asuhan keperawatan keluarga dalam
komunitas dan asuhan keperawatan TBC.

Bab III : Tinjauan Kasus.

Bab IV : Pembahasan.

Bab V : Penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. KONSEP DASAR TEORI

1. KEPERAWATAN KOMUNITAS

1. Pengertian Keperawatan komunitas

WHO ( 1974) komunitas sebagai kelompok sosial yang ditentukan oleh batas – batas wilayah,nilai –
nilai keyakinan dan minat yang sama serta adanya saling mengenal dan berinteraksi antara anggota
masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Koentjaraningrat(1990) komunitas merupakan suatu
kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem
adat istiadat serta terikat oleh rasa identitas suatu komunitas.

Ruth B. Freeman(1981) keperawatan komunitas adalah satu kesatuan yang unik dari praktek
keperawatan dan kesehatan masyarakat yang ditujukan pada pengembangan serta peningkatan
kemampuan kesehatan,baik diri sendiri sebagai perorangan maupun secara kolektif sebagai
keluarga,kelompok khusus atau masyarakat.

Depkes RI ( 1986) keperawatan masyarakat adalah suatu upaya pelayanan keperawatan yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh perawat dengan mengikut
sertakan team kesehatan lainnya dan masyarakat untuk memperoleh tingkat kesehatan yang lebih tinggi
dari individu,keluarga dan masyarakat( Mubarak,2009:2)

Dari beberapa pengertian diatas dapat penulis simpulkan keperawatan komunitas adalah pelayanan
keperawatan kesehatan yang diberikan oleh perawat kepada individu,keluarga dan masyarakat dengan
melibatkan keluarga dan masyarakat dalam suatu wilayah.

1. Tujuan keperawatan komunitas

Tujuan keperawatan komunitas adalah untuk pencegahan dan peningkatan kesehatan masyarakat
melalui upaya – upaya sebagai berikut :

1) Pelayanan keperawatan secara langsung ( direct care) terhadap individu,keluarga,kelompok


dalam konteks komunitas.
2) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (Health general community) dengan
mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan masyarakat yang dapat mempengaruhi
keluarga,individu dan kelompok.

1. Sasaran keperawatan komunitas

Sasaran keperawatan komunitas adalah seluruh masyarakat termasuk individu,keluarga,dan kelompok


baik yang sehat maupun yang sakit khususnya mereka yang beresiko tinggi mengalami masalah
kesehatan dalam masyarakat sebagai berikut:

1) Individu

Individu adalah anggota keluarga sebagai satu kesatuan utuh dari aspek biologi,psikososial dan
spiritual.

2) Keluarga

Keluarga merupakan fokus pelayanan kesehatan yang strategis sebab keluarga merupakan unit terkecil
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal
dalam satu rumah tangga karena ikatan darah dan ikatan perkawinan.

3) Kelompok Khusus

Adalah sekumpulan individu yang mempunyai kesamaan jenis kelamin,umur permasalahan (problem)
dan kegiatan yang terorganisir yang sangat rawan terhadap permasalahan kesehatan. Kelompok khusus
ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

a) Kelompok khusus dengan kebutuhan kesehatan khusus sebagai akibat perkembangan dan
pertumbuhan seperti ibu hamil, bayi baru lahir,anak balita,anak usia sekolah dan kelompok usia lanjut.

b) Kelompok khusus dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan dan bimbingan serta
asuhan keperawatan seperti penderita penyakit menular,penderita penyakit tidak menular,dan
kelompok cacat mental.

c) Kelompok yang mempunyai resiko tinggi terserang penyakit yaitu kelompok penyalahgunaan
obat dan narkotika, wanita tuna susila(WTS) dan pekerja seks komersial(PSK)

1. Strategi intervensi keperawatan komunitas

Strategi intervensi keperawatan komunitas dilakukan melalui proses kelompok(group


process),pendidikan kesehatan(Health promotion) dan kerja sama(Partnership)

1. KELUARGA

1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan
emosional dan individu mempunyai peran masing – masing yang merupakan bagian dari keluarga
( Friedman 1998 dikutip Suprajitno,2004)

Menurut Salvicion G.Bailon dan Aradies maglaya ( 1989) keluarga adalah dua atau lebih dari dua
individu yang tergabung karena hubungan darah,hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka
hidup bersama dalam satu rumah tangga,berinteraksi satu sama lain dan memiliki peran masing –
masing,menciptakan serta mempertahankan kebudayaan tertentu( Mubarak,Wahid Iqbal,2006: 285)

Keluarga ( BKKBN,1999) adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan
yang sah,mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak. Bertaqwa kepada Tuhan,
memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan maasyarakat serta
lingkungannya

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat penulis simpulkan keluarga adalah kumpulan dua orang
atau lebih karena ikatan perkawinan yang sah,memiliki hubungan darah dan atau adopsi yang hidup
bersama dalam satu rumah saling berinteraksi satu sama lain dalam lingkungan dan menjalankan
perannnya masing – masing.

1. Ciri – ciri keluarga

Keluarga memiliki ciri – ciri sebagai berikut;

1) Organisasi

Saling berhubungan ,saling ketergantungan antara anggota keluarga.

2) Ada keterbatasan

Setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan
fungsinya dan tugasnya masing – masing.

3) Ada perbedaan dan kekhususan

Setiap anggota kelurga mempunyai peranan dan fungsinya masing – masing. ( Effendy
Nasrul,1998:33)

1. Tipe keluarga

Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokannya.
Secara tradisional keluarga dikelompokan menjadi dua yaitu :

1. Keluarga Inti ( Nuclear Familly) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah,ibu dan anak
yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
2. Keluarga besar ( Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang
masih mempunyai hubungan darah (Kakek-nenek,paman- bibi)

Namun dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme pengelompokan
tipe keluarga berkembang menjadi :

1. Keluarga bentukan kembali ( Dyadic Family) adalah keluarga baru yang terbentuk dari
pasangan yang telah bercerai atau kehilangan pasangannya.
2. Orang tua tunggal ( Single Parrent Family) adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang
tua dengan anak – anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.
3. Ibu dengan anak tanpa perkawinan ( The Unmaried teenage mother)
4. Orang dewasa ( laki – laki atau perempuan ) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah( The
single adult living alone)
5. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya( The nonmaterial heterosexual
cohabiting family)
6. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama ( gay and lesbian family)

( Suprajitno,2004: 2 – 3 )

1. Tahap perkembangan keluarga

Bukan hanya individu saja yang memiliki tahap perkembangan dengan berbagai tugas perkembangan
yang harus diselesaikan pada tahap – tahap itu. Ada perbedaan pembagian tahap perkembangan
keluarga menurut Carter dan McGoldrik(1989) dan Duval(1985) dikutip Suprajitno ( 2004: 3 – 4)

Carter Mc Goldrick Duvall

(Family therapi perspective, 1989) Sosialogical perspective (1985)

1. Keluarga antara : masa bebas (pacaran) Tidak diindetifikasi karena periode


dewasa muda wanita antara dewasa dan menikah tak
dapat ditentukan

1. Keluarga baru menikah


1. Terbentuknya keluarga baru melalui
suatu perkawinan

1. Keluarga yang memiliki anak muda (anak 1. Keluarga dengan anak baru
usia bayi sampai usia sekolah) lahir( usia anak tertua sampai
umur 30 bulan)
2. Keluarga dengan anak pra
sekolah.( usia anak tertua 2 ½ – 5
ahun)
3. Keluarga dengan anak usia
sekolah( usia anak tertua 6 – 12
tahun)

1. Keluarga dengan anak remaja


( usia anak tertua 13 – -20 tahun)

1. Keluarga mulai melepas anak


sebagai dewasa( anak – anak mulai
1. Keluarga yang memiliki anak dewasa
meninggalkan rumah)
2. Keluarga yang hanya terdiri dari
orangtua saja/keluarga usia
pertengahan

1. Keluarga yang mulai melepas anaknya


untuk keluar rumah
1. Keluarga lansia

1. Keluarga lansia

Tabel 1. perbedaan tahap perkembangan keluarga.

