Anda di halaman 1dari 18

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN DENGAN


HALUSINASI

Oleh:

KELOMPOK F
Nur Wulan Maulida, S.Kep NIM.1930913320001
Jannatu Rahmah, S.Kep NIM.1930913320019
Herma Fathun Ainida, S.Kep NIM.1930913320005
Muhammad Bagus Umaro, S.Kep NIM.1930913310024
Shovi Nurfitriani, S.Kep NIM.1930913320028

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2019
LEMBAR PENGESAHAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN DENGAN
HALUSINASI

Oleh Kelompok F:

1. Nur Wulan Maulida, S.Kep NIM.1930913320001


2. Jannatu Rahmah, S.Kep NIM.1930913320019
3. Herma Fathun Ainida, S.Kep NIM.1930913320005
4. Muhammad Bagus Umaro, S.Kep NIM.1930913310024
5. Shovi Nurfitriani, S.Kep NIM.1930913320028

Gambut, Desember 2019


Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Dhian Ririn Lestari, S.Kep., Ns, M.Kep Emelda Sari, S.Kep., Ns.
NIP. 19801215 2008112 2 003 NIP. 19891004201101 2 003
SATUAN ACARA PENYULUHAN
PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN DENGAN
HALUSINASI

Pokok Bahasan : Halusinasi


Sub Pokok Bahasan : Perawatan Pasien Halusinasi di dalam Keluarga
Sasaran : Keluarga Tn.I
Hari/Tanggal : Senin, 30 Desember 2019
Waktu : 30 menit
Tempat : Rumah Keluarga Tn.I

A. LATAR BELAKANG
Keperawatan jiwa merupakan bentuk pelayanan profesional yang
didasarkan pada ilmu keperawatan jiwa bentuk pelayanan Bio-Psiko-Sosio-
Spritual yang komperhensif. Pasien dapat berupa individu, keluarga dan
komunitas baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Bentuk Asuhan
keperawatan jiwa meluputi pencegahan primer adalah pendidikan kesehatan,
pengubahan lingkungan dan dukungan sistem sosial.
Keluarga sebagai orang terdekat dengan pasien merupakan sistem
pendukung utama dalam memberikan pelayanan langsung pada saat pasien
berada dirumah. Oleh karena itu keluarga memiliki peran penting didalam
upaya pencegahan kekambuhan penyakit pada pasien jiwa. Melihat
fenomena diatas, maka keluarga perlu mempunyai pemahaman mengenai
cara perawatan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Salah satu
upaya yang dilakukan adalah perawat dapat melaksanakan penyuluhan guna
memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga.

B. TUJUAN UMUM
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan peserta penyuluhan dapat
memahami bagaimana cara merawat pasien dengan halusinasi.
C. TUJUAN KHUSUS
1. Peserta penyuluhan dapat mengulang kembali pengertian halusinasi
2. Peserta penyuluhan dapat mengetahui tanda dan gejala halusinasi
3. Peserta penyuluhan dapat mengulang kembali cara mengontrol
halusinasi
4. Peserta penyuluhan dapat memahami penyebab dengan halusinasi
5. Peserta penyuluhan dapat memahami peran keluarga dalam merawat
pasien dengan halusinasi

D. KEGIATAN PENYULUHAN
Alokasi waktu:
1. Pembukaan : 3 menit
2. Peyampaian materi : 10 menit
3. Tanya jawab : 15 menit
4. Penutup : 2 menit

Kegiatan Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta Metode Waktu


Pembukaan 1. Memberi salam 1. Menjawab Ceramah 09.00-
2. Memperkenalkan diri
salam 09.03
3. Bina hubungan saling
2. Mendengarkan
percaya.
4. Menyampaikan tujuan
pokok materi
5. Menanyakan
pengetahuan keluarga
mengenai halusinasi
Penyampaian Menjelaskan materi tentang: 1. Mendengarkan Ceramah 09.03-
2. Menanyakan
Materi 1. Pengertian halusinasi 09.13
2. Tanda dan gejala materi yang
halusinasi belum
3. Penyebab halusinasi
4. Cara mengontrol dimengerti
halusinasi
5. Peran keluarga dalam
merawat pasien
halusinasi
Penutup 1. Memberikan pertanyaan 1. Menjawab Tanya 09.13-
2. Menarik kesimpulan pertanyaan jawab 09.30
3. Menyampaikan hasil 2. Menjawab
(diskusi)
Evaluasi salam
4. Menutup penyuluhan
(salam)

