Anda di halaman 1dari 13

BAB III

TEORI DASAR

3.1. Konsep dasar metode geolistrik

Metoda geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika yang mempelajari


sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan
bumi. Parameter yang diukur dalam pengukuran geolistrik, diantaranya: potensial,
arus, dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah ataupun akibat
injeksi arus ke dalam bumi. Ada beberapa metoda geolistrik, yaitu: resistivitas
(tahanan jenis), Induced Polarization (IP), Self Potensial (SP), magnetotelluric, dan
lain-lain.

Dalam metoda geolistrik resistivitas, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi


melalui dua elektroda arus, beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda
potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak
elektroda yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan jenis
masing-masing lapisan bawah titik ukur.

Pengukuran Geolistrik dengan menggunakan metode resistivitas bertujuan


untuk menetapkan distribusi potensial listrik pada permukaan tanah. Hal tersebut
secara tidak langsung juga merupakan penentuan resisitivitas lapisan tanah. Dalam
metode geolistrik resistivitas arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua
elektroda arus, beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial.
Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang
berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan jenis masing – masing
lapisan dibawah titik ukur. Metoda geolistrik digunakan untuk eksplorasi mineral,
reservoar air, geothermal, gas biogenik, kedalaman batuan dasar, dan lain-lain.

3.2. Perumusan dasar geolistrik Resistivitas


3.2.1. Hukum Ohm
Hukum Ohm menyatakan hubungan antara nilai tahanan yang
sebanding Dengan nilai potensial dan berbanding terbalik dengan nilai arus,
dimana nilai tahanan memiliki satuan Ohm, nilai potensial memiliki satuan
volt dan arus memiliki satuan ampere.

𝑉
𝑅=
𝐼

Dengan :
R = tahanan (Ohm)
V = Beda potensial (Volt)
I = arus (Ampere)

3.2.2. Arus listrik searah


Konsep mengenai arus listrik searah merupakan konsep arus listrik
I yang melewati suatu medium dengan luas penampang A, Panjang medium
L dan memiliki beda potensial V antara kedua ujungnya. Secara
matematis dituliskan sebagai :
A A
I V atau I  V
L L
1
Dengan 𝜎 = 𝜌 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛

Kedua konsep tersebut dapat digabungkan secara matematis menjadi :


AV
I (2.5)
L
Dengan :
V : Beda potensial antara kedua ujung kawat (Volt)
 : tahanan jenis bahan (Ohm m)
L : Panjang bahan
 : Konduktivitas (siemens/meter)
I

V1 V2

Gambar 3.1
L : Arus listrik searah

Harga tahanan jenis batuan ditentukan oleh masing – masing


tahanan jenis unsur pembentuk batuan, tahanan jenis ditentukan juga oleh
factor – factor :
1. Kesarangan (Porositas)
2. Hantaran jenis / tahanan jenis cairan yang ada dalam pori – pori batuan
3. Temperatur
4. Permeabilitas atau kesanggupan suatu bahan yang mempunyai pori – pori
untuk mengalirkan cairan.
Menurut Rahmah (2009), material bumi memiliki karakteristik fisika
yang bervariasi, dari sifat porositas, permeabilitas, kandungan fluida dan
ion-ion di dalam pori-porinya, sehingga materi bumi memiliki variasi harga
resistivitas. Variasi harga resistivitas material bumi ditunjukkan dalam
Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Harga Tahanan Jenis Batuan (Santisi 2002 :108)


