Anda di halaman 1dari 18

BAB

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal I ayat I tentang

Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual dalam keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.”

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan bukanlah proses

yang tidak memiliki aturan dan asal-asalan, melainkan pendidikan merupakan

proses yang mempunyai arahan dan aturan yang jelas agar tercapai tujuan untuk

mengembangkan bakat dan potensi siswa sehingga siswa mempunyai perilaku

yang sesuai cita-cita pendidikan.

Undang - undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 butir ke 19 tentang Sistem

Pendidikan Nasional menyatakan bahwa kurikulum adalah perangkat-perangkat

mengenai rencana termasuk di dalamnya terdapat tujuan, isi, serta bahan yang

digunakan sebagai paduan dilaksanakannya kegiatan belajar mengajar agar

tercapai tujuan pendidikan. Seperti yang kita ketahui, saat ini di Indonesia

kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sudah diganti dengan

kurikulum 2013.
Permendikbud No. 24 Tahun 2016 yang telah dirubah dalam Permendikbud

No. 37 Tahun 2018 tentang kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam

Kurikulum 2013 menyatakan bahwa ada empat kompetensi antara lain yaitu

kompetensi pengetahuan, kompetensi keterampilan, kompetensi pada sikap

spiritual, serta kompetesni pada sikap sosial. Proses pembelajaran yang dilakukan

untuk mencapai empat kompetensi tersebut yaitu proses pembelajaran

intrakurikuler, ektrakurikuler, dan kokurikuler.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan pada Pasal 21 Ayat 2 menyebutkan bahwa

pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya

membaca dan menulis.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor

22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar menyatakan

bahwa kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan

pengembangan diri (dalam Permendiknas, 2006:11). Salah satu mata pelajaran

yang diberikan di sekolah dasar yaitu Bahasa Indonesia. Menurut Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang

Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar SD/MI menyatakan bahwa bahasa

memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang

studi.

Permendikbud nomor 21 Tahun 2016 tentang standar isi pendidikan dasar

dan menengah menerangkan bahwa Bahasa Indonesia penting diajarkan untuk

mengembangkan potensi diri peserta didik baik dalam aspek afektif, kognitif, dan
psikomotorik. Permendikbud (2016 : 100) menjelaskan kompetensi mata pelajaran

Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi minimal peserta didik yang

menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa dan sikap

positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.

Bahasa Indonesia merupakan salah satu muatan pelajaran yang diberikan di

sekolah dasar. Pembelajaran Bahasa Indonesia ditujukan untuk mengembangkan

kemampuan siswa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang benar. Bahasa

merupakan sarana komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dalam

kehidupan sehari-hari. Keterampilan berbahasa ada empat yaitu menyimak,

berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut terkait dan

tidak dapat dipisahkan. Apabila seseorang menguasai empat keterampilan

berbahasa, maka orang tersebut dikatakan terampil dalam berbahasa.

Keterampilan berbahasa bisa didapat dimana saja, di lingkungan sekolah maupun

luar sekolah. Keterampilan berbicara dan menyimak bisa diperoleh manusia

dengan cara alamiah. Sedangkan manusia memperoleh keterampilan membaca

dan menulis melalui latihan tertentu, karena keterampilan tersebut tidak bisa

didapat melalui interaksi spontan dan alamiah. Rusyana (Dalman, 2017:6)

menjelaskan bahwa membaca adalah sutau kegiatan untuk memahami pola bahasa

dalam suatu bacaan untuk mendapatkan informasi dari bacaan tersebut. Tarigan

(Dalman, 2017:7) juga menyatakan bahwa membaca adalah salah satu proses

yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang

hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa lisan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan suatu kegiatan yang

dilakukan untuk memperoleh makna dan pemahaman dari apa yang dibaca.
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa adalah keterampilan

membaca pemahaman. Rubin (Samsu Somadoyo, 2011: 7-8) menjelaskan bahwa

membaca pemahaman merupakan sebuah proses yang mencakup dua kemampuan

utama, yakni kemampuan menguasai makna kata dan pemikiran mengenai konsep

verbal. Hal ini berarti pembaca dituntut untuk menyampaikan maksud yang ingin

disampaikan oleh penulis yang terdapat dalam teks bacaan tersebut. Tarigan

(Samsu Somadoyo, 2011:8) juga menjelaskan bahwa membaca pemahaman

adalah suatu jenis membaca yang memiliki tujuan yakni memahami standar atau

norma kesastraan, resensi kritis, drama tulis, dan pola fiksi. Berdasarkan definisi

yang dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman adalah

kemampuan seorang pembaca untuk mengolah suatu teks guna mengerti ide

pokok dan makna yang disampaikan dalam teks tersebut.