E. SETTING TEMPAT
Keterangan :
D B A E A = Penyaji
B = Pembawa Acara
D C D C = Peserta
D = Fasilitator
E = Observer
F. GARIS BESAR MATERI
1. Pengertian halusinasi
2. Penyebab halusinasi
3. Tanda dan gejala halusinasi
4. Cara mengontrol halusinasi
5. Peran keluarga dalam merawat pasien halusinasi
G. EVALUASI
1. Evaluasi Struktural
a) Kesiapan peserta penyuluhan
b) Kesiapan tempat pelaksanaan.
c) Kesiapan tim penyaji
d) Kesiapan materi penyaji
e) Kesiapan media (Leaflet)
2. Evaluasi Proses
a) Ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan
b) Keaktifan dalam melaksanakan tanya jawab
3. Evaluasi Hasil
a) Kegiatan penyuluhan berjalan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
b) 70% keluarga memahami materi yang disampaikan
Lampiran Pertanyaan KepadaKeluarga Tn. I

Jawaban
No Pertanyaan
Benar Salah
1. Halusinasi adalah gangguan
persepsi sensori dari suatu obyek
tanpa adanya rangsangan dari luar,
gangguan persepsi sensori ini
meliputi seluruh pancaindra, serta
merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan
perabaan, atau penciuman
2. Mengamuk adalah cara mengontrol
halusinasi
3. Bicara atau tertawa sendiri, marah-
marah tanpa sebab, mengarahkan
telinga ke arah tertentu, menutup
telinga adalah tanda halusinasi
4. Peran keluarga menjauhi pasien,
tidak mendampingi dan
membiarkan bercakap-cakap
sendiri
5. Stres dan cemas menyebabkan
halusinasi
6. Kesehatan jiwa adalah suatu
kondisi sehat, emosional,
psikologis, dan sosiologi yang
terlihat dari hubungan
interpersonal yang memuaskan dan
efektif
7. Perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang tidak
membahayakan
8. Muka merah, tangan mengepal,
mata melotot, suara keras dan
kasar tandak risiko perilaku
kekerasan
9. Memancing emosi adalah peran
keluarga dengan risiko perilaku
kekerasan
10. Kegagalan dapat menimbulkan
frustasi dan menyebabkan
perilaku kekerasan
11. Defisit perawatan diri adalah
pasien mampu untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi,
berhias, makan, toileting)
12. Klien dengan gangguan jiwa
dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan
diri.
13. Badan bau, pakaian kotor, rambut
panjang, kulit kotor, kuku panjang
dan kotor tanda perawatan diri
yang baik
14. Membantu merawat dan
membicarakan tentang pentingnya
kebersihan adalah peran keluarga
15. Klien mempunyai kemampuan
melakukan berpakaian atau berhias
adalah deficit perawatan diri
16. Menarik diri dari lingkungan,
suasana hati yang berubah-rubah,
sulit diajak komunikasi adalah
tanda kekambuhan pasien
17. Minum obat teratur dapat
menyebabkan kekambuhan
18. Minum obat hanya saat kambuh
19. Dukungan dan bantuan keluarga
merupakan penting dalam
kepatuhan terhadap pengobatan
20 Gejala kekambuhan tejadi pada
perubahan pikiran, perasaan, dan
perilaku
LAMPIRAN MATERI

A. Definisi Halusinasi

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam


membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Pasien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
akan adanya objek atau rangsangan yang nyata.
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek
tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi
seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan
jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau
penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien
gangguan jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas. Salah
satu manifestasi yang muncul adalah halusinasi yang membuat pasien
tidak dapat menjalankan pemenuhan dalam kehidupan sehari-hari (Yusuf,
Fitryasari, & Nihayati, 2015).

B. Faktor Predisposisi Halusinasi

Berikut ini faktor predisposisi (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015):


1. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
yang dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2. Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga
timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
3. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau
peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir
dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
4. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal,
perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
5. Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan
pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada
keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia,
serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.

C. Faktor Presipitasi Halusinasi

Berikut faktor presipitasi (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015):


1. Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
2. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta
zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas
termasuk halusinasi.
3. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
4. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi,
motorik, dan sosial.