Menurut Duvall ( 1985) daur atau siklus kehidupan keluarga terdiri dari delapan tahap perkembangan
yang mempunyai tugas dan resiko tertentu pada setiap tahap perkembangannya :

1. Tahap 1; pasangan baru menikah (keluarga baru).

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah membina hubungan perkawinan yang saling
memuaskan, membina hubungan harmonis dengan saudara dan kerabat, dan merencanakan keluarga
(termasuk merencanakan jumlah anak yang diinginkan)

1. Tahap 2; menanti kelahiran (child bearing family) atau anak tertua adalah bayi
berusia kurang dari 1 bulan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
menyiapkan anggota keluarga baru (bayi dalam keluarga) memberi waktu untuk
individu, pasangan dan keluarga.

1. Tahap 3; keluarga dengan anak prasekolah atau anak tertua, 2,5 tahun sampai
dengan 6 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyatukan
kebutuhan masing-masing anggota keluarga, antara lain ruang atau kamar pribadi
dan keamanan, mensosialisasikan anak-anak, menyatukan keinginan anak-anak
yang berbeda, dan mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga.
2. Tahap 4; keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua berusia 7 sampai 12 tahun.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah mensosialisasikan anak-anak
termasuk membantu anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya,
mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, dan memenuhi
kebutuhan kesehatan masing-masing anggota keluarga.
3. Tahap 5; keluarga dengan remaja atau dengan anak tertua berusia 13 sampai 20
tahun. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah membagi kebebasan remaja
dengan tanggung jawab yang sejalan dengan maturitas remaja, memfokuskan
kembali hubungan perkawinan dan melakukan komunikasi yang terbuka diantara
orangtua dengan anak-anak remaja.
4. Tahap 6; keluarga dengan anak dewasa (pelepasan). Tugas perkembangan keluarga
pada tahap ini adalah menambah anggota keluarga dengan kehadiran anggota
keluarga yang baru melalui pernikahan anak-anak yang telah dewasa, menata
kembali hubungan perkawinan, menyiapkan datangnya proses penuaan, termasuk
timbulnya masalah-masalah kesehatan.
5. Tahap 7; keluarga usia pertengahan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini
adalah mempertahankan kontak antara anak dan cucu; memperkuat hubungan
perkawinan, dan meningkatkan usaha promisi kesehatan.
6. Tahap 8; keluarga usia lanjut. Tugas perkembangan keluarga pada tahap-tahap ini
adalah menata kembali kehidupan yang memuaskan, menyesuaikan kehidupan
dengan penghasilan yang berkurang, mempertahankan hubungan perkawinan,
menerima kehilangan pasangan, mempertahankan kontak dengan masyarakat serta
melakukan review masa lalu dan beradaptasi dengan perubahan kekuatan fisik
( Suprajitno,2004 : 4 – 6).

1. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut Freidman ( 1998) adalah sebagai berikut:

1. Fungsi afektif ( The Affective Function)

Fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga
berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial
anggota keluarga.

1. Fungsi Sosialisasi dan tempat bersosialisasi ( Socialization and social Placement function)

Fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan
rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

1. Fungsi Reproduksi ( The Reproductive Function)

Fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

1. Fungsi ekonomi ( The Economic function)

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga..

1. Fungsi Perawatan/Pemeliharaan Kesehatan ( The Health Care Function)

Fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas
tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.

( Suprajitno,2004: 13 )

1. Struktur keluarga
Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga di
masyarakat sekitarnya. Parad dan Caplan ( 1965) yang diadopsi oleh Friedman mengatakan ada 4
( empat ) struktur keluarga yaitu :

1. Struktur peran Keluarga

menggambarkan peran masing – masing anggota keluarga dalam keluarga dan perannya di lingkungan
masyarakat atau peran formal dan informal.

1. Nilai atau norma keluarga

Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh keluarga,khususnya yang
berhubungan dengan kesehatan.

1. Pola komunikasi keluarga

Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah – ibu ( orang tua),orang tua dengan
anak,anak dengan anak,dan anggota keluarga lain( pada keluarga besar) dengan keluarga inti.

1. Struktur kekuatan keluarga

Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain
untuk mengubah keluarga yang mendukung kesehatan.( Suprajitno, 2004: 7)

1. PENYAKIT TBC PARU

1. Pengertian TBC

TBC adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobakterium tuberkulosis( Price,Sylvia
A.2005:853).

TBC adalah penyakit akibat infeksi kuman mycobakterium tuberkulosis dengan lokasi terbanyak di
paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer(Arief Mansjoer,2000).

Tuberkulosis merupakan penyakit menular granulomarosa kronis yang disebabkan oleh mycobakterium
tuberkulosis. Pada umumnya menyerang paru tetapi dapat juga mengenai semua organ atau jaringan
dalam tubuh. Secara khas pusat dari granuloma mengenai nekrosis kaseosa yang menimbulkan ”
Tuberkel Lunak ”(Robins Stanley,1995:161).

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang dapat mempengaruhi semua jaringan
tubuh tetapi paling umum terlokalisasi di paru – paru(sloane,ethel,2003:277).

Dari beberapa pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan yang dimaksud dengan TBC paru adalah
infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobakterium tuberkulosis pada paru – paru.

1. Anatomi sistem pernapasan

Secara anatomi organ pernapasan dibagi menjadi dua bagian besar yaitu organ saluran pernapasan
bagian atas yang terdiri dari hidung,faring,laring dan trakea, sedangkan organ pernapasan bagian
bawah yang terdiri dari bronkus, bronkiolus dan unit pertukaran gas yaitu bronkiolus respiratorus,
duktus alveoli dan alveoli yang merupakan struktur dasar paru –paru.
1) Hidung

Struktur hidung terdiri dari lapisan luar(kulit dan jaringan yang menonjol dari wajah),lapisan
tengah(lapisan tulang rawan dan otot – otot),lapisan dalam (selaput lendir yang berlipat – lipat yaitu
konka nasalis) yang berjumlah tiga yaitu konka nasalis inferior,konka nasalis media,dan konka nasalis
superior. Hidung didukung oleh tulang hidung nasal prosesus dari maksilaris dan tulang rawan yang
membentuk dinding dan septum hidung. Dihidung juga terdapat sinus paranalis yang terdiri dari sinus
frontal,sinus ethmoid,sinus spenoid dan sinus maksilaris. Sinus ini memproduksi mukus untuk
melembabkan jalan napas atas dan memberikan resonansi selama vokal.Fungsi hidung yaitu 1) sebagai
saluran udara pernapasan,2) filter udara pernapasan oleh silia,3) menghangatkan dan melembabkan
udara pernapasan oleh mukosa dan 4) resepsi odor sebagai indera pencium.

Gambar 1. hidung dan bagian – bagiannya

2) Faring

Faring adalah tabung mukular berukuran 12,5 cm yang membentang dari bagian dasar tulang
tengkorang sampai esofagus. Faring terbagi menjadi nasofaring,orofaring dan laringofaring. Semua
area faring dipersyarafi oleh nervus vasial. Secara langsung nasofaring berada disamping nasal caviti
dan menyambungkan hidung dengan 2 nares posterior Tuba eustakia berasal dari telinga tengah ke
nasofaring. Orofaring terletak dibagian posterior dari oral caviti dimana terdapat ovula,palatum molle
dan 2 tonsil. Laringofaring terdapat diantara laring dan esofagus serta merupakan bagian akhir dari
faring dimana terdapat epiglotis yang melindungi jalan napas saat menelan makanan.

3) Laring

Laring menghubungkan jalan napas atas ke trakea dan pita suara. Laring merupakan tube atau saluran
tabung pendek berbentuk seperti kotak tringular dan ditopang oleh sembilan cincin kartilago dan juga
ditopang oleh mukosa dan ligamen. Pada laring juga terdapat epiglotis yang berfungsi menutup trakea
saat menelan untuk mencegah aspirasi makanan. Laring mempunyai lapisan mukosa yang sangat
sensitif terhadap stimuli partikel asing. Terdapat dua cabang nervus vagus pada sebelah dalam laring
yang memberikan gerakan penghantar rangsangan. Semua rangsangan dari saraf laringeal superior
mensuplai beberapa gerakan pada semua rangsangan sensorik dan stimuli terakhir dari saraf ini adalah
timbulnya refleks batuk.

4) Trakea

Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 – 20 cincin yang terdiri dari tulang kartilago
yang berbentuk huruf ”C ” dan didalamnya terdapat epitelium serta diselingi oleh sel goblet(untuk
produksi mukus). Silia berfungsi untuk mendorong benda asing kearah laring dan faring yang masuk
bersama – sama udara pernapasan. Karina terletak diantara T5 dan merupakan tanda titik dimana trakea
dibagi menjadi dua cabang bronkus.