Sebagian besar pemerolehan ilmu dilakukan siswa melalui aktivitas

membaca, dalam hal ini membaca pemahaman (Burhan, 2001: 247). Pemerolehan

ilmu siswa tidak hanya bersumber dari pebelajaran di sekolah. Akan tetapi, siswa

bisa mendapatkan ilmu dari kegiatan membaca yang dilakukan sehari-hari. Hal ini

berarti bahwa kemampuan membaca pemahaman sangat oenting bagi siswa untuk

mengembangkan pengetahuannya. Dikatakan penting karena presentase transfer

ilmu pengetahuan terbanyak dilakukan melalui membaca (iskandarwassid dan

Dadang suhendar, 2013: 245)

Pelaksanaan pendidikan mulai dari jenjang dasar sudah di atur dalam

bebagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, antara lain pada bab X pasal

37 ayat 1 yang di dalamnya berbunyi “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah

wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa,


matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya,

pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal.” Serta

tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menyebutkan

bahwa melalui mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) siswa diarahkan

untuk mengenal, meyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan, serta

menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan

mandiri.

Tujuan dan ruang lingkup IPA telah dirumuskan sesuai dengan

perkembangan pendidikan Indonesia. Namun dalam kenyataannya masih banyak

terjadi permasalahan yang berhubungan dengan muatan IPA di Indonesia. Hasil

skor program penilaian pelajar internasional (PISA) Indonesia memang masih

rendah. PISA atau Programme for International Student Assessment merupakan

sistem ujian yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Cooperation and

Development (OECD) untuk mengevaluasi sistem Pendidikan dari 72 negara di

seluruh dunia. Setiap tiga tahun sekali siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak

untuk mengikuti tes dengan tiga kompetensi dasar yaitu membaca, matematika,

dan sains. Hasil PISA pada tahun 2015 menunjukkan bahwa pada kompetensi

sains Indonesia menduduki peringkat ke 62 dari 72 negara, artinya bahwa

Indonesia hanya berada diatas negara lain tidak lebih dari 10 negara, tentunya hal

ini menjadi permasalahan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Berdasarkan waktu

pembelajaran sains, seluruh negara yang tegabung dalam OECD menunjukkan

94% siswa rata-rata mengikuti satu mata pelajaran sains dalam seminggu.

Sedangkan di Indonesia, sejumlah 4% siswa tercatat sama sekali tidak dituntut

untuk mengikuti mata pelajaran sains. Ketidakharusan untuk mengikuti mata


pelajaran sains lebih besar 5% di sekolah yang kurang beruntung, dibandingkan

sekolah yang lebih maju. Sementara itu, sekolah yang maju di Indonesia

menawarkan kegiatan kelompok belajar sains lebih banyak dibandingkan sekolah-

sekolah yang kurang beruntung, hanya 29% siswa yang bersekolah di sekolah

yang kurang beruntung diberi kesempatan mengikuti kelompok belajar sains,

sementara 75% siswa di sekolah maju memiliki kesempatan yang lebih banyak.

Hasil riset tiga tahunan ini juga mengungkapkan adanya variasi perolehan prestasi

sains berdasarkan tiga aspek. Pertama, aspek peranan sekolah terbukti

berpengaruh terhadap capaian nilai sains siswa. Kedua aspek prestasi sains antara

siswa dari sekolah swasta dengan sekolah negeri menunjukkan perbedaan capaian

nilai yang signifikan. Tercatat siswa yang bersekolah di sekolah negeri memiliki

16 poin lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang bersekolah di sekolah

