Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksi masih

merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena angka kematiannya masih

cukup tinggi. Diantara penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi Susunan Saraf

Pusat (SSP) termasuk ke dalamnya meningitis dan ensefalitis. Meningitis sinonim dengan

leptomeningitis yang berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang melibatkan arakhnoid

dan piamater. Sedangkan ensefalitis adalah adanya infe]ksi pada jaringan parenkim otak.1

Penyakit infeksi pada sistem saraf diklasifikasikan berdasarkan jaringan yang

terkena infeksi; (1) infeksi pada selaput pembungkus otak (meningeal), yang melibatkan

lapisan dura secara primer (pachymeningitis) atau lapisan pia-araknoid (leptomenigitis)

dan (2) infeksi pada parenkim serebral dan parenkim pada bagaian spine ( ensefalitis atau

myelitis). Pada kebanyakan kasus didapatkan kedua dua meninges dan parenkim otak terkena

dengan berbagai derajat infeksi.2

Meningitis adalah infeksi cairan otak yang disertai radang selaput otak dan medula

spinalis yang superfisial. Penyebab yang paling sering adalah virus dan bakteri baik yang

berasal dari penyebaran penyakit dari organ tubuh yang lain. Bakteri menyebar secara

hematogen ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitis, dan pneumonia.

Penyebaran bakteri juga bisa sebagai akibat langsung dari trauma kepala dengan fraktur

terbuka atau komplikasi bedah otak.2

Meningitis dapat berkembang sebagai respon dari berbagai kasus, seperti agen

infeksi, trauma, kanker, atau penyalahgunaan obat. Agen infeksi dapat berupa bakteri,

virus, ricketsia, protozoa, dan jamur.Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat

1
otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran

bahkan kematian. Perjalanan penyakit meningitis dapat terjadi secara akut dan kronis.2

Sampai saat ini penyakit meningitis perlu mendapat perhatian karena mempunyai

prognosa jelek. selain angka kematian yang tinggi, banyak penderita yang menjadi cacat

akibat keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan.

WHO(2005) melaporkan adanya 7.078 kasus meningitis yang disebabkan oleh

bakteri terjadi di Niamey – Nigeria pada tahun 1991 – 1996 dengan penyebab

Neisseria Meningitidis (57,7%) , Streptococcus Pneumoniae (13,2%) dan Haemophilus

influenzae (9,5%).5

Data Southeast Asian Medical Information Center (SEAMIC) Health Statistic

(2002) melaporkan bahwa pada tahun 2000 di Malaysia terdapat 206 kematian karena

meningitis dengan Cause Spesific Death Rate (CSDR) 9,3 per1000.000 penduduk. Di

Thailand pada tahun 2000 terdapat 2.161 kematian dengan CSDR 35 per 1000.000

penduduk.

Di Indonesia pada tahun 2000 dan 2001 terdapat masing-masing 1.937 dan 1.667

kasus kematian dengan CSDR 9,4 dan 8 per 1000.000 penduduk.12 Seamic Health statistic

(2002) melaporkan di indonesia pada tahun 2000 dan 2001 terdapat masing-masing

1.937 dan 1.667 kasus kematian yang disebabkan oleh meningitis, dimana Case Spesific

Death Rate (CSDR) adalah 0,94 dan 0,80 per 100.000 penduduk.5

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

2.1.1 lapisan selaput otak/ meninges

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah

pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi arachnoidea

dan piamater.4

1. Duramater

Merupakan suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal)

dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu,

kecuali di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus

venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di

tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak.

Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk

periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri;

lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat yang berasal darinya membentang

jauh ke dalam cavum cranii. Di anatara kedua hemispherium terdapat invaginasi yang disebut

falx cerebri. Ia melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke

protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli

yang meluas ke dua sisi. 4

3
Gambar 1. Lapisan-lapisan selaput otak/meninges

2. Arachnoidea

Merupakan selaput halus yang memisahkan piameter dan duramater. Membrana

arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah dengannya oleh

suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum

yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke

piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang

menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan. 4

3. Piamater

Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi

permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah

diseluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di bawah corpus

callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan

bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk

4
pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari

ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.

2.2 Definisi

Meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh radang selaput pelindung otak

dan saraf tulang belakang yang dikenal sebagai meninges.Peradangan biasanya

disebabkan oleh infeksi cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.7

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter

(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai

jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.

2.3 Epidemiologi

Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen

spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 – 12 bulan); 95

% terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, Sebagian besar (sekitar 70%) kasus meningitis terjadi

pada anak-anak di bawah usia 5 atau pada orang yang berusia di atas 60 tetapi meningitis

dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri

patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat

penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2

– 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret atau

tetesan saluran pernafasan.7

Meningitis Bakterial atau Purulenta

Insidens dari meningitis bakterial pada neonatus sekitar 0,15 kasus per 1000 bayi lahir

cukup bulan dan 2,5 kasus per 1000 bayi lahir kurang bulan (premature). Hampir 30% bayi

5
baru lahir dengan klinis sepsis, berhubungan dengan adanya meningitis bakterial. Sejak

adanya pemberian antibiotik inisiasi intrapartum tahun 1996, terjadi penurunan insidens

nasional dari onset awal infeksi GBS (Group B Streptococcus) dari hampir 1,8 kasus per

1000 bayi lahir hidup pada tahun 1990 menjadi 0,32 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada

tahun 2003.1,8

Secara umum, mortalitas dari meningitis bakterial bervariasi menurut usia dan jenis

pathogen, dengan angka tertinggi untuk S.pneumoniae. Mortalitas tertinggi yakni pada tahun

pertama kehidupan, menurun pada pertengahan (mid life) dan meningkat kembali di masa tua.

Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun.8

Meningitis Tuberkulosis

Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas dan

kematian pada anak. Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena

morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak

terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka

kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam usia 5 tahun pertama,

tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka kematian berkisar antara 10-20%.

Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang normal secara neurologis

dan intelektual. Anak dengan meningitis tuberkulosis yang tidak diobati, akan meninggal

dalam waktu 3-5 minggu. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya jumlah pasien

tuberkulosis dewasa.

Meningitis Viral

Insidens meningitis virus di Amerika serikat yang secara resmi dilaporkan berjumlah

lebih dari 10.000 kasus, namun pada kenyataannya dapat mencapai 75.000 kasus.

6
Menurut data yang dilaporkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), pasien

rawat inap dengan meningitis virus sekitar 25.000 – 50.000 tiap tahunnya.12

Di seluruh dunia, penyebab meningitis viral termasuk enterovirus, mumps virus

mumps (gondongan), virus measles (campak), virus varicella zoster (VZV) dan HIV. Gejala

meningitis dapat timbul hanya pada 1 dari 3000 kasus.Menurut WHO tahun 1997,

meningitis enteroviral dengan sepsis merupakan penyebab tersering ke-5 kematian pada

neonatus. Diluar periode neonatal mortalitas kurang dari 1%, begitu juga dnegan

morbiditasnya.Meningitis virus lebih sering dijumpai pada anak daripada orang dewasa.12

Meningitis Jamur

Meningitis jamur jarang ditemukan, namun dapat mengancam kehidupan. Walaupun

semua orang dapat terkena meningitis jamur, namun resiko tinggi terdapat pada orang yang

menderita AIDS, leukemia, atau bentuk penyakit imunodefisiensi ( sistem imun tidak

mempunyai respon yang adekuat terhadap infeksi) lainnya dan orang dengan imunosupresi

(malfungsi dari sistem imun sebagai akibat obat-obatan).5

Penyebab tersering dari meningitis jamur pada orang dengan defisiensi imun seperti

HIV adalah Cryptococcus. Penyakit ini merupakan salah satu dari penyebab tersering

meningitis di Afrika. Jamur lain yang dapat menyebabkan thrush, Candida, dapat

menyebabkan meningitis pada beberapa kasus, terutama pada bayi prematur dengan berat

lahir sangat rendah. (very low birth weight). 5

2.4 Etiologi

Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus,

parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal.

7
Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit AIDS,

keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik atau obat – obatan tertentu yang dapat melemahkan

sistem imun (imunosupresif).5

Meningitis Bakterial

Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan orang dewasa

muda di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria meningitidis. Meningitis disebabkan oleh

bakteri ini dikenal sebagai penyakit meningokokus.Bakteri penyebab meningitis juga

bervariasi menurut kelompok umur. Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan

meningitis pada bayi normal merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu,

Streptococcus group B, basili enterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes). Meningitis

pada kelompok ini kadang -kadang dapat karena Haemophilus influenzae dan patogen

lain ditemukan pada penderita yang lebih tua.

Usia Bakteri patogen

Usia 0-4 minggu Streptococcus agalactiae (group B streptococci)

E coli K1

Listeria monocytogenes

Usia 4-12 minggu S agalactiae

E coli

H influenzae

S pneumoniae

N meningitides

Usia 3 bulan – 18 tahun N meningitidis

S pneumoniae

H influenza

Usia 18-50 tahun N meningitidis

8
S pneumoniae

H influenza

Usia lebih dari 50 tahun S pneumoniae

N meningitidis

L monocytogenes

Aerobic gram-negative bacilli

Tabel 1. Penyebab Meningitis Bakteri berdasarkan usia

Meningitis Viral

Meningitis virus adalah jenis yang paling umum meningitis. Meningitis virus sedikit

lebih kurang tingkat keparahannya daripada meningitis bakteri, dan kebanyakan orang

biasanya dapat sembuh sendiri (tanpa perawatan). Namun, pada bayi berusia kurang dari

1 bulan dan orang-orang dengan sistem kekebalan yang lemah dapat lebih mungkin untuk

memiliki kondisi yang . Infeksi virus lain yang dapat menyebabkan meningitis, yakni :

a.Virus Mumps

b.Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-zoster,

Measles, and Influenza

c.Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses)

d. Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis virus),

Meningitis Jamur

Jamur yang menginfeksi manusia terdieri dari 2 kelompok yaitu, jamur

patogenik dan opportunistik. Jamur patogenik adalah beberapa jenis spesies yang dapat

menginfeksi manusia normal setelah inhalasi atau inflantasi spora. Secara alamiah,

manusia dengan penyakit kronis atau keadaan gangguan imunitas lainnya lebih rentan

9
terserang infeksi jamur dibandingkan manusia normal. Jamur patogenik menyebabkan

histiplasmosis, blastomycosis, coccidiodomycosis dan paracoccidiodomycosis. Kelompok

kedua adalah kelompok jamur apportunistik. Kelompok ini tidak menginfeksi orang normal.

