2. Pemeriksaan dahak
contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
• P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
• S (sewaktu): dahak ditampung dirumah pada saat pasien mau datang ke fasyankes untuk menyerahkan
Dahak.
b. Pemeriksaan Biakan
• Pasien TB anak.
Foto toraks mendukung Foto toraks tidak mendukung Tidak bias dirujuk
TB, pertimbangan dokter TB, pertimbangan dokter
Bukan TB
TB
HIV (+)
Bukan TB
Kolaborasi Kegiatan TB HIV
18
BAB III
20
Adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji
biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat
Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat tanpa
Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi
didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan
pengobatan TB.
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien juga
diklasifikasikan menurut :
d. Status HIV
Tuberkulosis paru:
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB
Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa
ekstra paru.
Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
BAB III
21
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe,
sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.
1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (. dari
28 dosis).
2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan
yaitu:
reinfeksi).
• Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah
diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini
• Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
• Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja
• Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
• Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)
secara bersamaan
• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT
• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes
dengan:
BAB III
26
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada
Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap
(OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai beberapa
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
Berat Badan
Tahap Intensif
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
RH (150/150)
BAB III
27
Tahap
Pengobatan
Lama
Pengobatan
hari/
kali
menelan
obat
Tablet
Isoniasid
@ 300 mgr
Kaplet
Rifampisin
@ 450 mgr
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mgr
Tablet
Etambutol
@ 250 mgr
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya
(pengobatan ulang):
• Pasien kambuh
Berat
Badan
Tahap Intensif
tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) + E(400)
+ 2 tab Etambutol
+ 3 tab Etambutol
+ 4 tab Etambutol
5 tab 4KDT
( > do maks )
5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol
Tahap
Pengobatan
Lama
Pengobatan
Tablet
Isoniasid
@ 300 mgr
Kaplet
Rifampisin
@ 450 mgr
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mgr
Etambutol
Streptomi
sin injeksi
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tablet @
250 mgr
Tablet @
400 mgr
Tahap
Awal
(dosis
harian)
2 bulan
1 bulan
11
11
33
33
--
0,75 gr
-
56
28
Tahap
Lanjutan
(dosis 3x
semggu)
5 bulan 2 1 - 1 2 - 60
26
BAB III
28
Catatan:
• Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus disesuaikan
• Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan
golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang
jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama.
Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
• OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan pelayanan
kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh uji dahak
(sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 contoh uji dahak
tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya positif, hasil
harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif merupakan suatu cara
terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan. Setelah pengobatan tahap awal,
tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap BTA positif
atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus memulai pengobatan tahap lanjutan
(tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi). Pada semua pasien
selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan.
BAB III
29
lanjutan satu bulan. Apabila hasil pemeriksaan dahak ulang tetap positif, lakukan
MDR
• Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS
Pusat Rujukan TB MDR, segera diberikan dosis OAT tahap lanjutan (tanpa
pemberian OAT sisipan) dan diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke
• Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila hasil
MDR
• Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori 1),
pengobatan dinyatakan gagal. Apabila oleh karena suatu sebab belum bisa
semaksimal mungkin agar bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk
ke RS Pussat Rujukan TB MDR. Apabila oleh karena suatu sebab belum bisa
Tindak lanjut atas dasar hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat
BAB III
BAB III
BAB III
33
*** Sementara menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan pasien tidak diberikan
Hasil
pengobatan
Definisi
Sembuh
sebelumnya.
Pengobatan
lengkap
Gagal
Putus
berobat
(loss to
follow-up)
Tidak
dievaluasi
Paduan pengobatan yang dianjurkan dalam buku pedoman ini akan menyembuhkan
sebagian besar pasien TB baru tanpa memicu munculnya kuman resistan obat. Untuk
tercapainya hal tersebut, sangat penting dipastikan bahwa pasien menelan seluruh
obat yang diberikan sesuai anjuran dengan cara pengawasan langsung oleh seorang
PMO (Pengawas Menelan Obat) agar mencegah terjadinya resistensi obat. Pilihan
1) Persyaratan PMO
a) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,
anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
pengobatan.
BAB III
34
kediaman pasien atau PMO datang berkunjung kerumah pasien. Apabila tidak ada
1) Persyaratan PMO
a) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,
anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
pengobatan.
c) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
pertolongan ke fasyankes.
1) Kehamilan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk
karena dapat menimbulkan ototoksik pada bayi (permanent ototoxic) dan dapat
gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan
BAB III
35
sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang
mg/hari dianjurkan pada ibu hamil yang mendapatkan pengobatan TB, sedangkan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang
ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat.
Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan
kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut
dapat terus diberikan ASI. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik,
b) Pasien dengan kondisi berikut dapat diberikan paduan pengobatan OAT yang
c) Hepatitis Kronis
. 2 HRSE / 6 HR
. 9 HRE
. 2 HES / 10 HE
BAB III
36
Semakin berat atau tidak stabil penyakit hati yang diderita pasien TB,
Paduan OAT yang dianjurkan adalah pada pasien TB dengan gagal ginjal atau
dosis. Dosis Z dan E harus disesuaikan karena diekskresi melalui ginjal. Dosis
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal ginjal, perlu diberikan
tambahan Piridoksin (vit. B6) untuk mencegah terjadinya neuropati perifer. Hindari
Pasien dengan penyakit ginjal sangat berisiko untuk terkena TB khususnya pada
pasien dengan penyakit ginjal kronis. Secara umum, risiko untuk mengalami efek
samping obat pada pengobatan pasien TB dengan gagal kronis lebih besar
dibanding pada pasien TB dengan fungsi ginjal yang masih normal. Kerjasama
dengan dokter yang ahli dalam penatalaksanaan pasien dengan gangguan fungsi
ginjal sangat diperlukan. Sebagai acuan, tingkat kegagalan fungsi ginjal pada
2 KK (60 – 90 ml/menit)
3 KK (30 – 60 ml/menit)
4 KK (15 – 30 ml/menit)
25-30 mg/kgBB/hari,
Diberikan 3x/minggu
Etambutol 15 mg/kgBB/hari 15-25 mg/kgBB/hari,
Diberikan 3x/minggu
34
BAB III
37
TB merupakan salah satu faktor risiko tersering pada seseorang dengan Diabetes
mellitus.
a) Paduan OAT yang diberikan pada prinsipnya sama dengan paduan OAT bagi
b) Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat
c) Hati hati efek samping dengan penggunaan Etambutol karena pasien DM sering
obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosisnya perlu ditingkatkan
terjadi kekambuhan
pasien seperti:
Dosis dan lamanya pemberian kortikosteroid tergantung dari berat dan ringannya
Apabila pengobatan diberikan sampai atau lebih dari 4 minggu, dosis harus
8) Indikasi operasi
adalah:
a) Untuk TB paru:
• Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
• Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif.
BAB III
38
samping OAT yang berarti. Namun, beberapa pasien dapat saja mengalami efek
Guna mengetahui terjadinya efek samping OAT, sangat penting untuk memantau kondisi
klinis pasien selama masa pengobatan sehingga efek samping berat dapat segera
diketahui dan ditatalaksana secara tepat. Pemeriksaan laboratorium secara rutin tidak
diperlukan.
Petugas kesehatan dapat memantau terjadinya efek samping dengan cara mengajarkan
kepada pasien unuk mengenal keluhan dan gejala umum efek samping serta
daripada hal tersebut, petugas kesehatan harus selalu melakukan pemeriksaan dan aktif
menanyakan keluhan pasien pada saat mereka datang ke fasyankes untuk mengambil
obat.
Efek samping yang terjadi pada pasien dan tindak lanjut yang diberikan harus dicatat
Secara umum, seorang pasien yang mengalami efek samping ringan sebaiknya tetap
Apabia pasien mengalami efek samping berat, pengobatan harus dihentikan sementara
dan pasien dirujuk kepada dokter atau fasyankes rujukan guna penatalaksanaan lebih
lanjut. Pasien yang mengalami efek samping berat sebaiknya dirawat di rumah sakit.
sedikit makanan
di telapak kaki
atau tangan
hari
pasien.
Flu sindrom (demam,
R dosis
intermiten
setiap hari
36
BAB III
39
penatalaksanaan dibawah*
Semua jenis
OAT
fungsi hati.
Apabila pasien mengeluh gatal tanpa rash dan tidak ada penyebab lain, dianjurkan untuk
terjadi rash, semua OAT harus dihentikan dan segera rujuk kepada dokter atau fasyankes
rujukan dapat dilakukan upaya mengetahui OAT mana yang menyebabkan terjadinya
• Setelah reaksi dapat diatasi, OAT diberikan kembali secara bertahap satu persatu
dimulai dengan OAT yang kecil kemungkinannya dapat menimbulkan reaksi ( H atau R
• Dosis OAT tersebut ditingkatkan secara bertahap dalam waktu 3 hari. Apabila tidak
timbul reaksi, prosedur ini dilakukan kembali dengan menambahkan 1 macam OAT
lagi.
• Jika muncul reaksi setelah pemberian OAT tertentu, menunjukkan bahwa OAT yang
• Apabila telah diketahui OAT penyebab reaksi dikulit tersebut, pengobatan dapat
Dalam uraian ini hanya akan disampaikan tatalaksana pasien yang mengalami keluhan
gangguan fungsi hati karena pemberian obat (drugs induced hepatitis). Penatalaksanaan
pasien dengan gangguan fungsi hati karena penyakit penyerta pada hati, diuraikan dalam
OAT lini pertama yang dapat memberikan gangguan fungsi hati adalah : H, R dan Z.
Sebagai tambahan, Rifampisin dapat menimbulkan ikterus tanpa ada bukti gangguan
fungsi hati. Penting untuk memastikan kemungkinan adanya faktor penyebab lain
sebelum menyatakan gangguan fungsi hati yang terjadi disebabkan oleh karena paduan
OAT.
37
BAB III
40
tergantung dari:
• Apakah pasien sedang dalam pengobatan tahap awal atau tahap lanjutan
• Berat ringannya TB
1. Apabila diperkirakan bahwa gangguan fungsi hati disebabkan oleh karena OAT,
pemberian semua OAT yang bersifat hepatotoksik harus dihentikan. Pengobatan yang
diberikan Streptomisin dan Etambutol sambil menunggu fungsi hati membaik. Bila
fungsi hati normal atau mendekati normal, berikan Rifampisin dengan dosis bertahap,
diberikan paduan pengobatan non hepatatotoksik terdiri dari S, E dan salah satu OAT
3. Menghentikan pengobatan dengan OAT sampai hasil pemeriksaan fungsi hati kembali
normal dan keluhan (mual, sakit perut dsb.) telah hilang sebelum memulai pengobatan
kembali.