swasta. Ketiga, aspek latar belakang social ekonomi, dari hasil PISA 2015

menunjukkan 1 dari 4 responden sampel PISA Indonesia memiliki orang tua

dengan Pendidikan hanya tamat SD atau tidak tamat SD. Jumlah ini merupakan

jumlah terbesar ke dua dari negara peserta. Hal yang sama didapatkan oleh

peneliti saat melakukan kegiatan observasi di sekolah namun dengan faktor

penyebab yang lainnya, pembelajaran sains atau IPA di sekolah dasar masih

banyak dilakukan secara konvensional/tradisional (pembelajaran berpusat pada

guru) serta lemahnya kemampuan guru dalam mendorong dan memotivasi siswa

menjadikan prestasi belajar IPA masih rendah bila dibandingkan dengan mata

pelajaran lainnya. Hal tersebut peneliti temukan pada saat melakukan observasi di

SDN Purwoyoso 03, dimana pelajaran IPA selalu disajikan secara verbal melalui

kegiatan ceramah dan textbook oriented, dengan keterlibatan siswa yang sangat
minim karena siswa hanya melakukan kegiatan duduk, diam, mendengar,

mencatat dan menghafal, sehingga kurang menarik minat siswa dan

membosankan yang akhirnya membuat siswa mudah lupa terhadap konsep yang

telah diberikan. Pembelajaran lebih cenderung bersifat teacher oriented daripada

student oriented.

Sikap dalam pembelajaran IPA berkaitan dengan ketelitian, kejujuran, dan

membuat kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, konsep yang

terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui

serangkaian proses ilmiah antara lain, penyelidikan, penyusunan, dan penyajian

gagasan. Itu sebabnya, dalam pembelajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat

mengajak anak didiknya memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar,

sebab alam sekitar merupakan sumber belajar yang paling otentik dan tidak akan

habis digunakan. Melalui alam, siswa akan lebih jelas dalam menentukan suatu

konsep karena didapat lewat proses penelitian dan pengamatan yang cermat.

Namun, pada umumnya guru hanya menekankan pada pendekatan hasil tanpa

memperhatikan bagaimana proses belajar siswa berlangsung. Hal ini berakibat

pada kurangnya minat siswa dalam memahami materi IPA sehingga berakibat

pula pada nilai muatan pelajaran IPA menjadi rendah. Rendahnya nilai muatan

pelajaran IPA juga terjadi pada SDN Purwoyoso 03 pada materi Gaya dan Gerak.

Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis nilai kelas IV SDN Purwoyoso 03 Kota

Semarang berikut ini.


Tabel 1.1 Ketuntasan hasil belajar kelas V SD Islam Imama

DIAGRAM HASIL BELAJAR SISWA MATA


PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS
V SD ISLAM IMAMA MIJEN
TIDAK
TUNTAS
31%

TUNTAS
69%

Gambar 1.1 Diagram ketuntasan hasil belajar


Berdasarkan Tabel 1.1 dan Gambar 1.1 dapat diketahui Pada muatan pelajaran

Bahasa Indonesia KD 3.5 Tema 7, dari jumlah siswa kelas V SD Islam Imama

sebanyak 35 siswa 11 (31%) siswa diantarannya belum memenuhi KKM dan 24

(68%) siswa sudah memenuhi KKM. Djamarah (2014: 108) mengemukakan

bahwa pembelajaran dapat dinyatakan berhasil apabila 75% atau lebih dari jumlah

siswa yang mengikuti proses belajar mengajar dapat mencapai taraf keberhasilan

minimal atau mencapai KKM yang telah ditetapkan oleh satuan pendidikan,

apabila kurang dari 75% maka harus diadakan remedial.

Hasil tersebut menyatakan bahwa siswa kelas V SD Islam Imama masih kurang

menguasai muatan pelajaran Bahasa Indonesia. Permasalahan tersebut disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu faktor dari siswa, guru, dan media yang digunakan. Seperti yang

diungkapkan oleh guru saat wawancara, faktor dari siswa yaitu siswa kurang aktif dalam

mengikuti pelajaran. Hal ini dikarenakan motivasi siswa dalam pembelajaran masih

rendah. Selain itu, model pembelajaran yang digunakan oleh guru ternyata belum

inovatif. Hal ini menyebabkan siswa kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran. Hal

ini juga menyebabkan banyak siswa yang bermain sendiri dengan teman sebangkunya.

