Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan isu utama diberbagai tempat, dimana
sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap etika.
Pelayanan kebidanan adalah proses dari berbagai dimensi. Peningkatan pengetahuan dan
teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang serta meningkatnya pengetahuan
masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu
pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan atau kebidanan. Hal ini merupakan
tantangan bagi profesi keperawatan dan kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme
selama memberi pelayanan yang berkualitas.

Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan
basis pada etik dan moral yang tinggi. Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat
atau bidan akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta
keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman
yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat
penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana nilai-
nilai pasen selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian etik, etiket, moral, dan hukum ?
1.2.2 Bagaimana sistematika etika ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami tentang prinsip etika dan moralitas dalam pelayanan
kebidanan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk memenuhi tugas mata kuliah etikolegal dalam praktik kebidanan dan menambah
wawasan pembaca tentang prinsip etika dan moralitas dalam pelayanan kebidanan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika, Etiket, Moral dan Hukum

A. Etika

Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk
tunggal mempunyai arti kebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia, adat, akhlak, waktu,
perasaan, sikap dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak ta etha mempunyai arti adat kebiasaan.
Menurut filsuf Yunani Aristoteles, istilah etika sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat
moral. Sehingga berdasarkan asal usul kata, maka etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika berasal dari bahasa Inggris Ethics, artinya
pengertian, ukuran tingkah laku atau perilaku manusia yang baik, yakni tindakan yang tepat
yagn harus dilaksanakan oleh manusia sesuai dengan moral pada umumnya. Etika berasal
dari bahasa Latin Mos atau Mores (jamak), artinya moral, yang berarti juga adat, kebiasaan,
sehingga makna kata moral dan etika adalah sama, hanya bahasa asalnya berbeda. Menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1953), Etika artinya ilmu pengetahuan
tentang azas-azas akhlak (moral).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1988) etika mengandung arti:

1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral.

2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.

3) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Sedangkan Bertens merumuskan arti kata etika sebagai berikut:

1) Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, arti
ini bisa dirumuskan sebagai sistem nilai. Sistem nilai bisa berfungsi dalam hidup
manusia perorangan maupun pada taraf sosial.

2) Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik.

3) Etika mempunyai arti ilmu tentang apa yang baik atau buruk.
B. Etiket

Etiket merupakan tata cara (adap sopan santun, dll) di masyarakat beradap dalam
memelihara hubungan baik diantara sesama manusia. Etiket menyangkut cara suatu
perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara beberapa cara yang mungkin, etiket
menunjukkan cara yang tepat, artinya, cara yang diharapkan serat ditentukan dalam suatu
kalangan tertentu.

Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada
saksi mata, etiket tidak berlaku misalnya, ada banyak peraturan etiket yang mengatur cara
makan atau berpakaian. Dianggap melanggar etiket,bila kita makan sambil berbunyi atau
dengan meletakan kaki diatas meja,dan sebagainya. Tapi kalau saya makan sendiri, saya tidak
melanggar etiket, bila makan dengan cara demikian. Etiket bersifat relatif yang dianggap
tidak sopan dalam suatu kebudayaan, yang bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan
lainnya. Contoh yang jelas adalah makan dengan makan atau bersendawa waktu makan. Jika
kita berbicara tentang etiket, kita hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja,
sedangkan etika menyangkut manusia dari segi dalam. Bisa saja orang tampil sebagai
“musang berbulu ayam”: dari luar sangat sopan dan halus tapi didalam penuh kebusukan.

Perbedaan Etiket dengan Etika yaitu: Menurut K. Bertens dalam bukunya yang berjudul
“Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :

1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal :
Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan
menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya
dianggap melanggar etiket. Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan
sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang
milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama
artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak
dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di
sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka
etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil
meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi
kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar
etiket jika saya makan dengan cara demikian. Etika selalu berlaku, baik kita sedang
sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang
sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan
meskipun si empunya barang sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja
dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa
waktu makan. Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan
prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
4. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa
juga bersifat munafik. Misal: Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari
luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan. Etika memandang manusia
dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang
bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.

