Anda di halaman 1dari 6

HIV/AIDS DI INDONESIA

Salah satu penyakit menular yang telah menjadi masalah darurat di dunia adalah penyakit

HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).

Sebanyak 35 juta orang hidup dengan HIV dan 19 Juta orang tidak mengetahui status HIV positif

mereka di seluruh dunia. Berdasarkan hasil penelitian UNAIDS (2013) bahwa di Asia Pasifik

diperkirakan 350.000 orang yang baru terinfeksi HIV dan 64% diantaranya adalah laki-laki.

(Kementerian Kesehatan RI, 2017)

Berdasarkan hasil laporan dari Kementerian Kesehatan RI (2017) bahwa jumlah HIV

terbesar di lima provinsi di Indonesia yaitu; Jawa Timur (17 %), Jakarta (13%), Jawa Barat

(12%), Jawa Tengah (11%), dan Papua (9%). Sedangkan untuk kasus AIDS terbanyak di

Indonesia yaitu pada provinsi Jawa Tengah (18%), Jawa Barat (13%), Papua (9%), Jawa Timur

(8%), dan Bali (7%). Sedangkan provinsi Sulawesi Selatan menduduki peringkat ke-delapan

(3%) penderita HIV dari 34 Provinsi di Indonesia.

Menurut Lestari (2009) Faktor penyebab seseorang terjangkit atau tertular virus

HIV/AIDS adalah; hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang terjangkit virus,

pemakaian jarum suntik secara bersamaaan, serta transfusi darah dengan orang yang terjangkit

virus HIV/AIDS. (Ningtiyas & Satyabakti, 2016)

Pola penularan HIV menurut jenis kelamin memiliki pola yang hampir sama selama

beberapa tahun terakhir yaitu lebih banyak terjadi pada kelompok laki-laki dibandingkan pada

kelompok berjenis kelamin perempuan. Namun rasio perbandingan antara dua kelompok tersebut

semakin kecil. Artinya jumlah infeksi HIV pada perempuan semakin mendekati jumlah infeksi

HIV pada laki-laki. (Kementerian Kesehatan RI, 2016)


Masih tingginya jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia mengundang perhatian

pemerintah dalam menekan jumlah penderita HIV/AIDS. Di negara maju maupun di negara

berkembang, setiap orang yang berisiko HIV/AIDS diberi kesempatan untuk memilih unit

pelayanan kesehatan yang diperlukan. (Indrawati, 2017)

Salah satu upaya pemerintah adalah dengan membuat klinik Voluntary Counseling and

Testing (VCT). VCT merupakan salah satu strategi dalam kesehatan masyarakat yang bertujuan

untuk menangani penyebaran HIV/AIDS. Akan tetapi pemanfaatan layanan VCT pada kelompok

rawan atau risiko tinggi HIV/AIDS masih rendah. (Purwaningsih dkk., 2017)

Pelayanan HIV/AIDS di Indonesia diberikan secara gratis seperti mengakses terapi

Antiretroviral (ARV) yang ada di klinik VCT oleh pemerntah melalui rumah sakit atau fasilitas

pelayanan kesehatan lainnya. Pemberian terapi ARV sangat bermanfaat bagi penderita

HIV/AIDS guna menekan perkembangan virus HIV di dalam tubuh. Sekalipun ARV tidak

membunuh virus HIV akan tetapi dapat menekan atau melambatkan pertumbuhan virus tersebut.

(Abdul Kharis, dkk, 2017)

Berdasarkan hasil penelitian Purwaningsih, dkk (2017) bahwa faktor yang mendorong

kelompok risiko tinggi untuk memanfaatkan pelayanan VCT adalah; merasa berisiko tertular

HIV/AIDS, adanya anjuran dari petugas kesehatan setempat, dan sebagian hanya ingin

mengetahui status HIV/AIDS mereka.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2019) bahwa faktor

pemanfaatan layanan VCT adalah karena adanya variabel ketakutan diri dan dukungan orang lain

dalam memanfaatkan layanan VCT. Sedangkan variabel pengetahuan tidak memiliki hubungan

yang bermakna dengan pemanfaatan layanan VCT khususnya pada ibu rumah tangga.
Namun berbeda pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Leni, dkk (2015) bahwa

terdapat hubungan antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan pemanfaatan VCT setelah

mengendalikan tingkat pendidikan. Artinya semakin tinggi pengetahuan maka akan menurunkan

angka pemanfaatan VCT.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Witri Pratiwi, dkk (2016) berupa hubungan

persepsi orang HIV/AIDS tentang VCT dengan perilaku pencegahan penularan. Hasil dari

pnelitian tersebut didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan persepsi orang

HIV/AIDS tentang VCT dengan perilaku pencegahan penularan HIV/AIDS. (Pratiwi &

Rochmaniah, 2016)

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang perilaku

pemanfaatan layanan VCT pada orang yang sudah terinfeksi HIV/AIDS. Adapun perbedaan dari

penelitian sebelumnya yang menjadi referensi penulisan ini adalah :

1. Subjek penelitian. Pada umumnya subjek penelitian pada penelitian sebelumnya

adalah orang yang berisiko HIV/AIDS seperti; Waria, PSK, Laki-laki seks laki-laki,

Ibu Rumah Tangga, dll. Oleh karena itu penulis mencoba untuk memilih subjek

penelitian pada orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS.

2. Pendekatan penelitian. Pada umumnya pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif.

Oleh karena itu penulis mencoba untuk melakukan penelitian tersebut dengan

pendekatan kualitatif untuk menggali informasi secara mendalam lewat wawancara

dengan informan terkait.

3. Variabel penelitian. Pada umumnya variabel penelitian yang digunakan oleh peneliti

sebelumnya yaitu hanya menekankan pada satu variabel saja. Misalnya untuk melihat
adanya hubungan yang signifikan antara variabel independent dengan dependent.

Oleh karena itu penulis mencoba untuk menggabungkan dengan beberapa variabel

lain sesuai dengan landasan teori dalam penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Indrawati, F. L. (2017). Perilaku Penggunaan Pelayanan Skrining Infeksi Menular Seksual (Ims)

Pada Waria Di Kota Yogyakarta. Medika Respati, 12(1).

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Situasi Penyakit HIV AIDS di Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Situasi Umum HIV AIDS dan Tes HIV.

Ningtiyas, S., & Satyabakti, P. (2016). Perbedaan Penggunaan Kondom Pada Waria Terhadap

Pasangan Tetap dan Pelanggan. Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(1), 87–99.

Pratiwi, W., & Rochmaniah, A. A. (2016). Hubungan antara Persepsi Orang dengan HIV/AIDS

(ODHA) tentang Layanan Voluntary Counseling and Testing dengan Perilaku

Pencegahan Penularan HIV/AIDS di Klinik Intan Puskesmas Gunung Sari Kota Cirebon.

Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan, 3(3).

Purwaningsih, P., Misutarno, M., & Imamah, S. N. (2017). Analisis faktor pemanfaatan VCT

pada orang risiko tinggi HIV/AIDS. Jurnal Ners, 6(1), 58–67.

Wicaksono, A., Isworo, A., & Alivian, G. N. (2019). Analisis Faktor Dalam Pemanfaatan

Layanan Voluntery Counseling And Testing (VCT) Pada Pelanggan Wanita Pekerja Seks

(WPS) Di Lokalisasi Lorong Indah Kabupaten Pati. Journal of Bionursing, 1(1), 89–98.

Kurniawati, Leny, dkk. (2015). Analisis Hambatan Pemanfaatan VCT Pada Pekerja Seks

Komersial di Surakarta dalam Rangka Mewujudkan MDG’s 2015. Jurnal KesmaDaska.

Sisyahd, Abdul Kharis dan Sofyan Indarjo. (2017). Health Belief Model dan Kaitannya dengan
Ketidakpatuhan Terapi ARV pada Orang dengan HIV/AIDS. Unnes Journal Of Public
Health. 6 (1) 2017.
Tasa, Yeni, dkk. (2016). Pemanfaatan Voluntery Counseling and Testing oleh IRT terinfeksi
HIV. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Kemas 11 (2) 2016 xx-xx

Anda mungkin juga menyukai