Disisi lain, media pembelajaran yang digunakan juga kurang inovatif yang berpengaruh

pada keaktifan siswa yang kurang. Selain itu, minat baca siswa juga masih rendah.

Berdasarkan data hasil wawancara dan data hasil belajar siswa tersebut, diperlukan

adanya pembelajaran yang inovatif yang diharapakan dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran Bahasa Indonesia dan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.

Salah satu cara untuk membantu guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran

adalah dengan penggunaan media pembelajaran. Media pembelajaran tersebut

dapat melatih siswa untuk memperoleh informasi dengan cara-cara yang baru Ada

beberapa media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk menunjang
pembelajaran menjadi lebih menarik dan siswa dapat lebih memahami materi

yang disampaikan oleh guru. Yamin (dalam Asih Oka Wati. 2017:4)

mengemukakan bahwa “Media pembelajaran adalah perangkat yang mempunyai

peran khusus dalam pembelajaran”. Sedangkan, Wuri dan Faturrahman (dalam

mengemukakan Asih Oka Wati. 2017:4) menjelaskan bahwa “Media

pembelajaran adalah perangkat yang membantu memudahkan tersampaikannya

materi kepada siswa”. Salah satu jenis media yang dapat digunakan adalah media

berupa komik berbasis edukatif. Media pembelajaran ini diharapkan dapat

membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran pada aspek membaca

pemahaman. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator, evaluator dan

informator dalam proses pembelajaran.

Maulana (dalam Untarti, M. & Saputra, A. 2016:32) menjelakan bahwa

komik merupakan cerita dengan gambar yang disusun secara sistematis dan

mempunyai alur cerita. Sementara itu, Mustikan (dalam Untarti, M. & Saputra, A.

2016:33) menjelaskan bahwa hakikat komik adalah perpaduan antara gambar dan

bahasa. Sedangkan menurut McCloud (Indira, 2011:4) komik adalah gambar-

gambar dan lambang-lambang lain yang terjukstaposisi (berdekatan,

bersebelahan) dalam urutan tertentu untuk memberikan informasi atau untuk

mencapai tanggapan estetis dari pembaca.

Pembelajaran dengan berbantuan media komik dapat meningkatkan

ketertarikan siswa dalam pembelajaran dan membuat guru lebih mudah

menyampaikan materi. Selain itu juga dapat memicu siswa untuk senang

membaca. Siswa yang kurang berminat dalam kegiatan membaca dapat lebih

bersemangat untuk membaca ketika ada media komik dan siswa yang kesulitan
memahami isi bacaan terbantu dengan adanya gambar yang ada dalam komik.

Peneliti ingin mengembangkan media berbasis digital untuk memberikan pengalaman

belajar yang berbeda kepada siswa. Diharapkan siswa mendapatkan pembelajaran yang

menyenangkan dengan harapan akan meningkatan pemahaman siswa terhadap materi dan

hasil belajar Bahasa Indonesia secara menyeluruh.

Beberapa penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini diantaranya

adalah penelitian yang berjudul “Kefektifan Media Komik Terhadap Kemampuan

Membaca Pemahaman Pada Siswa Kelas IV SD” oleh Mei Fita Astri Untari &

Aprilianta Adi Saputra (2016:29-39) mengatakan bahwa terdapat kefektifan

pengaruh media komik terhadap kemampuan membaca pemahaman pada siswa

kelas V SDN Bergaskidul 03 Kabupaten Semarang. Hal ini dapat dilihat dari

perhitungan parametrik menggunakan uji-t dengan hasil pada pengukuran pertama

yaitu thitung (3,878) > ttabel (2,048) menunjukan adanya perbedaan. Pada

pengukuran kedua dihasilkan thitung (6,738) > ttabel (2,048) yang menunjukan

adanya perbedaan yangcukup signifikan.Berdasarkan hasil tersebut maka Media

Komik Terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman Pada Siswa Kelas IV SD

layak digunakan sebagai media pembelajaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Ninis Setyaningsih dengan judul “Peningkatan

Keterampilan Membaca Pemahaman Melalui Penggunaan Komik Edukatif” tahun

2015/2016. Hasil penelitian menunjukan bahwa prestasi belajar siswa melaluites pada

pratindakan presentasenya adalah 21,05%, pada siklus I meningkat menjadi 42,11%, dan

menjadi 100% pada siklus II dan mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan.