Gambar 2. Trakea

5) Bronkus

Bronkus dekstra 5 cm lebih pendek dari bronkus sinistra dan lebih dekat ke ventrikal tubuh,sedangkan
bronkus kiri lebih panjang dan ramping dan letaknya lebih horisontal. Didalam lobus pulmonal dekstra
bronkus terbagi menjadi 3 cabang. Pada lobus pulmonal sinistra terbagi menjadi dua cabang. Bronkus
akan bercabang – cabang lagi menjadi 19 segmen bronkus pulmonari yaitu lobus kanan 10 segmen dan
lobus kiri 9 segmen. Segmen bronkus ini akan terbagi lagi menjadi subsegmental bronkiolus.
gambar 3.bronkus dan bronkiolus

6) Bronkiolus

Struktur bronkiolus berbeda dengan saluran pernapassan besar. Bronkiolus tidak memiliki kartilago
dan mukosanya tidak mempunyai sel goblet. Pada akhir bronkiolus subsegmental akan bersambungan
dengan bronkiolus terminali yang akan menyalurkan udara ke saluran alveolar. Bronkiolis terminal
mengandung epitelium dan sel – sel darah. Pada kedua paru – paru terdapat 35.000 bronkiolus yang
lebih lanjut akan membagi ke dalam unit terminal respiratori yang merupakan tempat terjadinya
pertukaran gas.

7) Paru – paru.

Paru – paru adalah organ berbentuk piramid seperti spon dan berisi udara,terletak dalam rongga thoraks.
Paru kanan memiliki tiga lobus dan paru kiri memiliki dua lobus. Setiap paru memiliki apeks yang
mencapai bagian atas iga pertama,bagian dasar terletak di atas diafragma,permukan medial yang
terpisah dari paru lain oleh mediastinum dan permukaan kostal terletak di atas kerangka iga. Pada
permukaan medial paru memiliki hilus(akar) yang merupakan tempat masuk dan keluarnya pambuluh
darah bronki pulmonal dan bronkial dari paru. Pada paru terdapat unit pertukaran gas yang terdiri dari
respiratori bronkialis/kantong alveoli (gelembung hawa) dan alveoli (terminal kantong udara) dan
memiliki acini yang memiliki jaringan arteri dan vena pulmonal. Kantong alveolar terbentuk oleh 5
lapisan sel membran ephitelium yang terdiri dari 2 tipe cell. Dimana sel – sel ini mengandung sekret
surfaktan dan lipoprotein yang berfungsi untuk menentukan tegangan alveoli sehingga paru akan
mudah memompa udara.

gambar 4. paru – paru

1. Etiologi/penyebab

Penyebab tuberkuloosis paru (TBC) adalah mycobakterium tuberkulosis yang biasanya ditularkan
melalui inhalasi percikan ludah orang ke orang sehingga bakteri mengkolonisasi bronkiolus dan
alveolus ( Corwin,Elizabeth J.2000:414).

Gambar 5. mycobakterium tuberkulosis

1. Patofisiologi

Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran
pernapasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering
terjadi melalui udara ( airbone ) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman
dari orang yang terinfeksi sebelumnya (Sylvia.A.Price.2006.hal 754 ).

Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan
dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya , sehingga
basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah
maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui saluran pernapasan ke paru-paru
dan bersarang serta berkembang biak di paru-paru. Pada permulaan penyebaran, akan terjadi beberapa
kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati
getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening
dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain.
Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang
terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas
paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan.
Berkembangnya leukosit pada hari-hari pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang
terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga
dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang
mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi
lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini
juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa
respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam
bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain
paru-paru atau pun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus (Sylvia.A
Price:2006;754).

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.(Syilvia.A Price:2006;754)

Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan trakea dan saluran nafas
sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24
jam.Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari
pembuluh darah pada dinding kapitas. ( Soeparman,1990: 821)

1. Manifestasi klinis

Gejala akibat infeksi mycobakterium tuberkulosis adalah batuk produktif yang berkepanjangan( lebih
dari 3 minggu),nyeri dada dan hemoptisis. Gejala sistemik termasuk demam menggigil, keringat malam,
kelemahan,hilangnya napsu makan dan penurunan berat badan. Seseorang yang dicurigai menderita TB
harus dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan fisik,tes tuberkulin mantoux,foto toraks dan
pemeriksaan bakteriologi atau histologi (Price,Sylvia.A,2006:854)

Sedangkan menurut Corwin(2000:416) gambaran klinis tuberkulosis mungkin belum muncul pada
infeksi awal dan mungkin tidak akan pernah muncul apabila tidak terjadi infeksi aktif. Apabila timbul
infeksi aktif,pada pasien biasanya terlihat demam yang biasanya pada pagi hari,malaise,keringat
malam,napsu makan hilang dan terjadi penurunan berat badan,batuk purulen produktif disertai nyeri
dada.

1. Pemeriksaan diagnostik

1) Laboratorium

1. Diagnosis TB ditegakkan dengan pemeriksaan 3 specimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS)

1. S (Sewaktu) ; dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama


kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.
2. P (Pagi) ; dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK
3. S (Sewaktu) ; dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.
Gbr 6. Alur
Diagnosis
TB Paru
Pada Orang
Dewasa

1. Bia
kan dahak
dapat
meningkatka
n jumlah
yang positif,
tetapi
mungkin
memerlukan
4-8 minggu
sebelum
mendapatka
n hasilnya.
Pada
penyakit
yang lebih
ringan dan
sedikit TB,
hapusan
mungkin
negatif,
tetapi
biakan
positif.
2. Tes
resitensi
obat hanya
dapat dilakukan di laboratorium khusus.
3. Seka laring pada pasien-pasien yang tidak mempunyai dahak.
4. Bronkoskopi. Bila metode-metode lain telah gagal membantu menegakkan diagnosis.
5. Cairan pleura. TB kadang-kadang dapat ditemukan dalam cairan yang telah diputar dengan
sentrifuge tetapi biasanya ditemukan dengan biakan.
6. Biopsi pleura. Dapat bermanfaat bila TB ditemukan pada cairan pleura.
7. Biopsi paru. Diagnosis ditegakkan berdasarkan histologi atau dengan ditemukannya TB di
spesimen tersebut.
8. Pemeriksaan Sinar X (Radiologi)

Diagnosis pasti tuberkulosis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rontgen saja karena walaupun
jarang dapat terjadi bronkitis tuberkulosis yang tak tampak pada pemeriksaan rontgen paru.

Gambaran rontgen yang memberi kesan kuat tentang adanya tuberkulosis adalah :

a) Bagian atas paru menunjukkan bayangan berupa bercak atau bernoduler.

b) Kavitas (lubang) khususnya bila terdapat lebih dari satu lubang.

c) Bayangan dengan pengapuran dapat menyebabkan kesulitan dalam diagnosis.

Gambar 7.a) gambar rontgen paru kavitis. b) gambar rontgen paru dengan TBC

Bayang-bayang lain yang mungkin berkaitan dengan tuberkulosis adalah :

a) Bayangan bentuk oval atau bundar soliter (tuberkuloma)

b) Kelainan pada hilus dan mediastrum disebabkan oleh pembesaran kelenjar limfe

c) Bayangan titik-titik kecil yang terbesar.

1. Pemeriksaan Tes Tuberkulin

Sekalipun tes tuberkulin yang dilakukan dengan baik sangatlah bermanfaat untuk mengukut prevalensi
tuberkulosis pada suatu masyarakat, tetapi pada banyak negara miskin, tes ini kurang bermanfaat
sebagai alat diagnostik. Hal ini disebabkan oleh hasil tes yang bisa negatif, akibat keadaan gizi buruk
atau adanya penyakit lain sekalipun pasien menderita TB aktif.

Tes yang kuat positif tentunya merupakan indikasi pada tuberkulosis, tetapi tes negatif belum berarti
tidak ada tuberkulosis.(Crofton, Jhon. 2002 : 98 – 104)

1. Klasifikasi Pasien TBC

Klasifikasi TB dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan
strategi terapi. Klasifikasi TB paru dibagi sebagai berikut :

1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria :

1) Dengan atau tanpa gejala klinik

2) BTA positif : Mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu
kali atau disokong radiologik positif 1 kali.

3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.


1. TB paru BTA negatif dengan kriteria :

1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.

2) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

1. Bekas TB Paru dengan kriteria

1) Bakteriologin (mikroskopin dan biakan) negatif.

2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.

3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif. Menunjukkan serial foto yang tidak berubah.

4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat/lebih mendukung.


(http://ceritalover.blogspot.com/2009/10.penyakit TBC/html)

1. Manajemen therapi

Dalam pengobatan TB Paru dibagi 2 bagian :

1. Jangka pendek

Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan

1) Strecptomisin injeksi 750 mg

2) Ethambutol 1000 mg

3) Isoniazid 400 mg

1. Jangka panjang

Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.

1. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksaan
sputum BTA Å dengan kombinasi obat :

1) Rifampicin

2) Isoniazid (INH)

3) Ethambutol

4) Pyridoxin (B6)

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mencegah kematian, mencegah kekambuhan
atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi
menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang
digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah rifampisin, INH,
pirasinamid, streptomisin dan ethambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah kanamisin, kuinolon,
maurolide dan amoksilin + asam klavulanat, derivat rifampisin/INH

Obat – obatan yang digunakan dalam pengobatan TBC ( Price,Sylvia A.2005:859) :

Nama obat Dosis Anak Dosis Dewasa Efek samping


Obat lini pertama

Isoniazid (INH) PO : 300 mg PO: 300 mg Kemerahan,hepatitis,neuropati


perifer,efek pada SSP ringan
5 – 10 mg/kgbb /hr 10- 20 mg/
kgbb /hr

Rifampisin (RIF) PO: 450 mg PO: 450 mg Gangguan pencernaan, perdarahan,


kemerahan,gagal ginjal dan demam
10 mg/kgbb/hr 10-20 mg/kgbb/hr
Pirazinammid (PZA) PO : 500 mg PO : 500 mg Hepatitis,hiperurisemia,

15 – 30 mg/kgbb/hr 15 – 30 Ganggguan pencernaan dan kemerahan


mg/kgbb/hr
Etambutol (EMB) PO : 400 mg PO : 400 mg Neuritis optikus dan kemerahan

15-25 mg/kgbb/hr 15-25 mg/kgbb/hr


Sterptomisin (SM) IM :400 mg/ml IM 400 mg/ml Ototoksik,keracunan pada ginjal

20-40 mg/dl 15 mg/ml


Obat Lini kedua

Kapreomisin IM 15-30 Ig IM 15 – 30 mg/mlKemerahan pada auditorius,


vestibular dan ginjal

Etionamid IM 15 – 20 mg/mlIM 15 – 20 Gangguan pencernaan,


mg/ml hepatotoksik,hipersensitivitas

Sikloresin IM 15 – 20 mg/mlIM 15 – 20 mg/mlPsicosis,kejang,sakit kepala

Kanamisin IM,IV,PO PO 4- 6 g/hr Keracunan pada auditorius,


ventibular dan gnjal
15 mg/kg/hr

Tabel 2. jenis obat,dosis dan efek samping pada pengobatan TBC

Terdapat 5 jenis obat yang sekarang dikenal sebagai obat esenssial dalam pengobatan tuberkolosis
yaitu : isoniasid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), streptomyzin S), dan etambutol (E). dalam
menangani pasien TBC ini pengobatannya dikategorikan dalam 3 kategori.

 Kategori I : penderita TB Paru BTA positif


 Kategori II : penderita Paru BTA negatife Rontgen Positif yang “sakit berat”
 Kategori III : penderita TB Ekstra Paru Berat
PRINSIP PENGOBATAN :

Obat diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama
6 – 8 bulan supaya semua kuman dapat dibunuh. Dosisi tahap intensif dan dosisi tahap lanjutan ditelan
sebagai dosis tunggal, sebaiknya saat perut kosong.( Depertemen Kesehatan RI,pedoman nasional
penanggulangan tuberculosis,2006:40 – 420)

CARA PEMBERIAN OBAT :

KATEGORI I :

Tahap pengobatan Lamanya Dosis/hari/kali Jumlah


pengobatan Tablet Tablet Tablet Tablet hari/kali
isoniasid @ rifampisin @ pirasinamid @ etambutol @ menelan
300 mg 450 mg 500 mg 250 mg obat
Tahap intensif 2 bulan 1 1 3 3 60
(dosis harian)
Tahap lanjutan 4 bulan 2 1 – – 54
(dosis 3 x
seminggu)

Tabel 3. Obat TB Paru kategori I

Keterangan : dosis diatas untuk penderita dengan BB antara 33 – 50 kg

KATEGORI II :

Tahap Lamanya Tablet Tablet Tablet Etambutol Streptomisin Jumlah


pengobatan pengobatan isoniasid rifampisin pirasinamid Tablet @ Tablet @ Injeksi hari/kali
@ 300 mg @ 450 mg @ 500 mg 250 mg 250 mg menelan
obat
Tahap intensif 2 bulan 1 1 3 3 – 0,75gr 60
(dosis harian)
1 bulan 1 1 3 3 – – 30
Tahap lanjutan 5 bulan 2 1 – – 2 – 66
(dosis 3 x
seminggu)

Tabel 4. Obat TB Paru kategori II


KATEGORI III :

Tahap pengobatan Lamanya Dosis/hari/kali Jumlah


pengobatan Tablet Tablet Tablet hari/kali
isoniasid @ rifampisin @ pirasinamid @ menelan obat
300 mg 450 mg 500 mg
Tahap intensif 2 bulan 1 1 3 60
(dosis harian)
Tahap lanjutan 4 bulan 2 1 – 54
(dosis 3 x
seminggu)

Tabel 5. Obat TB Paru Kategori III

Keterangan : dosis diatas untuk penderita dengan BB antara 33 – 50 kg

UNUTK SISIPAN :

Tahap pengobatan Lamanya Dosis/hari/kali Jumlah


pengobatan Tablet Tablet Tablet Tablet hari/kali
isoniasid @ rifampisin @ pirasinamid @ etambutol @ menelan
300 mg 450 mg 500 mg 250 mg obat
Tahap intensif 1 bulan 1 1 3 3 30
(dosis harian)

Tabel 6. Obat TB Paru sisipan

Satu Paket Obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dos kecil.

1. Komplikasi

Penyakit tuberkulosis paru apabila tidak ditangani dengan benar dan sampai sembuh dapat
mengakibatkan komplikasi yang dikelompokkan menjadi dua yaitu komplikasi dini dan komplikasi
lanjutan.

1) Komplikasi dini yaitu pleuritis,efusi pleura,empiema dan laringitis.

2) Komplikasi lanjutan yaitu obstruksi jalan napas soft(sindrom obstruksi pasca tuberkulosis)
kerusakan parenkim paru yang berat/fibrosis parukorpulmonal,amiloidosis,karsinoma paru, sindrom
gagal napas dewasa,TB milliar dan kavitis TB (Sudoyo,Arul.W.2006 :993)

1. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

1. 1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan pasien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan individu. (Nursalam. 2001:17).

Pada pengkajian ada beberapa tahap yang perlu dilakukan:

1. Membina hubungan yang baik

Hubungan yang baik antara perawat klien (keluarga) merupakan modal utama pelaksanaan asuhan
keperawatan. Hubungan tersebut dapat dibentuk dengan menerapkan komunikasi terapeutik yang
merupakan strategi perawat untuk memberikan bantuan kepada klien untuk memenuhi kebutuhan
kesehatannya.

1. Pengkajian awal

Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit pelayanan kesehatan.

1. Pengkajian lanjutan (tahap kedua)

Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh data yang lebih lengkap sesuai
masalah kesehatan keluarga yang berorientasi pada pengkajian awal. (Suprajitno. 2004:39)

Yang termasuk dalam tahap pengkajian yakni, pengumpulan data dari keluarga dapat dilakukan dengan
metode :

1. Wawancara

Berkaitan dengan hal-hal yang perlu diketahui, baik aspek fisik, mental, sosial budaya, ekonomi,
kebiasaan, lingkungan dan sebagainya.

1. Pengamatan

Pengamatan terhadap hal-hal yang tidak perlu dipertanyakan karena sudah dianggap cukup melalui
pengamatan saja, diantaranya yang berkaitan dengan lingkungan fisik, misalnya ventilasi, penerangan,
kebersihan dan sebagainya.

1. Studi dokumentasi

Studi berkaitan dengan perkembangan kesehatan anak, diantaranya melalui Kartu Menuju Sehat
(KMS), Kartu Keluarga dan catatan-catatan lainnya.

