Anda di halaman 1dari 13

Manajemen Cairan dan Elektrolit pada Pasien Cedera Kepala

Bau Indah Aulyan Syah*), Syafruddin Gaus**), Sri Rahardjo***)


Departemen Anestesiologi &Terapi Intensif Rumah Sakit Awal Bros Makassar, **)Departemen Anestesiologi &Terapi
*)

Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin RSUP Dr. Wahidin Makassar, ***)Departemen Anestesiologi
&Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-RSUP dr. Sardjito Yogyakarta
Abstrak

Manajemen pasien cedera kepala harus selalu difokuskan pada penatalaksanaan cedera primer dan cedera sekunder.
Pemeliharaan perfusi serebral dan pencegahan hipertensi intrakranial yang mencakup pemeliharaan osmolalitas
merupakan bagian penting dalam tatalaksana cairan dan elektrolit pasien cedera kepala, terutama bila diduga sawar darah
otak tidak intak. Pemberian dan jenis cairan harus mempertimbangkan ketidakmampuan otak pasien dalam mengatasi
perubahan volume dan osmolalitas seluler dan peningkatan konsumsi oksigen serebral. Target tekanan perfusi serebral
antara 50–70 mmHg. Pemilihan jenis cairan pada cedera kepala masih kontroversi, karena baik koloid maupun kristaloid
dianggap memiliki efek samping yang sama beratnya terhadap otak yang cedera. Dari penelitian SAFE (Saline and
Albumin Fluid Evaluation) ditemukan luaran mortalitas-28 hari yang lebih tinggi pada pasien yang menerima koloid
(albumin 4%) dibanding yang menerima kristaloid (salin isotonik). Sifat hipotonis albuminlah (osmolalitas 260 mOsml/
kg) yang membahayakan pasien cedera kepala, bukan karena sifat koloidnya. Rekomendasi terkini menganjurkan
penggunaan larutan isotonik seperti NaCl 0,9%. Penanganan hipertensi intrakranial pada cedera kepala juga sering
melibatkan terapi hiperosmolar, dan yang paling dominan adalah mannitol yang dianjurkan hanya untuk jangka pendek
dan pada sawar darah otak yang intak, serta dalam cakupan osmolaritas darah 300–310 mOsm/l. Selain mannitol, salin
hipertonik dapat menjadi alternatif, namun harus dihindari bila kadar natrium serum lebih dari 160 mmol/L.

Kata Kunci: Cairan dan elektrolit, resusitasi cairan, osmolalitas, terapi hiperosmolar

JNI 2016;5(3): 197–209

Fluid and Electrolyte Management in Head Injury Patient

Abstract

Treatment for head trauma patients should always be focused on the management of the primary and secondary trauma.
Maintaining cerebral perfusion and preventing intracranial hypertension, which include maintaining cerebral osmolality,
is part of the crucial fluid and electrolyte management for patients with head injury, particularly when the blood brain
barrier is assumed to be no longer intact. Fluid administration and the type of the fluids given should carefully account
the patient brain capability to adjust to volume change and cellular osmolality, and to an increase in cerebral oxygen
consumtion. Target of cerebral perfusion pressure in the range of 50-70 mmHg. The preference fluid for patients with
head injury remains controversial, because either colloid or crystalloid fluids are both believed to be equally detrimental
in side effects. However, SAFE (Saline and Albumin Fluid Evaluation) research revealed 28 days mortality outcome
higher among patients receiving colloid (4% albumin) compared to those receiving crystalloid (Isotonic saline). It was
the hypotonisity of the albumin (osmolality 260 mOsml/kg) that was harmful in nature for the patients brain, instead of
its colloid characteristics. Recent updates recommend using isotonic solution such NaCl 0.9%. Intracranial hypertension
management in head injury cases is frequently combined with hyperosmolar therapy, which dominantly using mannitol
which is recommended limited to certain circumstances: short period of administration, intact condition of blood brain
barrier, and with osmolarity coverage in range of 300-310 mOsml/L. As alternative, hypertonic saline can also be used,
hence should be avoided when sodium serum concentration is higher than 160 mmol/L.

Key Words: Fluids and electrolytes, fluid rescucitation, osmolality, hyperosmolar therapy 

JNI 2016;5(3): 197–209

197
198 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

Pendahuluan tanpa merubah volume intravaskuler yang nyata.


Hipertensi intrakranial akibat edema serebral saat
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab ini diketahui sebagai penyebab utama kematian
utama tingginya angka mortalitas dan morbiditas dan morbiditas pada periode intraoperatif dan
(kecacatan berat) di seluruh dunia sehingga masih pasca bedah. Cairan umumnya dikategorikan
menjadi salah satu perhatian utama pada layanan berdasarkan osmolalitas, tekanan onkotik, dan
kesehatan. Salah satu konsep yang berkembang kandungan glukosa. Kristaloid diistilahkan untuk
akhir-akhir ini menyatakan bahwa penyebab larutan yang tidak mengandung senyawa dengan
mortalitas dan morbiditas ini bukan akibat cedera berat molekul tinggi sehingga memiliki tekanan
primer, namun akibat cedera sekunder yang bisa onkotik senilai nol. Kristaloid bisa hiperosmolar,
memburuk akibat penanganan yang terlambat hipoosmolar, atau iso-osmolar dan bisa tidak
atau tidak tepat, termasuk dalam hal tatalaksana mengandung glukosa. Koloid diaplikasikan
cairan dan elektrolit. Pada tahap awal penanganan untuk cairan dengan tekanan onkotik mendekati
pasien cedera kepala, terapi memang sudah harus sifat plasma. Pasien dengan cedera kepala
difokuskan utamanya pada minimalisasi cedera sering terkait syok hemoragik dan memerlukan
otak sekunder. resusitasi yang segera. Ahli anestesi seringkali
dipersulit oleh beberapa hal seperti seberapa cepat
Hipertensi intrakranial (intracranial hypertension/ restorasi cairan dan perfusi organ dilakukan, dan
ICH) merupakan penyebab tersering kematian jenis cairan apa yang paling sesuai diberikan
dan masalah sekunder paling banyak setelah sambil meminimalkan risiko edema serebral.2
cedera kepala. Pemeliharaan tekanan perfusi
serebral (cerebral perfusion pressure/CPP), yang Fisiologi Cairan Serebral
berhubungan dengan kontrol tekanan intrakranial Cairan intrakranial secara konseptual dibagi
(TIK) merupakan kunci utama penanganan defisit menjadi 3 ruang seperti pada jaringan lain, yaitu:
ion terkait iskemia otak pada pasien cedera otak.1 intravaskuler, interstisiel, dan intraseluler dengan
Pemberian anestetik inhalasi dan vasodilator kuat tambahan cairan interstisiel khusus yaitu cairan
selama pembedahan akan menurunkan tekanan serebrospinal (CSS). Regulasi utama cairan otak
pengisian jantung (cardiac filling pressure) diperankan oleh sawar antara ruang cairan otak,

A B

Gambar 1. Perbedaan kapiler jaringan perifer (a) dan jaringan otak


(b). HMW, high-molecular-weight; LMW, low-molecular-weight.
Dikutip Dari kepustakaan No. 2
Manajemen Cairan dan Elektrolit pada Cedera Kepala 199

yaitu sawar darah otak (blood brain barier/BBB).3 Aliran air dari ruang intravaskuler ke interstisiel
Struktur anatomi BBB terdiri dari sel-sel endotel pada otak sesuai dengan model Starling’s Law:
vaskuler serebral, perisit, lamina basalis, serta
astrosit perivaskuler. Semua unit ini disebut juga Qf= KfS {(Pc–P1–∑6(πc–πi)}
unit neurovaskuler. Sel-sel endotel terhubung satu
sama lain dengan thight junctions dimana setiap zat Qf = pergerakan cairan (jumlah cairan
di transport secara transeluler, yang berkebalikan yang melintasi kapiler menuju ruang
dengan paraseluler seperti pada sirkulasi perifer. di sekitar ekstraseluler (interstisiel)
Anatomi unit neurovaskuler yang unik membuat
volume otak cenderung terpelihara konstan KfS = koefisien filtrasi membran, S = area
permukaan membran kapiler
bahkan dalam keadaan perubahan status volume
intravaskuler yang nyata.4 Perbedaan kapiler Pc = tekanan hidrostatik kapiler
otak dan perifer dapat dilihat pada Gambar 1.2,3 Pt = tekanan hidrostatik interstisiel
Blood brain barier/ BBB (diestimasikan memiliki (umumnya negatif)
pori-pori sebesar 7–9 Å) ternyata memiliki ∑σ = koefisien refleksi dinding kapiler
permeabilitas yang pasif terhadap air sehingga terhadap tiap larutan, nilai ini mulai
setiap penurunan akut osmolalitas plasma akan dari 1 (tidak ada pergerakan larutan
meningkatkan kandungan air otak secara akut melintasi membran) hingga 0 (difusi
juga. Sel-sel neuron akan berkompensasi dengan bebas melintasi membran)
cara menurunkan zat osmotik intraseluler secara πc = tekanan onkotik setiap larutan dalam
aktif disebut juga volume regulatory decrease/ kapiler
VRD) yang akhirnya akan menormalkan volume πi = tekanan onkotik setiap larutan dalam
seluler otak.4 Selama tiga jam pertama, sel-sel interstisel2, 3
akan kehilangan ion-ion inorganik seperti Na+,
K+, dan Cl–. Jalur pertama diaktivasi edema
otak memerlukan energi karena Na+ dikeluarkan Pada jaringan perifer, satu-satunya kekuatan
dengan pompa Na+-K+ ATPase, yang mewakili yang memelihara volume intravaskuler adalah
pertahanan utama terhadap edema serebral. tekanan onkotik plasma, yang ditentukan oleh
Saat status hipo-osmolalitas plasma teratasi, high-molecular-weight proteins/HMW (protein
kandungan air akan menurun secara proporsional, dengan berat molekul-tinggi) dalam plasma
namun pada kasus yang berat bisa mengarah yang tidak dapat melintasi dinding kapiler.
ke demyelinisasi. Sekali lagi, sel-sel bereaksi
dengan menarik zat-zat osmotik ke dalam sel Di perifer, sebagian besar low molecular-
(volume regulatory increase/VRI). Namun weight/LMW (partikel dengan berat molekul
demikian, proses ini kurang efisien dibanding rendah) termasuk ion natrium, klorida, glukosa,
mekanisme VRD. Karena itu, sekuele kritis dan mannitol) dapat melintasi dinding kapiler
perubahan akut osmolalitas sebaiknya dihindari dengan bebas. Pemberian larutan LMW tidak
jika memungkinkan dalam praktik klinik.4 dapat mempengaruhi pergerakan air antara
Istilah (Pc–Pt) menggambarkan peranan tekanan interstisiel dan vaskuler karena tidak tercipta
hidrostatik yang umumnya mengarah pada gradien osmotik. Sebaliknya, peningkatan
“tekanan darah”. Secara virtual tekanan ini lebih tekanan onkotik plasma akibat pemberian
tinggi dalam pembuluh darah di bandingkan larutan pekat seperti albumin, hetastarch,
dengan di jaringan, sehingga cenderung atau dextran akan menarik air dari interstisiel
mendorong air ke dalam jaringan. Peningkatan ke dalam pembuluh darah karena partikel
tekanan intravaskuler (Pc), penurunan tekanan di HMW tersebut sulit melintasi dinding kapiler.2
dalam jaringan (Pt), atau peningkatan hantaran Larutan hipertonik salin akan menciptakan
air melalui dinding pembuluh darah akan gradien osmotik di sekitar membran sel
menyebabkan akumulasi cairan interstisiel yang sehingga cairan mudah berpindah dari
dikenal dengan edema vasogenik.3 intraseluler ke kompartemen ekstraseluler,
200 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

termasuk ruang intravaskuler (Gambar 1a). yang paling banyak ditemui dan hubungannya
dengan otak sangat kuat. Karena itu, tidak
Pengaruh Terapi Cairan terhadap Otak mengejutkan bahwa hiponatremia sangat sering
Regulasi yang kompleks pada volume serebral ditemukan pada ruang lingkup bedah saraf
sebagai respon terhadap perubahan osmolalitas (50%) dan neuro-ICU (38%). Patologi neurologi
merupakan pusat perhatian utama dalam hal utama yang paling sering adalah perdarahan
konteks terapi cairan pada pasien dengan BBB subarachnoid, serangan serebrovaskuler, tumor
yang intak atau terganggu. Penentu utama kepala, dan cedera kepala, yang menyebabkan
termasuk osmolalitas dan tekanan osmotik koloid hiponatremia akibat Syndrome of Inappropriate
sediaan cairan. Suatu cairan kristaloid iso-osmotik Secretion of Anti Diuretic Hormone (SIADH)
(yang ekuivalen dengan osmolalitas plasma atau akibat Cerebral Salt Wasting Syndrome
fisiologis 288±5 mosml/kg) didistribusikan secara (CSW), yang masing-masing mengakibatkan
merata ke ruang intravaskuler dan interstisiel, pelepasan ADH atau natriuretic peptide dari otak
karena sel-sel endotel perifer menjadi tempat sebagai respon suatu cedera. Manifestasi klinik
pertukaran cairan dan elektrolit tanpa batasan. hiponatremia secara khusus terkait disfungsi SSP,
Karena itu, kristaloid dalam volume besar dan lebih dramatis bila penurunan natrium serum
berhubungan langsung dengan pembentukan terjadi akut. Ensefalopati hiponatremik diketahui
edema ekstraseluler yang tergantung dosis.4 merupakan konsekuensi edema otak akibat
Pada kenyataannya, unit neurovaskuler mencegah hiponatremia akut dan dilaporkan mewakili
elektrolit melintas dari ruang intravaskuler ke mortalitas sebesar 34%. Di sisi lain, koreksi
ruang interstisiel secara pasif. Karena itu, volume hiponatremia, jika tidak tepat, akan terkait
intrakranial tidak akan meningkat bahkan pada dengan kerusakan otak yang permanen. Dalam
pemberian larutan kristaloid iso-osmotik. Di lain praktik klinik juga sering ditemukan gangguan
pihak, larutan hipo-osmotik didistribusikan ke kalium, terutama hipokalemia.7 Hipernatremia
seluruh cairan tubuh, termasuk ruang intraseluler akan ditemukan pada pasien cedera kepala yang
sehingga terjadi peningkatan volume intraseluler disertai diabetes insipidus (DI) sentral dengan
yang akan memaksa otak berespon menurunkan kisaran 15–30%.2, 4
senyawa intraseluler secara aktif (berarti Manajemen cairan pasien dengan cedera kepala
memerlukan ATP). Untuk mencegah potensi merupakan tantangan di seluruh dunia. Cairan
sekuele edema otak yang fatal, pemberian larutan isotonik merupakan cairan yang paling sering
hipo-osmotik secara cepat atau resusitasi dalam diberikan untuk resusitasi dan rumatan karena
dosis tinggi atau pemberian pada pasien dengan dianggap tidak menyebabkan gangguan signifikan
patologi otak sebaiknya secara umum dihindari.4 dalam tubuh. Namun demikian, ternyata setelah
10 hari menerima cairan ini, gangguan elektrolit
Gangguan Cairan dan Elektrolit pada Pasien terutama natrium masih bisa terjadi, bahkan
Cedera Kepala menyebabkan penurunan kesadaran. Manajemen
Selain kejadian pada tingkat seluler, cedera cairan dengan memperhatikan keseimbangan
pada hipotalamus dan kelenjar hipofisis akibat elektrolit merupakan strategi yang paling
tekanan yang ditransmisikan ke kepala akibat penting untuk mencegah hal semacam ini.2,7
trauma, seiring dengan edema serebral, sering Pasien dengan COT berat sangat berisiko
menyebabkan gangguan cairan dan elektrolit yang mengalami kelainan hipomagnesaemia,
sangat mempengaruhi mortalitas dan morbiditas hipokalemia, dan hipokalsemia dengan penyebab
pasien dengan cedera otak. Faktor hidro-elektrolit multifactor alkalosis yang timbul karena efek
dan hemodinamik memiliki efek yang penting hiperventilasi spontan atau dari ventilator. Selain
pada pasien dengan cedera kepala dan sangat itu bisa terjadi akibat pemberian terapi diuretik
terpengaruh oleh integritas sawar darah otak (BBB) osmotik dan kortikosteroid terhadap pasien COT.8
dan karakteristik tekanan perfusi serebral (CPP).4
Hiponatremia (konsentrasi ion natrium dibawah Target Resusitasi Cairan pada Cedera Kepala
136 mEq/L) merupakan abnormalitas elektrolit Pada cedera kepala berat, kejadian sekunder
Manajemen Cairan dan Elektrolit pada Cedera Kepala 201

sering dan sangat mempengaruhi luaran pasien. target resusitasi dipelihara pada kisaran
Pengaruh ini kebanyakan akibat adanya periode osmolaritas normal, yaitu 280 and 295 mOsm/L.11
hipoksemia (PaO2 < 60 mmHg) dan hipotensi. Beberapa literatur merekomendasikan resusitasi
Satu periode hipotensi (tekanan darah sistolik cairan intravena untuk memelihara euvolemia
< 90 mmHg) berhubungan dengan mortalitas dengan panduan kateter invasive (seperti
dan morbiditas dua kali lipat bila dibandingkan CVP atau PCWP) atau metode non-invasif
pasien tanpa hipotensi.9 Bahkan, dilaporkan (seperti echocardiogram atau pemantauan
bahwa hipotensi pada periode intra-operatif akan curah jantung non-invasif) untuk menilai status
meningkatkan mortalitas hingga tiga kali lipat. volume dan hemodinamik dengan metode
Resusitasi cairan idealnya dimulai pada periode statik (CVP) atau dinamik (stroke volume
sebelum masuk rumah sakit dan dilanjutkan di index variation). Bila CVP terpilih untuk
unit gawat darurat serta kamar operasi dengan memandu resusitasi, maka direkomendasikan
target optimalisasi tekanan perfusi serebral terpelihara dalam batas 8–10 mmHg. Bila
(cerebral perfusion pressure/CPP). Fondasi dipandu PCWP, sebaiknya terpelihara dalam
cedera otak mengharuskan untuk menghindari batas 12–15 mmHg.9 Hipotonik, hiponatremia
hipotensi dan menganjurkan tekanan darah sistol dan cairan mengandung gula harus dihindari.9
dipertahankan lebih dari 90 mmHg. Pada pasien Jika pasien euvolemik dan tetap hipotensi,
dengan cedera kepala, hipotensi merupakan sebaiknya gunakan vasopressor. Secara umum,
masalah yang paling mungkin untuk dicegah dan strategi pergantian cairan untuk trauma kepala
sebaiknya dicegah serta di atasi secara agresif.9,10 adalah mengendalikan TIK. Balans cairan negatif
berhubungan dengan luaran yang buruk, juga
Ada tiga strategi manajemen CPP berdasarkan terhadap TIK, MAP, dan CPP.9 Protokol terapi
perbedaan konsep patofisiologis. Konsep ditekankan pada pemeliharaan normovolemia
yang paling sering diterapkan adalah konsep dan tekanan osmotik koloid sambil menjaga
“Edinburgh” yang menekankan bahwa aliran keseimbangan cairan tetap netral atau sedikit
darah otak (cerebral blood flow/CBF) akan rendah positif demi mencegah edema interstisiel.2,7
pada periode pasca cedera sehingga mengganggu
autoregulasi, karena itu sangat perlu menunjang Saat ini, terdapat dua teori yang menjelaskan
CPP (tekanan arteri rerata/mean arterial pressure konsep terapi pada cedera kepala, yaitu ICP
(MAP) – tekanan intrakranial/intracranial (intracranial pressure) directed therapy (terapi
pressure (TIK/ICP)] hingga mencapai 70 mmHg. dengan target TIK), dan CPP (cerebral perfusion
Konsep “Birmingham” menganjurkan hipertensi pressure) directed therapy (terapi dengan
yang disengaja dengan farmakologi. Pendekatan target tekanan perfusi serebral). Penerapan
ini berdasarkan keyakinan bahwa autoregulasi klinik CPP directed therapy berdasarkan
sebenarnya masih intak dan hipertensi akan pada anggapan bahwa pemeliharaan aliran
menyebabkan vasokonstriksi serebral sehingga darah otak (cerebral blood flow/CBF) yang
menurunkan CBV (volume darah otak/ optimal penting untuk memenuhi kebutuhan
cerebral blood volume) dan TIK. Konsep metabolik otak yang cedera. Target terapi ini
“Lund” menekankan peranan hiperemia dalam adalah untuk memelihara penumbra iskemik
kejadian peningkatan TIK. Pendekatan tersebut dan mencegah eksaserbasi cedera sekunder.
menggunakan anti-hipertensi untuk menurunkan CPP tinggi berkaitan dengan berbagai macam
tekanan darah sambil memelihara CPP lebih dari komplikasi begitu pula dengan CPP rendah. Saat
50 mmHg. Seiring waktu, “Lund” melakukan ini, pemahaman yang banyak beredar adalah
modifikasi terhadap konsep mereka dan memperoleh CPP yang seimbang dan menentukan
menganggap CPP 60–70 mmHg dianggap optimal CPP yang optimal. Dalam batas autoregulasi,
dan normovolemia merupakan target klinik yang CPP rendah berhubungan dengan peningkatan
penting dicapai. Panduan dari Management of TIK akibat mekanisme respon kompensasi
Severe Traumatic Brain Injury menganjurkan vasodilatasi terhadap penurunan tekanan perfusi.
CPP antara 50–70 mmHg.2 Dari segi osmolaritas, Iskemia otak dilaporkan saat CPP di bawah 50
202 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

mmHg dan peningkatan CPP di atas 60 mmHg resusitasi cairan yang agresif yang dimulai dengan
akan mencegah desaturase oksigen serebral.12 bolus dua liter kristaloid pada orang dewasa, dan
sebaiknya dengan larutan Ringer Laktat (RL).
“Lund therapy” merupakan pendekatan Kristaloid terutama mengisi cairan interstisiel,
terapeutik yang berfokus pada penurunan TIK akibatnya edema merupakan luaran yang sudah
dengan menurunkan volume intrakranial. Teori terduga setelah resusitasi menurut ATLS.2
ini menunjukkan bahwa dengan menurunkan Untuk memperbaiki volume plasma, aksioma
CPP, akan diperoleh penurunan risiko edema klasik menyatakan bahwa diperlukan tiga
vasogenik dan dengan demikian menurunkan kali atau lebih volume kritaloid dari volume
risiko peningkatan TIK.12 Konsep Lund darah yang hilang. Saat ini, rasio tersebut
menggunakan CPP rendah (hingga 50) demi dipertanyakan, dan diduga rasio yang lebih baik
mencapai penurunan tekanan hidrostatik kapiler, adalah 5:1 karena terjadi penurunan tekanan
Cerebral Blood Volume/CBV (volume darah osmotik koloid akibat penurunan konsentrasi
serebral), sambil memelihara tekanan osmotik.13 protein serum karena perdarahan, kebocoran
kapiler, dan pergantian dengan kristaloid.2
Pemilihan Jenis Cairan Pada model vaskuler yang ideal, larutan iso-
Kontroversi pemilihan kristaloid atau koloid untuk onkotik koloid tetap di dalam ruang intravaskuler
resusitasi cairan telah berlangsung selama lima karena sawar endotel tidak permeabel terhadap
dekade. Panduan ATLS saat ini menganjurkan senyawa koloid. Dalam klinik, volume koloid

Tabel 1. Karakteristik Psikokimia beberapa sediaan Cairan Resusitasi2

Koloid G r a v i t a s K a n d unga n Koefisien O s m o l a l i t a s Osmolalitas Tonisitas


Spesifik H2O Osmotik Te o r i t i s N y a t a a
(mosml/kg) (mosml/kg)
Plasma Protein 1,0258 0,940 0,926 291 287 Isotonik
NaC10,9% – 1,0062 0,970 0,926 308 286 Isotonik
Dextrosa 5% – 1,0197 0,997 0,013 278 290 Isotonik
(hanya in
vitro)b
Ringer laktat – 0,997 0,926 276 256 Hipotonik
Ringer Asetat – 0,997 0,926 276 256 Hipotonik
Plasmalyte® – 0,997 0,926 294 273 Hipotonik
Ringerfundin – 0,958 0,926 309 287 c
Isotonik
Voluven® 6% HES 1,0274 0,955 0,926 308 298 Hipertonik
130/0,4 (sedikit)
Tetraspan® 6% HES 1,0257 0,969 0,926 296 292b Isotonik
130/0, 42
Gelafundin® 4 % 1,0177 0,969 0,926 274 262 Hipotonik
4% Polygeline
Gelafundin® 4 % 0,958 0,926 284 271 Hipotonik
ISO 4% Polygeline
Albumex ® 4% 4% Human 0,948 0,926 269 260 Hipotonik
Albumin
Alburex ® 4% 5% Human 0,926 281 274,5 Hipotonik
Albumin (sedikit)
a
Osmolalitas menggambarkan osmolalitas nominal yang telah dikalkulasi (yang dikalkulasi dari osmolaritas, kandungan air
dan koefisien osmotik). bKarena glukosa dimetabolisme dengan cepat dan dikeluarkan ke kompartemen intraseluler, larutan
dekstrosa ditemukan sangat hipotonik in vivo. cDengan pertimbangan satu anion malat dimetabolisme menjadi dua anion
hydrogen karbonat. HES, hydroxythyl starch. Dimodifikasi dari Physioklin, kepustakaan No. 2.
Manajemen Cairan dan Elektrolit pada Cedera Kepala 203

tergantung pada status volume dan ada tidaknya hari 1-3 dan negatif pada hari ke-4. Keseimbangan
inflamasi sistemik. Yang jelas, infus koloid kristaloid negatif mulai hari ke-2. Dari hari
memberikan efek instrinsik terhadap otak dari ke-3 sampai 10, kristaloid diberikan untuk
segi dampaknya terhadap sirkulasi serebral. kebutuhan cairan basal saja. Ini menunjukkan
Dalam konteks ini, ditemukan temuan yang bahwa pasien tidak menerima cairan bebas
mengejutkan dari penelitian Saline and Albumin dalam volume besar sehingga menghindari
Fluid Evaluation (SAFE) yang membandingkan risiko edema interstisiel.7 Pada Tabel 1 dapat
kristaloid (salin 0,9%) dan koloid (albumin 4%), dilihat sifat fisik beberapa cairan resusitasi.2
dimana luaran yang kurang baik (mortalitas
28hari yang lebih tinggi) pada pasien cedera Berdasarkan temuan yang menunjukkan bahwa
kepala yang diterapi dengan albumin 4%. koloid juga dapat menyebabkan edema otak
Temuan ini membuat pemberian koloid tidak dan paru-paru yang signifikan, mereka yang
dianjurkan pada pasien dengan trauma kepala.14 mendukung penggunaan koloid menyatakan
Pada penelitian obat-obatan, salin isotonik bahwa dengan menggunakan volume yang lebih
memiliki osmolalitas 286 mosml/kg sehingga sedikit dan kemampuan untuk meningkatkan
memang bersifat iso-osmotik. Preparat albumin tekanan osmotik-koloid, maka koloid dapat
yang digunakan pada penelitian SAFE (Albumex menurunkan edema disbanding kristaloid.
4%) bagaimanapun memiliki osmolalitas nominal Strategi cairan berdasarkan-kristaloid lebih
hanya 260 mosml/kg. Pengukuran pada titik dipilih pada protokol resusitasi-trauma, meskipun
beku hanya mencapai 266 mosml/kg. Penelitian temuan yang menunjang hal ini dalam kasus
SAFE memberikan konfirmasi bahwa larutan cedera otak masih terbatas. Osmolaritas lebih
hipoosmotik albumin-lah yang membahayakan berperan dibanding tekanan onkotik plasma
pasien cedera kepala, bukan karena sifat koloidnya. dalam menentukan perpindahan cairan antara
Pemberian albumin pada pasien sakit kritis kompartemen vaskuler dan ekstravaskuler bila
telah diperdebatkan sejak tahun 1988 sehingga sawar darah otak intak.14
pemberian albumin dihentikan di beberapa ICU
seluruh dunia saat itu. Pada penelitian yang Rekomendasi terkini menganjurkan penggunaan
lebih baru, pemberian albumin pada pasien sakit larutan isotonik pada pasien dengan cedera
kritis (cedera kepala dieksklusikan), albumin otak berat, dengan menggunakan natrium
hiperonkotik 20% dilaporkan memperbaiki klorida/NaCl (larutan salin 0,9%) sebagai terapi
fungsi organ berdasarkan skor SOFA.14 pilihan utama. Namun demikian, larutan NaCl
dapat menyebabkan asidosis hiperkloremik
Pada suatu penelitian RCT, ditemukan bahwa dan memiliki efek samping seperti gangguan
terapi untuk cedera kepala dengan target-CPP hemostatik, disfungsi kognitif, dan ileus.9
berhubungan dengan tingginya insidensi ARDS, Hiperkloremia sangat sering ditemukan di pasien
mungkin karena penggunaan cairan dan obat- sakit kritis dan saat ini diyakini bahwa cairan
obat vasopressor. Pada terapi dengan target-CPP, yang kaya akan klorida merupakan penyebab
terdapat konflik antara strategi terapi hipertensi utama asidosis hiperkloremik pada pasien sakit
intrakranial dan terapi ARDS. Terapi target- kritis. Suatu penelitian before-after menunjukkan
CPP untuk memelihara tekanan onkotik dengan bahwa strategi restriksi klorida berhubungan
albumin dapat mencegah terjadinya edema dengan berkurangnya angka gagal ginjal yang
serebral dan ARDS. Penggunaan vasopressor yang signifikan pada pasien sakit kritis dan signifikan
berlebihan berhubungan dengan kejadian ARDS.9 mempengaruhi status elektrolit dan asam basa.
Suatu penelitian menunjukkan bahwa dalam Pada analisis post hoc penelitian retrospektif
perawatan selama 4 hari di ICU, lebih dari 70% pasien denga cedera otak yang menerima larutan
pasien per hari tidak memerlukan topangan NaCl isotonik untuk rumatan melaporkan 65%
vasopressor. Penggunaan vasopressor umumnya pasien mengalami hiperkloremia. Saluran klorida
pada periode tahap-awal karena sulit mencapai (Cl) mengatur edema sel dan dapat dianggap
normovolemia. Keseimbangan cairan positif pada bahwa diskloremia berperan pada edema otak.2,3,10
204 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

Asidosis hiperkloremia telah dilaporkan pada 33 efflux ion klorida, membatasi pembengkakan
pasien yang menjalani operasi abdominal aortic otak meskipun osmolaritas lebih rendah bila
aneurysm repair yang masing-masing menerima dibandingkan larutan salin. Penelitian lain telah
sekitar 7000 mL NaCl 0,9%. Hal yang sama terjadi menggambarkan bahwa larutan hiperosmolar
pada 26 pasien yang menjalani transplantasi natrium berbasis-laktat secara signifikan
ginjal yang menerima 6 L salin normal.15 menurunkan TIK dibandingkan larutan kaya
Beberapa sediaan larutan isotonik dalam bentuk klorida dengan tingkat osmotik yang ekuivalen.
kristaloid atau HES (hydroxyethyl starch) Dengan demikian, pencegahan hiperkloremia
saat ini mengandung malat atau asetat yang dianggap suatu asset dalam pencegahan ICH
dapat menurunkan konsentrasi klorida sambil pada pasien dengan cedera otak berat. Masih
mempertahankan isotonisitas. Karena itu, larutan ada kontroversi mengenai keamanan HES
yang seimbang dapat menurunkan insidensi utamanya efeknya terhadap koagulasi, sehingga
asidosis metabolik hiperkloremik. Larutan penting diperhatikan pada pasien cedera otak.
yang seimbang menurunkan kejadian asidosis Bagian Neuro-Intensive Care and Emergency
hiperkloremik pada relawan yang sehat dan Medicine (NICEM) dari European Society of
selama periode perioperatif dibandingkan larutan Intensive Care Medicine (ESICM) mengeluarkan
salin. Saat ini, tidak masih jarang publikasi data konsensus yang menyatakan bahwa HES tidak
yang membahas larutan isotonik yang seimbang direkomendasikan dalam konteks cedera otak.2,3,10
untuk pasien cedera otak, sehingga penggunan Penggunaan cairan hiperosmolar seperti salin
larutan ini tidak dianjurkan pada pasien tersebut. hipertonik telah banyak menarik perhatian
Namun demikian, penggunaan larutan yang karena sama sekali tidak memiliki sifat yang
seimbang diduga dapat diberikan pada pasien menyebabkan dehidrasi pada pasien dan
cedera otak yang rentan mengalami gangguan bahkan memiliki manfaat lain pada pasien
homeostasis seperti pada diabetes insipidus dengan cedera kepala. Cairan ini mencegah
atau sindrom cerebral salt-wasting atau pada perubahan elektrolit dalam darah. Tidak
mereka dengan ganggguan saluran tergatung- hanya mengembalikan fungsi kardiovaskuler,
klorida seperti NKCC1 transporter. Larutan yang namun juga menurunkan tekanan intrakranial
seimbang tidak berhubungan dengan gangguan (TIK). Cairan salin hipertonik telah dilaporkan
TIK atau episode hipertensi intrakranial.2,3,10 menurunkan TIK pada pasien cedera kepala
yang disertai ICH, menurunkan edema serebral,
Berdasarkan Stewart dkk., konsentrasi ion dan memperbaiki aliran darah otak regional.4,16
hydrogen (pH) dipengaruhi secara tepisah oleh
tiga faktor biologi: (1) PaCO2, (2) konsentrasi Analisis post-hoc menunjukkan bahwa pada
total asam lemah (Atot) yang terdiri dari fosfat dan pasien dengan cedera kepala berat tekanan
albumin, dan (3) Strong Ion Difference/SID yang darah sistolik yang lebih tinggi dan survival
menunjukan perbedaan kation kuat dan anion yang lebih baik ditemukan pada salin hipertonik
kuat. Menurut konsep Stewart dkk., larutan NaCl dibanding salin normal. Data ini menegaskan
bertanggung jawab dala asidosis metabolic melalui bahwa meningkatkan tekanan darah pada pasien
penurunan SID. Karena itu, pemberian obat yang hipotensif akibat cedera kepala berat akan
dilarutkan dengan NaCl juga akan menurunkan meningkatkan luaran. Meta-analisis pasien cedera
SID. Hubungan antara hiperkloremia dan base kepala yang menerima salin hipertonik/dextran
excess telah digambarkan pada pasien yang memiliki angka survival dua kali lebih baik
menjalani bedah mayor. Telah ada penelitian yang dibanding yang menerima terapi standar.5,6,16,17
melaporkan bahwa larutan yang seimbang dapat
menurunkan risiko asidosis hiperkloremik pada Larutan salin hipertonik memiliki beberapa
pasien usia lanjut yang menjalani bedah mayor efek manfaat pada pasien cedera kepala,
dan pada pasien dengan cedera otak berat.2,3,10 termasuk ekstraksi cairan dari ruang intraseluler,
Rendahnya kloremia pada pemberian larutan menurunkan TIK, ekspansi volume intravaskuler,
seimbang dianggap meningkatkan fenomena dan meningkatkan kontraktilitas jantung.
Manajemen Cairan dan Elektrolit pada Cedera Kepala 205

Beberapa tahun terakhir, resusitasi volume kecil intravaskuler, hipotensi, dan azotemia prerenal
dengan infus salin hipertonik banyak menarik Pedoman terbaru membatasi penggunaan
perhatian, bukan hanya karena efek manfaat dalam mannitol sebelum pemantauan TIK pada pasien
restorasi variabel hemodinamik dan perbaikan dengan tanda-tanda herniasi transtentorial atau
mikrosirkulasi, namun juga karena efeknya gangguan neurologis progresif yang terjadi bukan
terhadap berbagai macam sel yang berbeda yang karena penyebab ekstrakranial.9
melibatkan serangkaian kompleks system imun/
inflamasi. Pada penelitian pasien trauma, salin Karena itu osmolaritas plasma harus dipantau
hipertonik tidak meningkatkan angka perdarahan. selama terapi dengan agen hiperosmotik.
Pada percobaan dengan salin hipertonik 7,5% vs Osmolalitas plasma sebaiknya terjaga dalam
RL pada pasien trauma yang heterogen, termasuk kisaran 300–310 mosm/L sambil memelihara
cedera kepala, ditemukan angka ketahanan hidup volume plasma tetap adekuat. Sebagai alternatif
yang lebih baik pada kelompok salin hipertonik. terapi, larutan salin hipertonik mulai banyak
Salin hipertonik juga kadang-kadang dikombinasi digunakan, dan paling sering pada pasien saraf/
dengan koloid hipertonik (biasanya dextran bedah saraf yang sakit kritis. Hanya sedikit
70) untuk memperpanjang efek durasi.5,6,16,17 penelitian yang membandingkan mannitol dan
salin hipertonik dalam terapi peningkatan TIK.
Terapi Hiperosmolar Faktor-faktor yang membuat salin hipertonik
Secara tradisional, terapi hiperosmolar telah lebih menarik perhatian adalah kemampuannya
digunakan untuk menurunkan TIK dan dalam mempertahankan bahkan memperbaiki
memperbaiki CPP. Mannitol telah menjadi hemodinamik dan secara teori memiliki
agen hiperosmolar yang paling dominan dan keuntungan dalam hal koefisien refleksi osmotik
paling populer selama beberapa dekade terakhir. yang lebih tinggi (1,0 dibanding 0,9 pada
Mannitol dianggap menurunkan volume otak mannitol) pada BBB yang intak.5,16
dengan cara menurunkan semua kandungan air, Bila menggunakan salin hipertonik, larutan 3%
menurunkan volume darah dengan vasokonstriksi, dibolus sekitar 150 ml, larutan 7,5% dibolus
dan menurunkan volume cairan serebrosinal 75 ml, atau larutan 23,4% dibolus 30 ml tiap
(CSS).4 2,4,6 jam atau lebih. Salin hipertonik tidak
boleh diberikan bila kadar natrium serum lebih
Mannitol memiliki efek ekspansi plasma dari 160 mmol/liter. Pada pasien cedera kepala
yang cepat dan dapat memperbaiki perfusi temuan terbaru masih belum cukup kuat dalam
serebral karena menurunkan viskositas atau merekomendasikan penggunaan, panduan
mempengaruhi rheology darah karena efeknya konsentrasi, serta metode pemberian salin
dalam menurunkan hematokrit serta memiliki efek hipertonik untuk terapi hipertensi intrakranial.5,16
osmotik dengan cara menarik cairan menyebrangi Namun, salah satu meta-analisis terbaru
BBB yang intak. Mennitol menciptakan gradien menunjukkan bahwa salin hipertonik lebih efektif
osmotik singkat dan meningkatkan osmolaritas dan mungkin lebih superior dibanding standar
serum hingga 310 sampai 320 mOsm/kg H2O.9 (mannitol) untuk terapi peningkatan TIK.18
Selain itu, mannitol dianggap memiliki efek Cairan salin hipertonik (bahkan 1,8%) secara
protektif terhadap cedera bikokimia. Mannitol eksperimental dilaporkan dapat menyebabkan
20% atau 25% efektif untuk kontrol TIK pada lisis eritrosit. Ini terjadi akibat eritrosit kehilangan
dosis 0,25 g/kgBB hingga 1 g/kgBB dengan bentuk bikonkafnya hingga kollaps akibat efflux
interval 2, 4, 6 jam atau lebih telah digunakan osmotik air yang cepat.19
untuk keperluan terapi jangka pendek dan jangka
panjang dalam manajemen TIK. Tidak ada Penanganan Hiposmolitas pada SIADH dan
temuan yang menganjurkan pemberian berulang CSW
dan reguler mannitol untuk digunakan selama Hiponatremia dengan hipo-osmolalitas atau hipo-
beberapa hari. Penggunaan mannitol dalam tonisitas dibagi menjadi 3 kategori tergatung
jangka waktu lama bisa berakibat dehidrasi pada status volume pasien. Kategori pertama
206 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

adalah hipervolemia dengan hipo-osmolalitas, dikaitkan dengan myelinolis pontin sentral yang
yang disebabkan oleh kelebihan air. Kategori merupakan gangguan permanen yang terjadi
kedua adalah hipovolemia dengan hipo-tonisitas di substansia alba pontin otak. Pasien dengan
yang biasanya terjadi akibat kehilangan air hiponatremia akut tampaknya dapat mentoleransi
yang banyak. Kategori ketiga adalah euvolemia koreksi natrium yang cepat dibandingkan pada
dengan hipo-tonisitas. CSW termasuk kategori hiponatremia kronik. Kadar natrium serum
kedua, sedanga SIADH termasuk kategori ketiga. harus dipantau ketat (misalnya etiap 6–12 jam)
Perbedaan keduanya dapat dilihat pada Tabel 2.11 selama koreksi. Target natrium selama terapi
Pada kedua kondisi, pasien mengalami hiponatremia adalah 130–135 mEq/L, meskipun
hiponatremia dengan osmolalitas serum kurang kadar 135 mEq/L merupakan batas bawah normal.
dari 280 mosm/L dan natrium serum kurang dari Strategi target ini biasanya dapat meredakan
135 mEq/L. Kadar natrium urin (normal 20-40 gejala dan menghindari koreksi yang berlebihan.13
mEq/L) juga meningkat pada kedua kondisi,
dengan kadar kadang lebih 50 mEq/L. Perbedaan Restriksi Cairan
utama SIADH dan CSW adalah status volume. Restriksi cairan merupakan pilihan untuk pasien
Pasien dengan SIADH euvolemik bahkan sedikit SIADH. Strategi ini buka pilihan untuk CSW
hipervolemik, sementara pasien dengan CSW karena dalam status hipovolemik. Restriksi
hipovolemik.11 cairan sangat berbahaya khususnya pada kasus
perdarahan subaraknoid, karena kehilangan
Koreksi Hiponatremia cairan intravaskuler meningkatkan risiko
Hiponatremia harus dikoreksi secara perlahan vasospasme, defisit iskemik yang tertunda, serta
selama terapi, dengan kecepatan sekitar 8-12 kematian. Pada SIADH jumlah asupan cairan
mEq/L dalam 24 jam atau 0,5 mEq/L per jam. total sebaiknya kurang dari total output pasien
Koreksi natrium pada hiponatremia yang cepat (urine dan insensible loss). Restriksi cairan

Tabel 2. Perbedaan Diagnosis CSW dan SIADH13


Variabel CSW SIADH
Osmolalitas Urine ↑ (>100 mOsm/kg) ↑ (>100 mOsm/kg)
Konsentrasi natrium urine ↑ (>40 mOsm/L) ↑ (>100 mOsm/kg)
Cairan ekstraseluler ↓ ↑
Berat Badan ↓ ↔ atau ↑
Keseimbangan Cairan Negatif Netral atau sedikit positif
Volume Urin ↔ atau ↑ ↔ atau ↓
Laju Jantung ↔ atau ↑ ↔
Hematokrit ↑ ↔
Albumin ↑ ↔
Bikarbonat Serum ↑ ↔ atau ↓
Nitrogen Urea Darah ↑ ↔ atau ↓
(BUN)
As urat serum ↔ atau ↓ ↓
Keseimbangan natrium Negatif Netral atau sedikit positif
Tekanan vena sentral ↓ (<6 cmH2O) ↔ atau sedikit positif (6-
(CVP) 10 cmH2O
Tekanan Baji ↓ ↔ atau ↑
Dikutip dari kepustakaan No. 13
Manajemen Cairan dan Elektrolit pada Cedera Kepala 207

sekitar 800-1200 ml/hari efektif untuk SIADH natrium dan cairan tetap dalam vaskuler.
akut dan kronik. Namun demikian, pasien dengan Untuk alasan ini, salin hipertonik biasanya
SIADH memiliki respon haus yang normal, dipilih disbanding NaCl normal untuk SIADH.
karena itu restriksi cairan sering tidak nyama
buat pasien sehingga kadang sulit terpelihara.11 NaCl dengan konsentrasi 3% merupakan salin
hipertonik dengan osmolalitas 1027 mOsm/L
Salin Isotonik yang paling sering diberikan. Bila salin isotonic
Pasien dengan CSW biasanya disertai penurunan diberikan pada pasien dengan SIADH, maka
cairan ekstraseluler dan defisit tubuh-total hiponatremia malah tambah memburuk karena
paling kurang 2 mmol natrium per kgBB. osmolalitas lebih rendah dibanding osmolalitas
Karena disertai hipovolemik, terapi utama urine pasien.11 Salin hipertonik 3% atau lebih
CSW adalah menganti cairan dengan larutan harus diberikan melalui kateter vena sentral.
NaCl 0,9% untuk restorasi cairan tubuh. Total Infus kontinyu dapat diberikan dengan kecepatan
kebutuhan cairan untuk penggantian cairan dapat 0,5 mL/kg per jam untuk meningkatkan kadar
dikalkulasi dengan pertama kali menghitung natrium sekitar 0,5 mEq/L per jam Kadar natrium
defisit natrium, yang ditentukan dengan rumus:13 serum harus dipantau dengan sangat ketat. Dan
(Kadar natrium serum normal – Kadar natrium hiperonik salin 3% bahkan bisa digunakan pada
serum pasien) ÷ 2.13 Langkah selanjutnya CSW dengan hiponatremia berat (<120 mEq/L).13
adalah menghitung deficit natrium tubuh total
berdasarkan berat badan pasien dengan rumus: Penanganan Hiperosmolalitas pada di sentral
Defisit natrium x (0,6 x BB dalam kg) Diabetes insipidus (DI) ditandai oleh peningkatan
produksi urine yang tidak normal sekitar 250 mL/
Kecepatan penggantian natrium sebaiknya berkisar jam), meingkatnya rasa haus dan asupan cairan
0,5 mEq/jam untuk menghindari koreksi cepat. akibat penurunan sekresi ADH dengan akibat
Lama (dalam jam) koreksi dapat dihitung dari:13 pengeluaran cairan ekstraseluler (hypovolemia),
Defisit natrium (dalam mEq/L) ÷ 0,5 (target dan hipernatremia. Berat jenis urine biasanya
kecepatan penggantian natrium dalam mEq/jam) kurang dari 1,005 (normal 1,005-1030),
Langkah terakhir adalah menghitung kecepatan osmolalitas urine kurang dari 200 mOsm/kg,
infus NaCl (dalam mL/jam) dengan rumus:13 osmolalitas serum meningkat (>295 mOsm/kg),
defisit natrium tubuh total ÷ 0,154 mEq/mL) ÷ dengan peningkatan kadar natrium (>145 mEq/L),
total jam dengan kadar natrium urine berkurang signifikan.
Pada pasien trauma, DI sentral biasanya terkait
Tablet Garam kerusakan bagian posterior kelenjar hipofisis.1, 20, 21
Tablet garam oral telah digunakan untuk
mengganti kehilangan natrium oleh ginjal pada DI sentral terdiri dari 3 fase, fase pertama
CSW. Target terapi CSW adalah menghasilkan polyuria akibat inhibisi ADH yang berlangsung
keseimbangan natrium yang positif pada pasien. selama beberapa jam hingga beberapa hari. Fase
Tablet NaCL hingga 12 gram/hari dalam dosis kedua (5–6 hari) ditandai dengan produksi urin
terbagi telah sering diberikan untuk terapi yang hamper normal karena pelepasan simpanan
CSW. Penambahan tablet garam biasanya ADH. Fase ketiga ditandai dengan produksi urine
diberikan bila kadar natrium serum masih rendah yang sangat berlebihan dan permanen akibat
meskipun penggantian cairan telah adekuat.13 kurangnya simpanan ADH atau kehilangan
fungsi sel-sel yang menghasilkan ADH.1,20,21
Salin Hipertonik
Ekskresi natrium ginjal masih intak pada Cairan Hipotonik
SIADH, karena itu pemberian natrium Cairan hipotonik intravena paling banyak
intravena masih dieksresikan lewat urin. digunakan untuk koreksi kehilangan cairan tubuh
Konsep ini berbeda dari penggantian cairan termasuk salin 0,45% yang dititrasi per jam
pada hypovolemia-hipo-osmolalitas dimana untuk mengganti produks urin. Defisit kehilangan
208 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

cairan (dalam liter) dapat dihitung dari rumus:13 craniotomy. Dalam: Cottrell JE, Young WL,
[0,6 x (BB dalam kg)] x (natrium serum – 140) ÷ 140 eds. Cottrell and Young's Neuroanesthesia,
Hasil defisit cairan dapat digunakan untuk Philadelphia: Elsevier Inc; 2010, 147–58.
menghitung volume pergantian cairan yang
dibutuhkan untuk restorasi stabilitas hemodinamik 3. Eccher M, Suarez JI. Cerebral edema and
pada pasien dengan kondisi yang tidak stabil.1, 20, 21 intracranial dynamics - monitoring and
Perawatan pasien dengan fase akut DI sentral management of intracranial pressure. Dalam:
memerlukan pemantauan beberapa parameter. Suarez JI, ed. Critical Care Neurology and
Asupan cairan dan produksi urine harus diukur Neurosurgery. New Jersey: Humana Press
tiap 1–2 jam. Produksi urine pada fase akut Inc; 2004, 47–90.
bisa luar biasa banyak, lebih dari 250–800 mL/
jam (3–20 L per hari). Berat jenis (BJ) urine 4. Mishra L, Rajkumar N, Hancock S. Current
harus diukur tiap 1–2 jam. BJ urine rendah controversies in neuroanesthesia, head
(<1,005) menunjukkan bahwa ginjal tidak bisa injury management and neuro critical care.
memekatkan urin. Osmolalitas serum dan kadar Anesthesia, Critical Care & Pain 2006; 6(2):
elektrolit khususnya kadar natrium dan kalium 79–82.
sebaiknya diukur paling kurang setiap hari dan
bisa saja lebih sering tergantung hasil temuan 5. Froelich M1, Ni Q, Wess C, Ougorets I, Härtl
klinis dan stabilitas hemodinamik pasien.1,20 R. Continuous hypertonic saline therapy
and the occurrence of complications in
Simpulan neurocritically ill patients. Crit Care Med.
2009; 37(4): 1433–41.
Pemilihan jenis dan jumlah cairan untuk
keperluan rumatan dan operasi pada pasien 6. Adiga US, Vickneshwaran V, Sen SK.
dengan cedera kepala harus mempertimbangkan Electrolyte derangements in traumatic brain
banyak faktor. Mulai dari jenis cairannya, injury. Journal of Medicine and Clinical
perhitungan jumlah yang bisa diberikan, Sciences, 2012; 1(2): 15–8.
osmolaritas dan osmolalitasnya, sampai
ketersediaan cairan tersebut di tempat kita 7. Rafiq M, Ahmed N, Khan A. Serum
bertugas. Semua ini memerlukan pengetahuan electrolyte derangements in patients
dan seni, menimbang baik buruknya, manfaat dan with traumatic brain injury. J Ayub Med
kerugian, dan tidak ketinggalan biaya yang harus Coll Abbottabad. 2013; 25(1–2):162–4.
dikeluarkan, mengingat patofisiologi pasien
dengan cedera kepala memiliki keterbatasan 8. Kundra S, Mahendru V, Gupta V, and
dalam menyediakan dan menggunakan oksigen. Choudhary AK. Postoperative and intensive
Dibutuhkan pengawasan dan pemeriksaan care including head injury and multisystem
laboratorium berkala untuk menjamin dan bila sequelae. Dalam: Cottrell JE, Young WL,
perlu untuk mengoreksi kelainan elektrolit dan eds. Cottrell and Young’s neuroanesthesia.
plasma yang bisa ditimbulkan dari terapi cairan Philadelphia: Mosby Elsevier; 2010, 400–13.
yang diberikan.
9. Haddad SH, Arabi YM. Critical care
Daftar Pustaka management of severe traumatic brain injury
in adults. Scandinavian Jaournal of Trauma,
1. Capatina C, Paluzzi A, Mitchell R, Karavitaki Resuscitation and Emergency Medicine,
N, Stalla G, et al. Permanent central diabetes 2012; 20(12): 1–15.
insipidus after mild traumatic brain injury.
Brain Injury. 2009; 23(13–14): 1095–8. 10. Kou K, Xiang-yu H, Jian-dong S, Chu K.
Current pre-hospital traumatic brain injury
2. Rusa R, Zornow M. Fluid management during management in China. World J Emerg Med,
Manajemen Cairan dan Elektrolit pada Pasien Cedera Kepala 209

2014; 5(4): 245–54. 16. Strandvik G. Hypertonic saline in critical


care: a review of the literature and guidelines
11. Zomp A, Alexander E. Syndrome of for use in hypotensive state and raised
inappropriate antidiuretic hormone and intracranial pressure. Anaesthesia, 2009.
cerebral salt wasting in critically ill patients. 64(9): 990–1003.
AACN Adv Crit Care. 2012; 23(3): 233–9;
quiz 240–1. 17. Maggiore U, Picetti E, Antonucci E, Parenti
E, Regolisti G, Mergoni M, et al. The relation
12. Prabhakar H, Sandhu K, Bhagat H, Durga between the incidence of hypernatremia and
P, Chawla R. Current concepts of optimal mortality in patients with severe traumatic
cerebral perfusion pressure in traumatic brain brain injury. Crit Care. 2009; 13(4): R110.
injury. Journal of Anaesthesiology Clinical
Pharmacology. 2014; 30(3): 318–27. 18. Kamel H, Navi BB, Nakagawa K, Hemphill
JC 3rd, Ko NU. Hypertonic saline versus
13. Traill R. Royal prince alfred hospital. mannitol for the treatment of elevated
Syd acute head injuries: Anaesthetic intracranial pressure: a meta-analysis of
Considerations. 2007. 1–14. randomized clinical trials. Crit Care Med,
2011; 39(3): 554–59.
14. Cooper DJ, Myburgh J, Heritier S, Finfer
S, Bellomo R, Billot L, et al. Albumin 19. Red cell fragility. 16 October 2016];
resuscitation for traumatic brain injury: Available from: http://www.medicine.mcgill.
is intracranial hypertension the cause of ca/physio/vlab/default.htm.
increased mortality? J Neurotrauma 2013;
30(7): 512–8. 20. Hadjizacharia P, Beale EO, Inaba K, Chan
LS, Demetriades D. Acute diabetes insipidus
15. Boldt J. The balanced concept of fluid in severe head injury: a prospective study.
resuscitation. Br J Anaesth 2007; 99(3): J Am Coll Surg. 2008; 207(4): 477–84.
312–5.

Anda mungkin juga menyukai