Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN UPAYA KESEHATAN PERSEORANGAN

F.6. LAPORAN UPAYA PENGOBATAN DASAR

LAPORAN KASUS DEMAM TIFOID

Disajikan Dalam Rangka Praktik Klinis Dokter Internsip Sekaligus Sebagai Bagian
Dari Persyaratan Menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia Di Puskesmas
Salam, Kabupaten Magelang
Diajukan dalam rangka praktek klinik internsip sekaligus sebagai bagian dari
persyaratan menyelesaikan program internsip dokter indonesia di Puskesmas Salam

Puskesmas Salam Kabupaten


Magelang

Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun oleh :
dr. Shofiati Ashfia

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PUSKESMAS SALAM KABUPATEN MAGELANG
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN UPAYA KESEHATAN PERSEORANGAN
F.6. LAPORAN UPAYA PENGOBATAN DASAR

LAPORAN KASUS DEMAM TIFOID

Diajukan Dalam Rangka Praktik Klinis Dokter Internsip Sekaligus Sebagai Bagian
Dari Persyaratan Menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia Di Puskesmas
Salam, Kabupaten Magelang

Disusun Oleh :
dr. Shofiati Ashfia

2
BAB I
TIFOID

A. Definisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever. Demam tipoid
ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus)
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran.

B. Epidemiologi
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena
penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World
Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus
demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di
negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95%
merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih
besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di
seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di
daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per
tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91%
kasus.
Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia (manusia sebagai natural
reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikannya melalui
sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella
typhi yang berada diluar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada
didalam air, es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S. Typhi
hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan
klorinasi dan pasteurisasi (temp 63°C).
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan yang
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar
bersama – sama dengan tinja (melalui rute oral fekal = jalurr oro-fekal). Dapat juga terjadi
transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada
bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada

3
saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium
penelitian.

C. Etiologi
Demam Tifoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.
Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B
(S. Schotmuelleri) dan S. paratyphi C (S. Hirschfeldii).
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif,
mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai
antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari
protein dan envelope antigen (K) yang terdiri polisakarida. Mempunyai makromolekular
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan
endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan
dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.

D. Patogenesis
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia
terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam
lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2) banyak yang mati namun sebagian lolos
masuk ke dalam usus dan berkembang biak dalam peyer patch dalam usus. Untuk diketahui,
jumlah kuman yang masuk dan dapat menyebabkan infeksi minimal berjumlah 105 dan
jumlah bisa saja meningkat bila keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti
aklorhidria, post gastrektomi, penggunaan obat- obatan seperti antasida, H2-bloker, dan
Proton Pump Inhibitor.
Perjalanan penyakit dari demam tifoid ditandai dengan invasi bakteri yang kemudian
bermultiplikasi dalam sel mononuclear fagositik, hati, limfa, nodus limfatikus, dan Plak
Peyeri di ileum. Masuknya Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh
manusia adalah melalui makanan yang terkontaminasi bakteri tersebut. Sebagian bakteri mati
oleh asam lambung, sebagian lagi lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang
biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel utama (sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia,
kuman-kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagositosis terutama oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dalam makrofag dan seterusnya dibawa ke Plak Peyeri ileum

4
distal, kelenjar getah bening mesenterika, duktus torasikus, dan akhirnya masuk ke dalam
sirkulasi darah dan menyebabkan bakterimia pertama yang asimpotamik serta menyebar ke
seluruh organ retikuloendotelial terutama hati dan limfa. Di dalam organ-organ ini, kuman
keluar dari sel fagositik untuk selanjutnya berkembangbiak di luar sel atau ruang sinusoid.
Selanjutnya, kuman ini masuk ke dalam sirkulasi darah kembali dan menimbulkan
bakterimia yang kedua disertai dengan tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, dan secara ‘intermitten’ akan
disekresikan ke dalam lumen usus. Sebgagian kuman dikeluarkan melalui feses namun
sebagiannya lagi masuk kembali ke sirkulasi darah setelah menembus usus. Proses yang
sama terulang lagi, berhubung makrofag telah teraktifasi dan hiperaktif, maka pada saat
fagositosis Salmonella kembali, dilepaskan sejumlah mediator radang yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vaskuler gangguan mental dan koagulasi.
Di dalam Plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan.
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi karena erosi pembuluh darah sekitar Plak Peyeri yang
sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding
usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa
usus, dan dapat menyebabkan perforasi usus.