3.3. Resistivitas Batuan
Resistivitas (tahanan jenis) batuan adalah daya hambat dari batuan
terhadap aliran listrik (kebalikan dari konduktivitas batuan) dengan satuan
unit: ohm-m. Batuan di bumi ini umumnya mempunyai sifat kelistrikan
berupa daya hantar listrik (konduktivitas dan resistivitas) dan konstanta
dielektrik. Konstanta dielektrik merupakan polarisasi material dalam suatu
medium listrik. Konstanta dielektrik menentukan kapasitas induktif efektif
dari suatu material batuan dan merupakan respon statik untuk medan listrik
AC maupun DC (Dobrin, 1998).
Resistivitas memperlihatkan nilai yang sangat variatif dari semua
sifiat fisika dan mineral. Pada mineral-mineral logam, harganya berkisar
pada 108 Ωm- 107 Ωm. Begitu juga pada batuan-batuan lain, dengan
komposisi yang bermacam- macam akan menghasilkan range resisitivitas
yang bervariasi pula. Sehingga range resistivitas maksimum yang mungkin
adalah 1,6 x 10-8 Ωm (perak asli) hingga 1016 Ωm (belerang murni).
Konduktor biasanya didefinisikan sebagai bahan yang memiliki resistivitas
10-8 Ωm, sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih dari 107 Ωm. Dan
diantara keduanya adalah bahan semikonduktor. Di dalam konduktor berisi
banyak elektron bebas dengan mobilitas yang sangat tinggi. Sedangkan
pada semikonduktor, jumlah elektron bebasnya lebih sedikit. Isolator
dicirikan oleh ikatan ionik sehimgga elektron-elektron valensu tidak bebas
bergerak (wuryanto,2007).
Resistivitas ini mencerminkan batuan dan fluida yang terkandung
di dalam pori-porinya. Reservoar yang berisi hidrokarbon akan mempunyai
tahanan jenis lebih tinggi (lebih dari 10 ohmmeter), sedangkan apabila terisi
oleh air formasi yang mempunyai salinitas tinggi maka harga tahanan
jenisnya hanya beberapa ohmmeter. Suatu formasi yang porositasnya sangat
kecil (tight) juga akan menghasilkan tahanan jenis yang sangat tinggi karena
tidak mengandung fluida konduktif yang dapat menjadi konduktor alat
listrik (Schlumberger, 1989).
Secara umum, berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan dan
mineral dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (Telford W. And Sheriff,
1990):
Kondukror baik :108< 𝜌 < 1 Ωm
Konduktor pertengahan: 1 < 𝜌 < 107Ω m
Isolator: 𝜌 >107Ωm
Verhoef, 1989 memaparkan nilai resistivias batuan seperti table
3.2. berikut :
Tabel 3.2. Nilai resisitivitas batuan (Verhoef, 1989)

3.4. Tahanan jenis semu (apparent electrical resistivity)

Tahanan jenis semu (apparent electrical resistivity) ρa dari suatu


formasi geologi diperoleh dari hubungan berikut ini:

𝐴
𝜌𝑎 = 𝑅 ( )
𝐿

dimana R adalah tahanan terhadap arus listrik searah I (yang menyebabkan


terjadinya perbedaan potensial V) pada blok satuan dari material batuan
dengan luas penampang A dan panjang L. Di dalam material yang jenuh air,
ρa tergantung pada kepadatan dan porositas dari material dan salinitas dari
fluida yang terkandung di dalam material ini. Hukum Ohm merupakan
hukum dan konsep dasar dari cara pendugaan geolistrik tahanan jenis ini.
Dengan asumsi bahwa bumi bersifat homogen isotropik, resistivitas yang
terukur merupakan resistivitas sebenarnya dan tidak bergantung pada spasi
elektroda. Pada kenyataannya , bumi terdiri dari lapisan – lapisan dengan 
berbeda – beda, sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari
lapisan – lapisan tersebut. Karenanya, harga resistivitas yang diukur seolah
– olah merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja (terutama untuk
spasi yang lebar). Resistivitas semu dirumuskan dengan :
∆𝑉
𝜌𝑎 = 𝑘 ( )
𝐼

Dimana K adalah faktor konfigurasi dan bernilai :

2
K
1 1 1 1
      
 r1 r2   r3 r4 

Harga tahanan semu bergantung pada faktor geometri atau dengan


kata lain bergantung pada susunan elektroda yang digunakan.

Dalam pendugaan tahanan jenis digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:


1. Di bawah permukaan tanah terdiri dari lapisan-lapisan dengan
ketebalan tertentu.
2. Bidang batas antar lapisan adalah horizontal.
3. Setiap lapisan dianggap homogen isotropis.
Yang dimaksud dengan homogen adalah nilai tahanan jenisnya sama dan
isotropis adalah tahanan jenisnya akan menyebar ke segala arah dengan
harga yang sama.

3.5. Susunan (Konfigurasi) elektroda dalam pengukuran tahanan jenis

Ada beberapa macam susunan (konfigurasi) elektroda dalam


pengukuran tahanan jenis, antara lain :

3.5.1. Konfigurasi Schlumberger

Dalam susunan elektroda Schlumberger ini, jarak antara dua


elektroda arus A dan B dibuat lebih besar daripada jarak elektroda
potensialnya M dan N. Umumnya pada susunan ini elektroda – elektroda
diletakkan satu garis lurus seperti yang ditunjukan oleh gambar dibawah ini
:
Sumber

b b

A M 0 N B

Gambar 3.2 Susunan Elektroda Schlumberger

Berdasarkan besaran fisis yang diukur susunan elektroda


schlumberger ini bertujuan untuk mengukur gradien potensial listriknya.
Besar faktor geometris untuk susunan elektroda schlumberger ini sesuai
dengan persamaan :

2
K
1 1 1 1
      
 r1 r2   r3 r4 

AM  BN  r1  r4  b  a / 2
AN  BM  r2  r1  b  a / 2

 b2 a 
sehingga : K     
 a 4

 b 2 a  V
Jadi,  a,s     
 a 4 I

3.5.2. Konfigurasi Dipole – Dipole


Metode geolistrik resistivitas konfigurasi dipole-dipole dapat
diterapkan untuk tujuan mendapatkan gambaran bawah permukaan pada
obyek yang penetrasinya relatif lebih dalam dibandingkan dengan metode
sounding lainnya seperti konfigurasi wenner dan konfigurasi schlumberger.
Metode ini sering digunakan dalam surveisurvei resistivitas karena
rendahnya efek elektromagnetik yang ditimbulkan antara sirkuit arus dan
potensial (Loke, 1999).
Susunan elektroda konfigurasi dipole-dipole dapat dilihat pada
gambar 3.3. Spasi antara dua elektroda arus dan elektroda potensial sama
yaitu a. Konfigurasi ini mempunyai faktor lain yaitu n yang merupakan rasio
jarak antara elektroda C1 dan P1 ke C2 – C1 atau P1 – P2 dengan jarak pisah
a. Pengukuran ini dilakukan dengan memindahkan elektroda potensial pada
suatu penampang dengan elektroda arus tetap, kemudian pemindahan
elektroda arus pada spasi n berikutnya diikuti oleh pemindahan elektroda
potensial sepanjang penampang seterusnya hingga pengukuran elektroda
arus pada titik terakhir di penampang itu

Gambar 3.3. elektroda arus dan potenial pada konfigurasi


dipole-dipole (Reynolds,1997)

Nilai resistivitas semu dari konfigurasi dipole dipole adalah


𝜌 = 𝐾. 𝑅
Dengan K adalah faktor geometri :
𝐾 = 𝑛(𝑛 + 1)(𝑛 + 2)𝜋𝑎
3.5.3. Konfigurasi Wenner

a a a

I
B
A V

M N

Gambar 3.4 Susunan elektrode Wenner

Untuk konfigurasi ini: K  2 .MN

Nilai tahanan jenis semu dinyatakan berdasarkan hubungan berikut


ini:

V V
a  K  2 .MN .  2 .a.R
I I

Keterangan :

ρa : nilai tahanan jenis semu (ohm meter) pada kedalaman duga

ΔV : selisih atau perbedaan potensial (milivolt)

I : arus listrik (miliamper)

K : faktor geometri lapangan dari konfigurasi Wenner

a : jarak antara kedua elektrode potensial, yaitu MN dan jarak


antara kedua elektrode arus AB adalah L = 3a

R : tahanan yang terbaca pada alat (ohm)

3.5.4. Konfigurasi pole-dipole


V I

V I

Gambar 3.5. Susunan elektroda pole-dipole


3.5.5. Konfigurasi pole-pole

V I

Gambar 3.6. Susunan elektroda pole-pole

3.6. Porositas dan Permeabelitas


Porositas merupakan ukuran ruang-ruang kosong dalam suatu batuan
Secara definitif porositas merupakan perbandingan antara volume ruang yang
terdapat dalam batuan yang berupa pori-pori terhadap volume batuan secara
keseluruhan, biasanya dinyatakan dalam fraksi. Besar kecilnya suatu batuan akan
menentukan kapasitas penyimpangan fluida reservoir. Porositas (D) adalah
perbandingan volume rongga-rongga pori terhadap volume total seluruh batuan
(Nurwidyanto, 2006).
Pori merupakan ruang di dalam batuan yang selalu terisi oleh fluida,
seperti air tawar atau asin, udara atau gas bumi. Porositas efektif yaitu apabila
bagian rongga pori-pori di dalam batuan berhubungan. Porositas efektif biasanya
lebih kecil daripada rongga pori-pori total yang biasanya berkisar dari 10% sampai
15% (Nurwidiyanto, 2006).
Permeabilitas (k) adalah kemampuan medium berpori untuk meluluskan
atau mengalirkan fluida. Permeabilitas sangat penting untuk menentukan besarnya
cadangan fluida yang dapat diproduksikan (Nurwidyanto, 2006).
Keadaan material bawah tanah sangat mempengaruhi aliran dan jumlah air
tanah. Jumlah air tanah yang dapat disimpan dalam batuan dasar, sedimen dan tanah
bergantung pada permeabilitas. Permeabilitas merupakan sangat kamampuan
batuan atau tanah untuk meloloskan air. Air tanah mengalir melewati rongga-
rongga yang kecil, semakin kecil rongganya semakin lambat alirannya. Jika
rongganya sangat kecil, akan mengakibatkan molekul air akan tetap tinggal
Kejadian semacam ini terjadi pada lempung. Secara kuantitatif permeabilitas diberi
batasan dengan koefisien permeabilitas (Wurvantoro. 2007).

