Anda di halaman 1dari 8

OBJEK PPN (PAJAK PERTAMBAHAN NILAI)

Objek PPN atau Pajak Pertambahan Nilai dikenakan pada :

o Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh pengusaha

o Impor Barang Kena Pajak

o Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean

o Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

o Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Kini Anda dapat menuntaskan pelaporan PPN Anda mulai dari buat e-Faktur
sampai efiling PPN gratis melalui OnlinePajak, aplikasi pajak online yang
mempermudah dan menghemat waktu Anda secara signifikan.

TARIF PPN (PAJAK PERTAMBAHAN NILAI)


Tarif PPN menurut ketentuan Undang-Undang Dasar No.42 tahun 2009 pasal 7 :

1. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 10% (sepuluh persen).

2. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:

1. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud

2. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

3. Ekspor Jasa Kena Pajak

3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling rendah 5% (lima
persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan
Pemerintah.
PENGUSAHA KENA PAJAK SEBAGAI PIHAK YANG
MENYETOR DAN MELAPORKAN PPN
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pihak yang wajib menyetor dan
melaporkan PPN. Setiap tanggal di akhir bulan adalah batas akhir waktu
penyetoran dan pelaporan PPN oleh PKP.

Sesuai dengan ketentuan PMK No.197/PMK.03/2013, suatu perusahaan atau


seorang pengusaha ditetapkan sebagai PKP bila transaksi penjualannya
melampaui jumlah Rp 4,8 miliar dalam setahun. Jika pengusaha tidak dapat
mencapai transaksi dengan jumlah Rp 4,8 miliar tersebut, maka pengusaha
dapat langsung mencabut permohonan pengukuhan sebagai PKP.

Dengan menjadi PKP, pengusaha wajib memungut, menyetor dan melaporkan


PPN yang terutang. Dalam perhitungan PPN yang wajib disetor oleh PKP, ada
yang disebut dengan pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran ialah
PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya. Sedangkan, pajak
masukan ialah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh maupun
membuat produknya.
Di OnlinePajak, Anda dapat membuat e-faktur, ID billing, setor pajak online dan
e-filing SPT Masa PPN secara mudah, hanya dalam 1 klik dan gratis! OnlinePajak
juga terjamin keamanannya karena sudah mendapatkan ISO 27001.

KESIMPULAN
o PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah jenis pajak yang disetor dan dilaporkan pihak penjual
yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
o Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPN adalah setiap akhir bulan.
o Sejak tanggal 1 Juli 2016, PKP se-Indonesia wajib membuat e-Faktur atau faktur pajak
elektronik sebagai prasyarat pelaporan SPT Masa PPN.
o Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya.
o Pajak masukan ialah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh maupun membuat
produknya.
o Di OnlinePajak, PKP dapat membuat e-faktur pajak, SPT Masa PPN, buat ID billing, setor
online dan efiling PPN dalam satu aplikasi terpadu dan hanya membutuhkan 1 klik saja!
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak
Pertambahan Nilai. Dimana poin pokok perubahannya adalah tentang batasan peredaran usaha.
Jika sebelumnya batasannya tidak melebihi Rp. 600.000.000,- sekarang menjadi tidak melebihi Rp.
4.800.000.000,-. Aturan yang berlaku sejak Januari 2014 ini tentu mengundang respon yang luar
biasa bagi wajib pajak.
Dalam tulisan kali ini penulis mencoba menulis tentang pilihan mana yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang omsetnya tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,-. Apakah tetap menjadi PKP atau memilih
untuk tidak PKP. Karena aturan pelaksanaannya sampai saat dituliskannya belum kelear, maka