4. Apabila tidak bisa melakukan pemeriksaan fungsi hati, dianjurkan untuk menunggu
sampai 2 minggu setelah ikterus atau mual dan lemas serta pemeriksaan palpasi hati
pengobatan non hepatotoksik terdiri dari: S, E dan salah satu golongan kuinolon dapat
6. Setelah gangguan fungsi hati teratasi, paduan pengobatan OAT semula dapat dimulai
kembali satu persatu. Jika kemudian keluhan dan gejala gangguan fungsi hati kembali
muncul atau hasil pemeriksaan fungsi hati kembali tidak normal, OAT yang
dengan Rifampisin. Setelah 3-7 hari, Isoniazid dapat ditambahkan. Pada pasien yang
pernah mengalami ikterus akan tetapi dapat menerima kembali pengobatan dengan H
7. Paduan pengganti tergantung OAT apa yang telah menimbulkan gangguan fungsi hati.
Apabila H maupun R tidak dapat diberikan, paduan pengobatan OAT non hepatotoksik
terdiri dari : S, E dan salah satu dari golongan kuinolon harus dilanjutkan sampai 18-24
bulan.
8. Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap awal
dengan H,R,Z,E (paduan Kategori 1), setelah gangguan fungsi hati dapat diatasi,
menyelesaikan 2 bulan tahap awal diikuti dengan pemberian H dan R selama 6 bulan
tahap lanjutan.
9. Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap lanjutan
(paduan Kategori 1), setelah gangguan fungsi hati dapat diatasi, mulailah kembali
pemberian H dan R selama 4 bulan lengkap tahap lanjutan.
39
BAB IV
41
anak
pajanan,
risiko
penyakit
dengan
foto
yang
yang
memberikan
kasus
8,2%
dari
sangat
0-4
yang
seharusnya
14
TB
sering
TB
TB
dalam
sering
atau
42
sesuai organ terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas,
karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.
a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat
atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik.
b. Demam lama (=2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam
tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi.
Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak
c. Batuk lama =3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas
semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan.
d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to
thrive).
f. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
diare.
Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung pada jenis organ yang terkena,
misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang dan kulit, adalah sebagai
berikut:
a. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli):
Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter =1 cm, konsistensi kenyal, tidak nyeri,
daerah panggul.
• Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab yang jelas.
d. Skrofuloderma:
Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin bridge).
e. Tuberkulosis mata:
ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas dan
BAB IV
43
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular dengan angka kejadian yang
cukup tinggi di Indonesia. Diagnosis pasti TB seperti lazimnya penyakit menular yang lain
pada pemeriksaan dahak, bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi
jaringan.
beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung atau biopsi jaringan untuk
menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB. Pada anak dengan gejala TB,
BUK Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran pada bulan Februari 2013 tentang larangan
sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan contoh uji. Contoh uji dapat diambil
berupa dahak, induksi dahak atau pemeriksaan bilas lambung selama 3 hari berturut-turut,
apabila fasilitas tersedia. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah
di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans dan atau kuman TB.
Saat ini beberapa teknologi baru telah didukung oleh WHO untuk meningkatkan
ketepatan diagnosis TB Anak, diantaranya pemeriksaan biakan dengan metode cepat
yaitu penggunaan metode cair, molekular (LPA=Line Probe Assay dan NAAT=Nucleic
Acid Amplification Test, misalnya Xpert MTB/RIF). Metode ini tersedia di beberapa
WHO mendukung Xpert MTB/RIF pada tahun 2010 dan telah mengeluarkan rekomendasi
pada tahun 2011 untuk menggunakan GenXpert MTB/RIF. Rekomendasi WHO tahun
TB MDR dan HIV suspek TB pada anak. Hasil Xpert MTB/RIF yang negatif tidak selalu
diagnosis TB pada anak dapat dilakukan dengan memadukan gejala klinis dan
pemeriksaan penunjang lain yang sesuai. Adanya riwayat kontak erat dengan pasien TB
menular merupakan salah satu informasi penting untuk mengetahui adanya sumber
penularan. Selanjutnya, perlu dibuktikan apakah anak telah tertular oleh kuman TB
dengan melakukan uji tuberkulin. Uji tuberkulin yang positif menandakan adanya reaksi
hipersensitifitas terhadap antigen (tuberkuloprotein) yang diberikan. Hal ini secara tidak
langsung menandakan bahwa pernah ada kuman yang masuk ke dalam tubuh anak atau
anak sudah tertular. Anak yang tertular (hasil uji tuberkulin positif) belum tentu menderita
TB oleh karena tubuh pasien memiliki daya tahan tubuh atau imunitas yang cukup untuk
melawan kuman TB. Bila daya tahan tubuh anak cukup baik maka pasien tersebut secara
klinis akan tampak sehat dan keadaan ini yang disebut sebagai infeksi TB laten. Namun
apabila daya tahan tubuh anak lemah dan tidak mampu mengendalikan kuman, maka
anak akan menjadi menderita TB serta menunjukkan gejala klinis maupun radiologis.
Gejala klinis dan radiologis TB pada anak sangat tidak spesifik, karena gambarannya
41
BAB IV
43
yang
lain
tuberculosis
biopsi
dari
untuk
TB,
tidak
Jenderal
larangan
mikrobiologik
diambil
turut,
adalah
yang
perkijuan
TB.
meningkatkan
cepat
Nucleic
beberapa
rekomendasi
tahun
mendiagnosis
selalu
penegakan
dan
TB
sumber
TB
reaksi
tidak
atau
menderita
untuk
secara
Namun
maka
radiologis.
gambarannya
44
dapat menyerupai gejala akibat penyakit lain. Oleh karena itulah diperlukan ketelitian
dalam menilai gejala klinis pada pasien maupun hasil foto toraks.
adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan melakukan uji tuberkulin/mantoux test.
Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2 TU. Namun uji
tuberkulin belum tersedia di semua fasilitas pelayanan kesehatan.
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto toraks. Namun
gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat dijumpai pada penyakit lain.
Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat digunakan untuk
dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia, dapat
menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring. Sistem
skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh para ahli
yang berasal dari IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO dan disepakati sebagai salah
satu cara untuk mempermudah penegakan diagnosis TB pada anak terutama di fasilitas
kesehatan dasar. Sistem skoring ini membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat
• Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai nilai
tertinggi yaitu 3.
• Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan diagnosis TB
BAB IV
45
46
Anak 0 – 14 th
Suspek TB Anak
Sistem Skoring
Skor = 6
Didapat dari
parameter uji
tuberkulin (+)
atau kontak
dengan gejala
klinis lain
Didapat dari
parameter uji
tuberkulin (+)
dan kontak;
tanpa gejala
klinis lain
Skor> 6
TB ANAK
Lanjutkan
terapi
Evaluasi, rujuk
bila perlu
Skor< 6
Infeksi laten TB
Bukan
TB
Pertimbangan
dokter (**)
Umur = 5 Umur< 5 th
th
PP INH
PP INH Observasi
Keterangan :
(**) Pertimbangan dokter untuk mendapatkan terapi TB anak pada skor < 6 bila
ditemukan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif disertai dengan 2 gejala klinis
BAB IV
49
Nama Obat
Dosis harian
(mg/kgBB/hari)
Dosis
maksimal
(mg /hari)
Efek samping
hipersensitivitis
hepatitis, trombositopenia,
gastrointestinal
hijau, hipersensitivitas,
gastrointestinal
Awal
OAT Tahap
Pengobatan
TB Ringan
2HRZ 4HR
kemudian tappering
off.
kerusakan luas:
. TB milier
. TB+destroyed
lung
2HRZ+E atau
7-10HR
off.
9-12 bulan
Meningitis TB
10HR
kemudian tappering
off.
12 bulan
Peritonitis TB
kemudian tappering
off.
Perikardistis TB
kemudian tappering
off.
Skeletal TB -
47
BAB IV
50
2. OAT Kategori Anak kemasan Kombinasi dosis tetap (KDT) OAT (FDC=Fixed Dose
Combination)
paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket dibuat untuk satu
pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif,
yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase
lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat
Berat badan
(kg)
2 bulan
RHZ (75/50/150)
4 bulan
(RH (75/50)
• Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk kombinasi
• Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai umur).
• OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh digerus)
• Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable), atau
• Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
• Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh
Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali dengan keluhan
gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut benar-benar menderita TB. Evaluasi
dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau sistem skoring. Evaluasi dengan
sistem skoring harus lebih cermat dan dilakukan di fasilitas rujukan. Apabila hasil
pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka anak diklasifikasikan sebagai kasus
Kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah mendapat pengobatan TB, tidak dianjurkan
50
2. OAT Kategori Anak kemasan Kombinasi dosis tetap (KDT) OAT (FDC=Fixed Dose
Combination)
pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif,
yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase
lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat
Berat badan
(kg)
2 bulan
RHZ (75/50/150)
4 bulan
(RH (75/50)
• Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk kombinasi
• Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai umur).
• Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable), atau
• Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
• Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh
Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali dengan keluhan
gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut benar-benar menderita TB. Evaluasi
dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau sistem skoring. Evaluasi dengan
sistem skoring harus lebih cermat dan dilakukan di fasilitas rujukan. Apabila hasil
pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka anak diklasifikasikan sebagai kasus
Kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah mendapat pengobatan TB, tidak dianjurkan
50
2. OAT Kategori Anak kemasan Kombinasi dosis tetap (KDT) OAT (FDC=Fixed Dose
Combination)
paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket dibuat untuk satu
pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif,
yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase
lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat
Berat badan
(kg)
2 bulan
RHZ (75/50/150)
4 bulan
(RH (75/50)
• Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk kombinasi
• Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai umur).
• OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh digerus)
• Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable), atau
• Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
• Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh
gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut benar-benar menderita TB. Evaluasi
dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau sistem skoring. Evaluasi dengan
sistem skoring harus lebih cermat dan dilakukan di fasilitas rujukan. Apabila hasil
pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka anak diklasifikasikan sebagai kasus
Kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah mendapat pengobatan TB, tidak dianjurkan
BAB IV
Sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa dengan BTA dahak
positif, akan terinfeksi TB juga. Kira-kira 10% dari jumlah tersebut akan mengalami sakit TB.
Infeksi TB pada anak kecil berisiko tinggi menjadi TB berat (misalnya TB meningitis atau TB
milier) sehingga diperlukan pemberian kemoprofilaksis untuk mencegah terjadinya sakit TB.
Balita (+)/(-) Sehat, Kontak (+), Uji tuberkulin (-) INH profilaksis
Keterangan
• Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/kgBB (7-15 mg/kg)
• Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap adanya
harus segera dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB, pengobatan harus
• Jika PP-INH selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6 bulan pemberian), maka
pemberian INH dapat dihentikan.
• Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah
BAB V
54
tatalaksana
jejaring
strategi
TB
mutu
mampu
yang
secara
terhadap
evaluasi
mutu
kualitasnya
untuk
memadai
dan
indikator
dari
Nasional,
TB
jawab
TB
56
BAB V
spesimen dahak untuk pemeriksaan GeneXpert (sewaktu pertama atau pagi) dan 2
b. Pasien dengan hasil GeneXpert Mtb negatif, lakukan investigasi terhadap kemungkinan
lain. Bila pasien sedang dalam pengobatan TB, lanjutkan pengobatan TB sampai selesai.
Pada pasien dengan hasil Mtb negatif, tetapi secara klinis terdapat kecurigaan kuat
GeneXpert 1 (satu) kali dengan menggunakan spesi mendahak yang memenuhi kualitas
pemeriksaan. Jika terdapat perbedaan hasil, maka hasil pemeriksaan yang terakhir yang
c. Pasien dengan hasil GeneXpert Mtb Sensitif Rifampisin, mulai atau lanjutkan tatalaksana
d. Pasien dengan hasil GeneXpert Mtb Resistan Rifampisin, mulai pengobatan standar TB
MDR. Pasien akan dicatat sebagai pasien TB RR. Lanjutkan dengan pemeriksaan biakan
e. Jika hasil pemeriksaan biakan teridentifikasi kuman positif Mycobacterium tuberculosis (Mtb
tumbuh), lanjutkan dengan pemeriksaan uji kepekaan lini pertama dan lini kedua sekaligus.
Jika laboratorium rujukan mempunyai fasilitas pemeriksaan uji kepekaan lini-1 dan lini-2,
maka lakukan uji kepekaan lini-1 dan lini-2 sekaligus (bersamaan). Jika laboratorium
rujukan hanya mempunyai kemampuan untuk melakukan uji kepekaan lini-1 saja, maka uji
kepekaan dilakukan secara bertahap. Uji kepekaan tidak bertujuan untuk mengkonfirmasi
hasil pemeriksaan GeneXpert, tetapi untuk mengetahui pola resistensi kuman TB lainnya.
f. Jika terdapat perbedaan hasil antara pemeriksaan GeneXpert dengan hasil pemeriksaan uji
diagnosis.
g. Pasien dengan hasil uji kepekaan menunjukkan TB MDR (hasil uji kepekaan menunjukkan
adanya tambahan resistan terhadap INH), catat sebagai pasien TB MDR, dan lanjutkan
pengobatan TB MDR-nya.
h. Pasien dengan hasil uji kepekaan menunjukkan hasil XDR (hasil uji kepekaan
paduan pengobatan pasien (ganti paduan pengobatan TB MDR standar menjadi paduan
Catatan:
Untuk pasien yang mempunyai risiko TB MDR rendah (diluar 9 kriteria terduga TB
pemeriksaan GeneXpert 1 (satu) kali lagi dengan spesi mendahak yang baru. Jika terdapat
perbedaan hasil pemeriksaan, maka hasil pemeriksaan yang terakhir yang dijadikan acuan
BAB V
Pilihan paduan OAT MDR saat ini adalah paduan standar (standardized treatment), yang
pada permulaan pengobatan akan diberikan kepada semua pasien TB RR/TB MDR.
1) Jika sejak awal terbukti resistan terhadap kanamisin, maka paduan standar adalah
sebagai berikut:
2) Jika sejak awal terbukti resistan terhadap fluorokuinolon maka paduan standar
Km-Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E) / Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E)
3) Jika sejak awal terbukti resistan terhadap kanamisin dan fluorokuinolon (TB XDR)
Cm-Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E) / Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E)
b. Paduan standar ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB RR/MDR
secara laboratoris.
c. Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap
lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian obat oral dan suntikan dengan lama
paling sedikit 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan. Tahap lanjutan
d. Lama pengobatan seluruhnya paling sedikit 18 bulan setelah terjadi konversi biakan.
Lama pengobatan berkisar 19-24 bulan.
Selama menjalani pengobatan, pasien harus dipantau secara ketat untuk menilai respons
pengobatan dan mengidentifikasi efek samping sejak dini. Gejala TB (batuk, berdahak,
demam dan BB menurun) pada umumnya membaik dalam beberapa bulan pertama
Definisi konversi biakan adalah pemeriksaan biakan 2 kali berurutan dengan jarak
Pemantauan yang dilakukan selama pengobatan meliputi pemantauan secara klinis dan
F. 59
• Asam Urat
e. Foto toraks.
g. Pemeriksaan EKG
BAB VI
HIV
dengan
TB.
Global
infection,
Permenkes
penanggulangan
tersebut
fasilitas
atau
tuberkulosis
koinfeksi
penyakit
semua
kematian
Kebijakan:
TB dan HIV yang berlaku saat ini dengan mengutamakan berfungsinya jejaring diantara
2. Kelompok kerja atau forum komunikasi dibentuk pada tingkat Nasional, Provinsi dan
HIV/AIDS guna meningkatkan jangkauan dan cakupan penemuan kasus TB-HIV secara
signifikan.
kolaborasi TB-HIV yang optimal dalam menetapkan peran dan tanggung jawab masingmasing
5. Surveilans TB-HIV di Indonesia saat ini dilakukan dengan menggunakan data rutin yang
dikumpulkan dari layanan yang sudah melaksanakan kegiatan kolaborasi TB-HIV baik
dari layanan TB dan HIV dengan menggunakan SITT untuk program TB dan SIHA
untuk program HIV. Survei periodik dan survei sentinel dapat dilakukan bila diperlukan.
7. Semua pasien koinfeksi TB-HIV sesegera mungkin dilakukan inisiasi ART tanpa menilai
B.2. Inisiasi Pengobatan Pencegahan dengan INH dan inisiasi dini ART
Pengguna NAPZA)
BAB VI
tes
kaji
ini
yang
dan
sistem
pelayanan
sama
sistem
antar
tingkat
koordinasi
lebih
menjamin
beberapa
satu
HIV
satu
model
kesempatan
ditemukan
gejala
ekstraparu sesuai dengan organ yang terkena misalnya TB pleura, TB perikard, TB milier,
Penegakkan diagnosis TB paru pada ODHA tidak terlalu berbeda dengan orang dengan HIV
mikroskopis dahak namun pada ODHA dengan TB seringkali diperoleh hasil dahak BTA
negatif. Di samping itu, pada ODHA sering dijumpai TB ekstraparu di mana diagnosisnya
sulit ditegakkan karena harus didasarkan pada hasil pemeriksaan klinis, bakteriologi dan
atau histologi yang didapat dari tempat lesi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
Sewaktu (SPS). Apabila minimal satu dari pemeriksaan contoh uji dahak SPS hasilnya
Pemeriksaan mikroskopis dahak pada ODHA sering memberikan hasil negatif, sehingga
penegakkan diagnosis TB dengan menggunakan tes cepat dengan Xpert MTB/Rif perlu
dilakukan. Pemeriksaan tes cepat dengan Xpert MTB/Rif juga dapat mengetahui adanya
lebih tepat. Jika fasilitas memungkinkan, pemeriksaan tes cepat dilakukan dalam waktu
Jika sarana pemeriksaan biakan dahak tersedia maka ODHA yang BTA negatif, sangat
dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan biakan dahak karena hal ini dapat membantu
Penggunaan antibiotik dengan maksud sebagai alat bantu diagnosis seperti alur
terlambat sehingga dapat meningkatkan risiko kematian ODHA. Oleh karena itu,
Namun antibiotik perlu diberikan pada ODHA dengan IO yang mungkin disebabkan oleh
infeksi bakteri lain bersama atau tanpa M.tuberculosis. Jadi, maksud pemberian antibiotik
tersebut bukanlah sebagai alat bantu diagnosis TB tetapi sebagai pengobatan infeksi
respons terhadap M.tuberculosis dan dapat memicu terjadinya resistensi terhadap obat
tersebut.
pada ODHA dengan BTA negatif. Namun perlu diperhatikan bahwa gambaran foto toraks
BAB VII
74
BAB VII
tersebar melalui diudara melalui percik renik dahak saat pasien TB paru atau TB laring batuk,
berbicara, menyanyi maupun bersin. Percik renik tersebut berukuran antara 1-5 mikron
sehingga aliran udara memungkinkan percik renik tetap melayang diudara untuk waktu yang
cukup lama dan menyebar keseluruh ruangan. Kuman TB pada umumnya hanya ditularkan
Infeksi terjadi apabila seseorang yang rentan menghirup percik renik yang mengandung kuman
TB melalui mulut atau hidung, saluran pernafasan atas, bronchus hingga mencapai alveoli.
Mencegah penularan tuberkulosis pada semua orang yang terlibat dalam pemberian pelayanan
Pengendalian Infeksi (PPI) TB bagi petugas kesehatan sangatlah penting peranannya untuk
Salah satu risiko utama terkait dengan penularan TB di tempat pelayanan kesehatan adalah
yang berasal dari pasien TB yang belum teridentifikasi. Akibatnya pasien tersebut belum
Semua tempat pelayanan kesehatan perlu menerapkan upaya PPI TB untuk memastikan
dicurigai atau dipastikan menderita TB. Upaya tersebut berupa pengendalian infeksi
dengan 4 pilar yaitu :
1. Pengendalian Manajerial
2. Pengendalian administratif
3. Pengendalian lingkungan
1. Pengendalian Manajerial.
Kesehatan Propinsi dan Kabupaten /Kota dan/atau atasan dari institusi terkait.
Komitmen, kepemimipinan dan dukungan manajemen yang efektif berupa penguatan dari
b. Membuat SPO mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan dan
surveilans
BAB VII
BAB VII
76
ke laboratorium.
Petugas surveilans batuk segera mengarahkan pasien yang batuk ke tempat khusus
dengan area ventilasi yang baik, yang terpisah dari pasien lain,serta diberikan masker.
Untuk alasan kesehatan masyarakat, pasien yang batuk harus didahulukan dalam
antrian (prioritas).
3. Pengendalian Lingkungan.
teknologi untuk mencegah penyebaran dan mengurangi/ menurunkan kadar percik renik
tertentu (directional airflow) dan atau ditambah dengan radiasi ultraviolet sebagai
germisida.
b. Ventilasi Mekanik
c. Ventilasi campuran
Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan setempat.
Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu fasyankes berdasarkan kondisi lokal yaitu
struktur bangunan, iklim-cuaca, peraturan bangunan, budaya, dana dan kualitas udara
luar ruangan serta perlu dilakukan monitoring dan pemeliharaan secara periodik.