E. Gambaran Klinis
Masa tunas demam tifoid berlangsung sekitar 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul
sangat bervariasi, mulai dari yang ringan sampai berat, dari asimptomatik hingga gambaran
penyakit khas yang disertai dengan komplikasi hingga kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan
epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
Pada minggu kedua gejala-gejala lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif
(bradikardia relatif adalah peningkatan suhu badan 10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi
8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma,
delirium, atau psikosis.

5
F. Pemeriksaan Penunjang
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leucopenia (±
3000-8000 per mm³), dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis
dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu, dapat ditemukan pula
anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan penunjang hitung jenis leukosit dapat
terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat
meningkat.
Terjadinya leucopenia akibat depresi sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator
endogen yang ada. Diperkirakan kejadian leucopenia 25%, namun banyak laporan bahwa
dewasa ini hitung leukosit kebanyakan dalam batas normal atau leukositosis ringan.
Terjadinya trombositopenia berhubungan dengan produksi yang menurun dan destruksi yang
meningkat oleh sel-sel RES. Sedangkan anemia juga disebabkan peroduksi hemoglobin yang
menurun dan adanya perdarahan intestinal yang tak nyata (occult bleeding). Perlu
diwaspadai bila terjadi penurunan hemoglobin secara akut pada minggu ke 3-4, karena bisa
disebabkan oleh perdarahan hebat dalam abdomen.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah
sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus. Bebeapa
pemeriksaan bakteriologis yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Biakan darah
Biakan pada agar darah dan agar Mac Conkey menunjukkan bahwa kuman tumbuh tanpa
meragikan laktosa, gram negative dan menunjukkan gerak positif.
b. Biakan bekuan darah
Bekuan darah dibiakkan pada botol berisi 15 ml kaldu empedu. Biakkan ini lebih sering
memberikan hasil positif.
c. Biakan tinja
Hasil positif selama masa sakit. Diperlukan biakan berulang untuk mendapatkan hasil
positif. Biakan tinja lebih berguna pada penderita yang sedang diobati dengan
kloramfenikol.
d. Biakan empedu
Penting untuk mendeteksi adanya karier dan pada stadium lanjut penyakit. Empedu
dihisap melalui tabung duodenum dan diolah dengan cara seperti tinja.

6
e. Biakan air kemih
Pemeriksaan ini kurang berguna bila dibandingkan dengan biakan darah dan tinja. Biakan
air kemih positif pada minggu sakit ke 2 dan 3.
f. Biakan salmonella typhi
Specimen untuk biakan dapat diambil dari darah, sumsum tulang, feses, dan urin.
Spesimen darah diambil pada minggu I sakit saat demam tinggi. Spesimen feses dan urin
pada minggu ke II dan minggu-minggu selanjutnya. Pembiakan memerlukan waktu
kurang lebih 5-7 hari. Bila laporan hasil biakan menyatakan “basil salmonella tumbuh”,
maka penderita sudah pasti mengidap demam tifoid. Spesimen ditanam dalam biakan
empedu. Sensitifitas tes ini rendah, dapat disebabkan oleh beberapa hal: pasien telah dapat
antibiotik sebelumnya, waktu pengambilan spesimen tidak tepat, volume darah yang
diambil kurang, darah menggumpal, dll. Spesimen darah dari sumsum tulang mempunyai
sensitifitas yang lebih tinggi.