1. Pemeriksaan fisik

Dilakukan terhadap anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan dan keperawatan, berkaitan
dengan keadaan fisik, misalnya : kehamilan, kelainan organ tubuh dan tanda-tanda penyakit. (Effendy,
Narsul. 1998:47).

Dalam pengumpulan data yang perlu dikaji dalam keluarga adalah:


1. Data umum

1) Meliputi nama kepala keluarga, alamat, pekerjaan dan pendidikan kepala keluarga, komposisi
keluarga yang terdiri dari nama, jenis kelamin, hubungan dengan kk, umur, pendidikan dan status
imunisasi dari masing-masing anggota keluarga serta genogram.

2) Tipe keluarga

Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe
keluarga.

3) Suku bangsa

Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut
terkait dengan kesehatan.

4) Agama

Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.

5) Status Sosial Ekonomi keluarga

Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala keluarga maupun anggota
keluarga lainnya. Selain itu status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh keluarga serta
barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.

6) Aktifitas rekreasi keluarga

Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjungi
tempat rekreasi tertentu namun dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan
aktifitas rekreasi.

1. Riwayat dan Tahap perkembangan keluarga

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Dimana ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.

2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi.

Menjelaskan bagaimana tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendalanya

3) Riwayat keluarga inti

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang meliputi riwayat penyakit keturunan,
riwayat kesehatan masing-masing anggota dan sumber pelayanan yang digunakan keluarga.

1. Pengkajian lingkungan

1) Karakteristik rumah
Diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaat
ruangan, peletakan perabotan rumah, dan denah rumah.

2) Karakteristik tetangga

Menjelaskan mengenai karakteristik tetangga dan komunitas setempat yang meliputi kebiasaan,
lingkungan fisik, aturan atau kesepakatan penduduk setempat, budaya dan mempengaruhi kesehatan.

3) Mobilitas geografis keluarga

Mobilitas geografis keluarga yang ditentukan dengan kebiasaan keluarga berpindah tempat.

4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat menjelaskan mengenai waktu yang
digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada.

5) Sistem pendukung keluarga

Jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan yang
meliputi fasilitas fisik, psikologis, atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau
dukungan masyarakat setempat.

1. Struktur keluarga

1) Pola komunikasi keluarga

Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota kelurga.

2) Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku.

3) Struktur peran

Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara formal maupun informal.

4) Nilai atau norma keluarga

Menjelaskan mengenai nilai norma yang dianut keluarga yang berhubungan dengan kesehatan.

1. Fungsi keluarga

1) Fungsi afektif

Mengkaji gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki keluarga, dukungan
keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, kehangatan pada keluarga dan keluarga mengembangkan
sikap saling menghargai.

2) Fungsi sosialisasi

Bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga dan sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin,
norma atau budaya dan perilaku.
3) Fungsi perawatan kesehatan

Sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian dan perlindungan terhadap anggota yang sakit.
Pengetahuan keluarga mengenai sehat-sakit, kesanggupan keluarga melakukan pemenuhan tugas
perawatan keluarga yakni : mengenal masalah kesehatan yang tepat, merawat anggota keluarga yang
sakit, memelihara lingkungan rumah yang sehat, menggunakan fasilitas atau pelayanan kesehatan di
masyarakat.

4) Fungsi reproduksi

Mengkaji berapa jumlah anak, merencanakan jumlah anggota keluarga, metode apa yang digunakan
keluarga dalam mengendalikan jumlah anggota keluarga.

5) Fungsi ekonomi

Mengkaji sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan, dan memanfaatkan
sumber yang ada di masyarakat dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat.

1. Stres dan koping keluarga

1) Stresor jangka pendek

Yaitu stresor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaiaan dalam waktu ± 6 bulan dan
jangka panjang yaitu yang memerlukan penyelesaian lebih dari 6 bulan.

2) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stresor

Mengkaji sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi atau stresor.

3) Strategi koping yang digunakan

Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.

4) Strategi adaptasi disfungsional

Dijelaskan mengenai adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan semua anggota keluarga. Metode yang digunakan pada pemeriksaan tidak
berbeda dengan pemeriksaan fisik di klinik.

1. Harapan keluarga

Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.
(Mubarak, Wahid Iqbal. 2006:287-290)

1. 2. Perumusan Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik mengenai individu, keluarga atau masyarakat yang
diperoleh melalui suatu proses pengumpulan data dan analisa cermat, memberikan dasar untuk
menetapkan tindakan-tindakan dimana perawat bertanggungjawab melaksanakannya. (Mubarak, Wahid
Iqbal. 2006:290)

Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan pada pengkajian
komponen diagnosis keperawatan meliputi :

– Problem atau masalah (P)

– Etiologi atau penyebab (E)

– Sign atau tanda (S)

Tipologi dari diagnosis keperawatan terdiri dari ;

1. Diagnosis aktual (terjadi defisit atau gangguan kesehatan)

Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai gejala dari gangguan kesehatan dimana masalah
kesehatan yang dialami oleh keluarga memerlukan bantuan untuk segera ditangani dengan cepat. Pada
diagnosis keperawatan aktual, faktor yang berhubungan merupakan etiologi, atau faktor penunjang lain
yang telah mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam 4 kategori meliputi :

– Patofisiologi (biologi dan psikologi)

– Tindakan yang berhubungan

– Situasional (lingkungan, personal)

– Maturasional

Secara umum faktor-faktor yang berhubungan atau etiologi diagnosis keperawatan keluarga adalah
adanya : ketidaktahuan (kurangnya pengetahuan, pemahaman, kesalahan persepsi), ketidaktahuan
(sikap dan motivasi), dan ketidakmampuan (kurangnya keterampilan terhadap suatu prosedur atau
tindakan, kurangnya sumber daya keluarga baik finansial, sistem pendukung, lingkungan fisik dan
psikologis)

1. Diagnosis resiko tinggi (ancaman kesehatan)

Sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan, tetapi tanda tersebut dapat menjadi
masalah aktual apabila tidak segera mendapatkan bantuan pemecahan dari tim kesehatan atau
keperawatan.

1. Diagnosis potensial (keadaan sejahtera atau ”Wellness”)

Suatu keadaan dimana keluarga dalam keadaan sejahtera sehingga kesehatan keluarga dapat
ditingkatkan. (Mubarak, Wahid Iqbal. 2006:290-291).

Setelah data dianalisa kemungkinan perawat kesehatan masyarakat dalam satu keluarga dapat
menemukan lebih dari satu masalah kesehatan dan keperawatan keluarga yang mana masalah tersebut
tidak dapat ditangani sekaliguss mengingat kondisi dan sumber daya yang dimiliki oleh keluarga atau
petugas kesehatan. Mengingat situasi tersebut maka perawat kesehatan masyarakat atau perawat
keluarga dapat menyusun masalah kesehatan keluarga sesuai dengan prioritasnya. Proses skoring yang
biasa digunakan menggunakan skala yang dirumuskan oleh Baylon dan Maglaya (1979)

Kriteria Prioritas Masalah :

No Kriteria Skor Bobot


1 Sifat masalah 1

Tidak / kurang sehat 3

Ancaman kesehatan 2

Krisis atau keadaan sejahtera 1


2 Kemungkinan masalah dapat diubah 2

Dengan mudah 2

Hanya sebagian 1

Tidak dapat 0
3 Potensi masalah dapat diubah 1

Tinggi 3

Cukup 2

Rendah 1
4 Menonjolnya masalah 1

Masalah berat, harus ditangani 2

Ada masalah, tetapi tidak perlu segera 1


ditangani
0
Masalah tidak dirasakan

Tabel 7. Kriteria prioritas masalah

Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan :

1. Tentukan skor untuk setiap kriteria yang telah dibuat


2. Selanjutnya skor dibagi dengan angka yang tertinggi dan dikalikan dengan bobot
1. Jumlahkanlah skor untuk semua kriteria, skor tertinggi adalah 5, sama dengan seluruh bobot.
(Mubarak, Wahid Iqbal.2006:292-293)

Ada 4 kriteria yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas masalah :

1. Sifat masalah

Sifat masalah kesehatan dapat dikelompokkan kedalam tidak atau kurang sehat diberikan bobot yang
lebih tinggi karena masalah tersebut memerlukan tindakan yang segera dan biasanya masalahnya
dirasakan atau disadari oleh keluarga.