sambil menanti kita mencoba mempelajari hal yang perlu dipelajari :P, semoga bermanfaat.
Tahun Berlakunya Batasan Pengusaha Kecil
Dalam artikel terdahulu yang berjudul “Sekilas Perubahan Batasan Pengusaha Kecil” telah dibahas
terkait perubahannya. Namun karena berlakunya sejak 1 Januari 2014 maka ada persepsi yang
mengatakan bahwa wajib pajak dapat memilih untuk menjadi Non PKP berdasarkan peredaran
usaha tahun buku sebelumnya yaitu tahun 2013, tetapi beberapa mengatakan berdasarkan jumlah
peredaran usaha selama tahun 2014 yang artinya dapat diajukan di tahun 2015. Lalu sebenarnya
tahun yang mana dasar patokan peredaran usaha tersebut.
PKP Memilih Menjadi Non PKP
Karena belum keluar aturan penegasannya, maka menurut pendapat penulis bahwa patokannya
adalah peredaran usaha tahun 2013 sama seperti penentuan UKM yang berlaku sejak Juli 2013 lalu
karena bukankah motif kenaikan batasan ini adalah agar ada sinkronisasi. Artinya, ditahun 2014 ini
bagi wajib pajak yang sudah PKP dan ingin menjadi Non PKP dipersilahkan untuk melakukan
permohonan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, ke Kantor Pelayanan Pajak dimana
Wajib Pajak terdaftar.
Kenapa melakukan pencabutan PKP, karena sebelumnya batasannya adalah Rp. 600.000.000,-
sehingga pengusaha dipaksa untuk menjadi PKP. Namun karena dalam satu tahun masih dibawah
Rp. 4.8 Milyar maka bukankan pengusaha berhak untuk memilih tidak PKP (Non PKP) begitulah
pemikiran pengusaha.
Non PKP Wajib Menjadi PKP
Bagi pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan
brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Kewajiban
melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut dilakukan paling
lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/ atau penerimaan
brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Permohonan Pencabutan PKP
Apabila wajib pajak memilih untuk Non PKP sementara selama ini sudah menjadi PKP akibat
perubahan Batasan Pengusaha Kecil maka wajib pajak melakukan permohonan untuk dicabut
pengukuhan Pengusaha Kena. Adapun proses pencabutan sesuai yang diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor -146/PMK.03/2012 tentang tata cara verifikasi, serta penegasan dalam
SE-48/PJ/2012 tentang kebijakan pelaksanaan verifikasi.
Artinya apabila perusahaan dalam tahun 2014 jumlah peredaran usahanya tidak melebih jumlah
tersebut di atas maka Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan
pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Keuntungan Dan Kerugian Menjadi PKP
Seperti kita ketahui bahwa setiap Pengusaha perlu memahami Hak dan Kewajiban perpajakan
apabila pengusaha tersebut sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), adapun hak
dan kewajiban tersebut diantaranya :
Hak setelah menjadi PKP
1. Berhak melakukan pengkreditan Pajak Masukan (Pembelian) atas perolehan Barang Kena
Pajak/Jasa Kena Pajak
2. Berhak meminta restitusi apabila Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran dan berhak
atas kompensasi kelebihan pajak.
Kewajiban:
1. Memungut PPN/PPnBM yang terutang
2. Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih
besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang.
3. Melaporkan PPN/PPnBM yang terutang
Apabila ditinjau dari sudut bisnis menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) maupun memilih untuk tidak
menjadi Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) memiliki konsekuensi masing-masing disisi satu dapat
menguntungkan disisi lain memiliki kerugian semuanya tergantung pengusaha memandang dari
sudut mana.
Keuntungan Menjadi PKP
Beberapa keuntungan apabila wajib pajak memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)
diantaranya adalah :
1. Pengusaha dianggap memiliki sistem yang sudah baik dianggap legal secara hukum karena sudah
menjadi PKP dan tertib membayar pajak.
2. Menjadi PKP berarti perusahaan dianggap besar dan tentunya akan berpengaruh saat menjalin
kerja sama dengan perusahaan lain yang tergolong besar.
3. Dapat melakukan transaksi penjualan kepada Bendaharawan Pemerintah.
4. Pola produksi dan investasi yang baik karena penyerahan BKP/JKP menjadi beban sipenikmat
(konsumen)
5. Membantu Republik ini dalam penerimaan pajak (PPN) secara optimal
Kerugian Menjadi PKP
Beberapa kerugian apabila pengusaha memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
diantaranya adalah :
1. Pembayaran pajak semakin besar, karena bagi wajib pajak Non PKP, perlakuan pajak masukan
akan merugikan apabila dibandingkan sebagai biaya.
2. Mengurangi daya saing karena harga jual lebih tinggi, hal ini karena harus memungut PPN dari
lawan transaksi, apabila wajib pajak dikukuhkan sebagai PKP maka setiap penyerahan BKP/JKP
harus ditambah dengan PPN.
3. Menambah kerumitan dan pengenaan sanksi yang lebih besar, kerumitan disini terkait dengan
aturan pelaporan PPN yang makin hari bikin botak kepala serta sanksi-sanksi di depan terkait
keterlambatan maupun kesalahan faktur.
Contoh I ditinjau dari sudut Pengusaha PKP maupun Non PKP
Membeli Dari PKP
PT. Nusahati (PKP) membeli barang dari PKP senilai Rp. 1.100.000,- (Harga + PPN), PT. Nusahati
menjual kembali dengan mengambil keuntungan 20% menjadi seharga Rp. 1.320.000,- (Rp.
1.000.000,- + Rp. 200.000.- + Rp. 120.000,-). Atas mekanisme ini maka PT. Nusahati membayar
PPN sebesar Rp. 20.000,- (Rp. 120.000,- dikurang Rp. 100.000,-).
Membeli dari Non PKP
PT. Nusahati (PKP) membeli barang dari Non PKP senilai Rp. 1.000.000,-, PT. Nusahati menjual
kembali dengan mengambil keuntungan 20% menjadi seharga Rp. 1.320.000,- (Rp. 1.000.000,- +
Rp. 200.000.- + Rp. 120.000,-). Atas mekanisme ini maka PT. Nusahati membayar PPN sebesar
Rp. 120.000,-.
Pada kasus ini PT. Nusahati membayar PPN lebih besar karena membeli dari Non PKP sehingga
hal ini membuktikan bahwa kebanyakan perusahaan PKP lebih memilih melakukan transaksi
dengan PKP.
Penjual Non PKP membeli dari PKP
PT. Nusahati (PKP) membeli barang dari PKP senilai Rp. 1.100.000,- (Harga + PPN), PT. Nusahati
menjual kembali dengan mengambil keuntungan 20% menjadi seharga Rp. 1.320.000,- (Rp.
1.000.000,- + Rp. 200.000.- + Rp. 120.000,-). Atas mekanisme ini karena PT. Nusahati bukan PKP
maka tidak ada kewajiban membayar PPN.
Penjual dan Pembeli Non PKP
PT. Nusahati (Non PKP) membeli barang dari Non PKP senilai Rp. 1.000.000,-, PT. Nusahati
menjual kembali dengan mengambil keuntungan 20% menjadi seharga Rp. 1.200.000,-. Atas
mekanisme ini karena PT. Nusahati bukan PKP maka tidak ada kewajiban membayar PPN.
Contoh II ditinjau dari sudut Konsumen.
Pada contoh di atas dapat diuraikan sebagai berikut :
 Apabila konsumen membeli dari Pengusaha Kena Pajak maka untuk membeli sebuah barang
dalam contoh di atas konsumen mengeluarkan uang sebesar Rp. 1.320.000,-
 Apabila konsumen membeli dari bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) maka untuk membeli
sebuah barang dalam contoh yang sama di atas konsumen mengeluarkan uang sebesar Rp.
120.000,-
Sehingga dapat disimpulkan sebagai konsumen akan lebih memilih membeli barang kepada Non
PKP karena lebih murah.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa menjadi Pengusaha Kena Pajak
(PKP) atau menjadi Bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) adalah memang suatu pilihan.
Dengan naiknya batasan pengusaha kecil menjadi tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000,- wajib pajak
diberi kelegaan yang cukup luar biasa, karena batasan sebelumnya yang hanya tidak melebihi Rp.
600.000.000,- sehingga apabila melebihi nilai tersebut maka pengusaha kecil dipaksa menjadi
Pengusaha Kena Pajak.
Kini wajib pajak yang memiliki omset di atas Rp. 600 juta namun dibahwa Rp. 4.8 Milyar dipaksa
untuk menimang-nimang apakah tetap meneruskan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau
mencabut PKP nya. Di atas sudah diuraikan keuntungan dan kerugian dalam memilih menjadi PKP
yang tentu dikembalikan kepada pelaku usaha itu sendiri.