Penyakit yang termasuk disini adalah aspergilosis, candidiasis, cryptococcosis,

mucormycosis (phycomycosis) dan nocardiosis. Meningitis juga bisa berlaku pada kasus

non infeksi terutama pada kasus seperti AIDS, kanker, diabetes, trauma fisik atau oleh kerna

obat obatan yang bisa menurunkan sistem imunitas tubuh.

2.5 Patofisiologi

Meningitis Bakteri 1,2

Pertama-tama bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada inang.

Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran

pencernaan, atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri akan menginvasi

submukosa dengan menghindari pertahanan inang (seperti barier fisik,imunitas lokal,

fagosit/makrofag) dan mempermudah akses menuju sistem syaraf pusat (SSP) dengan

beberapa mekanisme: Invasi ke dalam aliran darah (bakteremia) dan menyebabkan

penyebaran secara hematogen ke SSP, yang merupakan pola umum dari penyebaran

bakteri. Penyebaran melalui kontak langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media,

malformasi kongenital, trauma,inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial.

Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun

(misalnya: antibodi, fagositosis neutrofil, sistem komplemen). Kemudian terjadi

penyebaran hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh termasuk SSP.

Lapisan-lapisan selaput otak Mekanisme patofisiologi spesifik mengenai penetrasi

bakteri ke dalam SSP sampai sekarang belum begitu jelas. Setelah tiba di SSP, bakteri dapat

bertahan dari sistem imun inang karena terbatasnya jumlah sistem imun pada SSP. Bakteri

10
akan bereplikasi secara tidak terkendali dan merangsang kaskade inflamasi meningen.

Proses inflamasi ini melibatkan peran dari sitokin yaitu tumor necrosis factor-alpha

(TNF-a), interleukin (IL)-1, chemokin (IL-8), dan molekul proinflamasi lainnya sehingga

terjadi pleositosis dan kerusakan neuronal. Peningkatan konsentrasi TNF-a, IL-1, IL-6,

dan IL-8 merupakan ciri khas meningitis bakterial. Paparan sel (endotel, leukosit,

mikroglia, astrosit, makrophag) terhadap produk yang dihasilkan bakteri selama replikasi

dan kematian bakteri merangsang sintesis sitokin dan mediator proinflamasi. Data-data

terbaru memberi petunjuk bahwa proses ini dimulai oleh ligasi komponen bakteri (seperti

peptidoglikan, lipopolisakarida) untuk mengenali reseptor (Toll-like receptor) TNF-a

merupakan glikoprotein yang diderivasi dari monosit-makrophag, limfosit, astrosit, dan sel

mikroglia. IL-1 yang dikenal sebagai pirogen endogen juga berperan dalam induksi demam

saat infeksi bakteri.

Kedua mediator ini dapat terdeteksi setelah 30-45 menit inkulasi endotosin

intrasisternal. Mediator sekunder seperti IL-6, IL-8, Nitric Oxide (NO), prostaglandin

(PGE2) dan platelet activation factor (PAF) diduga memperberat proses inflamasi. IL-6

menginduksi reaktan fase akut sebagai respon dari infeksi bakteri. IL-8 membantu reaksi

chemotaktik neutrofil. NO merupakan molekul radikal bebas yang menyebabkan

sitotoksisitas saat diproduksi dalam jumlah banyak. PGE-2 akan meningkatkan

permeabelitas blood-brain barrier (BBB). PAF dianggap memicu pembentukan trombi dan

aktivasi faktor pembekuan di intravaskular. Pada akhirnya akan terjadi jejas pada endotel

vaskular dan terjadi peningkatan permeabelitas BBB sehingga terjadi perpindahan berbagai

komponen darah ke dalam ruang subarachnoid. Hal ini menyebabkan terjadinya edema

vasogenik dan peningkatan protein LCS. Sebagai respon terhadap molekul sitokin dan

kemotaktik, neutrofil akan bermigrasi dari aliran darah menuju ke BBB yang rusak sehingga

terjadi gambaran pleositosis neutrofil yang khas untuk meningitis bakterial. Peningkatan

11
viskositas LCS disebabkan karena influk komponen plasma ke dalam ruang

subarachnoid dan melambatnya aliran vena sehingga terjadi edema interstitial, produk-

produk degradasi bakteri, neutrofil, dan aktivitas selular lain yang menyebabkan edema

sitotoksik. Edema serebral tesebut sangat bermakna dalam menyebabkan tekanan tinggi

intra kranial dan pengurangan aliran darah otak/cerebral blood flow (CBF).

Metabolisme anaerob terjadi dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi laktat dan

hypoglycorrhachia. Hypoglycorrhachia merupakan hasil dari menurunnya transpor glukosa

ke LCS. Jika proses yang tidak terkendali ini tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi

disfungsi neuronal sementara atau pun permanen. Tekanan tinggi intra kranial (TTIK)

merupakan salah satu komplikasi penting dari meningitis di mana keadaan ini merupakan

gabungan dari edema interstitial (sekunder terhadap obstruksi aliran LCS), edema

sitotoksik (akibat pelepasan produk toksik bakteri dan neutrofil) serta edema vasogenik

(peningkatan permeabelitas BBB). Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya midline

shift dengan adanya penekanan pada tentorial dan foramen magnum. Pergeseran ini akan

menimbulkan herniasi gyri parahippocampus dan cerebellum. Secara klinis keadaan ini

ditunjukkan oleh adanya penurunan kesadaran dan reflek postural, palsy nervus kranial III

dan VI. Jika tidak diobati maka terjadi dekortikasi dan deserebrasi yang secara pesat

berkembang menjadi henti napas atau henti jantung.