D. Jenis dan Tanda gejala

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi  Bicara atau tertawa  Mendengar suara atau
pendengaraan sendiri kegaduhan
 Marah-marah tanpa  Mendengar suara yang
sebab mengajak bercakap-cakap
 Mengarahkan telinga  Mendengar suara yang
ke arah tertentu menyuruh melakukan
 Menutup telinga sesuatu yang berbahaya
Halusinasi pengecap  Sering meludah Merasakan rasa seperti darah,
 Muntah urine atau feses
Halusinasi perabaan  Menggaruk-garuk  Menyatakan ada serangga di
kulit permukaan kulit
 Merasa tersengat listrik
Halusinasi penglihatan  Menunjuk-nunjuk ke Melihat banyangan, sinar
arah tertentu bentuk geometris, bentuk
 Ketakutan kepada kartoon, melihat hantu atau
sesuatu yang tidak monster
jelas
Halusinasi penghidu  Menghidu seperti Membaui bau-bauan seperti
sedang mambaui bau- bau darah urine, feses kadang-
bauan tertentu kadang bau itu menyenangkan
 Menutup hidung

E. Proses terjadinya masalah halusinasi


1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini
menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya
dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat
jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat
berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar
dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara
dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi
datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan
psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai
dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat,
tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya
klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa
jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan
intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.

F. Pohon Masalah
Risiko Perilaku Kekerasan Effect

Halusinasi
Core Problem

Ketidakefektifan manajemen kesehatan


Causa

Koping individu tidak efektif

G. Pengobatan Halusinasi
a. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan
keluarga terhadap anggota keluarganya yang bersifat mendukung,
selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan
(Stuart, 2005). Dukungan keluarga sangat penting terhadap
pengobatan pasien gangguan jiwa, karena pada umumnya klien
gangguan jiwa belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal dan
jenis obat yang akan diminum. Keluarga harus selalu membimbing
dan mengarahkan agar klien gangguan jiwa dapat minum obat
dengan benar dan teratur (Zaini, 2019).
Dukungan keluarga yang bisa diberikan kepada pasien
meliputi dukungan emosional yaitu dengan memberikan kasih
sayang dan sikap menghargai yang diperlukan klien, dukungan
informasional yaitu dengan memberikan nasihat dan pengarahan
kepada klien untuk minum obat, dukungan instrumental yaitu dengan
menyiapkan obat dan pengawasan minum obat, dan dukungan
penilaian memberikan pujian kepada klien jika minum obat tepat
waktu. Kepatuhan berobat adalah perilaku untuk mengkonsumsi obat
sesuai dengan jadwal dan dosis obat yang dianjurkan sesuai kategori
yang telah ditentukan, tuntas jika pengobatan tepat waktu, dan tidak
tuntas jika tidak tepat waktu (Muhith, 2015).
b. Manfaat Obat Antipsikotik
Obat-obatan skizofrenia atau antipsikotik bekerja dengan cara
mengubah aktivitas zat-zat kimia tertentu di dalam otak. Obat ini ada
yang diberikan dalam bentuk obat minum, seperti tablet, kapsul, atau
sirup, dan ada juga yang dalam bentuk suntikan. Obat antipsikotik
dapat membantu mengurangi gejala skizofrenia. Efek yang terlihat
pada penderita skizofrenia setelah mengonsumsi obat ini antara lain
adalah (Muhith, 2015):
1) Berkurangnya halusinasi.
2) Delusi mulai melemah dan menghilang setelah beberapa minggu.
3) Berkurangnya rasa cemas, bersalah, tegang, dan sulit konsentrasi.
4) Kemampuan interaksi dengan orang lain menjadi lebih baik.
Setelah 6 minggu mengonsumsi obat skizofrenia atau obat
antipsikotik secara teratur, kebanyakan penderita akan merasa
kondisinya secara umum jauh lebih baik daripada sebelumnya. Obat-
obatan antipsikotik memang dapat membantu mencegah
kekambuhan dan meringankan gejala skizofrenia, seperti halusinasi
dan delusi, namun tidak dapat menyembuhkan skizofrenia
sepenuhnya. Sebagian besar penderita perlu mengonsumsi obat
dalam jangka panjang, bahkan di saat sedang tidak ada gejala, agar
tidak kambuh. Jika penderita tidak meminum obat secara teratur
dapat memicu kekambuhan dan memperpanjang proses perawatan
gangguan jiwa (Keliat, 2009).
H. Peran Serta Keluarga Dalam Merawat Pasien
Adapun peran serta keluarga dalam merawat pasien, terdiri dari (Zaini,
2019):
a. Memenuhi kebutuhan sehari-hari
1) Bantu dan perhatikan pemenuhan kebutuhan makan dan minum,
kebersihan diri dan penampilan
2) Latih dan libatkan pasien dalam kegiatan sehari-hari : makan
sendiri, cuci pakaian, kebersihan rumah tangga, dll
b. Bantu komunikasi dengan teratur
1) Bicara jelas dan singkat
2) Kontak / bicara secara teratur
3) Pertahankan tatap muka saat bicara
4) Lakukan sentuhan yang akrab
5) Sabar, lembut tidak terburu-buru
6) Hindari kecemasan pada pasien
c. Libatkan dalam kelompok
1) Beri kesempatan untuk menonton TV, baca buku/ koran /
majalah, dengar musik
2) Sediakan peralatan pribadi, misal ; tempat tidur, lemari pakaian
3) Pertemuan keluarga secara teratur
d. Peran Pengawas Menelan Obat
1) Mengawasi penderita agar menelan obat secara teratur
2) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara
teratur
3) Mengingatkan pasien untuk kontrol pada waktu yang telah
ditentukan
e. Tugas Pengawas Menelan Obat
1) Menyiapkan dan mengingatkan pasien saat minum obat
2) Memotivasi pasien saat merasa bosan meminum obat setiap hari
3) Mengingatkan saat jadwal kontrol dan pengambilan obat
4) Memberitahu pasien tentang hal yang harus dan tidak boleh
dilakukan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara Rasmun, (2001):
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan
secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa
pasien disentuh atau dipegang. Pasien jangan diisolasi baik secara fisik
atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati
pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien diberitahu. Pasien diberitahu
tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan
sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk
berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau
hiasan dinding, majalah dan permainan.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang
diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan
memupuk hubungan dengan orang lain.
Sp pasien Sp Keluarga
Strategi Pelaksanaan 1 Strategi Pelaksanaan 1
1. Identifikasi halusinasi: dengan mendiskusikan 2. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga
isi, frekuensi, waktu terjadi situasi pencetus, dalam merawat pasien
perasaan dan respon 3. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala serta
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi: hardik, proses terjadinya halusinasi
obat, bercakap-cakap, melakukan kegiatan. 4. Jelaskan cara merawat pasien dengan
3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan halusinasi.
menghardik 5. Latih cara merawat halusinasi : hardik
4. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan
6. Anjurkan pasien sesuai jadwal dan beri
menghardik.
pujian
Strategi Pelaksanaan 2 Strategi Pelaksanaan 2
1. Evaluasi kegiatan menghardik. Beri pujian 1. Evaluasi kegiatan
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat keluarga dalam merawat / melatih pasien
(jelaskan 6 benar obat, jenis, guna, dosis, menghardik beri pujian
frekuensi, kontinuitas minum obat) 2. Jelaskan 6 benar cara
3. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada memberikan obat
gangguan jiwa 3. Latih cara memberikan /
4. Jelaskan akibat jika obat tidak diminum sesuai membimbing minum obat
program 4. Anjurkan membantu
5. Jelaskan akibat putus obat pasien sesuai jadwal dan beri pujian
6. Jelaskan cara berobat
7. Masukan pada jadwal kegiatan kegiatan untuk
latihan menghardik dan beri pujian.
Strategi Pelaksanaan 3 Strategi Pelaksanaan 3
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik dan 1. Evaluasi kegiatan
obat. Beri pujian. keluarga dalam merawat /melatih pasien dalam
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan memberikan obat. Beri pujian
bercakap-cakap ketika halusinasi muncul 2. Jelaskan cara
3. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk
menghardik, minum obat, dan bercakap- mengontrol halusinasi
cakap. 3. Latih dan
sediakan waktu untuk bercakap-cakap dengan
pasien terutama saat halusinasi
4. Anjurkan
membantu pasien sesuai jadwal dan berikan
pujian.