Perbedaan Perusahaan yang PKP dan Non PKP


bl j.co.id

May 11, 2014

Financ e and Tax, Manager ial How To

23
(Business Lounge – Tax) Ada begitu banyak timbul pertanyaan bagi perusahaan yang belum
PKP. Bagaimana jika terjadi perusahaan yang belum PKP mendapat order harus membuat faktur
pajak,sementara perusahaan tersebut membeli barang tidak dikenakan PPN,nah apakah
perusahaan ini harus menjadi PKP terlebih dahulu?

Bagi perusahaan yang mau PKP itu tergantung dari perusahaan karena tidak menjadi keharusan
bagi perusahaan.Tetapi apabila perusahaan tersebut belum PKP maka perusahaan tersebut tidak
dapat membuat faktur pajak,untuk pembeli yang tidak kena PPN dan dia sudah PKP tidak ada
masalah berarti perusahaan tersebut tidak ada ppn masukannya.

Disini saya menjelaskan perbedaan antara PKP dan non PKP :

Perusahaan yang PKP

a. Pengusaha yang telah wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak atau Pengusaha Kecil yang
memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak seperti tersebut diatas berkewajiban untuk :

1) Melaporkan usahanya (mendaftarkan perusahaannya) untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha


Kena Pajak.

2) Memungut PPN/PPn BM yang terutang.

3) Menyetor PPN/PPnBM yang terutang (yang kurang dibayar)

4) Melaporkan PPN/PPn BM yang terutang (menyampaikan SPT Masa PPN/PPn BM).

b. Pengusaha kecil yang menyerahkan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak tidak wajib menjadi
Pengusaha Kena Pajak tetapi boleh memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak atau tidak. Dengan
demikian, atas penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kecil tidak
dikenakan PPN, kecuali jika Pengusaha Kecil tersebut memilih dikukuhkan menjadi Pengusaha
Kena Pajak.

c. Apabila sampai dengan suatu bulan dalam satu tahun buku, pNeredaran bruto (omzet)
Pengusaha telah melewati batasan Pengusaha Kecil, Pengusaha tersebut wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, selambat-lambatnya akhir bulan
berikutnya.

d. Apabila dalam satu tahun buku peredaran bruto Pengusaha Kena Pajak tidak melebihi batasan
Pengusaha kecil, maka Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan dapat mengajukan
permohonan pencabutan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Hak PKP

a. Pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP

b. Restitusi atau kompensasi atas kelebihan PPN

Non PKP
Non PKP tidak boleh menkreditkan Pajak Masukkan yang diterima atas Perolehan BKP/JKP.

Lena Yong/Praktisi dan Kontributor Business Lounge


Editor: Iin Caratri

Artkel lainnya:

Perencanaan Pajak Bagi Individual


PPN Dan PKP Yang Gagal Berproduksi
Komponen Pajak Dari Bisnis Properti

Anda mungkin juga menyukai