Persamaan etika dengan etiket :

1. Sama-sama menyangkut perilaku manusia


2. Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

C. Moral

Kata “moral” berasal dari bahasa latin, yaitu “mos” (jamak: mores) yang berarti
kebiasaan, adat. “moral” mempunyai etimologi yang sama dengan “etik”, karena keduanya
mengandung arti adat kebiasaan, meskipun bahasa asalnya berbeda, “etik” berasal dari
bahasa yunani sedangkan “moral” berasal dari bahasa latin. Moral membahas mengenai apa
yang dinilai “seharusnya” di masyarakat. Istilah moral dipakai untuk menunjukan aturan dan
norma yang lebih konkrit bagi penilaian baik buruknya perilaku manusia. Pada hakikatnya
moral mengindikasi ukuran-ukuran yang telah diterima oleh suatu komunitas dan moral juga
bersumber pada kesadaran hidup yang berpusat pada alam pikiran. Moral tidak hanya
berhubungan dengan larangan seksual, melainkan lebih terkait dengan benar dan salah dalam
kehidupan sehari-hari.Moral merupakan ajaran tentang baik atau buruk yang diterima secara
umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dll.;akhlak, budi pekerti, susila. Kata moral
selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebgai manusia. Bidang moral adalah bidang
kehidupan manusia yang dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.
1. Isu moral

Menurut oxford dictionary of English (2002),“issue in an important topic for


discussion”. Isu adalah topic yang penting untuk di diskusikan atau di bicarakan. Ukuran
yang penting adalah bahwa masalah tersebut merupakan topic yang cukup penting sehingga
mayoritas individu akan mengeluarkan opini terhadap masalah tersebut. Isu moral menvakup
hal-hal penting mengenai “baik” dan “buruk” dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga bisa
berupa kejadian/peristiwa luar biasa seperti terjadinya perang atau konflik bersenjata. Opini
tersebut akan beragam berdasarkan pada nilai dan kepercayaan yang mereka miliki; dan
keberagaman inilah yang menimbulkan dilema. Contoh isu moral dalam bidang kesehatan
diantaranya maslah aborsi, bayi tabung, sewa rahim, bank sperma, cloning dan yang terbaru
saat ini adalah masalah ATM kondom yang menjadi polemk berkeppanjangan dalam
masyarakat.

2. Konflik moral

Terkadang, kita menganggap bahwa dilema dan konflik moral adalah hal yang sama,
pada keduanya berbeda. Konflk moral terjadi karena adanya perbedaan antara prinsip moral
antar individu. Konflik moral menyebabkan dilema moral. Menurut Johnson (1990), terdapat
dua tipe konflik moral, yaitu:

1. Konflik dalam prinsip yang sama. Contoh, bila seorang bidan berprinsip untuk
menjunjung tinggi autonomi kliennya? Keduanya memiliki kedudukan dan kepentingan
yang sama sehingga sering kali menimbulkan konflik bagi bidan.
2. Konflik dalam prinsip yang berbeda. Contoh, dalam kasus ibu yang menolong
episiotomi, bidan memiliki konflik antara kewajiban untuk menghargai hak hidup janin
sekaligus menghargai autonomi dan keinginan si ibu.

3. Dilema moral

Dilema moral akan selalu ada dalam kehidupan setiap manusia,termasuk di dunia
kesehatan atau bahkan dalam profesi kebidanan karena manusia menjadi objek dalam
melaksanakan asuhan kebidanan tersebut. Manusia memiliki latar belakang
budaya,agama,pendidikan,dan ekonomi yang berbeda,sehingga masalah yang muncul dan
yang harus dihadapi sangat kompleks. Dengan kata lain manusia mempunyai kemampuan
untuk menerima dan memecahkan satu masalah yang dihadapinya. Oleh karena
itu,profesional dituntut untuk meiliki wawasan luas agar dapat mengatasi masalah yang ada
terutama yang berhubungan dengan dilema moral.
Menurut Campbell (1984),dilema moral merupakan situasi yang menghadapkan individu
pada 2 pilihan dan tidak satu pun dari pilihan itu di anggap sebagai jalan keluar yang paling
tepat. Saat terjadi dilema,alternative yang ada tampaknya setara atau sama saja, sehingga sulit
menetapkan pilihan yang tepat,seperti berada di persimpangan jalan. Semakin sulit kita
memprediksi konsekuensi tindakan yang akan kita terima,semakin besar dilema yang akan
kita hadapi.