Penggunaan alat pelindung diri pernapasan oleh petugas kesehatan di tempat pelayanan
sangat penting untuk menurunkan risiko terpajan, sebab kadar percik renik tidak dapat
melakukan prosedur yang berisiko tinggi, misalnya bronkoskopi, intubasi, induksi sputum,
aspirasi sekret saluran napas, dan pembedahan paru. Selain itu, respirator ini juga perlu
BAB VII
77
Petugas kesehatan dan pengunjung perlu mengenakan respirator jika berada bersama
Respirator partikulat untuk pelayanan kesehatan N95 atau FFP2 (health care particular
seseorang dari partikel berukuran < 5 mikron yang dibawa melalui udara. Pelindung ini
terdiri dari beberapa lapisan penyaring dan harus dipakai menempel erat pada wajah
tanpa ada kebocoran. Masker ini membuat pernapasan pemakai menjadi lebih berat.
Harganya lebih mahal daripada masker bedah. Bila cara pemeliharaan dan penyimpanan
dilakukan dengan baik, maka respirator ini dapat digunakan kembali (maksimal 3 hari).
Sebelum memakai masker ini, petugas kesehatan perlu melakukan fit test.
76
BAB VIII
78
BAB VIII
TUBERKULOSIS
Program Pengendalian TB dalam strategi nasional diarahkan menuju akses universal terhadap
layanan TB yang berkualitas, dapat dicapai dengan upaya yang sistematis melibatkan secara
aktif seluruh penyedia layanan kesehatan oleh karena itu perlu pelibatan semua fasilitas
layanan kesehatan.
Public Private Mix (bauran layanan pemerintah-swasta), adalah pelibatan semua fasilitas
layanan kesehatan dalam upaya ekspansi layanan pasien TB dan kesinambungan program
dengan institusi pemerintah Lintas Program/Lintas Sektor, kerjasama dengan faskes milik
pemerintah termasuk faskes yang ada di BUMN, TNI, POLRI dan lapas/rutan.
LSM, kerjasama RS swasta dengan DPM, kerjasama DPM dengan laboratorium swasta dan
apotik swasta.
Sehubungan dengan berlakunya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJKN) yang dimulai
Januari tahun 2014, maka pemberian layanan TB tanpa penyulit dilakukan di FKTP,
sedangkan untuk TB dengan penyulit atau yang memerlukan pemeriksaan diagnosis lanjutan
dilakukan di FKRTL.
A. Tujuan
Tujuan PPM adalah menjamin ketersediaan akses layanan TB yang merata, bermutu dan
1. Prinsip PPM
c. Kegiatan PPM diselenggarakan melalui sistim jejaring yang dikoordinir oleh program
BAB VIII
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
77
BAB VIII
79
2. Strategi PPM
terhadap layanan TB yang berkualitas, dapat dicapai dengan upaya yang sistematis
peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan DOTS yang lebih luas dengan penekanan
pada pendekatan penguatan sistem yang dicerminkan dalam 6 pilar Public Private Mix
(PPM), yaitu :
C. Penerapan PPM
1. Tingkat Nasional
2. Tingkat Provinsi
3. Tingkat Kabupaten/Kota
1. Tingkat Nasional
pedoman, standar, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang menjadi pegangan
bagi penerapan PPM di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pelaksana PPM di tingkat
nasional terdiri dari jajaran Kementerian Kesehatan RI dan kementerian terkait lainnya,
2. Tingkat Provinsi
Di tingkat provinsi dibentuk tim PPM yang terdiri dari dinas kesehatan, perhimpunan
profesi, serta pemangku kepentingan lain, yaitu: LSM, organisasi keagamaan, tempat
kerja, lapas/rutan. Pembentukan Tim PPM tingkat provinsi dimaksudkan agar dapat
tingkat kabupaten/kota.
3. Tingkat kabupaten/kota
dimulai dengan pembentukan tim, menyusun rencana kerja berdasarkan hasil pemetaan
dan evaluasi kebutuhan. Tim PPM Kab/kota mendukung dinas kesehatan kabupaten/kota
BAB VIII
80
mengalami gangguan saluran pernafasan dengan keluhan utama batuk kronis dan
sesak.
6) Membentuk jejaring antara Pilar pelayanan DOTS dasar dengan pilar-pilar yang
lain, contohnya:
• Pelibatan tempat kerja, swasta dan dunia usaha untuk membangun kepedulian
• Integrasi layanan TB di FKTP kedalam skema JKN yang dikelola oleh Badan
3) Membentuk jejaring antara Pilar pelayanan DOTS di RS dengan pilar yang lain,
contohnya:
sebagai berikut:
79
BAB VIII
81
dalam bentuk PNPK yang merupakan standar pelayanan TB bagi dokter di seluruh
Indonesia.
IDI.
Kesehatan Republik Indonesia no.5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis
Selain IDI, pilar 3 ini juga meliputi pendekatan lain yang dikoordinir oleh Kemenkes
Pilar ini dikoordinir oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik (BPPM) dan
4) Pemanfaatan teknologi tes diagnostik TB dengan tes cepat (GeneXpert dan LPA).
mutunya.
Pilar ini dilaksanakan oleh Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Dirjen
Bina Kefarmasian Alat Kesehatan dengan melibatkan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Pendekatan pilar ini lebih pada penetapan regulasi dan penegakan hukum, yaitu:
kualitas OAT.
BAB IX
BAB IX
Diagnosis TB melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak merupakan metode baku emas
(gold standard). Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih lama (paling cepat sekitar
6 minggu) dan memerlukan fasilitas sumber daya laboratorium yang memenuhi standar .
Pemeriksaan 3 contoh uji (SPS) dahak secara mikroskopis nilainya identik dengan
pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan. Pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
pemeriksaan yang paling efisien, mudah, murah, bersifat spesifik, sensitif dan hanya dapat
TB, sumber daya laboratorium, kegiatan laboratorium, pemantapan mutu laboratorium TB,
Laboratorium TB tersebar luas dan berada di setiap wilayah, mulai dari tingkat Kecamatan,
yang memberikan pelayanan pemeriksaan TB mulai dari yang paling sederhana, yaitu
Untuk menjamin pelaksanaan pemeriksaan yang sesuai standar, maka diperlukan jejaring
FKPT dengan laboratorium yang mampu membuat sediaan contoh uji , pewarnaan
pemantapan mutu eksternal melalui uji silang berkala oleh laboratorium RUS-1 di
laboratorium yang melayani pengumpulan dahak, pembuatan contoh uji, fiksasi dan
BAB IX
BAB IX
setelah memenuhi kriteria yang telah ditentukan dan berada di tingkat Kabupaten/Kota
dengan wilayah kerja yang ditetapkan oleh Dinas Kabupaten/Kota terkait atau lintas
kabupaten/kota atas kesepakatan antara Dinas Kabupaten /Kota. Pada Lab RUS 1
dengan wilayah kerja lebih dari 1 kabupaten/kota, penetapan laboratorium oleh Kepala
kerjanya.
provinsi yang tidak memiliki laboratorium RUS 1, maka laboratorium rujukan provinsi
laboratorium TB di wilayahnya
5) Mengikuti PME tingkat nasional (uji silang sediaan dahak dengan metode LQAS,
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dengan peran, tanggung jawab dan tugas
1) Peran:
mikroskopis TB
2) TanggungJawab:
BAB IX
c. Laboratorium biakan
tuberculosis sesuai standar dan memenuhi indikator kinerja laboratorium biakan TB.
kinerja laboratorium ini dilaporkan kepada Laboratorium Rujukan Regional dan LRN.
sesuai standard dan tersertifikasi melalui mekanisme pemantapan mutu oleh LRN.
1) Melaksanakan pelayanan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan OAT lini 1 dan/
atau 2
Upaya Kesehatan dengan peran, tanggung jawab dan tugas pokok sebagai berikut:
1) Peran
a) Laboratorium rujukan nasional untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan TB.
2) Tugas Pokok
a) Pemetaan distribusi, jumlah dan kinerja laboratorium biakan dan uji kepekaan
TB
c) Menentukan spesifikasi alat dan bahan habis pakai untuk laboratorium biakan
TB
BAB IX
Jenderal Bina Upaya Kesehatan dengan peran, tanggung jawab dan tugas pokok
sebagai berikut:
1) Peran
dan MOTT.
2) Tugas Pokok
3) Tanggungjawab
operasional TB, pemeriksaan molekuler, serologi dan MOTT berjalan sesuai peran
Tujuan PMI:
Kegiatan PMI harus meliputi setiap tahap pemeriksaan laboratorium yaitu tahap praanalisis,
BAB IX
laboratorium, misalnya :
f) Protap inokulasi
g) Protap identifikasi
laboratorium TB
4) Tersedianya contoh uji kontrol (positip dan negatip) dan kuman kontrol.
rujukan bersama dengan Dinas Kesehatan setempat agar dapat melakukan evaluasi
laboratorium penyelenggara.
2) Kegiatan PME
a) PME Mikroskopis
BAB IX
Untuk menjamin data kegiatan laboratorium dapat termonitor dengan baik, maka seluruh
Tuberkulosis (SITT) untuk pelayanan pemeriksaan mikrokopis (Laporan TB.12) dan eTB
Manager untuk pelayanan pemeriksaan biakan, uji kepekaan dan uji cepat biomolekuler.
Manajemen laboratorium harus menjamin adanya sistem dan perangkat keamanan dan
pemantauan dan evaluasi secara berkala, yang diikuti dengan tindakan koreksi yang
yaitu: infrastruktur laboratorium, peralatan, bahan yang dipakai, proses dan keterampilan
diselaraskan baik dari aspek pengelolaan (manajemen) dan teknis laboratorium agar
terjamin keselamatan dan keamanan petugas dan lingkungan. Keselamatan dan Keamanan
Laboratorium TB bertujuan untuk mencegah dan menangani infeksi dan kecelakaan kerja di
laboratorium TB.
91
BAB X
94
BAB X
TUBERKULOSIS
(Fasyankes).
Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan logistik P2TB dengan baik sehingga
Logistik P2TB adalah seluruh rangkaian proses pengelolaan logistik P2TB mulai
bahan dan alat kesehatan untuk menunjang kegiatan P2TB, mulai dari proses
Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah semua jenis OAT yang digunakan
Logistik Non OAT adalah semua jenis bahan dan alat kesehatan selain OAT yang
Jenis-jenis logistik P2TB dibagi dalam 2 jenis, yaitu: Obat Anti TB (OAT) dan Non
OAT.
• Lini pertama: Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E)
Salicylic (PAS).
individual untuk setiap pasien. Paket OAT ini dikemas dalam dua jenis
BAB X
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
92
BAB X
95
Paket OAT KDT/FDC adalah paket OAT yang dalam setiap tablet OAT-nya
Paket Kombipak adalah paket OAT dimana tablet OAT-nya masih lepasan
dari setiap jenis OAT yang digunakan untuk paduan pengobatan TB.
Baik paket OAT KDT/FDC maupun paket OAT Kombipak, tablet OAT-nya
Paduan paket OAT yang saat ini disediakan oleh Program Nasional
paduan individual yang terdiri dari beberapa OAT lini kedua ditambah OAT
lini pertama yang masih sensitif.