1. Kemungkinan masalah dapat diubah

Adalah kemungkinan berhasilnya mengurangi atau mencegah masalah jika ada tindakan (intervensi).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan skor kemungkinan masalah dapat diperbaiki
adalah :

1) Pengetahuan dan teknologi serta tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani masalah.

2) Sumber-sumber dari keperawatan misalnya : dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan dan waktu.

3) Sumber-sumber yang ada pada keluarga baik dalam bentuk fisik, keuangan atau tenaga.

4) Sumber-sumber dimasyarakat misalnya : dalam bentuk fasilitas kesehatan, organisasi masyarakat,


dukungan sosial masyarakat.

1. Potensi masalah bila dicegah

Adalah sifat dan beratnya masalah yang akan timbul yang dapat dikurangi atau dicegah. Faktor-faktor
yang perlu diperhatikan dalam menentukan skor kriteria potensi masalah bisa dicegah adalah :

1) Kepelikan dari masalah yang berkaitan dengan beratnya penyakit atau masalah.

2) Lamanya masalah yang berkaitan dengan jangka waktu terjadinya masalah tersebut

3) Adanya kelompok high risk atau kelompok yang peka atau rawan.

1. Menonjolnya masalah

Adalah merupakan cara keluarga melihat dan menilai masalah tentang beratnya masalah serta
mendesaknya masalah untuk diatasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan skor pada kriteria
ini, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana keluarga tersebut melihat masalah. (Mubarak,
Wahid Iqbal. 2006:293-294)

1. 3. Penyusunan Perencanaan

Rencana keperawatan keluarga adalah merupakan kumpulan tindakan yang direncanakan oleh perawat
untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan atau mengatasi masalah kesehatan/masalah keperawatan
yang telah diidentifikasi. (Mubarak, Wahid Iqbal. 2006:294). Rencana Keperawatan yang berkualitas
akan menjamin keberhasilan dalam mencapai tujuan serta penyelesaian masalah.

Langkah-langkah dalam mengembangkan rencana keperawatan :


1. Menentukan sasaran atau goal

Sasaran adalah tujuan umum yang merupakan tujuan akhir yang akan dicapai melalui segala upaya.
Prinsip yang paling penting adalah bahwa sasaran harus ditentukan bersama keluarga. Apabila keluarga
mengerti dan menerima sasaran yang telah ditentukan diharapkan mereka dapat berpartisipasi secara
aktif dalam mencapai sasaran tersebut.

1. Menentukan tujuan atau objective

Objective merupakan pernyataan yang lebih spesifik atau lebih terperinci tentang hasil yang diharapkan
dari tindakan perawatan yang akan dilakukan. Ciri tujuan atau objective yang baik adalah spesifik,
dapat diukur, dapat dicapai, realistik dan batas waktu.

1. Menentukan pendekatan dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan.

Dalam memilih tindakan keperawatan sangat tergantung pada sifat masalah dan sumber-sumber yang
tersedia untuk memecahkan masalah. Dalam perawatan kesehatan keluarga tindakan keperawatan yang
dilakukan ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan sebab-sebab yang mengakibatkan
timbulnya ketidaksanggupan keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas kesehatan.

1. Menentukan kriteria dan standar kriteria

Kriteria merupakan tanda atau indikator yang digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan,
sedangkan standar menunjukkan tingkat performance yang diinginkan untuk membandingkan bahwa
perilaku yang menjadi tujuan tindakan keperawatan telah tercapai. Pernyataan tujuan yang tepat akan
menentukan kejelasan kriteria dan standar evaluasi, sebagai berikut :

1) Tujuan

Sesudah perawat kesehatan masyarakat melakukan kunjungan rumah, keluarga akan memanfaatkan
puskesmas atau poliklinik sebagai tempat mencari pengobatan.

2) Kriteria

Kunjungan ke puskesmas atau poliklinik.

3) Standart

Ibu memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas atau

Poliklinik, keluarga membawa berobat anaknya yang sakit ke puskesmas. (Mubarak, Wahid Iqbal.
2006:296-297)

1. 4. Implementasi

Pelaksanaan merupakan salah satu tahap dari proses keperawatan keluarga dimana perawat
mendapatkan kesempatan untuk membangkitkan minat keluarga untuk mengadakan perbaikan kearah
perilaku hidup sehat. (Mubarak, Wahid Iqbal. 2006:297).
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan yang telah disusun. (Effendy,
Nasrul. 1998:100). Dalam kondisi untuk membangkitkan minat keluarga dalam berperilaku hidup sehat,
maka harus memahami teknik-teknik motivasi tindakan keperawatan keluarga yang mencakup hal-hal
yang terdiri dari :

a) Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan
dengan cara :

1) Memberikan informasi

2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan

3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah

b) Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat dengan cara :

1) Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan

2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga

3) Mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan.

c) Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit dengan cara :

1) Mendemonstrasikan cara perawatan

2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah

3) Mengawasi keluarga melakukan perawatan

d) Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi sehat
dengan cara :

1) Merumuskan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga

2) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.

e) Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang dengan cara :

1) Mengenal fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga.

2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada. (Mubarak, Wahid Iqbal.
2006:297)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan keperawatan meliputi :

– Keterlibatan petugas kesehatan non keperawatan, kader, tokoh masyarakat, dalam rangka alih
peran.

– Terselenggaranya rujukan medis dan rujukan kesehatan


– Keterpaduan (tenaga, biaya, waktu, lokasi, sarana dan prasarana)

– Setiap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dicatat. (Effendy, Narsul. 1998:100-101)

1. 5. Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan
standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilan (Suprajitno. 2004:57)

Langkah-langkah dalam mengevaluasi pelayanan keperawatan yang diberikan baik kepada individu
maupun keluarga meliputi :

1) Tentukan garis besar masalah kesehatan yang dihadapi dan bagaimana keluarga mengatasi
masalah tersebut.

2) Tentukan bagaimana rumusan tujuan perawatan yang akan dicapai.

3) Tentukan kriteria dan standar untuk evaluasi.

4) Tentukan metode atau teknik evaluasi yang sesuai serta sumber-sumber data yang diperlukan.

5) Bandingkan keadaan yang nyata (sesudah perawatan) dengan kriteria dan standar untuk evaluasi.

6) Identifikasi penyebab atau masalah penampilan yang tidak optimal atau pelaksanaan yang
kurang memuaskan.

7) Perbaiki tujuan berikutnya. Bila tujuan tidak tercapai perlu ditentukan alasan : mungkin tujuan
tidak realistik, mungkin tindakan tidak tepat, atau mungkin ada faktor lingkungan yang tidak dapat
diatasi.

Macam-macam evaluasi yaitu : evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif

1) Evaluasi kuantitatif

Evaluasi kuantitatif dilaksanakan dalam kuantitas atau jumlah pelayanan atau kegiatan yang telah
dikerjakan.

2) Evaluasi kualitatif

Evaluasi kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat difokuskan pada salah satu dari tiga (3)
dimensi yang saling terkait yaitu :

– Struktur atau sumber

Struktur atau sumber terkait dengan tenaga manusia, atau bahan-bahan yang diperlukan dalam
pelaksanaan kegiatan.

– Proses

Evaluasi proses berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Misalnya
mutu penyuluhan kesehatan yang diberikan kepada keluarga lansia dengan masalah nutrisi.
– Hasil

Evaluasi ini difokuskan kepada bertambahnya kesanggupan keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas
kesehatan. (Mubarak, Wahid Iqbal. 2006:298-299).

1. ASUHAN KEPERAWATAN TBC

1. Pengkajian

Data dasar pengkajian pasien (tergantung dari tahap penyakit dan derajat yang terkena)

 Aktivitas/istirahat

Gejala `: Kelelahan umum dan kelemahan, napas

pendek karena kerja,kesulitan tidur pada

malam hari atau demam malam hari,

menggigil dan atau berkeringat ,mimpi

buruk.

Tanda : Takikardia,dispnea/dispnue pada kerja.

Kelelahan otot,nyeri dan sesak.

 Integritas ego

Gejala : adanya/faktor stres lama,masalah keuangan,rumah.

Perasaan tak berdaya/tak ada harapan.

Tanda : menyangkal(khususnya selama Tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah terangsang.

 Makanan / cairan

Gejala : kehilangan napsu makan,tak dapat mencerna,penurunan berat badan.