Bahan pemeriksaan lain :


 Serologis Widal
Tes serologis widal adalah reaksi antara antigen dengan aglutinin yang merupakan
antibody spesifik terhadap komponen basil salmonella di dalam darah manusia. Prinsip
tesnya adalah terjadinya reaksi aglutinasi antara antigen dan aglutinin yang dideteksi
yakni aglutinin O dan H.
Aglutinin O mulai dibentuk pada akhir minggu pertama demam sampai puncaknya pada
minggu ke 3-5. Aglutinin ini dapat bertahan sampa lama 6-12 bulan. Aglutinin H
mencapai puncak lebih lambat, pada minggu ke 4-6 dan menetap dalam waktu yang
lebih lama, sampai 2 tahun kemudian.
Interpretasi Reaksi Widal :
a. Batas titer yang dijadikan diagnosis, hanya berdasarkan kesepakatan atau perjanjian
pada suatu daerah, dan berlaku untuk daerah tersebut. Kebanyakan pendapat bahwa
titer O 1/320 sudah menyokong kuat diagnosis demam tifoid.
b. Reaksi widal negative tidak menyingkirkan diagnosis tifoid.
c. Diagnosis demam tifoid dianggap diagnosis pasti adalah bila didapatkan kenaikan
titer 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari. Perlu diingat bahwa
banyak faktor yang mempengaruhi reaksi widal sehingga mendatangkan hasil yang
keliru baik negative palsu atau positif palsu. Hasil tes negative palsu seperti pada
keadaan pembentukan anti bodi yang rendah yang dapat ditemukan pada keadaan-

7
keadaan gizi jelek, konsumsi obat-obat imunosupresif, penyakit
agammaglobuilinemia, leukemia, karsinoma lanjut, dll. Hasil tes positif palsu dapat
dijumpai pada keadaan pasca vaksinasi, mengalami infeski sub klinis beberapa waktu
yang lalu, aglutinasi silang, dll.

 Tes Tubex
Tes lain yang lebih sensitif dan spesifik terutama untuk mendeteksi infeksi akut tifus
khususnya Salmonella serogrup D dibandingkan uji Widal dan saat ini sering digunakan
karena sederhana dan cepat adalah tes TUBEX®. Tes ini menggunakan teknik aglutinasi
dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test).
 Enzim transaminase
Peradangan pada sel-sel hati menyebabkan enzim-enzim transaminase (SGOT, SGPT)
sering ditemukan meningkat. Banyak pendapat bahwa hal ini disebabkan karena banyak
faktor, seperti pengaruh endotoksin, mekanisme imun dan obat-obatan. Bila proses
peradangan makin berat maka tes fungsi hati lainnya akan terganggu, seperti bilirubin
akan meningkat, albumin akan menurun, dll. Secara klinis bila tes fungsi hati terganggu
dan disertai ikterus dan hepatomegali disebut hepatitis tifosa atau hepatitis salmonella.
 Lipase dan amylase
Basil tahan salmonella sampai menginvasi pancreas, dapat menimbulkan pancreatitis,
maka enzim lipase dna amylase akan meningkat.

G. Diagnosis
Penegakan diagnosis sedini mungkin akan sangat bermanfaat untuk menentukan terapi
yang tepat dan mencegah komplikasi. Penegetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat
penting untuk mendeteksi secara dini. Walaupun pada waktu tertentu diperluakn pemeriksaan
tambahan untuk membantu penegakan diagnosis, seperti yang dijelaskan di atas.
Sindroma klinis adalah kumpulan gejala-gejala demam tifoid. Diantara gejala klinis
yang sering ditemukan pada tifoid yaitu: demam, sakit kepala, kelemahan, nausea, nyeri
abdomen, anoreksia, muntah, gangguan gastrointestinal, insomnia, hepatomegali,
splenomegali, penurunan kesadaran, bradikardi relative, kesadaran berkabut, dan feses
berdarah.
Diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas tiga macam, yaitu:
1. Suspek demam tifoid (suspect case)

8
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala umum, gangguan saluran
cerna dan lidah tifoid. Jadi sindrom demam tifoid didapatkan belum lengkap. Diagnosis
suspek tifoid hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Demam tifoid klinis (probable case)
Telah didapatkan gejala klinis yang lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh
gambaran laboratorium yang menunjukkan demam tifoid.