Dilema moral yang dihadapi oleh seorang bidan sedikit berbeda dengan yang dihadapi
orang lain,karena bidan memiliki kode etik profesi dengan batasan-batasan yang menegaskan
garis kewenangannya. Kode etik kebidanan pun sebenarnya telah menimbulkan dilema
karena di satu sisi, bidan diminta untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan pasien serta
berupaya memenuhi kebutuhan pasien, namun bidan juga harus menjamin bahwa
tindakannya membahayakan pasien. Hal ini tercermin dalam kode etik profesi (1992) yang
dikeluarkan oleh lembaga profesi United Kingdom Central Council (UKCC). Penyataan kode
etik profesi menyatakan bahwa: “ Sebagai perawat,bidan, atau pelayanan kesehatan terdaftar,
secara pribadi dan bertanggung jawab terhadap tindakan praktik anda, dan dalam
melaksanakan tindakan profesional, anda harus :

1. Selalu bersikap mengutamakan keinginan,keselamatan,dan kesehatan pasien dan klien.


2. Memastikan tidak melanggar atau lalai dalam tanggungjawab, yang dapat mengganggu
kepentingan dan keselamatan pasien dan klien.”

D. Hukum

Hukum merupakan peraturan, undang-undang atau adap yang secara resmi dianggap
mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Hukum adalah keseluruhan
peraturan tentang tingkah laku tentang suatu kehidupan bersama, yang dapat di paksakan
pelaksanaanya dengan suatu sanksi. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah
mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif. Umum, berarti berlaku bagi setiap orang,
dan normative berarti menentukan apa yang seharusnya di lakukan, apa yang tidak boleh di
lakukan serta menentuhan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan kepada kaedah-
kaedah. Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia hokum mempunyai
tujuan. Hokum mempunyai sasaran yang hendak di capai. Adapun tujuan pokok hukum
adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan
keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat di harapkan kepentingan
manusia akan terlindungi.

Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak
mempunyai arti, kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya moral juga berhubungan erat
dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstak saja tanpa adanya hukum. Contoh:
bahwa mencuri adalah moral yang tidak baik, supaya prinsip etis ini berakar dimasyarakat
maka harus di atur dengan hukum.

Menurut Bertens, ada beberapa perbedaan antar hukum dan moral:

1. Hukum ditulis sistematis, disusun dalam kitab undang-undang, mempunyai kepastian


lebih besar dan bersifat obyektif. Sedangkan Moral bersifat subyektif, tidak tertulis
dan mempunyai ketidakpastian lebih besar.

2. Hukum membatasi pada tingkah laku lahiriah saja dan hukum meminta legalitas.
Sedangkan Moral menyangkut sikap batin seseorang.

3. Hukum bersifat memaksa dan mempunyai sanksi. Sedangkan Moral tidak bersifat
memaksa, sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi dari Tuhan.

4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan negara, masyarakat atau negara
dapat merubah hukum. Hukum tidak menilai moral. Sedangkan Moral didasarkan
pada norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara, masyarakat dan
negara tidak dapat merubah moral, Moral menilai hukum.

2.2 Sistematika Etika

2.2.1 Etika Deskriptif

Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya: adat
kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk tindakan-tindakan yang diperbolehkan
atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-
individu tertentu,dalam kebudayaan atau subkultur tertentu,dalam suatu periode sejarah,dan
sebagainya. Karena etika deskriptif hanya melukiskan,tidak member penilaian. Misalnya ia
melukiskan adat mengayau kepala yang ditemukan dalam masyarakat yang disebut primitif,
tapi ia tidak mengatakan bahwa adat semacam itu dapat diterima atau harus ditolak.

Sekarang ini etika deskriptif dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi budaya,
psikologi, sosiologi, sejarah dan sebagainya, meskipun mereka tidak pernah akan memakai
istilah etika “deskriptif”. Studi-studi termasyhur tentang perkembangan kesadaran moral
dalam hidup seorang manusia oleh psikolog Swiss Jean Piaget (1896-1980) dan psikolog
Amerika Laurence Kohlberg (1927-1988) merupakan contoh bagus mengenai etika deskriptif
ini. Karena itu dapat dimengerti bahwa etika deskriptif ini sebenarnya termasuk ilmu
pengetahuan empiris dan bukan filsafat.