Tanda : turgor kulit buruk,kering/kulit bersisik,kehilangan

otot/lemak subkutan hilang.

 Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda : berhati – hati pada area yang sakit,perilaku distraksi dan

gelisah.

 Pernapasan
Gejala : batuk produktif atau tidak produktif, napas pendek.

Tanda : penigkatan frekuensi pernapasan, pengembangan

paru saat bernapas tidak simetris. Perkusi pekak

dan penurunan fromitus.

Krakteristik sputum: hijau/purulen/mukoid kuning

atau bercak darah.

 Keamanan

Gejala : adanya kondisi penekanan imun,contoh AIDS,kanker. Tes HIV positif.

Tanda : demam rendah atau sakit panas akut.

 Interaksi sosial

Gejala : perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular. Perubahan pola biasa dalam tanggung
jawab/perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.

 Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga TB. Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk. Gagal untuk
membaik/kambuhnya TB. Tidak berpartisipasi dalam terapi.

(Doengoes,M.E,1999:240-241)

1. Diagnosa keperawatan

1) Resiko tinggi penularan kepada orang lain berhubungan dengan kerusakan pertahanan primer
tidak adekuat,penurunan kerja silia/stasis sekret atau kerusakan jaringan atau tambahan infeksi.

2) Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.

3) Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan efektivitas
paru,ateletaksis atau kerusakan membran alveola- kapiler.

4) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

5) Kurang pengetahuan mengenai kondisi,aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan


kurang terpajannya informasi.

1. Rencana keperawatan

1. Dx I : Resiko tinggi penularan kepada orang lain berhubungan dengan


kerusakan pertahanan primer tidak adekuat,penurunan kerja silia/stasis sekret atau
kerusakan jaringan atau tambahan infeksi.

Goal : Klien akan mencegah resiko penyebaran infeksi.


Obyektif : Setelah mendapat perawatan ± 1 x 24 jam klien

akan melakukan perubahan pola hidup untuk

meningkatkan lingkungan yang aman.

Intervensi dan Rasional

1) Kaji patologi penyakit(aktif/fase tak aktif) diseminasi infeksi melalui bronkus untuk membatasi
jaringan atau melalui aliran darah/simtom limtatik.

R/ Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah


pengaktifan berulang/komplikasi.

2) Identifikasi orang lain yang beresiko,contoh anggota rumah,sahabat karib/teman.

R/ Orang – orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/terjadinya
infeksi.

3) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dengan mengeluarkannya pada tisu atau tempat penampung
yang berisi cairan desinfektan,sabun hindari meludah. Kaji pembuangan tisu dan teknik mencuci
tangan yang tepat.

R/ Perilaku yang diperlukn untuk mencegah penyebaran infeksi.

4) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara,seperti penggunaan masker dan isolasi pernapasan.

R/ Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma sosial sehubungan
dengan penyakit menular.

Kolaborasi :

5) Berikan agen anti infeksi sesuai indikasi,contoh: INH, Rifampisin,Etambutol.

R/ Kombinasi agen anti infeksi digunakan Rifampisin dan

INH merupakan obat pilihan utama/primer untuk pasien infeksi dan pada resiko terjadi TB.

6) Pirazinamide (PZA/Aldinamide),Para Amino Selisik (PAS), sikloresin dan streptomisin.

R/ Obat sekunder diperlukan bila infeksi resisten terhadap

Obat primer.

7) Awasi pemeriksaan laboratorium contoh:hasil usapan sputum.

R/ Pasien yang mengalami 3 usapan negatif,perlu mentaati program obat dan asimtomatik akan
diklasifikasikan menyebar.

1. Dx.II : Inefektif bersihan jalan napas berhubungan

dengan penumpukan sekret.


Goal : Klien akan mempertahankan jalan napas tetap

Efektif.

Obyektif : setelah mendapatkan perawatan ± 2 x 60 menit klien


dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan Intervensi dan Rasional

1) Kaji fungsi pernapasan,contoh bunyi napas,kecepatan,irama dan kedalaman serta penggunaan


otot aksesori.

R/ Penurunan bunyi napas dapat menunjukan ateletaksis, ronki,mengi,menunjukkan akumulasi sekret


atau ketidak mampuan untuk membersihkan jalan napas yang dapat menimbulkan penggunaan otot
bantu pernapasan dan peningkatan kerja pernapasan.

2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan sekret/batuk efektif,catat karakter,jumlah sputum dan


adanya hemoptisis.

R/ Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal( mis.efek infeksi dan atau tidak adekuat hidrasi)

3) Berikan posisi semi fowler atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam.

R/ Posisi semi fowler atau fowler membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernapasan yang tidak normal.

4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea,pengisapan dilakukan sesuai dengan keperluan.

R/ Mencegah obstruksi/aspirasi,penghisapan diperlukan bila pasien tak mampu mengeluarkan sekret.

5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali ada kontraindikasi.

R/ Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret sehingga memudahkan saat
dikeluarkan.

Kolaborasi :

6) Lembabkan udara/oksigen aspirasi.

R/ Mencegah pengeringan membran mukosa,membantu pengenceran sekret.

7) Berikan obat – obatan sesuai indikasi. Agen mukolitik, contoh asetil sistein.

R/ Agen mukolitik menurunkan kekebalan dan perrlengketan sekret paru untuk memudahkan
pembersihan.

8) Kortikosteroid ( prednison)

R/ Berguna pada adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila respon inflamasi mengancam
hidup.

9) Bersiap untuk membantu intubasi darurat.

R/ Intubasi diperlukan pada kasus jarang bronkogenik TB dengan odema laring atau perdarahan paru
akut.
1. Dx.III : Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
penurunan permukaan efektif paru,ateletaksis,atau kerusakan membran alveolar – kapiler.

Goal : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal atau bebas dari gejala distres pernapasan.

Obyektif : Setelah diberikan perawatan 2 x 24 jam diharapkan terjadi penurunan dispneu.

Intervensi dan Rasional :

1) Kaji dispnea,takipnea,tak normal/menurunnya bunyi napas, peningkatan upaya


pernapasan,terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.

R/ TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi
difus luar, nekrosis, efusi pleura dan fibrosis luar.

2) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis dan/ atau perubahan pada warna
kulit,termasuk membran mukosa dan kuku.

R/ Akumulasi sekret/pengaruh jalan napas dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan.

3) Tunjukkan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi, khususnnya untuk pasien dengan fibrosis
atau kerusakan parenkim.

R/ Membuat tahanan melawan udara luar,untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas,sehingga


membantu menyebarkan udara melalui paru – paru dan menghilangkan/menurunkan napas pendek.

4) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan.

R/ Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan pernapasan dapat


menurunkan beratnya gejala.

Kolaborasi :

5) Awasi seri GDA / nadi oksimetri.

R/ Penurunan kandungan oksigen(PaO2) dan / atau saturasi atau penigkatan PaCO2 menunjukkan
kebutuhan intervensi/perubahan program terapi.

6) Berikan oksigen tambahan yang sesuai.

R/ Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan
ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru.

1. Dx. IV : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia.

Goal : Klien akan memperbaiki status nutrisi.

Obyektif : Setelah mendapatkan perawatan selama 3 x 24 jam klien akan menunjukkan perubahan
asupan nutrisi,kenaikan BB dan nilai laboratorium normal.
Intervensi dan Rasional:

1) Catat status nutrisi pasien pada saat penerimaan,catat keadaan turgor kulit,berat badan dan
derajat kekurangan BB,integritas mukosa oral.

R/ Berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.

2) Pastikan pola diet biasa pasien yang disukai dan yang tak disukai.

R/ Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khususnya pertimbangkan keinginan


individu dalam memperbaiki asupan diet.

3) Awasi masukan/pengeluaran dan BB selama waktu periodik.

R/ Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

4) Selidiki anoreksia,mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat. Awasi
frekuensi,volume,konsistensi feces.

R/ Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk
meningkatkan pemasukan/ penggunaan nutrion.

5) Dorong dan berikan istirahat sering.

R/ Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat demam.

6) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.

R/ Memaksimalkan masukan nurisi tanpa kelemahan yang tak perlu/kebutuhan energi dari makan
makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster.

Kolaborasi:

7) Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.

R/ Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik
dan diet.

8) Konsul dengan terapi pernapasan untuk jadwal pengobatan 1 – 2 jam sebelum/sesudah makan.

R/ Dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehubungan dengan obat atau efek
pengobatan pernapasan pada perut yang penuh.