H. Diagnosa Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat
menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan
bronkopneumonia, Demam Berdarah Dengue , Malaria , Leptospirosis. Pada demam tifoid
yang berat, sepsis, leukimia, limfoma dan penyakit hodgkin dapat sebagai dignosis banding.

I. Tata Laksana
Sampai saat in masih dianut Trilogi Penobatan Demam Tifoid, yaitu:
a. Istirahat dan perawatan
Dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Penderita yang
dirawat harus bedrest total untuk mencegah terjadinya komplikasi terutama perdarahan
dan perforasi. Bila penyakit mulai membaik dilakukan mobilisasi secara bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan penderita. BAB dan BAK sebaiknya dibantu perawat.
Hindari pemasangan kateter urine tetap, bila tidak ada indikasi.

b. Diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif)


Dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Hal-
hal yang harus diperhatikan, di antaranya:
 Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral.
Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan
kesadaran serta pada pasien yang sulit makan. Dosis parenteral sesuai dengan
kebutuhan harian.

 Diet
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah selulose
untuk mencegah komplikasi, perdarahan dan perforasi. Diet diklasifikasikan atas : diet

9
cair, bubur lunak (tim), dan nasi biasa bila keadaan penderita membaik, diet dapat
dimulai dengan diet padat atau tim. Namun bila penderita dengan klinis berat
sebaiknya dimulai dengan bubur atau diet cair yang selanjutnya dirubah secara
bertahap sampai padat sesuai dengan tingkat kesembuhan penderita.
 Terapi simptomatik
Dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan keadaan umum penderita :
- Roboransia/vitamin
- Antipiretik diberikan untuk kenyamanan penderita, terutama untuk
anak-anak
- Antiemetik diperlukan bila penderita muntah-muntah berat

c. Pemberian Antimikroba
Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman. Kebijakan dasar
pemberian anti mikroba.
Tabel Obat Antimikroba untuk Penderita Demam Tifoid
Antibiotika Dosis Kelebihan dan keuntungan

50 mg/Kg bb/Hr - Merupakan obat yang sering


Dewasa : 4 x 500 mg (2 gr) digunakan dan telah lama dikenal
Anak : 100 mg/Kg BB/Hr, max efektif untuk demam tifoid
Kloramfenikol 2 gr selama 10 hr dibagi dalam - Murah dan dapat diberi per-oral,
4 dosis sensitivitas masih tinggi
- Pemberian PO/IV
- Tidak diberikan bila leukosit
<2000/mm³
Dewasa : 2-4 gr/Hr - Cepat menurunkan suhu, lama
Seftriakson selama 3-5 hr pemberian pendek dan dapat dosis
Anak : 80 mg/Kg BB/Hr dosis tunggal serta cukup aman untuk
tunggal selama 5 hari anak
- Pemberian IV
Dewasa : 3-4 gr/Hr - Aman untuk penderita hamil
Anak : 100 mg/Kg BB/Hr - Sering dik0mbinasi dengan
Ampisilin & selama 10 hari kloramfenikol pada pasien kritis
- Tidak mahal
amoksisilin
- Pemberian PO/IV
Dewasa : 2x 160-800 mg - Tidak mahal
Kotrimoksasol selama 2 minggu - Pemberian per oral
Anak : TMP 6-10 mg/Kg BB/Hr
atau SMX 30-50 mg/Kg/Hr
selama 10 hari
Siprofloksasin : 2x500 mg - Pefloksasin dan fleroksasin lebih

10
selama 1 minggu cepat menurunkan suhu
Ofloksasin : 2x200-400 mg - Efektif mencegah relaps dan karier
- Pemberian per oral
Quinolone selama 1 minggu
- Anak : tidak dianjurkan karena
Plefoksasin : 1x400 mg selama
efek samping pada pertumbuhan
1 minggu
tulang
Fleroksasin : 1x400 mg selama
1 minggu
Cefixim Anak : 15-20 mg/KgBB/ Hr - Aman untuk anak
dibagi dalam 2 dosis selama 10 - Efektif
- Pemberian per oral
hari
Dewasa : 4x500 mg - Dapat untuk anak dan dewasa
Tiamfenikol Anak : 50 mg/Kg BB/Hari - Dilaporkan cukup sensitif pada
selama 5-7 hari bebas panas beberapa daerah

J. Prognosis
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang
adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya
karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti
perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia,
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser. Typhi ≥ 3 bulan
setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak – anak
rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien
demam tifoid.

K. Pencegahan
Berikut beberapa petunjuk untuk mencegah penyebaran demam tifoid:
 Cuci tangan.
Cuci tangan dengan teratur meruapakan cara terbaik untuk mengendalikan demam tifoid
atau penyakit infeksi lainnya. Cuci tangan anda dengan air (diutamakan air mengalir) dan
sabun terutama sebelum makan atau mempersiapkan makanan atau setelah menggunakan
toilet. Bawalah pembersih tangan berbasis alkohol jika tidak tersedia air.
 Hindari minum air yang tidak dimasak.
Air minum yang terkontaminasi merupakan masalah pada daerah endemik tifoid. Untuk
itu, minumlah air dalam botol atau kaleng. Seka seluruh bagian luar botol atau kaleng
sebelum anda membukanya. Minum tanpa menambahkan es di dalamnya. Gunakan air

11
minum kemasan untuk menyikat gigi dan usahakan tidak menelan air di pancuran kamar
mandi.
 Tidak perlu menghindari buah dan sayuran mentah
Buah dan sayuran mentah mengandung vitamin C yang lebih banyak daripada yang telah
dimasak, namun untuk menyantapnya, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut. Untuk
menghindari makanan mentah yang tercemar, cucilah buah dan sayuran tersebut dengan
air yang mengalir. Perhatikan apakah buah dan sayuran tersebut masih segar atau tidak.
Buah dan sayuran mentah yang tidak segar sebaiknya tidak disajikan. Apabila tidak
mungkin mendapatkan air untuk mencuci, pilihlah buah yang dapat dikupas.
 Pilih makanan yang masih panas.
Hindari makanan yang telah disimpan lama dan disajikan pada suhu ruang. Yang terbaik
adalah makanan yang masih panas. Pemanasan sampai suhu 57°C beberapa menit dan
secara merata dapat membunuh kuman Salmonella typhi. Walaupun tidak ada jaminan
makanan yang disajikan di restoran itu aman, hindari membeli makanan dari penjual di
jalanan yang lebih mungkin terkontaminasi.

12
BAB II
TINJAUAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 34 Tahun
TTL : Bondowoso, 30 - 07 - 1983
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sirahan, kecamatan Salam
Agama : Islam
Datang : 14 Januari 2019
Status Administrasi : KTP

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
BAB cair
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan BAB cair sejak 4 hari yang lalu. BAB cair disertai
ampas tanpa disertai darah dan lendir. BAB cair kira-kira 3 s/d 5 kali perharinya.
Awalnya pasien demam sejak 8 hari yang lalu, demam naik turun, naik saat
menjelang sore dan turun di pagi hari. Pasien mengteluh sulit makan selama sakit
karena nyeri perut yang disertai mual dan terkadang muntah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini. Tidak memiliki riwayat Diabetes Melitus
(DM) dan Hipertensi (HT) serta riwayat alergi obat juga disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini. Riwayat keluarga ada yang sakit
diabetes mellitus dan hipertensi disangkal.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran : Baik/Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 130 70 mmHg