Meningitis Virus 1,2

Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen atau

neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari patogen viral yang diketahui. Penetrasi

neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas pada virus Herpes

(HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus), dan kemungkinan beberapa

enterovirus.

12
Pertahanan tubuh mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi yang signifikan

secara klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan lokal, barier mukosa dan kulit, dan

blood-brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada sistem organ awal ( seperti mukasa sistem

respiratorius atau gastrointestinal ) dan mencapai akses ke pembuluh darah. Viremia primer

memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan kelenjar limfe

/limfonodus) jika replikasinya timbul disamping pertahanan imunologis, viremia sekunder

dapat timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam SSP . Replikasi viral cepat

tampaknya memainkan peranan dalam melawan pertahanan host.

Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam SSP tidak sepenuhnya

dimengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler atau

melalui defek natural (area post trauma dan tempat lainyang kurang BBB). Respon inflamasi

terlihat dalam bentuk pleositosis; leukosit polimorfonuklear (PMN) menyebabkan perbedaan

jumlah sel pada 24-48 jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan jumlah monosit

dan limfosit. Limfosit CSS telah dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B

jugamerupakan pertahanan dalam melawan beberapa virus.

Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke SSP dengan

transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis HSV-1 adalah

melalui akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh serat olfaktori ke basal

frontal dan lobus temporal anterior.

Meningitis Tuberkulosis1

Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran tuberkulosis primer,

dengan focus infeksi di tempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru, namun

Blockloch menemukan 22,8% dengan focus infeksi primer di abdomen, 2,1% di kelenja limfe

leher dan 1,2% tidak ditemukan adanya fokus infeksi primer. Dari focus infeksi primer, basil

13
masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat

menimbulkan infeksi berat berupa tuberculosis milier atau hanya menimbulkan beberapa

focus metastase yang biasanya tenang.

Terjadinya meningitis tuberculosis adalah mula-mula terbentuk tuberkel di otak,

selaput otak atau medulla spinalis, akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi

primer atau selama perjalanan tuberculosis kronik (walaupun jarang). Kemudian timbul

meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari tuberkel yang pecah karena

rangsangan mungkin berupa trauma atau factor imunologis. Basil kemudian langsung masuk

ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Hal ini mungkin terjadi segera setelah dibentuknya lesi

atau setelah periode laten beberapa bulan atau beberapa tahun. Bila hal ini terjadi pada pasien

yang sudah tersensitisasi, maka masuknya basil ke ruang subarachnoid menimbulkan reaksi

peradangan yang menyebabkan perubahan pada cairan cerebrospinal. Reaksi peradangan ini

mula-mula timbul di sekitar tuberkel yang pecah, tetapi kemudian tampak jelas di selaput

otak pada dasar otak dan ependim. Meningitis basalis yang terjadi akan menimbulkan

komplikasi neurologis, berupa paralisis saraf kranialis, infark karena penyumbatan arteria dan

vena, serta hidrosefalus karena tersumbatnya aliran cairan cerebrospinal.. perlengketan yang

sama dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia.

2.6 Manifestasi Klinis

Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari demam, nyeri

kepala dan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa gejala lain, seperti :

 Mual

 Muntah

 Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)

 Perubahan atau penurunan kesadaran

14
Meningitis Bakterial

Tidak ada satupun gambaran klinis yang patognomonik untuk meningitis bakterial.

Tanda dan manifestasi klinis meningitis bakterial begitu luas sehingga sering didapatkan pada

anak anak baik yang terkena meningitis ataupun tidak. Tanda dan gambaran klinis

sangat bervariasi tergantung umur pasien, lama sakit di rumah sebelum diagnosis dan respon

tubuh terhadap infeksi.

Meningitis pada bayi baru lahir dan prematur sangat sulit didiagnosis, gambaran klinis

sangat kabur dan tidak khas. Demam pada meningitis bayi baru lahir hanya terjadi pada ½

dari jumlah kasus. Biasanya pasien tampak lemas dan malas, tidak mau makan, muntah

muntah,kesadaran menurun, ubun-ubun besar tegang dan membonjol, leher lemas, respirasi

tidak teratur, kadang-kadang disertai ikterus kalau sepsis. Secara umum apabila didapatkan

sepsis pada bayi baru lahir kita harus mencurigai adanya meningitis.

Pada anak besar dan dewasa meningitis kadang-kadang memberikan gambaran klasik.

Gejala biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala.

Kadangkadang gejala pertama adalah kejang,gelisah, gangguan tingkah laku. Penurunan

kesadaran seperti delirium, stupor,koma dapat juga terjadi. Tanda klinis yang biasa

didapatkan adalah kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig. Nyeri kepala timbul akibat

inflamasi pembuluh darah meningen, sering disertai fotofobia dan hiperestesi, kaku kuduk

disertai rigiditas spinal disebabkan karena iritasi meningen serta radiks spinalis.

Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:

1. Gejala infeksi akut.

a.Lethargy

b.Irritabilitas

c.Demam ringan

d.Muntah

15
e. Anoreksia

f.Sakit kepala (pada anak yang lebih besar)

g.Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).

2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.

a. Muntah

b.Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar)

c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)

d.Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma

e.Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching

f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang

g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis, Strabismus.

h.Crack pot sign

i. Pernafasan Cheyne Stokes

j.Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih besar).