2.2.2 Etika Normatif

Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang dimana
berlangsung diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalah-masalah moral. Disini ahli
bersangkutan tidak bertindak sebagai penonton netral, seperti halnya dalam etika deskriptif,
tapi ia melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. Ia tidak
lagi melukiskan adat mengayau yang pernah terdapat dalam kebudayaan-kebudayaan di masa
lampau, tapi ia menolak adat itu, karena dinilai bertentangan dengan martabat manusia. Ia
tidak lagi membatasi diri dengan memandang fungsi prostitusi dalam suatu masyarakat, tapi
menolak prostitusi sebagai suatu lembaga yang melanggar martabat, biarpun dalam praktik
belum tentu diberantas sampai tuntas. Tentu saja, etika deskriptif dapat juga berbicara tentang
norma-norma, misalnya bila ia membahas tabu-tabu yang terdapat dalam suatu masyarakat
primitif. Hal yang sama bisa dirumuskan juga dengan mengatakan bahwa etika normatif itu
tidak deskriptif melainkan preskriptif (memerintahkan), tidak melukiskan melainkan
menetukan benar atau tidaknya tingkah laku atau anggapan moral. Secara singkat dapat
dikatakan etika normatif bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat
dipertanggung jawabkan dengan cara rasional dan dapat digunakan dalam praktik. Etika
normatif dapat dibagi lebih lanjut dalam etika umum dan etika khusus.

1. Etika umum

Etika yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi manusia untuk
bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip
moral. Memandang tema-tema umum seperti apa itu norma etis? jika ada banyak
norma etis, bagaimana hubungannya satu sama lain.

2. Etika khusus

Merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang


khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan
bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang
didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu
dapat juga berwujud: Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam
bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang
memungkinkan manusia bertindak etis: cara bagaimana manusia mengambil suatu
keputusan atau tidanakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.
Berusaha menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum atas wilayah perilaku manusia
yang khusus. Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian:

1. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri.

2. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku
manusia sebagai anggota umat manusia.

Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan
satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan
sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan
manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan
(keluarga, masyarakat, negara) sikap kritis terhadap pandangan-pandangana dunia
dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab terhadap lingkungan hidup.

3. Etika Profesi

Merupakan etika khusus yang dikhususkan pada profesi tertentu, misalnya etika
kedokteran, etika Rumah Sakit, Etika Kebidanan, Etika Keperawatan, dan lain-lain.
Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap
anggota profesi yang bersangkutan di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi
petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan
profesinya, dan larangan-larangan, termasuk ketentuan- ketentuan apa yang boleh dan
tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak hanya dalam
menjalankan tugas profesinya, melainkan berkaitan juga dengan tingkah lakunya
secara umum dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat. Guna etika adalah memberi
arah bagi perilaku manusia tentang apa yang baik atau buruk, apa yang benar atau
salah, hak dan kewajiban moral (akhlak), apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk
tunggal mempunyai arti kebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia, adat, akhlak, waktu,
perasaan, sikap dan cara berfikir. Dan Etiket merupakan tata cara (adap sopan santun, dll) di
masyarakat beradap dalam memelihara hubungan baik diantara sesama manusia.

Kata “moral” berasal dari bahasa latin, yaitu “mos” (jamak: mores) yang berarti
kebiasaan, adat. “moral” mempunyai etimologi yang sama dengan “etik”, karena keduanya
mengandung arti adat kebiasaan, meskipun bahasa asalnya berbeda, “etik” berasal dari
bahasa yunani sedangkan “moral” berasal dari bahasa latin. Moral membahas mengenai apa
yang dinilai “seharusnya” di masyarakat. Dan Hukum merupakan peraturan, undang-undang
atau adap yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau
pemerintah. Hukum adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku tentang suatu
kehidupan bersama, yang dapat di paksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi.

Pada sistematika etika dibagi menjadi dua etika, yaitu Etika Deskriptif dan Etika
Normatif. Pada etika normatif dibagi lagi menjadi tiga etika, ialah sebagai berikut:

1. Etika umum

2. Etika khusus

3. Etika profesi

3.2 SARAN

Sebagai seorang tenaga kesehatan, hendaknya kita mengerti dan memahami apa itu
Etikolegal, etika, etiket, moral dan hukum. Hendaknya kita dapat menerapkan aspek-aspek
tersebut dalam dunia kerja dan sehari-hari agar pelayanan yang diberikan bermutu dan
berkualitas sesuai prosedur yang di tetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai