Anda di halaman 1dari 11

Borang Portofolio Kasus Interna

Topik : Congestive Heart Failure


Tanggal (kasus) : 2 Oktober 2017 Presenter : dr. Mhd Faqih Lazuardi
Tanggal Presentasi : 8 Oktober 2017 Pendamping : dr. Kadek Sulyastuti
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Patut Patuh Patju
Objektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Laki-laki, usia 52 th, sesaknafas 1 minggu SMRS disertai batuk tidak berdahak
□ Tujuan : Penegakan diagnosis danpengobatanawalsesuai etologi sertamencegahkomplikasi
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan :
Cara
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas :
Data Pasien : Nama :Sebah, ♂, 52tahun No. Registrasi : -
Nama Klinik : RSUD Damanhuri Barabai Telp : Terdaftar sejak : 16 Desember 2016
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :CHF, TB Paru / Sesak sejak 1 minggu SMRS, sesak dirasakan
saat berbaring dan beraktivitas dan berkurang dengan isthirahat. Batuk tidak berdahak (+),
Udem tungkai minimal (+), Mual (+), muntah (-), nafsu makan berkurang, nyeri dada (-
).Padapemeriksaanfisikditemukandistensi vena jugularis dan brachialis, Rhonki halus di
basal paru dan apex, udem minimal kedua tungkai. Pada hasil Lab didapat MCV 90fL
2. Riwayat Pengobatan :Pasienmempunyai riwayat Hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, riwayat
pengobatan TB sejak 2 hari SMRS dan 1 tahun SMRS
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga :Tidakadakeluargapasien yang mengalamikeluhansepertipasien,
adikpasienmempunyairiwayathipertensi
5. Riwayat Pekerjaan : Pasienbekerja sebagai seorang pedagang/buruh
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :Kondisirumahdanlingkungan social sekitar tidak
diketahui
7. Riwayat Imunisasi :Pasientidakmelakukanimunisasi

1
8. Lain-lain :-
Daftar Pustaka :
1. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed.IV, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta

2. P R Marantz et al. 2012. The relationship between left ventricular systolic function and
congestive heart failure diagnosed by clinical criteria. Circulation Journal Of The American
Heart Association. Available from : http://circ.ahajournals.org

Hasil Pembelajaran :
1. Penegakan diagnosis CHF
2. Pengobatan CHF berdasarkan etiologi
3. Mengenali gejala awal CHF

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

• KeluhanUtama: SesakNafassejak 1 minggu SMRS

• Sesak dirasakan setelah melakukan aktivitas dan menghilang dengan isthirahat

• Batuk tidak berdahak, riwayat batu berdarah (+)

• Nafsumakanberkurangsemenjak sakit.

• Mualada, muntahtidakada..

• Udem tungkai minimal yang tidak diketahui pasien kapan munculnya

2. Objektif :

PemeriksaanFisik

 Keadaanumum : tampaksakitringan

 Kesadaran : CM

 TekananDarah : 190/100 mmHg

 Nadi : 80x/menit

 FrekuensiNafas : 42 x/ menit

 Suhu : 36,50 C

2
Status Internus

 Kepala : Normochepali

 Mata : Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik

 Thoraks
o Paru
Inspeksi : Gerakan nafas cepat, simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Rhonki+/+, wheezing -/-

o Jantung
Inspeksi: Iktus jantung tidak terlihat
Palpasi :Iktus jantung teraba dilinea mid clavicula sinistra ICS V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Murmur (-), Gallop (-)

 Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Hepar Lien tidak teraba membesar, Nyeri tekan abdomen (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bisingusus (+) normal

 Ekstremitas : CRT < 2 detik, Udem (-)

Laboratorium:
Tanggal 02 Oktober 2017
 Hb : 14 gr/dl
 Leukosit: 7.050/mm3
 Trombosit: 167.000/mm3
 Hematokrit : 41%
 LED: 20 mm/jam
 MCV : 90 fL

3
 MCH : 30 pg
 MCHC :34 mg/dl
 GDS : 100 mg/dl
 Ureum : 26 mg/dl
 Creatinin : 6,5 mg/dl
 SGOT : 50 mg/dl
 SGPT : 83 mg/dl

3. Assesment(penalaran klinis) :

Definisi

Gagal jantung atau Heart failure adalah Sindrom klinis yang terjadi pada pasien karena
didapatkan suatu kelainan struktur atau fungsi jantung, sehinggamenimbulkangejalaklinis
(dispnea, kelelahan, edema &lainnya) yang mengakibatkan pasien sering rawat inap, kualitas
hidup yang buruk, dan harapan hidup pendek

Patogenesis

Pompa yang tidak adekuat dari jantung merupakan dasar terjadinya gagal jantung. Sebagai
reaksi dari hal tersebut, awalnya dinding jantung merentang untuk menahan lebih banyak
darah karena hal ini, maka otot jantung menebal untuk memompa lebih kuat. Sementara itu
ginjal menyebabkan tubuh menahan cairan dan sodium. Ini menambah jumlah darah yang
beredar melalui jantung dan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kenaikkan yang progresif
pada tekanan pengisian sistemik rata-rata dimana tekanan atrium kanan meningkat sampai
akhirnya jantung mengalami peregangan yang berlebihan atau menjadi sangat edema
sehingga tidak mampu memompa darah yang sedang sekalipun. Tubuh kemudian mencoba
untuk berkompensasi dengan melepaskan hormon yang membuat jantung bekerja lebih keras.
Dengan berlalunya waktu, mekanisme pengganti ini gagal dan gejala-gejala gagal jantung
mulai timbul. Seperti gelang karet yang direntang berlebihan, maka kemampuan jantung
untuk merentang dan mengerut kembali akan berkurang. Otot jantung menjadi terentang
secara berlebihan dan tidak dapat memompa darah secara efisien.

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang


meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium.
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum
ventrikel, sedangkan stenosis aorta dan hipertensi sistemik akan meningkatkan beban akhir.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun karena infark miokardium dan kardiomiopati.
Selain dari ketiga mekanisme fisiologis tersebut, ada faktor-faktor fisiologis lain yang dapat
juga mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa, seperti stenosis katup
atrioventrikularis dapat mengganggu pengisian ventrikel, perikarditis konstriktif dan
tamponade jantung dapat mengganggu pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel, sehingga
menyebabkan gagal jantung. Diperkirakan bahwa abnormalitas penghantaran kalsium di
dalam sarkomer atau dalam sintesisnya atau fungsi dari protein kontraktil merupakan
penyebab gangguan kontraktilitas miokardium yang dapat mengakibatkan gagal jantung.

4
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer terjadi yaitu: meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel.

Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal
perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi
kurang efektif. Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain :

1. Norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas


miosit

2. Angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf


simpatis

3. Aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium

4. Endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas miosit

5. Vasopresin menyebabkan vasokontriktor dan resorbsi air

6. TNF α merupakan toksisitas langsung miosit

7. ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada miosit

8. Interleukin-1 dan interleukin-6 bersifat toksis terhadap miosit.

Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada gagal jantung
akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel
menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri
tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi pula peningkatan
LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana derajat peningkatannya
bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastole atrium dan ventrikel
berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP (Left Atrium
Pressure), sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan meningkat. Jika
tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi
transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam alveoli, terjadilah
edema paru-paru. Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan
arteri paru yang disebut dengan hipertensi pulmoner, yang mana hipertensi pulmoner akan
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada jantung
kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis gagal jantung secara umum :

• Dispnea, atau perasaan sulit bernafas adalah manifestasi yang paling umum dari gagal
jantung. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular

5
paru-paru yang mengurangi kelenturan paru-paru. Meningkatnya tahanan aliran udara juga
menimbulkan dispnea. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung
kiri.

• Ortopnea, atau dispnea pada posisi berbaring, terutama disebabkan oleh redistribusi aliran
darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral. Reabsorpsi dari
cairan interstitial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru
lebih lanjut.

• Paroksismal Nokturnal Dispneu (PND) atau mendadak terbangun karena dispnea, dipicu
oleh perkembangan edema paru-paru interstitial. PND merupakan manifestasi yang lebih
spesifik dari gagal jantung kiri daripada dispnea atau ortopnea.

• Asma kardial adalah mengi akibat bronkospasme dan terjadi pada waktu malam atau karena
aktivitas fisik.

• Batuk non produktif juga dapat terjadi sekunder dari kongesti paru-paru, terutama pada
posisi berbaring. Terjadinya ronki akibat transudasi cairan paru-paru adalah ciri khas dari
gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru sesuai pengaruh
gaya gravitasi.

• Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial sekunder dari distensi vena.

• Distensi atrium atau vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi esophagus dan disfagia
atau kesulitan menelan.

Diagnosis

Kriteria diagnosis gagaljantungmenurut Framingham Heart Study :

Kriteria mayor :

a. Paroksismalnokturnaldispneu

b. Ronkiparu

c. Edema akutparu

d. Kardiomegali

e. Gallop S3

f. Distensi vena leher

6
g. Reflukshepatojugular

h. Peningkatantekanan vena jugularis

Kriteria minor :

a. Edema ekstremitas

b. Batukmalamhari

c. Hepatomegali

d. Dispnead’effort

e. Efusi pleura

f. Takikardi (120x/menit)

g. Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal

Kriteria mayor danminor :Penurunanberatbadan ≥ 4,5 kg dalam 5 haripengobatan.