3. Gejala ransangan meningeal.

a. Kaku kuduk positif

b Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di atas terjadi,

sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan punggung. Pada anak dengan usia

kurang dari 1 tahun, gejala meningeal tidak dapat diandalkan sebagai diagnosis. Bila

terdapat gejala-gejala tersebut diatas, perlu dilakukan pungsi lumbal untuk mendapatkan

cairan serebrospinal (CSS).

Meningitis Virus 5, 9

Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun kadang-kadang

didahului dengan panas selama beberapa hari. Gejala yang ditemukan pada anak besar ialah

16
panas dan nyeri kepala mendadak yang disertai dengan kaku kuduk. Gejala lain yang dapat

timbul ialah nyeri tenggorok, nausea, muntah, penurunan kesadaran, nyeri pada kuduk dan

punggung, fotophobia, parestesia, myalgia. Gejala pada bayi tidak khas. Bayi mudah

terangsang dan menjadi gelisah. Mual dan muntah sering dijumpai tetapi gejala kejang jarang

didapati. Bila penyebabnya Echovirus atau Coxsackie, maka dapat disertai ruam dengan

panas yang akan menghilang setelah 4-5 hari. Pada pemeriksaan ditemukan kaku kuduk,

tanda Kernig dan Brudzinski kadang-kadang positif.

Variasi lain dari infeksi virus dapat membantu diagnosis, seperti :

Gastroenteritis, rash, faringitis dan pleurodynia pada infeksi enterovirus

Manifestasi kulit, seperti erupsi zoster dari VZV, makulopapular rash dari campak

dan enterovirus, erupsi vesikular dari herpes simpleks dan herpangina dari infeksi

coxsackie virus A

Faringitis, limfadenopati dan splenomegali mengarah ke infeksi EBV

Immunodefisiensi dan pneumonia, mengarah ke infeksi adenovirus, CMV atau HIV

Parotitis dan orchitis ke arah virus Mumps

Meningitis Jamur5

Gejala klinis dari meningitis jamur sama seperti meningitis jenis lainnya; namun,

gejalanya sering timbul bertahap. Sebagai tambahan dari gejala klasik meningitis seperti sakit

kepala,demam, mual dan kekakuan leher, orang dengan meningitis jamur juga mengalami

fotofobia, perubahan status mental, halusinasi dan perubahan personaliti.

2.7 Diagnosis

Diagnosis kerja ke arah meningitis dapat dipikirkan apabila menemukan gejala dan

tanda-tanda klinis meningitis. Gejala dan tanda dari infeksi akut, peningkatan tekanan

17
intrakranial dan rangsang meningeal perlu diperhatikan. Untuk mengkonfirmasi diagnosis

meningitis dilakukan tes laboratorium berupa tes darah dan cairan sumsum tulang belakang.

2.7.1 Pemeriksaan Rangsangan Meningeal2,5

a. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi

kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan

fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada

dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.

b. Pemeriksaan Tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul

kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda

Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di

ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.

Gambar 3. Pemeriksaan Kernig

18
c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala

dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah

dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi

involunter pada leher.

Gambar 2. Pemeriksaan Brudzinski

d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul

(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan

terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

2.7.2 Pemeriksaan Penunjang

a. Pungsi Lumbal 1

Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling sering

dilakukan pada segala umur, dan relatif aman

Indikasi :

1. Kejang atau twitching

2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI

3. Koma

19
4. Ubun-ubun besar membonjol

5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun

6. TBC milier

7. Leukemia, sepsis

8. Mastoiditis kronik yang divurigai meningitis

Kontraindikasi

Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah sekitar

tempat pungsi, tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya proses desak

ruang dalam otak (space occupaying lesion) dan pada kelainan pembekuan yang belum

diobati.

Gambar 4. Lumbal pungsi

20
Meningitis bakterial10

- Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika ada

indikasi.

- Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan etiologi :

 Didapatkan cairan keruh atau opalesens dengan Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++).

 Jumlah sel 100-60.000/mm3 dengan hitung jenis predominan polimorfonuklear,

protein 1-5 g/L, glukosa <40 mg/dl. Pada stadium dini jumlah sel dapat normal

dengan predominan limfosit.

 Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat tidak

spesifik.

- Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap diberikan pemberian

antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostik kecuali

identifikasi kuman, itupun jika antibiotiknya senstitif)

- Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan gejala

peningkatan tekanan intracranial oleh karena lesi desak ruang.

- Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI kepala (pada kasus berat atau curiga

ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak)

- Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan umum.

Meningitis Tuberkulosis 10

- Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah.

Leukosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm3). Sering ditemukan

hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak

adekuat.

- Pungsi lumbal :

21
 Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau xantokrom

 Jumalh sel 5-1000/mm3. Hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada

stadium awal dapat dominan polimorfonuklear.

 Protein meningkat 1-5 g/L sedangkan glukosa menurun 50 %, rasio glukosa LCS

dan darah dibawah normal

 Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap dilakukan.

 Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan

dapat memperkuat diagnosis dengan interval 2 minggu.

- Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent assay

(ELISA) dan Latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman Mycobacterium di

cairan serebrospinal (bila memungkinkan).

- Pemeriksaan pencitraan CT-Scan atau MRI kepala dengan kontras dapat

menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun

hidrosefalus.

- Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit Tuberkulosis.