Sediaan dari OAT lini kedua dan lini pertama yang digunakan untuk paduan
BAB X
96
Logistik Non OAT yang digunakan dalam P2TB adalah seluruh jenis logistik
Non OAT yang digunakan P2TB baik dalam pelayanan pasien TB maupun
Logistik Non OAT yang digunakan P2TB dibagi dalam dua kelompok, yaitu
sediaan, Oli Emersi, Ether Alkohol, Tisu, Sarung tangan, Lysol, Lidi,
petunjuk teknis, leaflet, brosur, poster, lembar balik, stiker, dan lainlain.
Logistik Non OAT resistan obat yang digunakan P2TB dibagi dalam dua
kelompok, yaitu barang habis pakai dan tidak habis pakai.
a) Logistik Non OAT resistan obat habis pakai antara lain adalah:
. Cartridge GeneXpert
. Masker bedah
. Respirator N95
b) Logistik Non OAT resistan obat tidak habis pakai antara lain adalah:
petunjuk teknis, leaflet, brosur, poster, lembar balik, stiker, dan lainlain.
pengendalian TB, yaitu mulai dari tingkat Pusat, Dinkes Provinsi, Dinkes Kab/Kota
BAB X
97
Jejaring pengelolaan logistik TB di fasyankes, baik OAT maupun Non OAT adalah
Keterangan:
Keterangan:
Untuk Dokter Praktek Mandiri (DPM) dan klinik akan memperoleh logistik melalui
distribusi
permintaan distribusi
permintaan
(DPM)
Klinik Swasta
Dinkes Provinsi
Dinkes Kab/kota
Fasyankes
Instalasi Farmasi
Kab/Kota(IFK)
95
BAB X
98
Keterangan:
maupun non obat dari Dinas Kesehatan Provinsi. Sedangkan untuk fasyankes
Pengelolan logistik P2TB merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
menjamin agar logistik P2TB tersedia di setiap layanan pada saat dibutuhkan
dengan jumlah yang cukup dan kualitas yang baik. Kegiatan pengelolaan logistik
sampai dengan penggunaan, serta adanya sistim manajemen pendukung. Hal ini
Pusat
Instalasi Farmasi
Nasional
Instalasi Farmasi
Provinsi (IFP)
Instalasi Farmasi
Faskes Rujukan
Dinkes Provinsi
Faskes Rujukan
Faskes Sub Rujukan Faskes Satelit
Keterangan:
BAB X
100
a. Perencanaan OAT
memperhitungkan proporsi tipe penemuan pasien tahun lalu, jumlah stok yang
memperhatikan:
1) Jenis logistik
2) Spesifikasi
3) Jumlah kebutuhannya.
5) Unit pengguna
BAB X
101
pada institusi maupun layanan kesehatan. Pengadaan yang baik harus dapat
memastikan logistik yang diadakan sesuai dengan jenis, jumlah, tepat waktu
sesuai dengan kontrak kerja dan harga yang kompetitif. Proses pengadaan harus
a. Tersedianya logistik P2TB dalam jumlah, jenis, spesifikasi dan waktu yang
tepat.
b. Didapatkannya logistik P2TB dengan kualitas yang baik dengan harga yang
wajar.
c. Pengadaan yang sumber dana dari Bantuan Luar Negeri selain mengikuti
d. Pengadaan logistik yang berasal dari APBN dilaksanakan oleh Kemenkes RI,
bersangkutan.
Kesehatan Kabupaten/Kota.
a. Pengadaan OAT
Saat ini kebutuhan OAT masih dipenuhi dari pengadaan Pusat dengan dana
dilakukan oleh Ditjen. Binfar dan Alkse Kemenkes R.I. Sedangkan OAT
Pengendalian TB.
2) Batas kadaluarsa OAT pada saat diterima oleh panitia penerima barang
BAB X
102
5) OAT memiliki sertifikat analisa dan uji mutu yang sesuai dengan nomor bets
masing-masing produk.
Logistik Non OAT P2TB juga merupakan komponen yang penting dalam
Saat ini, pengadaan logistik Non OAT P2TB masih mendapat dukungan dari
Pemerintah Pusat, baik dari dana APBN maupun dana bantuan donor. Namun
Hal-Hal yang harus diperhatikan dalam pengadaan logistik Non OAT adalah:
2) Mutu logistik yang diadakan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan
Dalam penyimpanan logistic P2TB baik OAT maupun Non OAT, Program
Kemenkes R.I., yaitu: “One Gate Policy”, dimana seluruh OAT maupun Non OAT
BAB X
103
Distribusi logistic P2TB adalah kegiatan yang dilakukan dalam pengeluaran dan
maupun teknis untuk memenuhi ketersediaan jenis dan jumlah logistik dan terjaga
(jadwal) sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan dengan jumlah yang
cukup.
penanggulangan TB.
Fasyankes.
b. Setelah ada kepastian jumlah logistik yang akan didistribusikan, maka tingkat
c. Membuat Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) dan Berita Acara Serah Terima
(BAST).
pengiriman yang memenuhi syarat sesuai ketentuan obat atau logistik lainnya
yang dikirim.
anggaran yang tersedia, jarak dan kondisi geografis, fasilitas gudang dan
BAB X
105
Pembiayaan ini dapat bersumber dari dana APBN, APBD maupun sumber
2011.
yang mulai dipergunakan untuk sistem informasi TB MDR sejak tahun 2009.
penanggulangan TB.
Pengawasan atau jaga mutu logaitik P2TB adalah kegiatan yang dilakukan
digunakan.
103
BAB X
106
OAT dan sarana yang digunakan mulai dari pre sampai dengan post market,
yaitu:
efek samping.
kesehatan secara rutin harus dilakukan uji mutu. Uji mutu ini dapat dilakukan
dan distribusi sehingga kualitas logistic Non OAT dapat terjamin mutunya.
Contoh:
Reagensia, selain dilakukan uji secara organoleptik juga dilakukan uji secara
laboratorium.
104
BAB XI
105
BAB XI
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Pencapaian target global TB menjadi lebih menantang sehubungan dengan isu-isu seperti
HIV/AIDS, TB-MDR, TB-Infection Control (TB-IC) dan lain-lain. Demikian juga isu desentralisasi
daya manusia (SDM). Turnover staf yang tinggi dan distribusi staf yang tidak merata di
yang terampil.
(P2TB) bertujuan untuk menyediakan tenaga pelaksana program yang memiliki keterampilan,
pengetahuan dan sikap (dengan kata lain ”kompeten”) yang diperlukan dalam pelaksanaan
program TB, dengan jumlah yang memadai pada tempat yang sesuai dan pada waktu yang
tepat sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan program TB nasional. Untuk menjamin
ketersediaan tenaga yang kompeten ini, kontribusi terhadap sistem pengelolaan SDM TB yang
terintegrasi sangat diperlukan misalnya perencanaan SDM TB yang memadai, pola rekrutmen
yang baik, distribusi yang merata dan retensi SDM TB yang terlatih.
Di dalam bab ini istilah pengembangan SDM merujuk kepada pengertian yang lebih luas, tidak
hanya yang berkaitan dengan pelatihan tetapi keseluruhan manajemen pelatihan dan kegiatan
lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan jangka panjang pengembangan SDM yaitu
untuk mendukung tercapainya tujuan program yaitu perencanaan ketenagaan Program TB,
peran SDM TB dalam Pengendalian TB, pelatihan dan evaluasi paska pelatihan TB.
Dalam perencanaan ketenagaan ini berpedoman pada standar kebutuhan minimal baik
a. Puskesmas
minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter, 1 perawat/petugas TB, dan 1
tenaga laboratorium.
BAB XI
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
105
BAB XI
106
2) Puskesmas satelit: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter
dan 1 perawat/petugas TB
dokter umum, SpP, SpA, SpD, SpR) , 3 perawat/petugas TB, dan 3 tenaga
laboratorium
dokter umum, SpP, SpA, SpD, SpR), 3 perawat/petugas TB, dan 3 tenaga
laboratorium
terlatih terdiri dari 2 dokter (dokter umum dan atau SpP), 2 perawat/petugas TB,
5) RS swasta: menyesuaikan.
fasyankes untuk daerah lain. Bagi wilayah yang memiliki lebih dari 20 fasyankes dapat
c. Tim Promosi Kesehatan TB yang terdiri dari bagian promosi kesehatan dan program
lain. Bagi wilayah yang memiliki lebih dari 20 kabupaten/kota dapat memiliki lebih dari
seorang supervisor.
c. Tim Promosi Kesehatan TB yang terdiri dari bagian promosi kesehatan dan program
d. Provincial Training Team (PTT)/Tim Pelatihan TB Provinsi (TPP) yang terdiri dari 1
BAB XI
109
fasyankes.
• Kunjungan rumah
• Catatan sederhana
Mikrobiologi, Analis.
analis media.
Kultur, identifikasi dan uji kepekaan
lain
Analis.
Laboratorium rujukan
TB Laboratory)
analis
Assurance)
PRM
PPM
Laboratorium RS
Laboratorium swasta
TB (Puskesmas satelit)
Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan
petugas dalam rangka meningkatkan kompetensi dan kinerja petugas. Kegiatan pelatihan ini
dapat dilakukan secara konvensional dengan klasikal dan pelatihan jarak jauh
(LJJ)/distance learning.
pembentukan Master Trainer/Pelatih Utama TB, kegiatan Training of Trainers (TOT) sampai
pelatihan untuk petugas kesehatan dan manajer yang terlibat dalam Pengendalian TB.
BAB XI
114
b. Untuk mengetahui keberhasilan pelatihan yang telah dilaksanakan. Ada 3 aspek yang
dinilai yaitu:
1) Kognitif/Pengetahuan
2) Afektif/Sikap
3) Psikomotor/Perilaku
wiilayahnya
pengumpulan data yang digunakan sangat tergantung pada ranah kompetensi mantan
Studi kasus
Wawancara
Kuestioner
3 PSIKOMOTOR Observasi
Cek dokumen
114
BAB XII
114
BAB XII
Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih merupakan permasalahan kesehatan di masyarakat,
bukan hanya karena TB adalah penyakit menular, namun ada hubungan TB dengan penyakit
tidak menular lainnya seperti pada Diabetes Mellitus, penyakit akibat rokok, alkhohol,
pengguna narkoba dan malnutrisi. TB sebagian besar menyerang pada usia produktif dan
tersering untuk kesakitan dan kematian pada Orang dengan HIV AIDS. TB sering dihubungkan
dengan kemiskinan, lingkungan yang kumuh, padat dan terbatasnya akses untuk perilaku
hidup bersih dan sehat. Wanita hamil dan anak anak juga sangat rentan terkena TB.