Diagnosis gagaljantungditegakkandenganduakriteria mayor atausatukriteria mayor dan 2


kriteria minor

PemeriksaanPenunjang

Dalam membantu penegakan diagnosis gagal jantung dapat dilakukan pemeriksaan berikut
ini:

1. EKG
EKG sangat penting dalam menentukan irama jantung, tetapi EKG tidak dapat
digunakan untuk mengukur anatomi LVH tetapi hanya merefleksikan perubahan
elektrik (atrial dan ventrikular aritmia) sebagai faktor sekunder dalam mengamati
perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan EKG tidak spesifik menunjukkan adanya
gagal jantung.

2. Foto thorax

7
Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung. Kardiomegali
biasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic ratio / CTR (lebih
besar dari 0,5) pada tampilan posterior anterior. Pada pemeriksaan ini tidak dapat
menentukan gagal jantung pada disfungsi sistolik karena ukuran biasa terlihat normal.
Selain itu, pada pemeriksaan foto toraks didapatkan adanya kongesti vena paru-paru,
berkembang menjadi edema interstitial atau alveolar pada gagal jantung yang lebih
berat, redistribusi vaskular pada lobus atas paru-paru, dan kardiomegali. Pada gagal
jantung akut sering tidak terdapat kardiomegali.

3. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratoriumdidapatkan perubahan yang khas pada kimia darah,
seperti adanya hiponatremia, sedangkan kadar kalium dapat normal atau menurun
sekunder terhadap terapi diuretik. Hiperkalemia dapat terjadi pada tahap lanjut dari
gagal jantung karena gangguan ginjal. Kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin
dapat meningkat sekunder terhadap perubahan laju filtrasi glomerulus. Urin menjadi
lebih pekat dengan berat jenis yang tinggi dan kadar natriumnya berkurang. Kelainan
pada fungsi hati dapat mengakibatkan pemanjangan masa protrombin yang ringan.
Dapat pula terjadi peningkatan bilirubin dan enzim-enzim hati, aspartat
aminotransferase (AST) dan fosfatase alkali serum, terutama pada gagal jantung yang
akut. Kadar kalium dan natrium merupakan prediktor mortalitas.

Penatalaksanaan

 Non –farmakologi :

a. Anjuran Umum

- Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan, diet rendah


garam

- Sesuaikan kemampuan fisik dengan kegiatan sehari-hari.

b. Tindakan Umum

- Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g
pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan

8
1,5 liter pada gagal jantung ringan).

- Hentikan rokok, tirah baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi
akut.

 Farmakologi

- Diuretik : untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan menghilangkan edema,
permulaan dapat digunakan loop diuretic (furosemid) atau tiazid. Bila respon tidak
cukup baik, dosis dapat dinaikan, berikan diuretic intravena atau kombinasi loop
diuretic dengan tiazid. Diuretic hemat kalium, spironolakton dengan dosis 25-50
mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang
sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.

- Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada gagal
jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.

- Penyekat beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dengan
dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom
gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas
fungsional II dan III. Penyekat beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau
metoprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretic.

- Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada kontraindikasi penggunaan


penghambat ACE.

- Kombinasi hidralazin dengan ISDN memberi hasil yang baik pada pasien yang
intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan.

- Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama
diuretic, penghambat ACE, penyekat beta.

- Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli


serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.
Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, thrombosis dan transient ischemis attack, thrombus intrakardiak dan

9
aneurisma ventrikel.

- Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia


ventrikel yang tidak menetap.

- Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk


mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

Prognosis

Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan
prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu:

 Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%


 Kelas NYHA II : mortalitas 5 tahun 10-20%
 Kelas NYHA III : mortalitas 5 tahun 50-70%
 Kelas NYHA IV : mortalitas 5 tahun 70-90%

Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis, yaitu :

 Waktu timbulnya gagal jantung


 Timbul serangan akut atau menahun
 Derajat beratnya gagal jantung
 Penyebab primer
 Kelainan atau besarnya jantung yang menetap
 Keadaan paru
 Cepatnya pertolongan pertama
 Respons dan lamanya pemberian digitalisasi
 Seringnya gagal jantung kambuh

4. Plan :

DIAGNOSIS KERJA
CHF
TB Paru

TERAPI

10
- IVFD RL20 tts/mnt
- Inj Ondansentron amp / 12 jam
- In Ranitidin amp / 12 jam
- Amlodipin 1x10mg
- OAT Paket I

Pendidikan :

Kepada pasien dan keluarganya dijelaskan penyebab timbulnya penyakit yang


dideritanya dan menjelaskan perjalanan penyakit nantinya serta komplikasi yang akan
timbul kemudian harinya

Kegiatan Periode Hasil yang Diharapkan

Kepatuhan minum OAT dan efek 3 harisekali Segera diketahui efek


samping obat samping obat dan kelalaian
minum obat

Nasihat Setiap kali visite Kualitas hiduppasien


membaik, penyakit
membaik

Laboratorium 3 hari sekali Kadar SGOT/SGPT


menurun sehingga OAT
dapat diberikan kembali

11

Anda mungkin juga menyukai