- Uji Tuberkulin dapat mendukung diagnosis

- Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan

perlambatan gelombang irama dasar.9

Meningitis Viral

- Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan

- Hal berikut ini merupakan karakteristik LCS yangdigunakan untuk mendukung diagnosis

meningitis viral:

 Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga 100/mm3 darah telah

dilaporkan pada meningitis virus

22
 Protein: Kadar protein LCS biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat bervariasi dari

normal hingga 1-5 g/L.

- Studi Pencitraan : Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat

termasuk CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak dengan gadolinium.

Meningitis Jamur 14

Selain gejala klinis, sangat penting dilakukan pemeriksaan radiologis paru-paru dan

organ lainnya, skin test,antibodi serum dan pemeriksaan cairan serebrospinal. Isolasi kuman

dari lesi dan cairan serebrospinal merupakan pembantu diagnostik yang penting. Pada

meningitis, perlu dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI. Perubahan cairan serebrospinal

pada meningitis jamur seperti pada meningitis tuberkulosis. Tekanan meningikat bervariasi,

pleiositosis moderat, biasanya kurang dari 1000 sel/mm3, dengan predominan limfosit.

Kecuali pada kasus yang akut, sel dapat meningkat lebih dari 1000/mm3 dengan predominan

polimorfonuklear. Glukosa bisanya agak menurun (subnormal) dan protein meningkat

kadang-kadang sampai pada kadar yang sangat tinggi.

2.8 Diagnosa Banding1,2

- Abses otak

- Encephalitis

- Herpes Simplex

- Herpes Simplex Encephalitis

- Neoplasma

- Kejang demam

- Subarachnoid Hemorrhage

23
2.9 Komplikasi 1,2

Komplikasi dini :

- Syok septik, termasuk DIC

- Koma

- Kejang (30-40% pada anak)

- Edema serebri

- Septic arthritis

- Efusi pericardial

- Anemia hemolitik

Komplikasi lanjut :
- Gangguan pendengaran samapi tuli

- Disfungsi saraf kranial

- Kejang multipel

- Paralisis fokal

- Efusi subdural

- Hidrocephalus

- Defisit intelektual

- Ataksia

- Buta

24
2.10 Penatalaksanaan

Meningitis Bakteri

 Terapi Antibiotik:11

 Umur 0-7 hari

- Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari setiap

12 jam IV atau

- Seftriakson 50 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV atau

- Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Gentamisin 5 mg/kgBB/hari setiap 12

ajm IV.

 Umur > 3 bulan :

- Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau

- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau

- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Kloramfenikol

100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

 Untuk dewasa :

- Seftriakson 100 mg/kgBB IV drip/kali selama 30-60 menit setiap 12 jam atay

- Sefotaksim 50 mg/kgBB/kali IV,setiap 6 jam

 Lini kedua

- Kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 6 jam

- Ditambah ampisilin 50 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 6 jam

Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan dnegan hasil kultur

dan resistensi.

 Terapi Deksametason

Terapi deksametason menunjukkan penurunan signifikan insidens gejala sisa neurologis

dan audiologis, dan juga terbukti memperbaiki gangguan pendengaran. Oleh karena itu

25
Infectious Diseases Society of America (IDSA )merekomendasikan penggunaan

deksametason pada kasus meningits oleh H.influenza tipe B 10 – 20 menit sebelum atau saat

pemberian antibiotik dengan dosis 0,15 –0,6 mg/kg setiap 6 jam selama 2-4 hari.Namun

pemberian deksametason dapat menurunkan penetrasi antibiotik ke SSP. Oleh karena itu

pemberiannya harus dengan pemikiran yang matang berdasarkan kasus, resiko dan

manfaatnya.8

Meningitis Tuberkulosis9,

Berdasarkan rekomendasi American Academic of Pediatrics 1994 diberikan 4 macam

obat selama 2 bulan dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin selama 10 bulan.

Dasar pengobatan meningitis tuberkulosis adalah pemberian kombinasi obat

antituberkulosaditambah dengan kortikosteroid, pengobatan simptomatik bila terdapat

kejang,koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah-muntah dan

fisioterapi.

Dosis obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut:

1. Isoniazid (INH) 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 300 mg/hari.

2. Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari dengan maksimum dosis 600 mg/hari.

3. Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2000 mg/hari.

4. Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2500 mg/hari.

5. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu dilanjutkan dengan tappering off

untuk menghindari terjadinya rebound phenomenon.

Meningitis Viral9

Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited. Biasanya hanya perlu terapi

suportif dan tidak memerlukan terapi spesifik lainnya. Pada keadaan tertentu antiviral spesifik

26
mungkin diperlukan. Pada pasien dengan defisiensi imun ( seperti agammaglobulinemia),

penggantian imunoglobulin dapat digunakan sebagai terapi infeksi kronik enterovirus.

Herpes simplex meningitis.

Manajemen antivirus HSV meningitis adalah kontroversial. Acyclovir (10 mg / kg IV q8h)

telah diberikan untuk HSV-1 dan HSV-2 meningitis. Beberapa ahli tidak menganjurkan terapi

antivirus kecuali bila diikuti dengan ensefalitis.

CMV meningitis

Gansiklovir (dosis induksi 5 mg / kg q12h IV, dosis pemeliharaan 5 mg /kg q24h) dan

foskarnet (dosis induksi 60 mg / kg q8h IV, pemeliharaan dosis 90-120 mg / kg q24h IV)

digunakan untuk CMV meningitis pada host yang immunocompromised.