Begitu juga dengan aktivitas siswa, siswa menjadi lebih aktif dan antusias. Hal itu dapat

dilihat pada lembar observasi aktivitas siswa.

Penelitian lain yang dilakukan oleh


Selanjtunya adalah penelitian yang dilakukan oleh

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut mengenai belum adanya media

pembelajaran yang inovatif untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Peneliti ingin

melaksanakan penelitian dengan judul “Pengembangan Media Komik Berbasis

Edukatif untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas V

SD Islam Imama Mijen Kota Semarang”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dijelaskan dapat

diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan siswa dalam membaca pemahaman KD 3.5 dari jumlah siswa

kelas V SD Islam Imama sebanyak 35 siswa 11 (31%) siswa diantarannya

belum memenuhi KKM dan 24 (68%) siswa sudah memenuhi KKM.

Djamarah (2014: 108) mengemukakan bahwa pembelajaran dapat

dinyatakan berhasil apabila 75% atau lebih dari jumlah siswa yang

mengikuti proses belajar mengajar dapat mencapai taraf keberhasilan

minimal atau mencapai KKM yang telah ditetapkan oleh satuan pendidikan,

apabila kurang dari 75% maka harus diadakan remedial.

2. Kurangnya minat baca pada siswa.

3. Siswa kurang tertarik dengan materi dan mata pelajaran yang mengandung

banyak bacaan.

4. Siswa menganggap Bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang

membosankan.

5. Siswa lebih menyukai mata pelajaran yang banyak melakukan percobaan

atau praktik.
6. Siswa juga kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran karena tidak

ada hal baru yang disajikan oleh guru.

7. Siswa kurang dilibatkan dalam pembelajaran.

8. Pembelajaran masih berpusat pada guru, kurangnya variasi model serta

metode dalam pembelajaran.

9. Metode yang sering digunakan masih kovensional yaitu ceramah, tanya

jawab, dan diskusi.

10. Model yang digunakan guru kurang inovatif, guru cenderung menggunakan

model cooperative learning.

11. Kurang optimalnya penggunaan media pembelajaran.

12. Media pembelajaran yang digunakan kurang inovatif dan kurang sesuai

dengan kondisi serta keinginan siswa sehingga siswa kurang antusias dalam

mengikuti pembelajaran dan kesulitan dalam memahami materi yang

diajarkan.

13. Sumber belajar yang digunakan oleh guru belum bervariasi, guru hanya

menggunakan buku guru dan buku siswa yang ada di sekolah tanpa sumber

belajar pendukung yang lain.

14. Hasil belajar Bahasa Indonesia di kelas V yang masih rendah.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti membatasi permasalahan yaitu

belum adanya variasi dalam penggunaan media dan hasil belajar Bahasa Indonesia

yang masih rendah. Berdasarkan permasalahan yang teridentifikasi bahwa media

pembelajaran yang digunakan pada muatan pelajaran Bahasa Indonesia aspek


membaca pemahaman pada Kompetensi Dasar 3.5 masih terbatas, guru hanya

menggunakan papan tulis yang ada di sekolah tanpa media belajar yang lain.

Selain itu, media belajar yang digunakan oleh guru belum bervariasi, membuat

siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran serta membuat siswa

kesulitan dalam pemahaman sehingga apa yang disampaikan guru tidak akan

diterima oleh anak dengan baik. Oleh karena itu, peneliti tertarik mengembangkan

media pembelajaran berupa komik edukatif berbasis digital untuk meningkatkan

kemampuan membaca pemahaman siswa kelas V SD Islam Imama Mijen Kota

Semarang.