3.7. Gambut
Gambut adalah bahan berwarna hitam kecoklatan yang terbentuk dalam
kondisi asam, dan kondisi anaerobik lahan basah. Gambut terdiri dari bahan organik
yang sebagian terurai secara bebas dengan komposisi lebih dari 50% karbon. Proses
pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang secara perlahan
ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati dan
melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan
transisi antara lapisan gambut dengan lapisan di bawahnya berupa tanah mineral.
Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini
dan secara membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut menjadi
penuh (Agus dan Subiksa, 2008).
Tanah Gambut seringkali dijumpai di daerah-daerah jenuh air seperti rawa,
cekungan, atau daerah pantai.Sebagian besar lahan gambut masih berupa hutan
yang menjadi habitat tumbuhan dan satwa langka. Hutan gambut mempunyai
kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah yang besar. Karbon tersimpan mulai
dari permukaan hingga di dalam dalam tanah, mengingat kedalamannya bisa
mencapai lebih dari 10 meter.
Tanah gambut memiliki kemampuan menyimpan air hingga 13 kali dari
bobotnya. Oleh karena itu perannya sangat penting dalam hidrologi, seperti
mengendalikan banjir saat musim penghujan dan mengeluarkan cadangan air saat
kemarau panjang. Kerusakan yang terjadi pada lahan gambut bisa menyebabkan
bencana bagi daerah sekitarnya namun bagi para petani tanah gambut dapat
menyebabkan kegagalan panen. Untuk mengetahui keberadaan gambut di bawah
permukaan tanah dapat dilakukan dengan menggunakan metode geolistrik.

3.8. Intrusi Air Laut


Dalam keadaan statis, air tawar akan mengapung di atas air asin di daerah
pantai karena air asin mempunyai densitas yang lebih tinggi dari air tawar seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Hal ini memenuhi persamaan hidrostatis fluida
dengan persamaan :
𝜌𝑧 𝑔𝑧 = 𝜌𝑓 𝑔(𝑧 + ℎ)
dimana :
ρf = densitas air tawar (gr/cm)
ρs = densitas air asin (gr/cm)
g = percepatan gravitasi (cm/det2)
z = kedalaman interface air tawar – air asin dari mean sea level
h = ketinggian muka airtanah dari mean sea level

Gambar 3.7. Hubungan antara air tawar dengan air asin

Menurut Supriyadi (1991:53), intrusi air laut merupakan fenomena yang


sering terjadi pada akuifer-akuifer pesisir. Secara umum, fenomena ini dapat terjadi
ketika muka air tanah pada akuifer air tawar lebih rendah daripada permukaan laut
rata-rata, sehingga air laut akan mendesak air tawar ke arah darat. Namun, jika
muka air tanah masih lebih tinggi daripada permukaan laut rata-rata, maka air tawar
akan mendesak ke laut.
Kondisi normal sebelum terintrusi air laut dan kondisi setelah terintrusi air
laut dapat dilihat pada Gambar 3.8

Gambar 3.8. Bagan pada saat Kondisi Normal dan Intrusi Air Laut
Pada kondisi normal air laut tidak dapat masuk jauh ke daratan sebab air
tanah memiliki piezometric yang menekan lebih kuat dari pada air laut, sehingga
terbentuklah interface sebagai batas antara air tanah dengan air laut. Keadaan
tersebut merupakan keadaan kesetimbangan antara air laut dan air tanah. Namun
ketika air laut memiliki berat jenis yang lebih besar dari pada air tawar, hal ini akan
mengakibatkan air laut terus mendesak air tanah semakin masuk ke hulu sehingga
terjadi intrusi air laut. Untuk mengetahui keberadaan intrusi air laut di bawah
permukaan tanah dapat dilakukan dengan menggunakan metode geolistrik.

Anda mungkin juga menyukai