HIV meningitis

Terapi antiretroviral (ART) mungkin diperlukan untuk pasien dengan meningitis HIV yang

terjadi selama sindrom serokonversi akut.

Meningitis Jamur 2,6

Candida

Terapi awal pilihan untuk meningitis Candida adalah amfoterisin B (0,7 mg / kg /hari).

Flusitosin (25 mg / kg qid) biasanya ditambahkan dan disesuaikan untuk

mempertahankan tingkat serum 40-60 mcg / mL, di berikan selama 6-12 minggu, bergantung

dari efektivitas terapi dan adanya efek samping.Terapi Azole dapat digunakan untuk follow

up terapi atau pengobatan supresi. Peniadaan material prostetik (misalnya, shunts

27
ventriculoperitoneal) adalah komponen penting dalam terapi meningitis Candida yang

berkaitan dengan prosedur bedah saraf.

Coccidioides immitis

Amfoterisin B merupakan drug of choice meningitis oleh coccidioides, diberikan secara

intravena dan intratekal. Dosis inisial intratekal 0,1 mg untuk 3 kali suntikan pertama.

Selanjutnya dosis ditingkatkan 0,25 – 0,5 mg 3-4 kali setiap minggu. Efek samping

pemberian secara intratekal seperti meningitis aseptic, nyeri punggung dan tungkai.

Mikonazol dapat diberikan secara intravena dan intratekal pada pasien yang tidak dapat

mentorelansi dosis tinggi dari Amfoterisin B. Regerensi lain menyebutkan flukonazol oral

(400 mg / hari) sebagai terapi untuk C immitis ataupun dengan dosis yang lebih besar

flukonazol (1000 mg / hari) atau dengan kombinasi flukonazol dan amfoterisin B.

Histoplasma capsulatum

Rekomendasi terapi meningitis capsulatum H adalah amfoterisin B liposomal di IV

5mg/kg/hari untuk total 175 mg/ kg diberikan selama 4-6 minggu, diikuti oleh itraconazole

oral 200-300 mg dua kali untuk tiga kali sehari minimal 1 tahun atau sampai resolusi kelainan

CSS dan antige Histoplasma.

2.11 Pencegahan12

Meningitis Bakterial

Melakukan imunisasi yang direkomendasikan tepat waktu dan sesuai jadwal merupakan

pencegahan terbaik. Menjalani kebiasaan hidup sehat, seperti istirahat yang cukup, tidak

kontak langsung dengan penderita lain juga dapat membantu. Bila hamil, resiko meningitis

oleh bakteri Listeria (listeriosis) dapat dikurangi dengan memasak daging dengan benar,

28
hindari keju yang terbuat dari susu tanpa pasteurisasi. Berikut beberapa vaksin untuk tiga

bakteri penyebab meningitis: Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae and

Haemophilus influenzae type b (Hib):

 Vaksin Meningococcus

 Vaksin Pneumococcal

 Vaksin Hib

Meningitis Tuberkulosis

Vaksiniasi BCG memberikan efek proteksi (hampir 64%) terhadap meningitis TB.

Peningkatan berat badan dibandingkan umur berhubungan dengan penurunan resiko dari

penyakit ini.10

Meningitis Viral

Seseorang yang menderita infeksi virus dapat sewaktu-waktu berkembang menjadi

meningitis. Tidak terdapat vaksin untuk penyebab tersering dari meningitis virus. Cara

terbaik untuk mencegahnya adalah dengan mencegah terjadinya infeksi virus. Namun, hal ini

sulit dilakukan oleh karena seseorang dapat menderita infeksi virus dan menyebarkan virus

tersebut walaupun tidak terlihat sakit.

Berikut beberapa cara untuk mengurangi resiko terserang infeksi virus atau

menyebarkannya ke orang lain :

 Cuci tangan dengan benar dan sering, terutama setelah mengganti popok,

menggunakan toilet, batuk atau bersin dan memegang hidung.

 Bersihkan benda-benda yang mungkin terkontaminasi, seperti pegangan pintu dan remote

control tv dengan sabun dan air, lakukan desinfeksi dengan mengencerkannya dengan

cairan pemutih yang mengandung klorin.

29
 Hindari berciuman atau bertukar gelas minuman, alat makan, lipstick atau benda lain

dengan seseorang yang sakit atau dengan orang lain saat kita sakit.

 Pastikan seluruh anggota keluarga sudah divaksin. Vaksinasi termasuk jadwal

vaksinasi anak-anak dapat mencegah anak melawan beberapa penyakit yang dapat

menyebabkan meningitis virus. Termasuk vaksin untuk campak dan gondongan

(MMR) serta cacar air ( vaksin Varicella-zoster).

 Hindari gigitan nyamuk atau serangga lainnya yang membawa penyakit yang dapat

menyebabkan penyakit pada manusia.

Meningitis Jamur

Seseorang dengan imunosupresi (infeksi HIV) dapat mencoba menghindari kotoran

dari burung, kegiataan yang berhubungan dengan debu dan kotoran lainnya, teerutama jika

tinggal di region geografis dimana terdapat jamur seperti Histoplasma, Coccidioides atau

spesies Blastomyces. Seseorang dengan HIV tidak dapat terhindar sepenuhnya. Beberapa

pedoman merekomendasikan profilaksis anti jamur jika tinggal di regio geografis dimana

insidens infeksi jamur sangat tinggi.12

2.12 Prognosis

Meningitis bakterial

Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain:

1. Umur pasien

2. Jenis mikroorganisme

3. Berat ringannya infeksi

4. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan

5. Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan

30
Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir yang

menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai DIC mempunyai

prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat ataupun kurang adekuat dapat

menyebabkan kematian atau cacat yang permanen. Infeksi yang disebabkan bakteri yang

resisten terhadap antibiotik bersifat fatal.

Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang adekuat dan

pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat diturunkan. Walaupun

kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram negatif masih sulit diturunkan,

tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-bakteri seperti H.influenzae, pneumokok dan

meningokok angka kematian dapat diturunkan dari 50-60% menjadi 20-25%. Insidens

sequele Meningitis bakterialis 9-38%, karena itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera

dikerjakan setelah pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain

disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.7

Meningitis Tuberkulosis

Sebelum ditemukannya obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas meningitis tuberkulosis

hampir 100%. Dengan obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas dapat diturunkan walaupun

masih tinggi yaitu berkisar antara 10-20% kasus. Penyembuhan sempurna dapat juga terlihat.

Gejala sisa masih tinggi pada anak yang selamat dari penyakit ini, terutama bila datang

berobat dalam stadium lanjut. Gejala sisa yang sering didapati adalah gangguan fungsi mata

dan pendengaran. Dapat pula dijumpai hemiparesis, retardasi mental dan kejang. Keterlibatan

hipothalamus dan sisterna basalis dapat menyebabkan gejala endokrin. Saat permulaan

pengobatan umumnya menentukan hasil pengobatan.7

31
Meningitis Viral

Penyakit ini self-limited dan penyembuhan sempurna dijumpai setelah 3-4 hari pada

kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada keadaan berat.7

Meningitis Jamur

Pada pasien yang tidak diobati, biasanya fatal dalam beberapa bulan tetapi

kadangkadang menetap sampai beberapa tahun dengan rekuren,remisi dan eksaserbasi.

Kadangkadang jamur pada cairan serebrospinal ditemukan selama tiga tahun atau lebih.

Telah dilaporkan beberapa kasus yang sembuh spontan.7

32
BAB III

KESIMPULAN

 Meningitis adalah proses infeksi dan inflamasi yang terjadi pada selaput otak.

Meningitis dapat terjadi karena infeksi virus, bakteri, jamur maupun parasit.

Pola klinis meningitis pada masa neonatus dan pasca – neonatus dapat

tumpang tindih, terutama pada penderita usia 1 – 2 bulan dimana

Streptococcus group B, H. influenzae tipe B, meningococcus, dan

pneumococcus semuanya dapat menimbulkan meningitis.

 Tanpa memandang etiologi, kebanyakan penderita dengan infeksi sistem saraf

pusat mempunyai sindrom yang serupa. Gejala – gejala yang lazim adalah :

nyeri kepala, nausea, muntah, anoreksia, gelisah dan iritabilitas. Sayangnya,

kebanyakan dari gejala – gejala ini sangat tidak spesifik. Tanda – tanda

infeksi sistem saraf pusat yang lazim, disamping demam adalah : fotofobia,

nyeri dan kekakuan leher, kesadaran kurang, stupor, koma, kejang – kejang

dan defisit neurologis setempat. Keparahan dan tanda – tanda ditentukan oleh

patogen spesifik, hospes dan penyebaran infeksi secara anatomis

 Penyakit ini menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang signifikan di

seluruh dunia. Keadaan ini harus ditangani sebagai keadaan emergensi.

Kecurigaan klinis meningitis sangat dibutuhkan untuk diagnosis. Bila tidak

terdeteksi dan tidak diobati, meningitis dapat mengakibatkan kematian.

 Selama pengobatan meningitis, perlu dimonitor efek samping penggunaan

antiobiotik dosis tinggi; periksa darah perifer serial, uji fungsi hati dan uji

fungis ginjal. Perlu dilakukan pemantauan ketat terhadap tumbuh kembang

pasien yang sembuh dari meningitis.

33
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview.

2. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting. Pediatric

Hospital Medicine, textbook of inpatient management. Philadelphia : Lippincott

Williams & Wilkins; 2003. h. 443-6.

3. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S,

penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71

4. Dewanto George, et al. Infeksi Susunan Saraf Pusat dan Gangguan

Imunologis. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. EGC : Jakarta. 2009

5. Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Gadjah Mada University Press : Jakarta.

Lumbantobing. Rangsang Selaput (Iritasi Meningeal). Neurologi Klinik.

Pemeriksaan Fisik dan Mental. FKUI : Jakarta.

6. Prober CG. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman, Kliegman, Jenson,

penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders;

2004. h. 2038-47.

7. Mardjono, Mahar. Sidharta, Priguna. Infeksi Bakterial. Neurologi Klinis Dasar.

Dian Rakyat : Jakarta. 2013

8. Ginsberg, Lionel. Infeksi Neurologis. Lecture Notes : Neurologi. Jakarta :

Penerbit Erlangga. 2008

9. Muller, Martha. Pediatric Bacterial Meningitis. Medscape Reference. 2014.

Di unduh dari : http://www.emedicine.medscape.com

34
10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta:

Bagian Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.

11. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid

1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96.

12. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Jakarta:

Badan Penerbit IDAI; 2004 : 200 – 208.

35

Anda mungkin juga menyukai