Strategi Pelaksanaan 4 Strategi Pelaksanaan 4


1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, 1. Evaluasi kegoatan keluarga merawat / melatih
penggunaan obat dan bercakap-cakap. Beri pasien menghardik, memberikan obat dan
pujian bercakap-cakap. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan 2. Jelaskan follow up ke RSJ / PKM, tanda
melakukan kegiatan harian kambuh, rujukan.
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan 3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal.
menghardik, minum obat, bercakap-cakap dan Beri pujian.
kegiatan harian.
Strategi Pelaksanaan 5 Strategi Pelaksanaan 5
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, minum 1. Evaluasi
obat, bercakap-cakap, dan melakukan kegiatan keluarga dala merawat/ melatih
kegiatan harian. Beri pujian pasien menghardik, minum obat, bercakap-
2. Latih kegiatan harian cakap, kegiatan harian dan follow up. Beri
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri pujian
4. Nilai apakah halusinasi terkontrol 2. Nilai
kemampuan keluarga merawat pasien
3. Nilai
kemampuan keluarga melakukan kontrol ke
RSJ / PKM
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika

Muhith, A. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:


Andi.
Stuart, GW dan Laraia SJ. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Zaini, M. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial di Pelayanan


Klinis dan Komunitas. Jakarta: Deepublish

Anda mungkin juga menyukai