Peneliti tertarik pada muatan pelajaran Bahasa Indonesia aspek membaca

pemahaman dikarenakan kemampuan membaca merupakan dasar untuk

menguasai berbagai bidang studi. Jika siswa tidak memiliki kemampuan membaca

maka siswa akan mengalami banyak kesulitan dalam memahami berbagai materi

pelajaran lainnya. Seperti yang dijelaskan oleh Iskandarwassid dan Dadang

Suhendar (2013: 245) keterampilan membaca penting bagi pengembangan

pengetahuan karena presentase transfer ilmu pengetahuan terbanyak dilakukan

melalui membaca.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang peneliti kemukakan diatas, maka

dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1.4.1 Bagaimankah kelayakan Media Komik Berbasis Edukatif untuk

meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas V SD Islam

Imama Mijen?
1.4.2 Bagaimanakah keefektifan Media Komik Berbasis Edukatif untuk

meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas V SD Islam

Imama Mijen?

1.4.3 Bagaimanakah aktivitas siswa kelas V dalam pembelajaran membaca

pemahaman dengan Media Komik Berbasis Edukatif?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian sebagai berikut :

1.5.1 Untuk mengetahui kelayakan Media Komik Berbasis Edukatif untuk

meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas V SD Islam

Imama Mijen.

1.5.2 Untuk mengetahui keefektifan Media Komik Berbasis Edukatif untuk

meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas V SD Islam

Imama Mijen.

1.5.3 Untuk mengetahui aktivitas siswa kelas V dalam pembelajaran membaca

pemahaman dengan Media Komik Berbasis Edukatif?

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan

praktis, dari kedua manfaat tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1.6.1 Manfaat Teoretis

Hasil penelitian pengembangan Media Komik Berbasis Edukatif diharapkan

dapat memberikan manfaat positif dalam memahami pentingnya kegunaan suatu

media pembelajaran dalam proses pembelajaran. Penelitian ini juga diharapkan


dapat memberikan kontribusi positif dan pertimbangan dalam pemilihan suatu

media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan yang ada.

1.6.2 Manfaat Praktis

1.6.2.1 Bagi Siswa

a. Penggunaan Media Komik Berbasis Edukatif diharapkan siswa lebih

termotivasi dalam kegiatan membaca.

b. Meningkatkan daya tarik siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia

aspek membaca pemahaman.

c. Dapat memberikan pengalaman pembelajaran yang menarik dan

menyenangkan.
1.6.2.2 Bagi Guru

1. Penggunaan Media Komik Berbasis Edukatif diharapkan menjadi alternatif

dalam penyampaian materi yang dilakukan oleh guru.

2. Meningkatkan daya tarik dan kekreatifitasan dalam proses belajar mengajar.

3. Dapat memberi wawasan pengetahuan dan pengalaman tentang media

pembelajaran yang efektif agar keterampilan guru meningkat.

1.6.2.3 Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada sekolah untuk

memperbaiki proses pembelajaran muatan Bahasa Indonesia sehingga dapat

meningkatkan hasil belajar siswa sehingga meningkatkan kualitas sekolah.

1.6.2.4 Bagi Peneliti

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman bagi peneliti sebagai

bekal untuk terjun ke dunia pendidikan.

2. menambah wawasan dalam mengembangkan Media Komik Berbasis Edukatif

pada aspek membaca pemahaman

3. Penelitian ini merupakan sarana penelitian untuk menerapkan ilmu

pengetahuan yang telah diperoleh selama perkuliahan dengan kondisi yang

terjadi di lapangan.
1.7 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang dikembangkan adalah Media Komik Berbasis Edukatif untuk

pembelajaran membaca pemahaman. Komik ini bersisi cerita yang informatif

sehingga komik ini disebut sebagai komik pendidikan atau edukatif. Media

pembelajaran ini berfungsi untuk membantu kesulitan memahami bacaan pada

siswa kelas V. Aspek membaca pemahaman terdapat pada Tema 7 Peristiwa

Dalam Kehidupan Kompetensi Dasar 3.5 Menggali informasi penting dari teks

narasi sejarah yang disajikan secara lisan dan tulis menggunakan aspek: apa, di

mana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana; 4.5 Memaparkan informasi penting

dari teks narasi sejarah menggunakan aspek: apa, di mana, kapan, siapa, mengapa,

dan bagaimana serta kosakata baku dan kalimat efektif.

1) Media pembelajaran berbasis

2) .

3) ,

4) ,

Anda mungkin juga menyukai