13
Nadi : 60 x/menit
Respiratory Rate : 16 x/menit
Temperatur : 37,8 ºC
3. Kepala Leher
Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+,
lidah kotor (+), KGB tidak teraba membesar, trakhea letak sentral
4. Thorax
Bentuk Simetris : (+/+)
Suara Cor : S1 S2 Tunggal Regular
Suara Pulmo : Vesikuler (+/+)
Wheezing (-/-)
Ronchi (-/- )
Perkusi : Tidak ada kelainan
5. Abdomen
Bising usus (+) meningkat, Soefel (+), Meteorismus (+), Nyeri tekan (+) di regio
epigastrium
6. Ekstremitas
Akral hangat ( + / + / + / + )
Oedema ( - / - / - / - )
CRT ≤ 2 detik ( + / + / + / + )

D. Diagnosis Kerja
Demam Tifoid

E. Penunjang

14
DL : Widal :
Hb : 14,8 Type O :1 320

Leukosit : 10.300 Type H :1 320

Trombosit : 362.000 Type A : 1/80


PCV : 43 % Type B :-
Eritrosit : 4.920.000

15
F. Penatalaksanaan
1) Terapi Medikamentosa
ᵒ Infus NS 1.500 cc/ 24 jam
ᵒ Inj. Antrain 3 x 1 amp
ᵒ Inj. Omeprazole 2 x 20mg
ᵒ PO : Ciprofloxacin 2 x 500mg selama 7 hari
ᵒ PO : Attapulgite 3 x 2 tab
2) Terapi Non-Medikamentosa
ᵒ Istirahat ttirah baring dan makan makanan lunak
ᵒ Diet TKTP
ᵒ Menyarankan untuk tingkatkan hygiene makanan dan minuman.
ᵒ Menyarankan untuk tingkatkan kebersihan diri dan tidak BAB di sembarang tempat
ᵒ Minum obat secara teratur dan sesuai anjuran

16
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Ny.S usia 34 tahun datang bersama orang tua nya dengan keluhan diare dan
sulit makan. Perut yang nyeri disertai dengan mual membuat pasiensulit untuk makan
selama sakit ini dan pasien makin lemas.
Sesuai penjelasan secara teori dan klinis pasien ini, diagnosisnya mengarah ke
demam tifoid yang gejalanya muncul seperti demam lama yang naik turun, nyeri perut,
mual, diare atau konstipasi.
Pada kondisi seperti ini tindakan yang bisa dilakukan di UPT Puskesmas yaitu
pasien diminta untuk MRS dikarenakan kondisi pasien yang nampak lemah karena
nafsu makan yang turun akibat sakit yang di dapat. Selain itu juga diberikan edukasi
secara holistic mengenai kondisinya seperti dengan menyarankan untuk selalu menjaga
kebersihan diri dan meminum obat sesuai dengan anjuran dokter.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri tropis.
Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.
2. Rezeki, Sri. Demam tifoid. 2008. Diunduh dari
http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang_Perlu_Diket
ahui.html. 22 Januari 2012.
3. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S,
Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba
Medika, 2002:1-43.
4. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia: A
Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15. Jakarta: EGC ; 2000.
5. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics
Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003. h. 2-20.
6. Permenkes no. 5 tahun 2014
7. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada anak.
Surabaya : FK UNAIR ; 2010. h. 1-10.
8. Mohamad, Fatmawati. Efektifitas kompres hangat dalam menurunkan demam pada
pasien Thypoid Abdominalis di ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo. 2012. Diunduh dari
http://journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_2012/7_Fatwaty_JHSVol05No010
8_2012.pdf. 22 Januari 2012.

18

Anda mungkin juga menyukai