Sebanyak 1/3 kasus TB masih belum terakses atau dilaporkan. Bahkan sebagian besar kasus
TB terlambat ditemukan sehingga saat diagnosa ditegakkan mereka sudah dalam tahap lanjut
bahkan kuman telah resistan obat sehingga suit untuk diobati. Keterlambatan pengobatan ini
bermakna karena menunjukkan lebih banyak lagi penduduk yang sudah terpapar TB.
Kesadaran masyarakat untuk mencari pengobatan secara dini sangatlah penting, oleh sebab
itu diperlukan peran serta masyarakat.dan strategi kunci untuk dapat menemukan sepertiga
kasus TB yang ‘hilang’ dan tidak terlaporkan serta untuk menjangkau kasus TB pada kelompok
rentan adalah dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam program pengendalian TB.
• Organisasi profesi
• dan lain-lain.
2. Kurangnya jumlah organisasi kemasyarakatan yang terlibat secara aktif dalam program
pengendalian TB
BAB XII
BAB XII
115
kemasyarakatan.
4. Belum sepenuhnya melibatkan pasien dan mantan pasien TB dalam kegiatan Program
Pengendalian TB.
5. Saat ini sebagian besar organisasi kemasyarakatan masih tergantung kepada dana
lainnya sehingga dapat menggerakkan organisasi lain yang belum terlibat untuk dapat
penduduk musiman dan masyarakat miskin yang kurang mempunyai akses ke fasilitas
layanan kesehatan.
setempat.
8. Dan lain-lain.
Pengendalian TB
karakteristik masing-masing,
2. Saling menguntungkan,
3. Keterbukaan,
4. Dalam perencanaan kegiatan harus menyesuaikan dengan potensi dan situasi dari
5. Dalam monitoring dan evaluasi kegiatan harus terintegrasi dengan sistem yang ada di
116
Pengendalian TB
1. Peningkatan jumlah pasien TB baru yang dirujuk oleh masyarakat atau organisasi
3. Penurunan angka putus berobat pasien TB yang diawasi oleh masyarakat atau
TB
Beberapa contoh peran dan kegiatan masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam
Peran Kegiatan
Deteksi dini terduga TB. Pelacakan kontak erat pasien dengan gejala TB,
Dukungan/motivasi keteraturan
komunitas yaitu:
BAB XII
117
selama ini terlibat dalam Program kesehatan bukan TB, misalnya organisasi
2. Memperluas (Expand).
seksual.
3. Mempertegas (Emphasize).
dan fungsi dari masyarakat dan organisasi kemasyarakatan adalah penting agar kegiatan
yang dilakukan tidak tumpang tindih dan kontribusi dari masing-masing organisasi
4. Menghitung (Enumerate).
4 Identifikasi tugas V V V
6 Peningkatan kapasitas V V V
BAB XII
BAB XIII
119
perubahan risiko. Monitoring dan evaluasi menyediakan informasi tentang proses, luaran dan
dampak intervensi. Penelitian operasional dapat mengisi kesenjangan informasi dan menilai
kebijakan dan strategi intervensi. Penempatan ketiga elemen tesebut secara terpadu dan
A. Surveilans Tuberkulosis
Surveilans TB adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan data penyakit
secara sistematik, lalu dilakukan analisis, dan interpretasi data. Hasil analisis
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB serta untuk peningkatan derajat
kesehatan masyarakat.
Ada 2 macam metode surveilans TB, yaitu: Surveilans Rutin (berdasarkan data pelaporan),
1. Surveilans Rutin.
Surveilans rutin dilaksanakan dengan menggunakan data layanan rutin yang dilakukan
pada pasien TB. Sistem surveilans ini merupakan sistem terbaik (mudah dan murah)
bias cukup besar. Misalnya dalam layanan kolaborasi TB-HIV, jika jumlah pasien yang
menolak untuk di tes HIV cukup besar maka surveilans berdasar data rutin ini
interpretasinya kurang akurat. Surveilans berdasarkan data rutin ini tidak memerlukan
biaya khusus tapi mutlak memerlukan suatu pencatatan dan pelaporan yang berjalan
baik. Hasil surveilans berdasarkan data rutin ini perlu dikalibrasi dengan hasil dari
Dilakukan melalui kegiatan survei baik secara periodik maupun sentinel yang
bertujuan untuk mendapatkan data yang tidak diperoleh dari kegiatan pengumpulan
data rutin.
dianggap dapat mewakili suatu wilayah tertentu. Kegiatan ini memerlukan biaya yang
mahal dan memerlukan keahlian khusus. Hasil dari kegiatan ini dapat digunakan untuk
Contoh: survei prevalensi TB Nasional, sero survei prevalensi HIV diantara pasien TB,
survei sentinel TB diantara ODHA, survei resistensi OAT, survei Knowledge Attitude
Practice (KAP) untuk pasien TB dan dokter praktek mandiri (DPM), dan survei lainlain.
120
BAB XIII
120
secara keseluruhan, dan sumber daya (dana dan keahlian) yang tersedia.
Meliputi surveilans untuk kasus-kasus TB lintas negara terutama bagi warga negara
Indonesia yang akan berangkat maupun yang akan kembali ke Indonesia (haji dan
TKI). Hal ini dilakukan karena mobilisasi penduduk yang sangat cepat dalam jumlah
tuberkulosis. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penyebaran penyakit dari satu
wilayah ke wilayah lain dan/atau dari satu negara ke negara lain dalam waktu yang
cepat.
Upaya pengawasan pasien TB yang akan menunaikan ibadah haji atau TKI yang akan
yang tepat. (secara lengkap dapat dilihat di buku “Prosedur Pelacakan Kasus TB Pada
Monev program TB merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan program TB. Monitoring dilakukan secara berkala sebagai deteksi awal
masalah dalam pelaksanaan kegiatan program sehingga dapat segera dilakukan tindakan
perbaikan. Evaluasi dilakukan untuk menilai sejauh mana pencapaian tujuan, indikator, dan
target yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan dalam rentang waktu lebih lama, biasanya
setiap 6 bulan s/d 1 tahun.
program, mulai dari Fasilitas kesehatan, Kabupaten/Kota, Provinsi hingga Pusat. Seluruh
kegiatan program harus dimonitor dan dievaluasi dari aspek masukan (input), proses,
maupun keluaran (output) dengan cara menelaah laporan, pengamatan langsung dan
Komponen utama untuk melakukan monev adalah: pencatatan pelaporan, analisis indikator
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi dan kegiatan survailans, diperlukan suatu
sistem pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar,
dengan maksud mendapatkan data yang valid untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi,
BAB XIII
121
c. Jenis, sifat, format, basis data yang dapat dengan mudah diintegrasikan dengan sistim
PENTING !!
TB adalah penyakit menular yang wajib dilaporkan. Setiap fasilitas kesehatan yang
ditemukan dan atau diobati sesuai dengan format pencatatan dan pelaporan yang
ditentukan.
wilayah tersebut.
Terpadu (SITT) yang berbasis web dan terintegrasi dengan sistem informasi kesehatan
secara Nasional.
BAB XIII
122
5) Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang dan Analisis Hasil Uji silang
Kabupaten (TB.12)
c. Pelaporan di Provinsi
Provinsi.
2. Indikator Program TB
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasional tersebut
di atas, yaitu:
a. Indikator Penemuan TB
diobati.
terkonfirmasi bakteriologis.
BAB XIII
123
ditemukan.
b. Indikator Pengobatan TB
mendapatkan PP INH
9)
c. Indikator Penunjang TB
1) Proporsi laboratorium yang mengikuti pemantapan mutu eksternal (PME) uji silang
BAB XIII
126
Angka ini sekitar 5-15%. Bila angka ini terlalu kecil (<5%) kemungkinan
disebabkan:
TB Paru Tercatat/diobati
semua pasien Tuberkulosis paru tercatat (bakteriologis dan klinis). Indikator ini
Rumus:
Jumlah pasien TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis Jumlah seluruh pasien TB Paru x 100%
Angka ini minimal 70%. Bila angka ini jauh lebih rendah, berarti diagnosis kurang
Adalah prosentase pasien TB anak (0-14 tahun) yang diobati diantara seluruh
Jumlah pasien TB Anak (0 - 14 thn) yg diobati x 100% Jumlah seluruh pasien TB yg diobati
Angka ini dianalisis dengan memperhatikan berbagai aspek. Angka indikator ini
ternotifikasi. Pada kondisi dimana pencatatan dan pelaporan berjalan dengan baik,
angka ini menggambarkan over atau under diagnosis, serta rendahnya angka
penularan TB pada anak. Bila angka indikator ini kurang atau melebihi kisaran yang
Adalah prosentase jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang ditemukan
dibanding jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang diperkirakan ada da1la2m6
Angka ini sekitar 5-15%. Bila angka ini terlalu kecil (<5%) kemungkinan
disebabkan:
TB Paru Tercatat/diobati
semua pasien Tuberkulosis paru tercatat (bakteriologis dan klinis). Indikator ini
Jumlah pasien TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis x 100% Jumlah seluruh pasien TB Paru
Angka ini minimal 70%. Bila angka ini jauh lebih rendah, berarti diagnosis kurang
Adalah prosentase pasien TB anak (0-14 tahun) yang diobati diantara seluruh
Rumus:
Jumlah pasien TB Anak (0 - 14 thn) yg diobati x 100% Jumlah seluruh pasien TB yg diobati
Angka ini dianalisis dengan memperhatikan berbagai aspek. Angka indikator ini
ternotifikasi. Pada kondisi dimana pencatatan dan pelaporan berjalan dengan baik,
angka ini menggambarkan over atau under diagnosis, serta rendahnya angka
penularan TB pada anak. Bila angka indikator ini kurang atau melebihi kisaran yang
Adalah prosentase jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang ditemukan
dibanding jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang diperkirakan ada da1la2m6
Angka ini sekitar 5-15%. Bila angka ini terlalu kecil (<5%) kemungkinan
disebabkan:
TB Paru Tercatat/diobati
semua pasien Tuberkulosis paru tercatat (bakteriologis dan klinis). Indikator ini
Rumus:
Jumlah pasien TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis x 100% Jumlah seluruh pasien TB Paru
Angka ini minimal 70%. Bila angka ini jauh lebih rendah, berarti diagnosis kurang
Adalah prosentase pasien TB anak (0-14 tahun) yang diobati diantara seluruh
Rumus:
Jumlah pasien TB Anak (0 - 14 thn) yg diobati x 100% Jumlah seluruh pasien TB yg diobati
Angka ini dianalisis dengan memperhatikan berbagai aspek. Angka indikator ini
ternotifikasi. Pada kondisi dimana pencatatan dan pelaporan berjalan dengan baik,
angka ini menggambarkan over atau under diagnosis, serta rendahnya angka
penularan TB pada anak. Bila angka indikator ini kurang atau melebihi kisaran yang
Adalah prosentase jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang ditemukan
dibanding jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang diperkirakan ada dalam
Jumlah pasien Baru TB paru Terkonfirmasi
Bakteriologis
x 100%
yang diobati
x 100%
128
BAB XIII
128
Proporsi yang tinggi dari pasien TB yang mengetahui status HIVnya menyajikan
estimasi yang cukup kuat tentang angka sesungguhnya prevalensi HIV diantara
pasien TB untuk kepentingan surveilans. Hal ini juga menjadi dasar untuk bentuk
Adalah persentase pasien TB yang di tes HIV dengan hasil tes positif . Indikator ini
Rumus:
HIV positif (sebelum dan selama pengobatan TB) Jumlah pasien TB yang terdaftar yang melakukan tes
HIV x 100%
Proposi yang relatif tinggi dari proporsi rata-rata nasional dapat saja menunjukkan
prevalensi HIV diantara pasien TB yang sebenarnya lebih tinggi ada di daerah
tertentu.
berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui
hasil pemeriksaan BTA akhir tahap awal negatif x 100% Jumlah pasien baru TB Paru Terkonfirmasi
Bakteriologis yg
diobati
Di fasyankes, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan cara
mulai berobat dalam 3-6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya
yang hasil pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan tahap awal (2 bulan/ 3
bulan). Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat
dihitung dari laporan TB.11. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.