9) Awasi pemeriksaan laboratotium,contoh BUN, protein serum dan albumin.

R/ Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan kebutuhan intervensi/perubahan program


terapi.

10) Berikan antipiretik yang tepat.

R/ Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan juga konsumsi kalori.


1. Dx. V :Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan
berhubungan dengan kurang terpajannya interpretasi informasi.

Goal : Klien akan menyatakan pemahaman proses penyakit atau prognosis dan kebutuhan
pengobatan.

Obyektif : Setelah mendapatkan perawatan diharapkan pasien dapat memahami tentang


proses penyakit yang dialami.

Intervensi dan Rasional :

1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar,contoh tingkat takut masalah,kelemahan,tingkat


partisipasi,lingkungan terbaik dimana pasien dapat belajar,sebanyak isi,media terbaik,siapa yang
terlibat.

R/ Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.

2) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat,contoh hemoptisis,nyeri


dada,demam,kesulitan bernapas,kehilangan pendengaran,vertigo.

R/ Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan
evaluasi lanjut.

3) Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh jadwal obat.

R/ Informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk mengingat sejumlah besar informasi.
Pengulangan menguatkan belajar.

4) Jelaskan dosis obat,frekuensi pemberian,kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama.
Kaji potensial interaksi dengan obat/substansi lain.

R/ Meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai
perbaikan kondisi pasien.

5) Dorong untuk tidak merokok.

R/ Meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TB, tetapi dapat meningkatkan disfungsi
pernapasan/ bronkitis.

1. Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan TBC Paru brdasarkan rencana tindakan yang
telah disusun adalah sebagai berikut :

Diagnosa Keperawatan 1 :melakukan pengkajian perjalanan/ patologi penyakit dan menggolongkan


apakah masuk fase aktif atau tidak aktif. Mengidentifikasi anggota keluarga serumah yang beresiko
untuk tertular penyakit sehingga bisa mendapatkan pengobatan untuk mencegah penyebaran.
Mengajarkan pada pasien untuk batuk atau bersin dengan mengeluarkannya pada tisu sekali pakai atau
tempat penampung yang sudah diberi air sabun. Mengingatkan dan menganjurkan pasien untuk tidak
meludah di sembarang tempat. Mengkaji cara pasien dan keluarga mencuci tangan apakah sudah sesuai
dengan teknik yang benar atau belum dan ajarkan pada pasien dan keluarga cara yang benar.
Mengajarkan pada pasien dan keluarga cara memakai masker yang baik dan benar serta menjelaskan
pada keluarga manfaat menggunakan masker. Mengajarkan pada pasien cara mengkonsumsi obat yang
benar dan keuntungan mengkonsumsi obat sesuai anjuran.

Diagnosa keperawaatan 2 : mengkaji fungsi pernapasan pasien (Frekuensi normal 16 – 24


x/menit,Irama teratur) kedalaman pernapasan,penggunaan otot bantu pernapasan. Mengkaji
kemampuan pasien mengeluarkan sekret, mengajarkan cara batuk efektif pada pasien. Melakukan
observasi pada keadaan sekret/ sputum pasien (jumlah,warna,bau dan sifat sekret) serta perhatikan
adanya hemoptisis. Menganjurkan pada pasien (keluarga) untuk minum air hangat ± 2500 l/hari dan
menjelaskan pada keluarga dan pasien air hangat dapat membantu mengencerkan dahak sehingga
mempermudah untuk dikeluarkan. Mengajarkan pada keluarga cara mengatur posisi semifowler atau
fowler pada pasien untuk mengurangi beban kerja paru sehingga dapat mengurangi sesak napas.
Mengajarkan pada pasien teknik napas dalam. Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang
pengobatan yang sedang dijalani saat ini ( efek samping,dosis dan waktu untuk minum,akibat konsumsi
yang tidak teratur).

Diagnosa keperawatan 3 : melakukan observasi atau mengkaji keadaan dispnea,takipnea,adanya bunyi


napas tambahan yang abnormal. Melakukan observasi dan penilaian tingkat kesadaran pasien,
mengobservasi ada tidaknya sianosis pada mukosa mulut dan ujung jari tangan/kaki. Menjelaskan pada
pasien dan keluarga pentingnya tirah baring dan mengurangi aktivitas selama sakit yang menunjang
proses penyembuhan.

Diagnosa keperawatan 4 : menimbang BB pasien pada saat kunjungan pertama,catat pula keadaan
turgor kulit,derajat kekurangan BB menggunakan standar yang berlaku sehingga dapat digunakan
sebagai data pembanding. Melakukan pemeriksaan pada mukosa oral untuk memastikan ada tidaknya
luka sehingga dapat diberikan perawatan. Mengkaji adanya anoreksia,mual dan muntah yang dialami
apakah berhubungan dengan obat – obatan yang dikonsumsi saat ini. Menganjurkan dan menjelaskan
pada pasien untuk makan dalam porsi sedikit tetapi sering. Mengkaji kebiasaan diit yang disukai dan
yang tidak disukai oleh pasien. Menjelaskan pada keluarga dan pasien tentang pentingnya
mengkonsumsi makanan bergizi untuk membantu meningkatkan daya tahan tubuh pasien dan anggota
keluarga lain dalam menghadapi infeksi kuman TBC.

Diagnosa keperawatan 5 : mengkaji tingkat pemahaman keluarga tentang sakit yang dialami oleh
anggota keluarganya. Mengkaji cara perawatan yang sudah diberikan oleh keluarga selama ini dan
mengajarkan cara yang benar seperti penggunaan masker saat merawat anggota keluarga yang sakit
tersebut. Mengenalkan pada pasien dan keluarga tanda – tanda bahaya yang harus segera di laporkan
pada perawat atau tim kesehatan yang lain seperti adanya hemoptisis,nyeri dada,kesulitan bernapas
dan vertigo. Memberikan penyuluhan tentang penyakit TBC,cara mencegah penyakit TBC dan cara
minum obat yang benar. Menganjurkan pada pasien(keluarga) untuk mengurangi merokok atau tidak
merokok.

1. Evaluasi

Evaluasi pada asuhan keperawatan keluarga dalam komunitas dengan TBC Paru adalah sebagai
berikut:

1) Pasien dapat atau mampu mengeluarkan sekret atau sputum tanpa bantuan, Pasien
menunjukkan perubahan perilaku seperti mencuci tangan yang benar,bisa menggunakan masker dan
mengurangi merokok.

2) Tidak didapatkan tanda – tanda distres pernapasan (dispnea,takipnea,adanya bunyi napas


tambahan yang abnormal dan sianosis).

3) Pasien menunjukkan perubahan asupan makanan bergizi dan ada perubahan BB. Tidak
didapatkan anoreksia,mual muntah.
4) Keluarga dan pasien dapat menyebutkan dan menjelaskan apa itu penyakit TBC Paru dan
menunjukkan perubahan perilaku dalam merawat anggota keluarga yang sakit seperti mencuci tangan
sebelum dan sesudah merawat pasien,menjaga kebersihan rumah tangga.

( Doengoes,M.E.1999: 240-247 )

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer,2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Auskultasi.

Chandrasoma, Parakrama, 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta : EGC.

Crofton. John, 2002. Tuberkulosis Klinis. Jakarta : Widya Medika.


Corwin,Elizabeth J. 2000. Buku saku patofisiologi. Jakarta. EGC

Depertemen Kesehatan RI,2006. Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulois. Jakarta.

Effendy, Nasrul, 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC.

Mubarak,Iqbal Wahid. 2009. Pengantar Keperawatan Komunitas.Jakarta. Sagung seto.

Mubarak,Iqbal Wahid.2006. BA.Ilmu Keperawatan Komunitas 2 : Teori & Aplikasi dalam Praktik.
Jakarta. Sagung Seto.

Nursalam, 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan; Konsep dan Praktek. Jakarta : Selamba
Medika.

Price, Sylvia Anderson, 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Robbins, Stanley L, 1995. Buku Ajar Patologi II. Jakarta : EGC.

Sloane,Ethel.2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat Pemula. Jakarta. EGC

Soeparman, 1990. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta : FKUI.

Sudiharto, 2007. Asuhan Keperawatan Dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta :


EGC.

Suprajitno, 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC

http://ceritalover.blogspot.com/2009/10penyakitTBC.html

http://google.com.gambar _ anatomi_ pernapasan_.html

Anda mungkin juga menyukai