128
Proporsi yang tinggi dari pasien TB yang mengetahui status HIVnya menyajikan
estimasi yang cukup kuat tentang angka sesungguhnya prevalensi HIV diantara
pasien TB untuk kepentingan surveilans. Hal ini juga menjadi dasar untuk bentuk
Adalah persentase pasien TB yang di tes HIV dengan hasil tes positif . Indikator ini
Rumus:
HIV positif (sebelum dan selama pengobatan TB) x 100% Jumlah pasien TB yang terdaftar yang
melakukan tes HIV
Proposi yang relatif tinggi dari proporsi rata-rata nasional dapat saja menunjukkan
prevalensi HIV diantara pasien TB yang sebenarnya lebih tinggi ada di daerah
tertentu.
berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui
Rumus:
hasil pemeriksaan BTA akhir tahap awal negatif x 100% Jumlah pasien baru TB Paru Terkonfirmasi
Bakteriologis yg
diobati
Di fasyankes, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan cara
mulai berobat dalam 3-6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya
yang hasil pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan tahap awal (2 bulan/ 3
bulan). Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat
dihitung dari laporan TB.11. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.
128
Proporsi yang tinggi dari pasien TB yang mengetahui status HIVnya menyajikan
estimasi yang cukup kuat tentang angka sesungguhnya prevalensi HIV diantara
pasien TB untuk kepentingan surveilans. Hal ini juga menjadi dasar untuk bentuk
Adalah persentase pasien TB yang di tes HIV dengan hasil tes positif . Indikator ini
menggambarkan besarnya permasalahan HIV di antara pasien TB.
Rumus:
HIV positif (sebelum dan selama pengobatan TB) x 100% Jumlah pasien TB yang terdaftar yang
melakukan tes HIV
Proposi yang relatif tinggi dari proporsi rata-rata nasional dapat saja menunjukkan
prevalensi HIV diantara pasien TB yang sebenarnya lebih tinggi ada di daerah
tertentu.
berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui
Rumus:
hasil pemeriksaan BTA akhir tahap awal negatif x 100% Jumlah pasien baru TB Paru Terkonfirmasi
Bakteriologis yg
diobati
Di fasyankes, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan cara
mulai berobat dalam 3-6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya
yang hasil pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan tahap awal (2 bulan/ 3
bulan). Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat
dihitung dari laporan TB.11. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.
x 100%
yang diobati
x 100%
129
BAB XIII
128
menyajikan
diantara
bentuk
ini
100%
menunjukkan
daerah
Terkonfirmasi
menjalani
karena
mengetahui
100% cara
yang
diantaranya
bulan/ 3
dapat
129
terjadi di komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveilans kekebalan obat.
ulang.
Rumus:
yang diobati
Di fasyankes, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan cara
mereview seluruh kartu pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Biologis yang mulai
berobat dalam 9-12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang
Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dapat dihitung dari laporan
TB.08. Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan
Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatan lainnya tetap
• Angka pasien putus berobat (lost to follow-up) tidak boleh lebih dari 10%, karena
akan menghasilkan proporsi kasus retreatment yang tinggi dimasa yang akan
Tuberkulosis.
129
terjadi di komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveilans kekebalan obat.
ulang.
Rumus:
Di fasyankes, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan cara
mereview seluruh kartu pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Biologis yang mulai
berobat dalam 9-12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang
Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dapat dihitung dari laporan
TB.08. Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan
Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatan lainnya tetap
• Angka pasien putus berobat (lost to follow-up) tidak boleh lebih dari 10%, karena
akan menghasilkan proporsi kasus retreatment yang tinggi dimasa yang akan
Tuberkulosis.
x 100%
130
BAB XIII
130
Sedangkan angka gagal untuk pasien baru TB paru BTA positif tidak boleh lebih
dari 4% untuk daerah yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak boleh
lebih besar dari 10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.
lengkap.
Rumus:
(sembuh + pengobatan lengkap) Jumlah pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Biologis yang x 100%
diobati
Rumus:
Jumlah pasien TB Anak yg sembuh dan Pengobatan
Lengkap x 100%
Nasional. Angka indikator ini diharapkan sebesar 85%. Apabila kurang dari
12) Proporsi Anak yang Menyelesaikan PP INH Diantara Seluruh Anak yang
Mendapatkan PP INH
130
Sedangkan angka gagal untuk pasien baru TB paru BTA positif tidak boleh lebih
dari 4% untuk daerah yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak boleh
lebih besar dari 10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.
lengkap.
Rumus:
(sembuh + pengobatan lengkap) x 100% Jumlah pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Biologis yang
diobati
Rumus:
Lengkap x 100%
Nasional. Angka indikator ini diharapkan sebesar 85%. Apabila kurang dari
12) Proporsi Anak yang Menyelesaikan PP INH Diantara Seluruh Anak yang
Mendapatkan PP INH
130
Sedangkan angka gagal untuk pasien baru TB paru BTA positif tidak boleh lebih
dari 4% untuk daerah yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak boleh
lebih besar dari 10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.
lengkap.
Rumus:
(sembuh + pengobatan lengkap) x 100% Jumlah pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Biologis yang
diobati
Rumus:
Lengkap x 100%
Nasional. Angka indikator ini diharapkan sebesar 85%. Apabila kurang dari
12) Proporsi Anak yang Menyelesaikan PP INH Diantara Seluruh Anak yang
Mendapatkan PP INH
Adalah persentase Anak yang menyelesaikan PP INH selama 6 bulan diantara
yang diobati
x 100%
Pengobatan Lengkap
x 100%
131
BAB XIII
131
Rumus:
Jumlah Anak yg menyelesaikan PP INH selama 6 bulan Jumlah Anak yang mendapatkan PP INH x 100%
Angka ini menggambarkan proporsi anak yang terlindungi dari kejadian sakit TB
dari anak yang terpapar dan terinfeksi TB termasuk anak dengan HIV Positif.
Angka indikator ini diharapkan sebesar 100%. Apabila kurang dari angka yang
Adalah persentase pasien TB dengan status HIV positif yang menerima PPK.
Rumus:
Adalah persentase pasien TB dengan status HIV positif yang menerima ART.
Rumus:
Adalah persentase laboratorium yang mengikuti PME Uji Silang diantara seluruh
Laboratorium mikroskopis TB terdiri dari PRM, PPM, Rumah Sakit, BP4/ BKPM/
Rumus:
Jumlah lab mikroskopis yang mengikuti PME Uji Silang x 100% Jumlah seluruh lab mikroskopis TB
131
Rumus:
Jumlah Anak yg menyelesaikan PP INH selama 6 bulan x 100% Jumlah Anak yang mendapatkan PP INH
Angka ini menggambarkan proporsi anak yang terlindungi dari kejadian sakit TB
dari anak yang terpapar dan terinfeksi TB termasuk anak dengan HIV Positif.
Angka indikator ini diharapkan sebesar 100%. Apabila kurang dari angka yang
Adalah persentase pasien TB dengan status HIV positif yang menerima PPK.
Rumus:
Adalah persentase pasien TB dengan status HIV positif yang menerima ART.
Rumus:
Adalah persentase laboratorium yang mengikuti PME Uji Silang diantara seluruh
Laboratorium mikroskopis TB terdiri dari PRM, PPM, Rumah Sakit, BP4/ BKPM/
Rumus:
Jumlah lab mikroskopis yang mengikuti PME Uji Silang x 100% Jumlah seluruh lab mikroskopis TB
Rumus:
Jumlah Anak yg menyelesaikan PP INH selama 6 bulan x 100% Jumlah Anak yang mendapatkan PP INH
Angka ini menggambarkan proporsi anak yang terlindungi dari kejadian sakit TB
dari anak yang terpapar dan terinfeksi TB termasuk anak dengan HIV Positif.
Angka indikator ini diharapkan sebesar 100%. Apabila kurang dari angka yang
Adalah persentase pasien TB dengan status HIV positif yang menerima PPK.
Rumus:
Adalah persentase pasien TB dengan status HIV positif yang menerima ART.
Rumus:
Adalah persentase laboratorium yang mengikuti PME Uji Silang diantara seluruh
Laboratorium mikroskopis TB terdiri dari PRM, PPM, Rumah Sakit, BP4/ BKPM/
Rumus:
Jumlah lab mikroskopis yang mengikuti PME Uji Silang x 100% Jumlah seluruh lab mikroskopis TB
Angka minimal yang harus dicapai adalah 90%. 131
Rumus:
Jumlah Anak yg menyelesaikan PP INH selama 6 bulan x 100% Jumlah Anak yang mendapatkan PP INH
Angka ini menggambarkan proporsi anak yang terlindungi dari kejadian sakit TB
dari anak yang terpapar dan terinfeksi TB termasuk anak dengan HIV Positif.
Angka indikator ini diharapkan sebesar 100%. Apabila kurang dari angka yang
Adalah persentase pasien TB dengan status HIV positif yang menerima PPK.
Rumus:
Adalah persentase pasien TB dengan status HIV positif yang menerima ART.
Rumus:
Adalah persentase laboratorium yang mengikuti PME Uji Silang diantara seluruh
Laboratorium mikroskopis TB terdiri dari PRM, PPM, Rumah Sakit, BP4/ BKPM/
Rumus:
Jumlah lab mikroskopis yang mengikuti PME Uji Silang x 100% Jumlah seluruh lab mikroskopis TB
131
Rumus:
Jumlah Anak yg menyelesaikan PP INH selama 6 bulan x 100% Jumlah Anak yang mendapatkan PP INH
Angka ini menggambarkan proporsi anak yang terlindungi dari kejadian sakit TB
dari anak yang terpapar dan terinfeksi TB termasuk anak dengan HIV Positif.
Angka indikator ini diharapkan sebesar 100%. Apabila kurang dari angka yang
Adalah persentase pasien TB dengan status HIV positif yang menerima PPK.
Rumus:
Adalah persentase pasien TB dengan status HIV positif yang menerima ART.
Indikator ini menggambarkan komitmen dan kemampuan layanan TB untuk
Rumus:
Adalah persentase laboratorium yang mengikuti PME Uji Silang diantara seluruh
Laboratorium mikroskopis TB terdiri dari PRM, PPM, Rumah Sakit, BP4/ BKPM/
Rumus:
Jumlah lab mikroskopis yang mengikuti PME Uji Silang x 100% Jumlah seluruh lab mikroskopis TB
x 100%
x 100%
x 100%
x 100%
133
BAB XIII
133
dengan menilai 6 unsur kualitas sediaan mikroskopis, yaitu: kualitas dahak, ukuran,
Interpretasi dari suatu laboratorium berdasarkan hasil uji silang dinyatakan terdapat
kesalahan bila:
kabupaten/kota tersebut,
Setiap fasyankes diharapkan dapat menilai dirinya sendiri dengan memantau tren
laboratorium.
17) Jumlah Laboratorium dengan Frekuensi Partisipasi 4 kali per Tahun
Adalah jumlah laboratorium yang mengikuti PME Uji Silang 4 kali per tahun
Rumus:
Indikator ini dinilai setiap akhir tahun. Indikator ini menunjukkan keteraturan
dengan menilai 6 unsur kualitas sediaan mikroskopis, yaitu: kualitas dahak, ukuran,
Interpretasi dari suatu laboratorium berdasarkan hasil uji silang dinyatakan terdapat
kesalahan bila:
kabupaten/kota tersebut,
Setiap fasyankes diharapkan dapat menilai dirinya sendiri dengan memantau tren
laboratorium.
Adalah jumlah laboratorium yang mengikuti PME Uji Silang 4 kali per tahun
Rumus:
Indikator ini dinilai setiap akhir tahun. Indikator ini menunjukkan keteraturan
x 100%
134
BAB XIII
134
Rumus:
dalam 1 tahun
Pengobatan ulang.
Indikator ini dihitung tahunan sebagai alat ukur upaya penemuan kasus TB
RR/MDR.
pemeriksaan uji kepekaan OAT lini kedua dibanding keseluruhan jumlah kasus
Rumus:
Jumlah pasien TB RR/MDR yang terkonfirmasi dan yang dilakukan uji kepekaan
OAT lini kedua bersumber pada TB.06 MDR.
Indikator ini dihitung tahunan sebagai alat ukur kepatuhan terhadap alur
XDR/Pra XDR.
Rumus:
Jumlah pasien TB RR/MDR yang diobati x 100% Jumlah kasus TB RR/MDR yang ditemukan
134
Rumus:
dalam 1 tahun
Pengobatan ulang.
Indikator ini dihitung tahunan sebagai alat ukur upaya penemuan kasus TB
RR/MDR.
pemeriksaan uji kepekaan OAT lini kedua dibanding keseluruhan jumlah kasus
Rumus:
Jumlah pasien TB RR/MDR yang terkonfirmasi dan yang dilakukan uji kepekaan
Indikator ini dihitung tahunan sebagai alat ukur kepatuhan terhadap alur
XDR/Pra XDR.
Rumus:
Jumlah pasien TB RR/MDR yang diobati x 100% Jumlah kasus TB RR/MDR yang ditemukan
134
Rumus:
dalam 1 tahun
Pengobatan ulang.
Indikator ini dihitung tahunan sebagai alat ukur upaya penemuan kasus TB
RR/MDR.
pemeriksaan uji kepekaan OAT lini kedua dibanding keseluruhan jumlah kasus
Rumus:
Jumlah pasien TB RR/MDR yang terkonfirmasi dan yang dilakukan uji kepekaan
Indikator ini dihitung tahunan sebagai alat ukur kepatuhan terhadap alur
XDR/Pra XDR.
Jumlah pasien TB RR/MDR yang diobati x 100% Jumlah kasus TB RR/MDR yang ditemukan
dalam 1 tahun
x 100%
x 100%
BAB XIII
134
MDR.
berdasarkan
TB
TB
konfirmasi
dilakukan
kasus
kepekaan
alur
TB
MDR
134
MDR.
berdasarkan
TB
TB
konfirmasi
dilakukan
kasus
kepekaan
alur
TB
MDR
135
Jumlah pasien TB RR/MDR yang ditemukan dan yang diobati bersumber pada
Indikator ini dihitung setiap triwulan sebagai alat ukur keberhasilan upaya
penularan bisa diputus. Pencapaian target ini sangat tergantung pada efektifitas
Rumus:
petugas, memperbaiki sikap petugas dalam bekerja dan meningkatkan motivasi petugas.
Hal-hal yang dilakukan selama supervisi adalah:
. Observasi
. Diskusi
. Bantuan teknis
. Memberikan laporan berupa hasil temuan serta memberikan rekomendasi dan saran
perbaikan.
mempertahankan kompetensi standar melalui on the job training. Supervisi juga dapat
135
Jumlah pasien TB RR/MDR yang ditemukan dan yang diobati bersumber pada
Indikator ini dihitung setiap triwulan sebagai alat ukur keberhasilan upaya
penularan bisa diputus. Pencapaian target ini sangat tergantung pada efektifitas
Rumus:
petugas, memperbaiki sikap petugas dalam bekerja dan meningkatkan motivasi petugas.
. Observasi
. Diskusi
. Bantuan teknis
. Memberikan laporan berupa hasil temuan serta memberikan rekomendasi dan saran
perbaikan.
mempertahankan kompetensi standar melalui on the job training. Supervisi juga dapat
BAB XIII
136
Supervisi harus dilaksanakan di semua tingkat dan disemua unit pelaksana, karena
dimanapun petugas bekerja akan tetap memerlukan bantuan untuk mengatasi masalah
dan kesulitan yang mereka temukan. Suatu umpan balik tentang kinerja harus selalu
sebelumnya, misalnya tentang: temuan yang belum selesai ditindak lanjuti, catatan
Masalah, dan penyusunan Laporan serta memberikan umpan balik secara tertulis.
a. Perencanaan Supervisi
1) Supervisi harus dilaksanakan secara rutin dan teratur pada semua tingkat.
sekali, dan
b. Persiapan supervisi
c. Pelaksanaan supervisi.
1) Kepribadian supervisor:
BAB XIII
137
dikunjungi.
• Memberikan umpan balik saran yang jelas, realistis, sederhana dan dapat
dilaksanakan
BAB XIII
139
Dalam menetapkan prioritas riset operasional, perlu menekankan pada pemahaman bahwa
penanggulangan TB. Ada beberapa pertimbangan lain yang perlu dipikirkan adalah dalam
1. Daya ungkit: Hasil penelitian diharapkan dapat mengubah kebijakan dan implementasi
2. Relevan: Intervensi yang sedang diuji coba dan hasil yang diharapkan perlu relevan
5. Efisiensi: Diharapkan dapat memberikan dampak yang besar dengan biaya yang tidak
terlalu besar;
6. Prioritas nasional: Topik atau tema riset sudah diidentifikasi sebagai prioritas nasional
Riset operasional TB perlu disesuaikan dan diprioritaskan sesuai kondisi epidemi TB dan
TB.
2. Peningkatan peran-serta masyarakat umum & khusus (LSM, Kaum Bisnis, dll).
4. Upaya intensifikasi penemuan kasus TB yang dilihat dari sisi penyedia layanan maupun
masyarakat rentan.
BAB XIII
140
Agenda riset operasional perlu diselaraskan juga dengan dinamika perkembangan program
BAB XIV
137
BAB XIV
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
rencana berdasarkan kajian rinci tentang keadaan masa kini dan perkiraan keadaan yang
akan muncul dimasa mendatang berdasarkan pada fakta dan bukti. Pada dasarnya rencana
adalah alat manajemen yang berfungsi membantu organisasi atau program agar dapat
berkinerja lebih baik dan mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien. Tujuan dari
perencanaan adalah tersusunnya rencana program, tetapi proses ini tidak berhenti disini
saja karena setiap pelaksanaan program tersebut harus dipantau agar dapat dilakukan
1. Berbasis data, informasi atau fakta yang akurat tentang situasi epidemiologis dan
program
4. Bersifat umum, menyeluruh dan biasanya dijabarkan lebih lanjut dalam rencana kerja
5. Luwes, dinamis, dan tidak statis, serta tanggap terhadap berbagai perubahan penting
pendek yang disusun berdasarkan dari rencana kegiatan jangka panjang yang telah
ditetapkan dalam proses penyusunan program untuk mencapai tujuan atau kondisi tertentu
berikut:
1. Kegiatan yang direncanakan sesuai dengan tugas pokok, dan fungsi, serta kewenangan.
2. Perencanaan yang dilakukan harus efektif, efisien, dan fokus pada pencapaian target
Jangka Menengah Daerah (RPJMD), strategi nasional pengendalian TB, dan rencana
aksi di daerah
BAB XIV
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
143
BAB XIV
139
untuk mengelola dana APBN dengan melibatkan pemerintah daerah dengan mekanisme
sebagai berikut:
a. Dana dekosentrasi (dekon) yaitu dana dari pemerintah pusat (APBN) yang diberikan
kepada pemerintah daerah sebagai instansi vertikal yang digunakan sesuai dengan
digunakan untuk memperkuat jejaring kemitraan di daerah melalui lintas program dan
b. Dana alokasi khusus (DAK) bidang kesehatan adalah dana perimbangan yang
dan prasarana pelayanan kesehatan seperti alat dan bahan penunjang di laboratorium
gudang obat,
transport petugas fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka pelacakan kasus yang
3. Dana Hibah
Kementerian Kesehatan dalam hal ini Sub Direktorat TB merupakan salah satu program
yang mendapat kepercayaan menerima dana hibah dari luar negeri. Saat ini berbagai
keberhasilan telah banyak dicapai oleh program TB, namun sebagian besar pembiayaan
Hibah dari Global Fund merupakan bagian terpenting dari keseluruhan dana untuk
akan berdampak secara langsung terhadap kinerja program. Kondisi saat ini hampir 61%
Global Fund, walaupun sudah ada kebijakan proporsi pemerintah (APBN) dari 23% pada
147
BAB XIV
143
dan fungsi
Pembagian peran dan wewenang dalam program pengendalian TB tidak hanya yang
bersifat vertikal namun juga horisontal dimana keterlibatan dari lintas program, lintas sektor
dan unit pelaksana teknis dari Direktorat Jenderal PP&PL seperti Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) dan B/BTKL sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi masing-masing.